mendengar kabar Bontang FC (BFC) hanya berkekuatan sebelas pemain - TopicsExpress



          

mendengar kabar Bontang FC (BFC) hanya berkekuatan sebelas pemain saat bertandang ke Persiraja Banda Aceh, dua hari lalu. Keputusan itu terbukti bunuh diri. BFC keok 0-3. Manajemen boleh saja berlindung di balik dalih mereka tak punya target. Tak ingin menang. Sekadar menyelesaikan Indonesia Premier League (IPL) 2013. Namun, ada kenyataan yang tak bisa disembunyikan dari keputusan tersebut; kekurangan fulus. Soal yang satu ini, sepertinya sudah lekat selekat-lekatnya dengan BFC. Fadhil Sausu, mantan pemain BFC tiga musim lalu, sempat mengaku sebagian gajinya belum terbayarkan. Beruntung dua musim terakhir dia lebih sejahtera bersama Mitra Kutai Kartanegara (Kukar). Rully Padengke, pesepak bola asal Sangasanga, bahkan harus “curhat” dengan Wali Kota Bontang Adi Dharma dan Wakilnya, Isro Umarghani, tentang kenyataan serupa. Hingga kontraknya di BFC berakhir musim lalu, gajinya masih tertunggak. Musim ini masih sama. Meski mengaku telah mendapat investor dari Thailand, pekan lalu seorang pemain BFC mengeluhkan tiga bulan gajinya belum dibayarkan. Manajemen pun meluruskan. Manajer Haeriadi menyebut hanya dua bulan. Tak hanya BFC. Persatuan Sepak Bola Indonesia Kutai Barat (Persikubar) pun harus mengubur impian mentas di Divisi Utama Liga Indonesia karena rupiah. Bukan sekali, tetapi dua kali. Pada 2011 dan 2013 seharusnya kita bisa menyaksikan kiprah Macan Dahan, sebutan Persikubar. Namun mereka membuang tiket itu setelah bersusah payah meraihnya. Masalah Persikubar sebenarnya ada dua; sokongan dana dan homebase. Mereka belum memiliki stadion untuk menggelar laga kandang. Namun, persoalan satu ini masih memiliki titik terang. Ekti Imanuel, manajer Persikubar kala itu, memilih opsi meminjam Stadion Rondong Demang, Tenggarong, atau Stadion Sempaja, Samarinda, sebagai kandang Macan Dahan jika berlaga di Divisi Utama. * Persoalan keuangan klub ini menetas sejak ditelurkannya Permendagri Nomor 1 Tahun 2011. Klub yang biasa menyusu pada APBD, tak siap setelah asupan dari uang rakyat itu tak dibolehkan lagi untuk klub profesional. Ini termasuk yang mentas di kasta kedua alias Divisi Utama. Keputusan Mendagri itu otomatis memaksa klub beralih mencari sumber dana lain. Talangan dana yang mencukupi, sepertinya hanya bisa didapat dari sponsor. Sebab, duit dari penjualan tiket pertandingan dan merchandise pun tak seberapa. Masalahnya, menggaet investor yang mampu menalangi kebutuhan semusim tak gampang. BFC dan Persikubar contohnya. Kontestan Indonesia Super League (ISL) 2013 asal Kaltim pun hanya Mitra Kukar yang tampak “lancar jaya”. Itu pun lantaran Naga Mekes mengandalkan koneksi pribadi untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan tambang. Sementara Persisam Putra Samarinda dan Persiba Balikpapan harus banting setir dengan memberdayakan pemain muda. Riskan memang, karena minim pengalaman. Persiba bahkan harus waswas degradasi hingga laga terakhir musim ini. Lantas bagaimana memaksa pihak ketiga mau berinvestasi dalam dunia olahraga? Sulit. Tak ada senjata yang bisa “membajak” mereka. Ini sudah terbukti membuat Ekti Imanuel mundur dari kursi manajer Persikubar, beberapa waktu lalu. Dia merasa harus bertindak layaknya preman untuk mendapat kontribusi perusahaan yang beroperasi di Kutai Barat. Dan dia tidak mau seperti itu. Ketua Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (Formi) Kaltim Encik Widyani bahkan mengaku harus menangis pada ajang Sukan Borneo V di Labuan, Malaysia, pekan lalu. Kekurangan dana membuat perlengkapan tanding timnya kalah kelas dibanding lawan. Anggota DPRD Kaltim itu menyesalkan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kaltim yang enggan memberi rekomendasi cabang olahraganya untuk menerima bantuan sosial (bansos). Namun itu juga tak bisa disalahkan. Sebab, aliran dana kepada cabang olahraga selama ini hanya mengacu Peraturan Pemerintah tentang hibah dan bansos. Banyak pihak takut tergelincir dan bermuara di tangan penegak hukum. Menyiasati ini, menurut saya, legislatif seharusnya mulai berpikir untuk menginisiasi peraturan daerah (perda) yang bisa menekan perusahaan atau pihak ketiga untuk membantu dunia olahraga. Ini penting agar Bumi Etam lebih berprestasi. Siapa yang tak bangga melihat Mitra Kukar finis di posisi tiga? Siapa yang tak senang Kaltim masuk masuk lima besar PON Riau lalu? Masih ada waktu hingga akhir masa jabatan sebagai wakil rakyat untuk merealisasikan itu. Walaupun saya kurang yakin bisa sebab masih ada 32 rancangan peraturan daerah (raperda) yang akan diselesaikan hingga tahun depan #DM
Posted on: Tue, 01 Oct 2013 01:21:34 +0000

© 2015