(Sangatta) – jejakkasus.info Ketua Komisi III DPRD Kabupaten - TopicsExpress



          

(Sangatta) – jejakkasus.info Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Kutai Timur Kalimantan Timur, Kasmidi Bulang menegaskan, PT Kaltim Prima Coal (KPC) harus bertanggungjawab terhadap pencemaran dan kerusakan sungai akibat pembuangan limbah tambang batubara ke Sungai Sangatta. Menurut Kasmidi Bulang (anggota DPRD dari Fraksi Golkar), jika memang ada bukti-bukti kesengajaan pihak PT KPC mencemari sungai dengan membuang limbah tambang, harus bertanggungjawab bila terjadi kerusakan sungai dan lingkungan. "Sungai Sangatta merupakan sumber kebutuhan puluhan ribu manusia dan ribuan habitat di dalamnya, sehingga wajib untuk dijaga bukan dirusak. KPC juga wajib melakukannya," kata Kasmidi Bulang, di ruang kerjanya, Senin (18/03).lalu. Kalau pembuangan limbah tambang ini terus-menerus dilakukan, maka dalam beberapa tahun mendatang, Sungai Sangatta akan dangkal dan mengalami penyempitan. Hal ini mengakibatkan terjadinya abrasi dan rusaknya lingkungan. Menurut Kasmidi Bulang, yang juga Ketua Alumni Perhimpunan Tambang Universitas Veteran Republik Indonesia (UVRI) Makassar Wilayah Kalimantan Timur ini, KPC sebagai perusahaan raksasa kelas dunia harus berkomitmen menjaga lingkungan termasuk sungai. Selain meminta KPC memperhatikan kelestarian sungai dan lingkungan dengan tidak mencemari sungai, pihaknya juga meminta agar Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kutai Timur secara rutin melakukan pengawasan dan monitoring kondisi sungai, baik Sungai Sangatta, Bengalon ataupun sungai lain di Kutai Timur, yang terdapat kegiatan pertambangan dan perkebunan kelapa sawit. "DPRD juga akan mengusulkan kepada unsur pimpinan DPRD untuk menjadwalkan kunjungan resmi untuk melihat langsung kondisi sebenarnya seperti yang selama ini dikeluhkan masyarakat," ujar Kasmidi Bulang. Anggota DPRD Piter Palinggi juga mengatakan, KPC harus ikut bertanggung jawab terhadap aliran limbah tambang yang mengalir ke Sungai Sangatta dan yang mengalir ke pemukiman penduduk karena membahayakan masyarakat. "Telah terjadi pendangkalan Sungai Sangatta akibat lumpur tambang, sehingga KPC wajib bertanggungjawab melakukan pengerukan sungai," kata Piter Palinggi. Sebelumnya, Direktur Utama Perusda PDAM Kutai Timur, Aji Mirni Mawarni melalui Kepala Bidang Produksi Perusda PDAM Kutai Timur, Suparjan menerangkan, kuat dugaan Sungai Sangatta tercemar akibat buangan limbah bercampur lumpur dari tambang PT KPC. Menurut Suparjan, salah satu penyebab keruhnya Sungai Sangatta karena adanya buangan limbah tambang yang berasal dari Sungai Bendili. "Maka dari itu kami bisa simpulkan kalau kekeruhan Sungai Sangatta berasal dari Sungai Bendili," katanya. "Kami juga sudah memantau langsung ke lokasi pertemuan Sungai Bendili dengan Sungai Sangatta dengan mengambil contoh air di tiga titik berbeda, dan memang sangat terlihat perbedaannya, baik tingkat kekeruhan maupun mutu berbeda," katanya. "Kami, Perusda PDAM sudah melakukan pengujian laboratorium di Samarinda dan hasilnya, tingkat kekeruhannya sangat tinggi, yakni di atas 200 NTU. Padahal idealnya air baku dengan standar kekeruhan di bawah 200 NTU masih bisa diolah," kata Suparjan, Senin. Ia mengatakan, tingginya tingkat kekeruhan mengakibatkan beberapa PDAM dihentikan produksinya sebab jika dipaksakan biaya produksi sangat tinggi. "Dibutuhkan obat yang cukup banyak untuk menetralkannya sebelum diolah," katanya. Kegiatan PT Kaltim Prima Coal (KPC) Menurut Ketentuan di sinyalir kuat melanggar hukum dan Berdasarkan data analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL)di UU RI No 32 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 62 ayat 2 bahwa sistem informasi lingkungan hidup dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat. Apalagi usaha ini sudah berlangsung puluhan tahun. Diawal juga sudah disebutkan bahwa usaha ini sudah mempunyai AMDAL yang disusun pada tahun 2007. Namun AMDAL tersebut perlu dikaji ulang karena dampak yang ditimbulkan semakin membahayakan masyarakat. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan apakah AMDAL 2007 itu sesuai fakta yang ada di lapangan ataukah ada unsur manipulasi dalam proses proses penyusunannya. Penyusunan AMDAL juga sudah diatur dalam Pasal 22 sampai dengan 33 UU RI No 32 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Jika AMDAL tersebut disusun melalui langkah-langkah yang benar maka dampak negatif yang timbul dapat diminimalisir karena studi AMDAL dimaksudkan agar pembangunan suatu usaha industri dapat berlangsung secara berkesinambungan, dimana terdapat keseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam, SDM, dan kelestarian alam sekitar, dengan cara mengelola buangan/limbah industri sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan sekitarnya. Pencemaran lingkungan, baik air, tanah, polusi udara, serta kebisingan suara yang telah melebihi ambang batas. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan bagi masyarakat disekitarnya. Sehingga juga bisa diberlakukan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 99 yaitu sebagai berikut. 1) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). 3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah). Sedangkan Sanksi Pidana Tidak Mengantongi Ijin Amdal, yakni Untuk sanksi Pidana diatur dalam bagian kedua UU No. 32 Tahun 2009 Dalam Pasal 109 UU No. 32 Tahun 2009 mengenai sanksi pidana bagi pemilik usaha yang tidak memiliki izin lingkungan : “Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”. Pria Sakti Presiden Jejak Kasus- Kontak: 0821-4152-3999 (Ferry Nelson saily)
Posted on: Fri, 19 Jul 2013 03:10:50 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015