Selama lebih dari 13 tahun ini kalau dilihat dari Penampilannya - TopicsExpress



          

Selama lebih dari 13 tahun ini kalau dilihat dari Penampilannya yang kalem serta dari track record jabatan yang pernah dipegangnya sepertinya pak Boed ini orang yang capable dan bersih dari korupsi. Dan kalau dilihat dari pendidikannya dan pengalamannya dalam bidang Ekonomi rasanya sangat sulit untuk menyalahkan seorang Boediono bila dikaitkan dengan kebijakan Dana Talangan / Bail Out Bank Century yang menggegerkan selama bertahun-tahun. Itu adalah kesan yang tertanam di masyarakat hingga 4 tahun terakhir. Tetapi setelah 4 tahun beliau menjabat sebagai Wakil Presiden dan ternyata bisa dikatakan tak mampu berbuat apa-apa untuk negeri ini, patutlah kita semua kembali Mempertanyakan Kepakaran Ekonomi dari seorang Prof. Dr. H. Boediono M.Ec. Mendapat gelar Professor dari Universitas Pennsylvania Amerika, Boediono ini telah menjabat Kepala Bapenas pada pemerintahan BJ Habibie (1999) , lalu Menteri Keuangan pada pemerintah Megawati selama 3 tahun (2001-4004), kemudian menjabat Menteri Koordinator Ekonomi pada pemerintahan SBY Jilid 1 selama 3 tahun (2005-2008), selanjutnya menjadi Gubernur Bank Indonesia (2008-2009) dan menjadi Wakil Presiden sejak 2009 hingga sekarang. Sebagai penulis belasan buku Ekonomi, Guru Besar UGM sangat pantas sebutan pakar Ekonomi atau mungkin bisa dibilang Begawan Ekonomi untuk Boediono yang berkali-kali telah memegang jabatan strategis di bidang Ekonomi Indonesia. Tetapi setelah kurang lebih 12 tahun mengendalikan Ekonomi Indonesia apa yang kita lihat hasilnya sekarang sungguh jauh dari harapan bangsa ini. Kita tidak usah bicara Neraca Perdagangan yang belum juga membaik, tidak usah bicara tentang Pertumbuhan Ekonomi yang rendah dan Tingkat Inflasi tinggi yang njlimet. Cukup kita bicara satu hal yang kasat mata dan sangat berpengaruh pada ekonomi bangsa ini yaitu Nilai Tukar Rupiah. Nilai tukar rupiah ini sangat berpengaruh sekali ke sendi-sendi Ekonomi. Berpengaruh kepada nilai hampir semua komoditi barang, berpengaruh kepada nilai belanja Negara/ APBN dan berpengaruh kepada kondisi Ekonomi Negara keseluruhan. Pertanyaannya mengapa selama 12 tahun memegang posisi strategis ekonomi Negara ini bapak Boediono tidak mampu sedikit saja mengendalikan Nilai Tukar Rupiah? Inilah yang membuat masyarakat bertanya dimana sebenarnya Kepakaran Ekonomi dari Seorang Boediono. Apakah tidak ada Ekonom selain Boediono yang mampu sedikit saja mengendalikan Nilai Tukar Rupiah? Berikutnya kita berbicara tentang Mobil Murah ala SBY yang didukung sepenuhnya oleh Boediono dan Menteri Perindustrian. Melihat dari statement Boediono yang menyalahkan Jokowi karena menghambat masyarakat untuk membeli Mobil Murah SBY, bisa disimpulkan Boediono juga ikut membidani lahirnya Regulasi tentang Mobil yang Katanya Murah dan katanya Ramah Lingkungan itu. Kalau boleh Boediono harus menjelaskan dimana letak murahnya mobil yang harga Off The Roadnya sebesar Rp. 95 Juta. Lalu disisi mana letak ramah lingkungannya sementara mobil-mobil tersebut masih mengkonsumsi bahan bakar Minyak yang semakin lama semakin tipis. Dan apakah Boediono, SBY, MS Hidayat dan para menteri lainnya memikirkan tentang potensi kerugian Negara akibat Mobil Murah ala SBY? 5 Potensi Kerugian Negara Akibat Mobil Murah ala SBY. 1. Mobil Murah SBY Berpeluang Membenamkan Mobil Nasional. Mobil Murah SBY ini hanya akan mengubur cita-cita anak Bangsa untuk dapat memproduksi hasil karya mereka sendiri. Bagaimana dengan Mobil Esemka, bagaimana dengan Mobil Tawon (Tangerang) dan bagaimana dengan Mobil Listrik generasi kedua produk Institut Teknologi Surabaya yang benar-benar ramah Lingkungan dengan harga sekitar Rp. 45 Juta. Mengapa ketiga mobil tersebut tidak mendapat perhatian dari Pemerintah? Bila saja yang dilakukan Pemerintah adalah memproduksi massal Mobil anak Bangsa seperti Mobil Listrik ITS, Mobil Tawon atau Mobil Esemka yang harganya dibawah Rp.60 Juta tentu saja Kontroversi akan Mobil Murah SBY ini tidak akan terjadi. Jokowi, Ridwan, Ganjar, Risma akan berpikir seribu kali untuk menolaknya. 2. Mobil Murah SBY Berpotensi Memperparah Macet Jakarta dan Kota-kota Besar. Mobil murah SBY ini akan dipasarkan sebanyak 10.000 unit per bulan oleh PT.Astra Internasional. Kalau ditambah dari produksi dari Suzuki, Honda, Nissan, KIA dan lainnya mungkin untuk kategori mobil murah ini akan bertambah sekitar 20.000 unit per bulan. Bila dikalikan setahun berarti aka nada penambahan Mobil Murah sebanyak 240.000 unit mobil. Itu baru Mobil murah saja dan belum lagi mobil menengah dan mobil mewah. Anggap saja pada tahun depan mobil-mobil baru yang akan beredar sebanyak 300.000 unit. Padahal Ruas Jalan yang dibangun berapa banyak? Kalau dari 300.000 unit itu dibeli oleh penduduk Jabodetabek sebanyak 175.000 unit, bisa dibayangkan macetnya Jakarta untuk tahun 2014. Belum lagi macetnya Bandung, Surabaya, Semarang dan lainnya. Lalu bagaimana dengan tahun 2015 dan tahun seterusnya dengan pertambahan 300.000 unit per tahunnya? Stuck/ Kelumpuhan Lalu-lintas sudah nyata didepan mata. Apakah seorang Professor Boediono juga memikirkan tentang hal ini? 3. Mobil Murah SBY Berpotensi Menjebol Subsidi BBM. Mobil murah ini katanya didesign untuk bahan bakar Pertamax. Tapi menurut beberapa pengamat otomotif design Pertamax bisa saja dirubah menjadi design Premium. Apa pemerintah bisa menjamin tidak ada perubahan dari pabrikasi atau pengguna sendiri dari design Pertamax ke design Premium? Selama ini pengguna mobil mewah saja masih mengkonsumsi premium apalagi pemilik mobil murah. Lalu kalau terjadi perubahan di lapangan dimana designnya menjadi Premium dan berdampak melonjaknya pemakain BBM Bersubsidi, sudah terpikirkah oleh Boediono dan SBY akan dampaknya untuk APBN dan lainnya? 4. Mobil Murah SBY Berpotensi Memperparah Kecemburuan Sosial. Karena dengan harga On The Road diatas Rp.100 juta bukan rakyat menengah ke bawah yang akan membeli produksi mobil-mobil cantik ini melainkan masyarakat menengah ke atas. Bisa saja akan banyak orang kaya yang membeli lebih dari 1-2 mobil jenis ini untuk keluarganya. Dan apa kata rakyat miskin yang tidak mampu membeli mobil jenis ini tapi merasakan dampaknya kemacetan yang semakin parah di jalan. Apakah seperti ini yang dipikirkan SBY dan Boediono? 5. Mobil Murah SBY Mengurangi Pemasukan Negara Sebesar Rp.6 Trilyun/ tahun. Dengan akal-akalan pabrikan raksasa bekerja sama dengan pemerintah diciptakanlah mobil murah yang tidak dikenai PPnBM atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Ukuran atau nilai PPnBM sebelumnya untuk 1 unit mobil MPV 20% sedangkan jenis Sedan sebesar 30%. Supaya mudah kita pukul rata-rata 25% saja untuk mobil-mobil baru jenis seperti ini. Bayangkan saja kalau 1 uni Mobil Murah SBY berharga Rp.100 juta maka pajak seharusnya yang masuk adalah minial sekitar Rp.25 Juta rupiah. Kemudian dikalikan jumlah unit yang diproduksi selama 1 tahun seperti diatas dengan angka taksiran 240.000 unit. Dan total PPnBM yang tidak jadi diterima Negara adalah sekitar Rp. 25 juta x 240.000 = Rp. 6 Trilyun rupiah. Jumlah yang cukup untuk membangun berapa ruas jalan baru. Dan sayangnya ke 5 faktor diatas seolah-olah tidak dipikirkan baik-baik oleh Professor Boediono dan Jendral Susilo Bambang Yudhoyono sehingga membuat masyarakat menjadi bertanya apakah seperti inikah sikap pemerintah yang selalu berpotensi menimbulkan kerugian masyarakat dan Negara? Kalau memang Kebjikan Mobil Murah SBY tidak bisa ditarik kembali, saat ini yang segera harus dilakukan Pemerintah adalah segera menetralisir efek-efek kebijakan Mobil Murah ala SBY tersebut. Buat segera batasan yang mengatur keberadaan Mobil Murah SBY di lokasi Kota-kota besar dan sekitarnya. Jangan hanya melempar beban berat bagi pemerintah-pemerintah provinsi yang memiliki kota-kota besar saja. Dan dari hal-hal diatas akhirnya timbul lagi pertanyaan yang menggelitik : apakah benar tentang Dana Talangan Bank Century yang heboh itu tidak ada unsur kesalahan analisa dari Professor Boediono?
Posted on: Sat, 21 Sep 2013 18:09:19 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015