kemaren mimin ngajak fans SNI ngintip khilfah Libya tapi itu hanya - TopicsExpress



          

kemaren mimin ngajak fans SNI ngintip khilfah Libya tapi itu hanya dari sektor sosial namun saat ni mimin ngajak fans SNI jalan jalan ke Khilafah Libiya ngeliat perkembangannya dari sektor ekonomi,ya beginilah alasan pejuang khilfah jatuhkan Qaddafi yang dianggap thogut serta penindas dan pembunuh rakyatnya. Libya adalah negara dengan cadangan minyak terbesar di Afrika, diikuti oleh Nigeria, Aljazair dan lain negara lainnya dan kualitas terbaik di dunia. Produksi minyak Libya pernah mencapai 1.5 juta barrel perhari pada masa pemerintahan Gaddafi, bahkan sudah mencanangkan akan memproduksi minyak sebanyak 3 juta barrel perhari pada 2013 namun Gaddafi keburu dijungkalkan oleh Barat dan akhawatuhu dengan dikeroyok melalui PBB lewat resolusinya yang menghancurkan Libya dan Gaddafi. Saya terkejut membaca surat kabar internasional Libya yang terbit di London Al-Arab edisi 3 September 2013 yang bertajuk, “Parlemen Libya menegaskan bahwa produksi minyak Libya mendekati titik nol”, begitu juga media local Libya berbahasa Inggris mengungkap dengan judul, “Libya without oil’, (3/9/2013). Pemerintah Libya menegaskan bahwa produksi minyak negara tersebut sudah mendekati titik krisis karena semakin hari semakin berkurang sejak bulan Juli lalu. Krisis produksi ini boleh dibilang sudah mendekati titik nol, total berhenti produksi disebabkan oleh berbagai situasi keamanan yang tidak kondusif seperti demontrasi menentang pemerintah maupun suasana chaos yang semakin meningkat, sehingga negara rugi hampir sekitar USD 3 miliar. Sebagai orang yang pernah tinggal di Libya, dan juga kawan-kawan yang pernah tinggal disana merasakan bahwa pada jaman Gaddafi betapa rakyat Libya – juga warga asing – diberikan berbagai subsidi dan kemudahan, terutama bahan makan pokok maupun BBM. Saya merakan betapa hal itu harganya sangat murah karena disubsidi secara penuh. Sebagai contoh antara lain harga roti (semacam roti france di Carrefour) hanya ¼ dinar Libya sebanyak 6 buah. (Bandingkan dengan roti di Carrefour yang hampir Rp 10.000 perbuah). Jadi 1 dinar mendapat 24 buah roti. (Bandingkan, di Carrefour sebanding dengan Rp 240.000. Karena 1 dinar kl Rp 10.000 dengan kurs saat ini). Sehingga betapa murahnya makanan pokok tersebut. Saya yang tinggal di jalan menuju kantor dan terdapat pabrik (furn) roti yang selalu fresh hampir setiap hari/pagi membawa roti-roti tersebut karena hanya cukup dengan ¼ dinar bisa dimakan ramai-ramai beberapa orang. Bisa kita bandingkan dengan memakan kebab Turki termurah yang harganya 12 dinar Libya. Sedangkan BBM dengan sekelas pertamax cuma kl Rp 1.600 saja. Makanya kawan-kawan sering guyon, kalau mau ngirit makan roti saja dan minumnya BBM. Kembali ke topik. Pemerintah Libya saat ini khawatir melihat kondisi tersebut akan stabilitas ekonomi nasional khususnya menjaga perekomian negara dan cadangan devisa termasuk RAPBN tahun depan. Negara akan tidak mampu memberikan berbagai fasilitas bahan makanan pokok, obat-obatan, listrik dan juga membayar gaji pegawai. Lebih lanjut surat kabar tersebut menulis bahwa berhentinya ekspor minyak ke luar negeri, selain menyebabkan berhentinya pembangunan di dalam negeri Libya, juga akan menyebabkan denda terhadap pemerintah Libya yang telah menekan kontrak dengan pihak pembeli (Negara asing) akibat tidak terealisasi perjanjian penjualan dan ekspor minyak tersebut. Selain itu juga dikhawatirkan akan hengkangnya para ahli perminyakan asing (ekspatriat) dari Libya. Persoalan menurunya produksi minyak Libya yang sungguh menyedihkan ini dengan hanya memproduksi sebesar 200.000 barrel perhari dari 1.4 juta barrel perhari sebelumnya disebabkan tutupnya ladang dan sumur minyak dan juga ditutupnya pelabuhan ekspor minyak oleh kelompok bersenjata yang mempunyai tuntutan sendiri dan berusaha menjual minyak untuk keuntungan kelompok tersebut sebegaimana yang dikeluhkan oleh PM Ali Zaidan beberapa waktu yang lalu. Memang sejak Libya mengalami krisis politik dengan menjungkalkan Gaddafi dengan konspirasi asing, Barat tentunya, telah mengalami beberapa kali ganti pemimpin. Dimulai setelah penyerahan kekuasaan dari Ketua NTC saat itu Mustafa Abdul Jalil kepada Ketua Parlemen, waktu itu Mohammed Al-Magharif, kemudian beberapa kali memilih PM namun selalu kandas di tengah jalan karena berbagai persoalan politik, hingga PM terpilih saat ini Dr. Ali Zaidan, yang juga mengalami hambatan karena adanya beberapa menterinya yang mundur dan berbagai factor lainnya. Tentu saja dengan kondisi keamanan dan perekonomian yang seperti ini, Libya semakin sulit untuk bangkit, apalagi melanjutkan pembngunan yang sudah dimulai oleh Gaddafi yang telah mencapai rata-rata 75 % dari penyelesaian pasca dicabutnya embargo AS terhadap negara tersebut. Andaikan Gaddafi tidak keburu dijungkalkan, Tripoli, ibu kota Libya akan mempunyai pembangunan yang mendekati Dubai, kira-kira begitu, karena pembangunan ibu kota yang begitu massip dan besar. Karena, Dubai, konon dulunya meminjam uang untuk membangun kota keamiran itu dari Gaddafi (Libya). Sumber: Al-Arab, 3 September 2013.
Posted on: Wed, 27 Nov 2013 03:39:13 +0000

Recently Viewed Topics




© 2015