TUKANG OJEK YANG MALANG Kiriman Member BM : Agustinus Tjandra - TopicsExpress



          

TUKANG OJEK YANG MALANG Kiriman Member BM : Agustinus Tjandra Joelianto Cerita ini pernah saya terbitkan di web mistik reunion, linknya : mistik.reunion.web.id/3342/tukang-ojek-yang-malang.htm Teng-teng-teng. Suara tiang listrik di pukul dengan batu. Jam menunjukkan 00.05 WIB di dinding kamarku. Suara itu tanda bagiku untuk keluar rumah, untuk berkumpul dengan bapak-bapak untuk melaksanakan kewajiban ronda. Kebetulan kegiatan ronda masih ada dan bertahan hingga sekarang di kampungku. Sebelum keluar, kupakai jaket, topi, dan sarung untuk sekedar bisa mengurangi dinginnya malam. Serta, oh ya tak lupa aku membawa tongkat kecil bambo sekitar 1,5 m. Yah sekedar untuk keamanan diri sekaligus untuk alat bantu memukul tiang listrik yang akan dilewati selama ronda nanti. Setelah aku mengunci pintu dan menutup pagar rumah, segeralah aku menuju pos ronda. Singkat cerita, aku sampai di pos. Setelah bersalaman dan menyapa satu sama lain sambil berbincang-bincang sekaligus menggosip (nggak Cuma ibu-ibu lho yang suka gossip, ha-ha) juga kita menunggu teman ronda lain yang belum datang. Selang berapa menit, semua sudah lengkap. Kami sepakat untuk mengelilingi kampung kami Nah, di kampungku ada istilahnya uang jimpitan untuk ronda (uang recehan yang ditaruh di wadah plastik atau botol plastik yang sudah dipotong pendek, dan ditempatkan di pagar atau ditempat yang mudah diambil petugas ronda di setiap rumah). Jadi sambil berkeliling dan mengawasi keamanan, kita juga mengambil uang recehan tersebut untuk nantinya akan di setorkan ke kas RT kami. Kampung kami masih lumayan banyak pohon, khususnya pohon mangga dan rambutan. Jadi kadang-kadang kalau musim buah, sangat mengasyikkan. Sambil ronda, ambil uang jimpitan ronda, sekaligus wisata kuliner buah-buahan ha-ha-ha. Kadang-kadang ada yang usil, berhenti di suatu rumah yang ada pohon rambutan dan mangganya. Untuk diambil buahnya dan dimakan, sambil ngomong “permisi ya pak, bu. Kami minta buahnya”. Lalu ada bapak peronda yang lain ngomong “oh, silahkan ambil saja, yang banyak ya!”. Ha-ha-ha. Padahal tuan rumahnya lagi tidur. Dasar bapak-bapak iseng, tapi itulah yang bikin aku kangen dan senang ikut ronda. Nah setelah selesai berkeliling, kira-kira jam 01.00 WIB, kita istirahat di salah satu rumah teman ronda (nggak di pos ronda, soalnya nggak ada apa-apa yang bisa dimakan dan di minum, hi-hi). Kita menggelar tikar di depan rumah beliau, dan tuan rumah langsung mengeluarkan gelas, termos, minuman sachetan, dan gorengan untuk kita minum dan makan. Sambil menunggu jam tiga pagi (batas selesai ronda), kita ngobrol soal-soal yang sepele, bahkan sampai soal Negara (cailah serius amir), ada juga yang main catur. Kebetulan kampung kami berbatasan dengan hamparan sawah yang luas sebesar 2 kali lapangan sepak bola. Memang kiri dan kanannya sawah tersebut sudah ada jalan aspal, tapi penerangannya tidak ada dan hanya ada beberapa rumah dan satu penginapan namanya “XXX”, jadi masih gelap sekali. Posisi rumah temanku dekat dengan perbatasan sawah itu, sekitar 20 meteran. Tiba-tiba perutku terasa bergejolak dan sedikit kembung, lalu aku ijin mau kencing dulu di dekat sawah (alasan, sebenarnya mau kentut, tapi khan nggak enak sama yang lain). Nah, saat aku lagi mau beraksi, tiba-tiba aku mendengar suara sepeda motor dari arah belakangku. Dan berhenti tepat ke arahku. Ternyata ada bapak-bapak, kayaknya tukang ojek (ada tulisan ojek di jaketnya). Usianya sekitar 50 tahunan, menanyakan alamat penginapan “XXX” di sekitar kampungku. Karena aku tahu penginapan itu (yang lokasinya di perbatasan hamparan sawah yang luas), lalu aku tunjukkan arahnya dan mau nggak mau dia (tukang ojek) harus melewati jalan yang gelap untuk sampai ke sana. Setelah mengucapkan terima kasih, tukang ojek pun berjalan menembus gelap nya jalan tersebut dengan hanya mengandalkan lampu motornya. Jujur, aku merasa heran, ini tukang ojek ngapain malam-malam ke sana? Dan aku merasa ada hawa dingin yang tidak biasa (lebih dingin dari udara saat itu, dan aku merasa merinding) saat aku berbicara dengan tukang ojek tersebut dari arah belakang beliau atau boncengan beliau. Aku juga agak heran, kayaknya kok tarikan motornya kok agak berat seperti membawa beban waktu ke arah penginapan itu, padahal dia sendirian. Ya sudah karena merasa nggak enak perasaanku, aku segera kembali ke rumah temanku, untuk berkumpul lagi. Selang beberapa menit, kami semua dikagetkan oleh suara kencang sepeda motor yang mengebut dan teriakan keras minta tolong dari arah jalan aspal ke penginapan tersebut. Kami semua akhirnya berhamburan keluar menuju arah sawah, dan menghadang sepeda motor yang mengebut tadi. Oh, ternyata, tukang ojek tadi, dia melihat kami dan berhenti. Wajahnya pucat pasi dan napasnya ngos-ngosan. Tapi dari matanya ada kelega’an yang besar setelah melihat kami. Akhirnya kami menuntun beliau dan sepeda motornya ke rumah temanku yang jadi pos kami. Setelah diberi minum dan menghisap rokok dalam-dalam, dia menjadi tenang dan mulai bercerita. Waktu di pos ojek, teman-temannya sudah pada terlelap, hanya dia sendiri yang masih terjaga. Tiba-tiba ada ibu muda mendatanginya, wajahnya cantik, tapi agak pucat, sepertinya kebingungan. Minta diantar ke suatu alamat, yaitu penginapan “XXX” di sekitar kampungku. Karena kasihan sama ibu itu, beliau pun mengantar ibu itu. Dalam perjalanan kebetulan dia melihat aku di dekat sawah, dan bertanya untuk memastikan alamat tersebut. Lalu setelah sampai di sana, suasana sepi karena tidak ada yang jaga depan, si tukang ojek menunggu sebentar untuk menemani wanita itu. Lalu si ibu itu membayar dengan uang sepuluh ribuan 2 dan berkata nggak usah ditunggu dan mengucapkan terima kasih. Setelah itu masuk melewati pagar penginapan. Tapi yang bikin kaget tukang ojek itu adalah cara si ibu itu masuk ke penginapan. Ibu muda itu tembus melewati pagar penginapan itu yang tertutup dan terkunci dan tahu sendirilah kebiasaan mereka setelah itu, menghilang disertai suara tertawa ciri khas kunti, hii-hii-hii. Akhirnya beliau sadar kalau yang diantar bukan manusia, lalu keringat dingin keluar. Dengan tergesa-gesa ia membalikkan arah motor 180 derajat ala biker professional. Ke arah jalan waktu bertemu aku sambil ngebut dan teriak minta tolong. Dan akhirnya bertemu kami. Dia lalu menunjukkan uang yang diterima dari wanita itu dari saku celananya. Dan ternyata hanya ada 2 daun, seperti daun nangka. Woh, gile bener, kagetlah kami semua. Lalu aku juga mengomentari cerita si tukang ojek, kalau tadi pada saat berbicara dengan beliau, aku tidak melihat ibu itu. Tapi perasaanku agak nggak enak dan merinding. Dan juga heran kayaknya motornya tarikannya agak berat, seperti berboncengan. Tapi nggak ada yang diboncengin. Wah langsung ramai deh para bapak-bapak peronda. Sampai-sampai, kami baru pulang jam 5 pagi, bukan karena nungguin bapak tukang ojek yang masih ketakutan, tapi kami semua jadi ikut takut pulang ke rumah masing-masing. Oleh karena itu kami menunggu suasana agak ramai dan terang sedikit, ha-ha-ha. Sekian ceritaku, maaf kalau terlalu panjang. Jujur, susah mau mengurangi kata-katanya biar kelihatan ringkas dan padat, tapi ku tak bisa. Yah memang aku baru bisanya begini. Terima kasih. Edited by caesar
Posted on: Sun, 16 Jun 2013 08:11:45 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015