lebih baik menjadi kepala teri dari pada buntut ikan hiu, kalimat - TopicsExpress



          

lebih baik menjadi kepala teri dari pada buntut ikan hiu, kalimat itulah yang menjadi prinsip salah satu pemuda asal palembang ini dengan usahanya. ia meyakini jadi pemimpin, pencipta, dan pembaharu lebih banyak segi profit keuntungannya dari pada menjadi pengikut yang biasanya hanya menceplak atau menduplikat kinerja orang lain. VIVAnews – Bubur sop merupakan salah satu jenis makanan yang berasal dari perpaduan rasa khas Arab dan Palembang. Sayangnya, bubur bercita rasa gurih ini belum banyak diketahui masyarakat. Tapi siapa tahu, dari makanan yang tak dikenal ini, Muhammad Farid, bisa menjadi pemuda jutawan. Pemuda berkulit putih asal Palembang ini menceritakan petualangannya mencari makanan yang sudah jarang di Kota Palembang, kecuali saat upacara perkawinan keturunan Arab. “Saya sering mencari, tapi susah mendapatkannya. Saya memang suka makan,” kata Farid kepada VIVAnews di Jakarta, Senin 12 November 2012. Karena dia suka dan tak ada yang jual, Farid iseng membikin makanan ini. Lalu dijual. “Saya membuka usaha dengan modal Rp150 ribu, sisa gaji bulan sebelumnya,” katanya. Saat memulai usahanya, Farid hanya mempunyai satu keinginan sederhana: ingin melestarikan masakan khas daerah Palembang, karena makanan ini salah satu peninggalan nenek moyang. “Saya ingin makanan ini tidak termakan oleh zaman,” ujarnya. Menurut dia, sangat disayangkan bila makanan cepat saji lebih dilirik masyarakat Palembang. Padahal, makanan asli daerahnya tak kalah menarik. Memang, dia mengaku sangat sulit saat memperkenalkan produk ini. Namun, kesulitan itu bukan halangan untuk terus berkarya. Berkat usaha gigihnya, dia bisa mengantongi Rp2,5 juta hanya dalam tiga pekan. Demi memasarkan usahanya tersebut, tak jarang Farid harus menantang cuaca yang kadang tak bersahabat. Pernah suatu ketika, ia terpaksa mengantar pesanan menggunakan sepeda motor. Ketika hujan turun, kemasan bubur sop andalannya pun rusak. “Suka dukanya banyak, terutama soal distribusi. Namanya juga katering jemput bola, kalau nasabahnya jauh, ya lumayan susah,” tutur Farid. Proses pembuatan bubur pun terbilang cukup mudah. Hanya memasaknya dengan cara unik, yakni dicampur rempah-rempah khas Palembang. Dicampur dengan kaldu ayam, kapulaga, cengkeh, dan beras. “Bahan dasarnya beras, semua bumbu ditumis hingga harum. Biar aromanya kuat, tambahkan parutan kelapa, semua bahan digongseng,” ujar Farid. Kini, setelah melewati rintangan tersebut, Farid mulai menikmati hasil kerjanya. Bubur sopnya mulai dikenal masyarakat dengan nama “Bubur Sop Arang”. Menurut dia, nama arang mempunyai makna kepanjangan Arab-Palembang. “Kalau soal omzet, bisa mencapai Rp10 juta,” katanya. sumber : vivnews
Posted on: Wed, 04 Sep 2013 00:04:57 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015