“SEGERA AMBIL TINDAKAN & PERCEPAT PENGURUSAN DOKUMEN BMI DI - TopicsExpress



          

“SEGERA AMBIL TINDAKAN & PERCEPAT PENGURUSAN DOKUMEN BMI DI JEDDAH LAYANI DAN LINDUNGI BMI DILUAR NEGERI SEPENUH HATI” Salam Demokrasi !! Kami, organisasi buruh migran, mantan dan pendukung BMI di dalam dan luar negeri, menyampaikan keprihatinan kami atas penelantaran pemerintah Indonesia terhadap ratusan ribu BMI tidak berdokumen di Jeddah-Arab. Kami mengkritik keras ketidak sigapan pemerintah dalam mengurusi dokumen resmi mereka berupa paspor/SPLP sebagai syarat pengampunan dari pemerintah Arab melalui pengampunan (Amnesty) yang akan segera berakhir 3 Juli ini. Akhir bulan Mei kemarin, pemerintah Arab mengumumkan Amnesty bagi buruh migran tidak berdokumen (undocumented). Melalui program ini, mereka diijinkan untuk meninggalkan wilayah Arab tanpa denda atau hukuman dan diperbolehkan datang melalui prosedur resmi, diperbolehkan ganti majikan tanpa perlu surat ijin dari majikan lama dan bagi yang datang dengan menggunakan visa umroh sebelum 3 Juli 2008 diijinkan untuk bekerja sebagai PRT secara resmi. Namun setelah berakhirnya masa Amnesty pemerintah Arab akan ketat penegakan aturan imigrasi dan tenaga kerjanya. Para sponsor yang tidak melegalisasikan pekerjanya akan dihukum penjara maksimal dua tahun dan dikenai denda sampai dengan 100.000 Riyal atau setara Rp260 juta. Sedangkan bagi para tenaga kerja asing yang bekerja secara ilegal akan dihukum penjara dan denda sebelum nantinya dideportasi serta tidak diperkenankan lagi untuk kembali ke wilayah Arab Saudi. Program ini memberi setitik harapan bagi ratusan ribu bahkan jutaan buruh migran (termasuk BMI) yang tidak berdokumen di wilayah Arab. Setelah bertahun-tahun hidup dalam ketidakpastian, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang atau bekerja secara resmi tanpa harus bersembunyi dari kejaran aparat. Keluar Negeri Karena Kemiskinan, Tidak Berdokumen Karena Keterpaksaan Buruh migran, berdokumen (resmi) atau tidak berdokumen (tidak resmi), hanyalah korban kegagalan pemerintah dalam mengentaskan rakyatnya dari kubang kemiskinan. Pemerintah gagal menyediakan lapangan kerja dengan upah layak dan membangun ekonomi berorientasi kerakyatan. Negara justru memilih untuk mengutamakan kepentingan pemodal asing dengan menciptakan berbagai kebijakan yang merugikan rakyat. Salah satunya adalah rencana kenaikan BBM, praktek perampasan tanah di pedesaan untuk investasi, outsourching dan standar rendah upah buruh serta swastanisasi pelayanan publik. Alhasil, jutaan rakyat menganggur dan akhirnya terpaksa bertahan hidup dengan menjadi Buruh Migran. Sedihnya lagi, pemerintah justru memanfaatkan keterpaksaan ini untuk meraup keuntungan melalui remitansi (uang kiriman) dan berbagai biaya yang dikenakan terhadap BMI serta keluarganya. Namun pemerintah terus menerapkan sistem outsourching atau melalui PJTKI ketika mengirim BMI keluar negeri. Para calo ini diberi mandat besar untuk mengurusi seluruh kebutuhan mulai perekrutan, penempatan hingga pemulangan BMI. Bahkan Pemerintah melarang kontrak mandiri bahkan meng-cap BMI ilegal jika keluar negeri tanpa PJTKI. Antara pemerintah dan PJTKI sudah ada kesepakatan bahwa semua urusan perlindungan BMI selama diluar negeri adalah tanggungjawab PJTKI yang memberangkatkan. Sebagai imbal baliknya, PJTKI diijinkan menarik biaya sebanyak-banyaknya dari pihak BMI dan majikannya. Tapi benarkah PJTKI melindungi BMI? Jawabnya jelas TIDAK! Faktor pendorong banyak BMI tidak berdokumen adalah praktek penipuan PJTKI dan cuci tangan perwakilan RI diluar negeri ketika BMI mengadu. Di Jeddah, banyak yang dipekerjakan tidak sesuai dengan job yang dijanjikan, menjadi korban penyiksaan dan pelecehan majikan, tidak digaji, tidak diberi makan bahkan di-PHK secara sepihak. Mereka juga terpaksa memakai visa umroh untuk bisa bekerja di Arab karena akan lebih mudah berganti majikan atau pindah kerja jika majikan lamanya tidak baik. Sedangkan pemerintah Arab sendiri mewajibkan tenaga kerja asing untuk mendapatkan surat ijin dari majikan lama jika ingin pindah majikan. Bagaimana mungkin BMI meminta surat ijin dari majikan yang menganiayanya? Sebagai contoh lain misalkan di Hong Kong, banyak BMI terpaksa tidak berdokumen karena lelah diperas PJTKI dan Agen dengan biaya selangit (overcharging). Untuk pendatang baru, setiap BMI diwajibkan membayar biaya penempatan sebesar HK$16.000 (Rp. 19.500.000) melalui sistem potongan 6 bulan gaji (70% - 100% per bulannya). Namun jika mengalami PHK maka pemerintah setempat mewajibkan dia keluar Hong Kong dan mendaftar ulang lagi. Peraturan ini yang kemudian dimanfaatkan PJTKI dan Agen untuk menarik biaya mahal lagi sebanyak 3-6 bulan potongan gaji. Padahal buruh migran kian rentan PHK di tengah krisis global seperti hari ini. Di Macau, BMI dikenakan potongan 10 bulan gaji dan jika pekerja memutuskan kontraknya maka dikenai sanksi blacklist 6 bulan tidak boleh masuk Macau. Buruknya layanan KJRI diluar negeri: Salah Satu Pendorong BMI Terpaksa Tidak Berdokumen Ketika mengalami persoalan di tempat kerja, setiap BMI pasti berusaha menghubungi Agen atau PJTKI-nya karena itulah satu-satunya nomor telpon yang dia punyai. Namun seringnya BMI tidak mendapat pertolongan, tetapi malah disuruh sabar menerima “cobaan” dan terus bertahan. Banyak juga Agen-Agen yang justru menghardik, menyalahkan dan menganiaya BMI yang mengadu. Jika beruntung, para BMI mungkin bisa mendapatkan nomor telpon atau alamat kantor perwakilan RI di negara setempat. Namun ketika menghubungi atau mendatangi kantornya justru tidak dihiraukan, dimarahi, disalahkan dan akhirnya dipaksa kembali ke rumah majikan. Di Hong Kong misalnya, KJRI malah menghubungi Agen untuk menjemput BMI yang mengadu dan “menyelesaikan” komplainnya. Tetapi bukannya menolong, Agen justru menjerumuskan BMI dan memaksanya kembali ke majikan, apalagi jika hutang potongannya belum lunas. Selain itu, para pegawai KJRI juga tidak ada yang menggunakan nama dada dan menolak diidentifikasi sehingga BMI tidak tahu oknum-oknum yang menolak membantunya. Untuk pembuatan paspor, KJRI hanya menyediakan konter terbatas. Di Hong Kong hanya 1-2 konter untuk 150.000 BMI. BMI di Macau bahkan tidak disediakan shelter dan pelayanan pengaduan kasus. Ironisnya, dana perlindungan yang diberikan DPR bagi BMI diluar negeri mencapai Rp. 1 trilyun. Namun pelayanan tetap tidak memadai. Untuk itu, kami Jaringan BMI cabut UUPPTKILN no. 39/2004 menuntut kepada pemerintah Indonesia untuk: 1. Segera membuat posko-posko pembuatan paspor/SPLP di pusat-pusat BMI dengan memperpanjang jam pelayanan disertai tenda berteduh, posko kesehatan, makanan/minuman/toilet umum/pelayanan yang dibutuhkan lain ! 2. Menyediakan biaya kepulangan bagi BMI yang tidak mampu ! 3. Mendesak untuk melakukan upaya-upaya diplomasi yang berdaulat terhadap pemerintah Kerajaan Arab Saudi untuk memperpanjang masa Amnesty dengan segera dan tuntas! 4. Penambahan konter dan jam pelayanan di semua kedutaan dimana BMI bekerja! 5. Penambahan jumlah shelter dan pusat pengaduan bagi BMI yang bermasalah di seluruh Negara penempatan ! 6. Perlindungan BMI harus ditangani langsung oleh negara dan tidak dilemparkan kepada PJTKI/agen ! 7. Membuat MoU dengan negara-negara penempatan di Arab khususnya dan di region lainnya dengan mencantumkan hak standar sesuai C189 dan PBB 1990 termasuk perlindungan bagi BMI undocumented! 8. Tolak Kenaikan Harga BBM! 9. Segera Ratifiaksi Konvensi IILO 189! Wujudkan Undang-Undang Perlindungan PRT! 10. Tolak seluruh isi RUU PPILN yang tidak melindungi dan tidak berpihak pada BMI dan keluarganya serta wajudkan segera UU yang melindungi BMI & Keluarganya! 11. Berlakukan Kontrak Mandiri ! 12. Hapus KTKLN & Mandatory Asuransi! merdeka/foto/peristiwa/204174/buruh-migran-demo-di-istana-protes-insiden-jeddah-005-nanda-farikh.html
Posted on: Wed, 12 Jun 2013 08:50:52 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015