Salah satu episode penaklukan imperium Persia yang ditulis dengan - TopicsExpress



          

Salah satu episode penaklukan imperium Persia yang ditulis dengan tinta emas dalam sejarah Islam adalah pertempuran Qadisiyah (Kadessia : dalam terminologi Barat). Sebuah film yang digarap oleh Mustafa Akkad, sutradara yang juga membuat film The Message dan Lion of The Dessert menampilkan episode ini dengan apiknya di layar lebar. Tokoh yang paling banyak berperan dalam keruntuhan salah satu kekuatan dunia terbesar pada masa itu adalah Saad bin Abi Waqqas. Saad merupakan salah satu dari 10 sahabat Nabi yang dijamin masuk surga. Masuk Islam pada usia 17 tahun, ia dikenal sebagai seorang panglima perang yang handal. Perannya sangat dikenal saat perang Badar dan perang Uhud berlangsung serta peperangan sesudahnya. Pertempuran Qadisiyah terjadi di masa Khalifah Umar bin Khattab menjadi pemimpin kekhalifahan Islam. Kala itu, komandan pasukan muslim di al-Hira (Irak) meminta bantuan khalifah karena pasukan Persia mendekati wilayah pengamanannya dan menampilkan ancaman yang semakin kuat. Sayangnya, panglima besar kala itu Khalid bin Walid telah berangkat dalam ekspedisi ke Syiria. Khalifah pun memutuskan dirinya sendiri untuk memimpin pasukan bantuan menghadapi Persia. Namun keinginan itu ditolak para sahabat. Akhirnya, khalifah tetap di Madinah dan pimpinan pasukan diserahkan ke Saad bin Abi Waqqas dengan strategi yang dirancang khalifah sendiri. Saad pun berangkat membawa 20ribu pasukan. Di dalamnya terdapat 400 sahabat Nabi bersama 700 putra mereka yang bersemangat menuju Qadisiyah, Irak saat itu menjadi wilayah perbatasan kekuasaan antara Islam dan Persia. Di daerah ini Saad segera membangun benteng dan perkemahan serta menyiapkan semua perlengkapan guna menghadapi tentara Persia yang dipimpin Rustum, panglima perang Persia yang terkenal. Pertempuran dahsyat pun tak terelakkan, terjadi pada musim panas, 637 M. Sayangnya, Saad bin Abi Waqqas tak bisa memimpin langsung pasukan Islam karena jatuh sakit. Kendati demikian, bersama komandan lapangan lainnya, ia merancang strategi pertempuran dan mengawasi langsung dari atap benteng yang dibangunnya. Dua pasukan besar dari kekuatan Islam dan Persia mencoba memenangkan pertempuran dengan kecerdikan masing-masing. Tentara Persia menggunakan gajah sebagai tameng ketika menyerbu pasukan Islam. Kuda-kuda Arab yang tak biasa bertemu gajah terkejut dan membuat pasukan Islam kewalahan. Menghadapi hal itu, Saad memerintakan pasukannya menggunakan tombak guna menghadapi gajah-gajah tersebut. Upaya ini cukup berhasil untuk mendesak mundur pasukan Persia. Untuk sementara peperangan diakhiri karena cuaca gelap mulai datang dengan posisi kemenangan ada di pihak kaum muslimin. Hari selanjutnya, seorang prajurit Islam, Kaaka, yang dikenal kehebatannya dalam bertempur menantang duel dua jago Persia. Duel ini dilayani dengan menampilkan dua jagoan pasukan Persia. Namun, kepiawaian Kaaka masih lebih baik dari dua jagoan tersebut dan mengalahkannya satu demi satu tanpa kesulitan. Dengan gugurnya kedua jagoan Persia tersebut, peperangan massal pun berlanjut dengan hebat selama beberapa hari dan pasukan Persia tetap mengandalkan kekuatan gajah sebagai pendobrak pasukan Islam. Kendati sudah menerapkan taktik melawan dengan tombak, pasukan Islam belum berhasil mengalahkan pasukan gajah tersebut. Di hari akhir peperangan, dengan kecerdikan selama mengamati jalannya peperangan Kaaka mengincar gajah putih yang selalu tampilk terdepan, menjadi pemimpin dan menjadi panutan gajah-gajah lain. Dengan tombak, ia menghujamkan tombaknya ke mata sang gajah putih. Pedangnnya pun merobek belalai gajah tersebut yang langsung meraung kesakitan dan lari tunggang langgang. Raungan gajah pemimpin ini didengar gajah-gajah lain sehingga mereka pun mengikuti jejaknya. Pasukan Persia kehilangan pelindungnya sehingga dengan mudah berhasil dipukul mundur. Panglima Rustum pun melarikan diri, namun berhasil dikejar oleh tentara Islam yang membunuhnya ketika ia menyebrangi sungai Efrat. Sisa-sisa pasukan Persia yang berhasil melarikan dari kejaran pasukan Islam kemudian hidup di bagian utara Irak. Dengan kemenangan ini, Saad praktis menjadi penguasa Persia. Berita kemenangan segera dikirim ke Madinah dan menjadi kegembiraan Khalifah Umar bersama umat Islam di kota itu. Kendati telah memenangkan pertempuran, Saad masih tetap mendapat perintah untuk terus mendesak ke Babylonia. Di kota ini, beberapa prajurit Persia ternama seperti Firuzan, Hurmuzan, dan Mihran mulai membangun kekuatan kembali dari sejumlah pasukan yang tercerai berai dalam perang Qadisiyah tersebut. Kendati kekuatan itu terbangun kembali, mereka tak berhasil membendung serangan pertama pasukan pimpinan Saad. Mereka kembali lari kocar-kacir. Hurmuzan lari ke Ahwaz, Firuzan ke Nahawand, dan Mihran lolos ke Madain (Madain merupakan ibukota kerajaan Persia dibawah pimpinan Raja muda Persia, Yezdjard). Ketiga kekuatan Persia tersebut pada saat itu sudah di ambang kejatuhannya. Hanya karena terhalang Sungai Tigris yang membelah wilayah kekuasaan Persia dan Muslim, kejatuhan itu agak tertunda. Panglima Mihran dengan pasukan pilihannya mendirikan benteng di pinggir sungai ini guna menghalangi gerak pasukan Saad. Panglima Saad pantang menyerah. Ia terus mencoba mengamati lewat bukit di seberang sungai menyeksikan satu-satunya jembatan yang menghubungkan kedua kawasan itu telah dihancurkan pasukan Mihran. Kondisi sungai saat itu pun meluap karena hujan turun deras. Namun, dengan keteguhan seorang pejuang dan keyakinan datangnya bantuan Allah, Saad dan pasukannya mulai menyebrangi sungi besar itu. Mereka berhasil menyebrangi secara rapi tanpa merusak barisan. Pasukan Persia yang menyaksikan kenekatan pasukan Islam bergidik ketakutan. “Iblis-iblis telah datang,” teriak mereka ketakutan dan langsung lari menyelamatkan diri. Kaisar Persia yang mendapatkan kabar pasukan Islam sudah di depan pintu kota segera lari menyelamatkan diri tanpa membawa kekayaannya yang melimpah ruah. Tanpa perlawanan, Saad dan pasukan Islam memasuki Istana Kisra yang telah ditinggalkan penghuninya. Mereka pun mengadakan upacara tasyakur karena musuh telah dikalahkan. Sejak saat itu, Saad pun mulai menata wilayah bekas kekuasaan Persia dengan cekatan dengan dibantu beberapa sahabatnya. Ia membangun pemukiman di Kufah yang banyak didiami para sahabat. Kelak, kota ini menjadi kota penting dan pusat peradaban, tempat cerdik pandai mengembangkan ilmu. Saad pun menjadi Gubernur Kufah dan menjadikan Kufah sebagai pusat pemerintahan sipil dan militer atas wilayah-wilayah lain di sekitarnya. Kaisar Persia yang masih tak rela wilayahnya direbut tentara Islam merancang kembali upaya pembebasan wilayah-wilayah tersebut. Namun, lagi-lagi upaya ini ditempuh sekian kali pula tak membawa hasil karena pasukan Islam selalu dalam keadaan lebih siap dan waspada. Malah, dengan segala upaya yang dibuat Kaisar Persia tersebut, posisi kekuasaan Islam di wilayah Irak dan Persia justru menjadi semakin kuat. Menurut sejarawan Tabari, total jenderal pertempuran Qadisiyah dan upaya merebut kembali Madain oleh Kaisar Persia membuat seratus ribu tentaranya tewas. Kerugian ini ditambah dengan harta rampasan yang melimpah ruah. Menyangkut harta rampasan ini, Khalifah Umar sempat menangis karena ia tengah melihat kehancuran rakyatnya oleh kekayaan yang beru diperoleh tersebut. Sepeninggal Khalifah Umar, Saad tetap memimpin di Kufah atas permintaan Khalifah Usman. Ia baru mengundurkan diri ketika tampuk kekuasaan dipegang oleh Khalifah Ali dan menghabiskan hari tuanya di kota Akik hingga ajal menjemputnya pada 670 M. Pahlawan besar itu wafat pada usia 70 tahun dan dimakamkan di Madinah. credit : Khazanah Orang Besar Islam : Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka Nol (Republika)
Posted on: Wed, 19 Jun 2013 05:22:44 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015