TEMPO.CO, Madiun – Muhammad Sahrul Kurniawan, salah satu pemain - TopicsExpress



          

TEMPO.CO, Madiun – Muhammad Sahrul Kurniawan, salah satu pemain belakang tim nasional sepak bola Indonesia di bawah usia 19 tahun ternyata berasal dari keluarga petani. Nyartono (57 tahun), sang ayah, adalah seorang buruh tani dan Pariyem (51 tahun), ibunya, bekerja sebagai pedagang pisang keliling. Penghasilan mereka per bulan terbilang minim. ‘’Kerja saya juga tidak tentu waktunya. Biasanya dalam sebulan hanya kerja selama 15 hari,’’ kata Nyartono saat ditemui di rumahnya yang masuk wilayah Dusuh Genggong, Desa/Kecamatan Jogorogo, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Ahad, 13 Oktober 2013. Selama bekerja 15 hari, pria paruh baya itu mendapatkan penghasilan Rp 300 ribu. Ini karena dia hanya mendapatkan upah Rp 20 ribu per hari. Adapun penghasilan Pariyem juga tidak jauh dari nominal tersebut. Meski demikian, pasangan suami istri itu tidak pernah berputus asa dalam membesarkan keempat anaknya. Kesederhanaan hidup itulah yang mendorong Muhammad Sahrul Kurniawan, anak bungsu pasangan Nyartono-Pariyem, untuk bangkit. Sejak berusia 11 tahun atau masih menjadi siswa kelas V MTs Negeri Genggong, dia mulai mendalami sepakbola, yakni dengan bergabung ke SSB Margolangu, Kabupaten Ngawi. Dari situlah kiprah pemuda pemalu itu merangkak naik. Sejak 2012, dia didapuk sebagai penyerang dari Persatuan Sepak Bola Ngawi (Persinga) junior. Hanya saja, kedua orang tuanya tidak bisa memberikan fasilitas lebih bagi Sahrul untuk mengembangkan bakatnya. Nyartono menuturkan, selama berlatih di SSB Margolangu, anak bungsunya itu hanya memakai sepatu bekas. Ada yang dibelikan rombengan oleh kakaknya dan ada yang mengganti sepatu bekas milik temannya. Kami tidak kuat membelikan sepatu baru, Nyartono menuturkan. Pariyem, sang ibu menambahkan sepatu bekas sepak bola Sahrul harus berulang kali dijahitkan. Sebab, hampir setiap kali digunakan latihan alas kaki tersebut kembali rusak. Hal inilah yang membuat perempuan paruh baya itu nelangsa kepada anak bungsunya. ‘’Sepatue lungsuran (sepatunya bekas pakai). Dia nurut saja,’’ tuturnya. Sebagai ibu, Pariyem merasa bangga kepada Sahrul. Perempuan itu berharap agar keinginan anak bungsunya menjadi pemain sepak bola profesional bisa terwujud. Dengan begitu, cita-citanya untuk memperbaiki rumah orang tuanya juga dapat terlaksana. Arul (panggilan Sahrul) kepengen ndandani omah (ingin membenahi rumah), ujarnya. Rumah orang tua Sahrul memang terbilang sangat sederhana, dindingnya masih berupa anyaman bambu dan berlantai tanah.
Posted on: Tue, 15 Oct 2013 01:15:52 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015