nukleotida sebelumnya atau sesudahnya. ini disebut sebagai ikatan - TopicsExpress



          

nukleotida sebelumnya atau sesudahnya. ini disebut sebagai ikatan fosfodiester, dimana ikatan ini menghubungkan nukleotida 1 dengan lainnya. Nukleotida adalah unit molekul dari asam nukleat yang terdiri dari fosfat, basa N, dan gula. nukleosida adalah unit molekul as. nukleat yang terdiri dari gula dan basa N saja. untuk Basa N, pada Purin akan berikatan pada atom N9 nya dengan atom C1 dari gula. sedangkan Pirimidin berikana pada N1 nya dengan atom C1 pada gula dengan membentuk ikatan N-glikosida (nukleosida). trus, kalo udah berikatan, struktur primernya kayak gini nih... pada ujung atas, berakhir pada C5 dan ujung bawah berakhir pada C3. ini berguna dalam penulisn sekuensing asam nukleat. itulah disebut sebagai ujung 5-3... nah,,kalo RNA kayak gitu aje struktrnya...cz RNA hanya trdiri dari 1 rantai aja...tapi klo yang rantai ganda kayak DNA, berarti 2 rantai yang dihubungkan dengan ikatan hidrogen... now...bisa dilihat, pasangan adenin timin hanya 2 rangkap ikatan hidrogen, krn pada strukturnya tdk memungkinkan untuk membentuk 3 rangkap seperti pasangan guanin sitosin. dilihat dari jaraknya antara O dan H apada pasangan adenin timin, sangat jauh. sehingga tidak memungkinkan adanya interaksi. so,,, dobel heliksnya... nah, untaian yang saling melilit ini, menyumbangkan kestabilan dan memperdekat jarak (rise) antara pasang2 basanya, sehingga bisa menjadi utuh... untaian ganda ini juga disusun secara anti paralel, pada rantai 1 dari 5-3 dan rantai 2 dari 3-5. kenapa?? hal ini dimaksudkan untuk memasangkan basa2 N nya. kalo dipasang secara paralel tidak akan bertemu dengan pasangan2nya masing2. huuufft....akhirnya....secara g langsung, kita udah bisa bedain antara DNA & RNA nih cin.. silahkan dijamah....semoga bermanfaat... :) Diposkan 28th November 2011 oleh Rahma Rusdin 1 Lihat komentar Apr 23 Kimia abad 21 Kimia abad 21 14.1 Pandangan baru tentang materi Sejak modernisasi kimia di akhir abad 18, kimia selalu dan dengan cepat berkembang. Karena dasar dari perkembangan ini adalah teori atom/molecular, kita dapat menyebut 200 tahun perkembangan ini sebagai era kimia molecular. Dengan terbitnya abad 21, kimia telah meraih sukses dalam meluaskan lingkup kajiannnya. Peran interaksi lemah telah dikenali, dan prosepek baru kimia supramolekular telah terbuka. Di pihak lain, kimia mempunyai peran besar untuk melestarikan lingkungan, dan kita harus mencari cara agar alam dan manusia dapat berdampingan dengan langgeng, yang dalam terminologi modern disebut masyarakat berkelanjutan sustainable societies. Banyak yang kimia dan kimiawab harus lakukan. a. Deteksi interaksi lemah Dari kelahiran kimia modern sejak akhir abad 18 sampai akhir abad 20, kimia lebih berbasisikan pada molekul yang terdiri atas atom-atom dan ikatan ionik dan kovalen yang mengikat atom-atom tersebut. Struktur, sifat dan fungsi telah dijelaskan dari sudut pandang molekul. Telah dianggap otomatis, bila orang mengenal molekul, maka sisfat dan fungsinya akan dikenal pula. Kimia yang didasarkan atas asumsi ini mungkin dapat disebut dengan kimia molekular. Namun, terdapat beberapa kimiawan yang menganggap pandangan seperti itu mungkin terlalu menyederhanakan. Bahkan sejak 1920 an, telah dikenali material yang struktur dan sifatnya tidak dapat dijelaskan dari sudut pandang molekul. Di waktu itu, konsep ikatan hidrogen dengan berhasil telah digunakan untuk menjelaskan penggabungan parsial asam asetat dan air. Ikatan hidrogen tidak dapat dimasukkan dalam lingkup terori valensi yang diformulasikan oleh Kekulé. Walaupun ikatan hidrogen dalam kekuatannya hanya 1/10 ikatan kovalen normal, ikatan ini memungkinkan molekul terikat secara lemah satu sama lain. Dari sudut pandang ini, ikatan hidrogen dapat disebut suatu jenis ikatan kimia. Konsep lain, gaya antarmolekul atau van der Waals dikenalkan untuk menjelaskan fakta molekul non polar semacam H2 mengkristal pada temperatur yang sangat rendah. Gaya dorong ikatan ion, yakni gaya Coulomb berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Gaya van der Waals berbanding terbalik dengan jarak pangkat enam, dan dengan demikian kekuatannya berbeda. b. Senyawa klatrat Bila senyawa hidrokarbon alifatik seperti oktana C8H18 ditambahkan pada larutan urea H2NCONH2, batang-batang kristal yang cantik akan mengendap. Kristal ini terdiri atas urea dan oktana, tetapi perbandingannya tidak bilangan bulat. Lebih lanjut dengan pemanasan yang pelahan, kristalnya akan terdekomposisi menjadi urea dan oktana. Fakta-fakta ini mengindikasikan bahwa kedua komponen tidak terikat dengan ikatan kovalen atau ionik biasa. Struktur kristalnya (yang pada waktu itu disebut adduct urea) dielusidasi dengan analisis kristalografi sinar-X.. Berdasarkan hasil analisis ini, molekul urea membentuk rantai ikatan hidrogen, dan rantai ini membentuk spiral, yang menyisakan kolom kosong di tengahnya. Molekul-molekul oktana terjebak di dalam kolom kosong ini, dan tetap tinggal dalam ruang ini karena adanya interaksi lemah. Dalam senyawa seperti ini, ada interaksi lemah yang di luar lingkup ikatan kimia konvensional. Senyawa-senyawa seperti ini disebut dengan senyawa inklusi atau klatrat. Senyawa yang perannya mirip dengan urea dalam contoh tadi disebut inang atau tuan rumah , dan yang mirip perannya dengan oktana disebut tamu. Demikianlah cabang baru kimia, kimia tuan rumah tamu (host guest chemistry) muncul. Sebelum ditemukan adduct urea, senyawa inklusi yang terdiri atas hidrokuinon (senyawa ini digunakan sebagai reduktor dalam fotografi) sebagai tuan rumah telah menarik perhatian besar. Bedasarkan struktur yang diungkap dari analisis kristalografi sinar-X, tiga molekul hidrokuinon menjadi tuan rumah yang menjebak satu molekul tamu-metanol. Rumus molekul klatrat ini adalah CH3OH·3C6H4(OH)2. Hidrokuinon dapat juga menjebak tamu lain seperti argon. c. Penemuan eter mahkota Senyawa klatrat semacam urea dan hidrokuinon sungguh merupakan kejutan bagi kimiawan. Namun, harus diakui bahwa dalam kristal tamu dan tuan rumahnya harus berdekatan. Dalam kasus semacam ini, intetraksi lemah mungkin terjadi, walaupun interaksi semacam ini di luar lingkup ikatan kimia konvensional. Namun, situasinya akan berbeda di larutan Sekitar tahun 1967, kimiawan Amerika Charles J. Pedersen (1904-1989) mendapatkan eter siklik sebagai produk samping salah satu reaksi yang dia pelajari. Ia mempelajari dengan baik sifat-siaft aneh eter ini. Senyawa ini sukar larut dalam metanol, tetapu menjadi mudah larut bila ia menambahkan garam natrium dalam campurannya. Lebih lanjut, larutan dalam benzen eter ini dapat melarutkan kalium dikromat K2Cr2O7 dan menunjukkan warna ungu yang antik. Ia sangat bingung menjelaskan fenomena-fenomena ini, mengatakan bahwa ion natrium atau kalium nampak masuk dalam rongga di pusta molekul ini (Gambar 14. 1). (a) eter mahkota dibenzo -18 bebas. (b) eter mahkota dibenzo -18 yang menangkap ion K+. Dari “Crown Ethers & Cryptands” oleh G. Gokel, Royal Society of Chemistry, 1991 Beberapa tahun kemudian terbukti bahwa ide Pedersen ternyata benar, dan memang, kation terjebak dalam rongga molekulnya. Dia mengusulkan nama senyawa ini eter mahkota karena bentuk molekulnya mirip mahkota, dan usulnya ini diterima masyarakat kimia dunia. Di tahun 1987, bersama dengan kimiawan Amerika lain Donald James Cram (1919-2001) dan kimiawan Perancis Jean-Marie Lehn (1939-), Pedersen dianugerahi hadiah Nobel Kimia. d. Kimia susunan molekular (molecular assemblies) Interaksi antara eter mahkota dan kation logam alkali disebut dengan interaksi lemah dari sudut pandang ikatan kimia konvensional. Terbukti kemudian bahwa interaksi seperti ini, yang ada tidak hanya dalam kristal tetapi juga dalam larutan, lebih umum dari yang diharapkan. Produk alam valinomisin, yang dietemukan dalam waktu yang sama, dapat juga digunakan untuk menangkap dan mentransport ion, dan lebih lanjut, membawa kation logam alkali kedalam makhluk hidup melalui membran. Senyawa dengan fungsi semacam itu disebut ionofor. Kemiripan struktur antara valinomisin, suatu produk alam, dan eter mahkota, produk sintetis, sangat nyata walaupun kedua senyawa ini berbeda asalnya (Gambar 14.2). Gambar 14.2 Ionofor yang dapat menangkap dan mentransport ion. a) senyawa sintetis eter dibenzo-18- mahkota -6. (b) senyawa alam: valinomisin (antibiotik) Paralel dengan penemuan ionofor, suatu gerakan untuk menyatukan kimia dan ilmu hayati, dan kimia anorganik dan ilmu hayati, muncul di pertengahan akhir abad 20. Isyarat penting untuk memahami mekanisme kehidupan adalah mempelajari proses (reaksi) dalam berbagai susunan produk alam yang membentuk kompleks atau membran yang mengikuti aturan tertentu. Isyarat penting lain adalah interaksi lemah antara produk-produk alam, yakni pembentukan sel, reaksi katalitik yang melibatkan kompleks substrat- enzim dan ko-enzim, dan interaksi antara hormon atau obat dan reseptor. Untuk malacak isyarat tersembunyi ini, kimia organik dan anorganik harus memainkan peran. Cabang baru sains yang tujuannya menyatukan kimia organik dan ilmu hayati ini disebut kimia bioorganik. Sifat khas zat yang mengatur kehidupan, misalnya enzim, adalah gugus fungsi yang biasanya didiskusikan di kimia organik. Namun, terdapat banyak kasus fungsinya lebih rumit. Dalam beberapa kasus zat ini mengandung unsur transisi di pusat aktifnya, yang kemudian melahirkan perkawinan antara kimia anorganik dan ilmu hayati, dan cabang sains baru, kimia bioanorganiklahir. Baik kimia bioorganik maupun bioanorganik mencakup tidak hanya molekul konvensional tetapi juga semua jenis susunan yang terbentuk dengan interaksi lemah di antara berbagai spesi kimia (molekul dan ion, dsb). Mungkin dapat dikatakan bahwa kimia bioorganik dan bioanorganik secara khusus membahas susunan ini. e. Kimia supramolekul Kini karena peran susunan itu sangat penting, mungkin lebih baik bila kita beri susunan tersebut nama yang tepat.. Lehn mengusulkan nama “supramolekul” dan nama ini secara luas diterima di masyarakat kimia. Jadi kimia yang mempelajari supramolekul disebut dengan kimia supramolekul. Mungkin orang mengira bahwa supramolekul memiliki keteraturan yang lebih rendah dari molekul konvensioanl karena gaya yang mengikat partikel-partikel konstituen dalam supramolekul adalah interaksi lemah bukannya ikatan kimia yang kuat. Namun, ini justru kekeliruan. Interaksi lemah dalam supramolekul keselektifannya sangat tinggi, dan ini mirip dengan interaksi antara enzim dengan substratnya yang dapat diumpamakan dengan hubungan antara anak kunci dan lubangnya. Interaksi intermolekul ini mungkin sangat tinggi keteraturannya. Di abad 21 ini diharapkan kimia molekular dan supramolekular akan berkembang secara paralel.. Kimia supramolekul akan menambah dalam tidak hanya pemahaman kita akan makhluk hidup tetapu juga riset kita dalam bidang kimia molekular. Juga harus diakui bahwa semua molekul pasti akan berinteraksi dengan molekul di sekitarnya. Molekul yang terisolasi hanya mungkin ada di ruang kosmik. Diposkan 23rd April 2011 oleh Rahma Rusdin Label: Berita 0 Add a comment Apr 23 Zat Kimia Picu Menopause Dini Zat perfluorocarbon diketahui berhubungan dengan rendahnya level estrogen pada wanita. Berbagai benda di sekitar Anda tanpa disadari mengandung zat kimia yang bisa berdampak negatif, salah satunya adalah memicu menopause dini. Mulai dari furnitur, plastik, peralatan masak dan benda lain, mengandung zat kimia yang bisa masuk ke dalam tubuh melalui udara dan air. Seperti dilansir dari Genius Beauty, salah satu zat kimia yang diketahui banyak terdapat dalam peralatan rumah tangga adalah perfluorocarbons (PFCs). Dari penelitian diketahui zat kimia tersebut banyak mengontaminasi makanan dan minuman. Melalui konsumsi makanan dan minuman, PFC masuk ke dalam tubuh. Jika kadar PFC pada tubuh cukup tinggi, maka bisa menimbulkan masalah kesehatan. Seperti, disfungsi sistem imun, kanker tiroid dan penyakit jantung. Perusahaan produsen bahan kimia memang mengklaim bahwa produk PFC aman digunakan. Tetapi sebuah studi terbaru menunjukkan kalau produk tersebut berbahaya. Penelitian yang dipublikasi dalam Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, menyimpulkan akumulasi PFC dalam tubuh berhubungan dengan rendahnya level estrogen pada wanita. Pada 26.000 wanita yang terlibat dalam penelitian diketahui paparan PFC yang tinggi berhubungan dengan menopause dini. Pada wanita yang berusia 40 tahun atau lebih, ditemukan kalau level hormon seks estradiolnya menurun. Hal itu merupakan tanda awal menopause Diposkan 23rd April 2011 oleh Rahma Rusdin Label: Berita 0 Add a comment Mar 30 Mantan Perdana Menteri Inggris Margareth Thatcher dikenal sebagai politisi Inggris paling populer pada paruh kedua abad ke-20. Ketokohannya hanya bisa disaingi oleh Sir Winston Churchil yang memimpin negeri itu melawan Nazi Jerman pada Perang Dunia Kedua. Seperti juga Churchil, Thatcher dikenal sebagai pemimpin yang teguh pendirian, disiplin, pekerja keras dan pintar diplomasi. Thatcher yang menjadi perdana menteri selama tiga periode sukses merebut kembali pulau Falkland dalam perang Malvinas melawan Argentina. Wanita besi ini juga berhasil memprivatisasi perusahaan-perusahaan Inggris yang tengah sekarat hingga bangkit dan menjadi perusahaan sehat bahkan menghasilkan keuntungan berlipat ganda. Namun bila ditelusur riwayat hidupnya, Margaret Thatcher ternyata bukanlah mahasiswa fakultas ilmu politik atau ilmu hukum ketika menempuh pendidikan tinggi selepas menyelesaikan sekolah menengah. Ia menyelesaikan penddikan tinggi sebagai sarjana KIMIA. Bahkan sebelum terjun ke dunia politik, ia bekerja sebagai peneliti di sebuah laboratorium di London. Kenyataan tersebut sebenarnya tidak terlalu mengejutkan atau mengherankan di negara-negara Barat. Bahkan di negeri kita sekalipun, belum ada presiden yang merupakan alumni fakultas ilmu politik atau ilmu pemerintahan. Ir. Soekarno adalah alumni teknik sipil dari ITB, pak Harto seorang militer, BJ Habibie seorang ahli pesawat terbang, Gus Dur adalah ulama, Megawati pernah belajar di Fakultas Pertanian IPB dan SBY adalah seorang jenderal. Bila ditarik kesimpulan, latar belakang pendidikan tidak selalu menjadi tolok ukur jenis jabatan puncak yang disandar seseorang di kemudian hari. Menilik fakta di atas sebenarnya amatlah terbuka peluang bagi alumni Jurusan Kimia untuk menduduki jabatan-jabatan publik dan politik. Seperti warga negara lain, alumni kimia memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing dan berjuang menjadi pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal. Hanya saja, sudahkah peluang itu dimanfaatkan? Secara umum, jurusan Kimia memang tidak mengajarkan mahasiswanya untuk menjadi politikus, pemimpin masyarakat atau menduduki jabatan lain. Tidak satupun mata kuliah di jurusan Kimia yang secara spesifik memberi bekal untuk keperluan tersebut. Kalaupun ada hanya wawasan singkat tentang kewarganegaraan dan ilmu budaya dasar yang membuka wawasan tentang bidang ilmu sosial. Jurusan Kimia memang menyiapkan mahasiswanya menjadi calon-calon ilmuwan yang diharapkan mampu menggunakan kemampuannya untuk mengembangkan ilmu Kimia dan mengaplikasikannya demi kemaslahatan masyarakat. Seperti perguruan tinggi yang lain di Indonesia, cita-cita umum mahasiswa setelah wisuda adalah bekerja menjadi profesional. Bahkan anggapan ini konon paling dominan. Jangan heran bila setiap ada bursa kerja atau tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) selalu dituju oleh para fresh graduate itu. Tak ada yang salah dengan kenyataan ini ketika negara tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup bagi warga negaranya dan kondisi ekonomi yang seret saat ini. Orientasi para mahasiswa adalah bekerja dulu, soal yang lain pikir aja nanti. Mahasiswa Kimia seolah dituntun oleh peraturan tidak tertulis bahwa bidang kerja yang tersedia bagi alumni jurusan Kimia adalah bekerja sebagai QC (quality control), dosen, guru, konsultas lingkungan atau kerja-kerja berbasis laboratorium lainnya yang dilakukan dengan menjadi karyawan suatu perusahaan atau institusi. Sangat sedikit mahasiswa Jurusan Kimia melirik profesi-profesi lain di luar bidang-bidang itu yang berprinsip pada kemandirian dan idealisme keilmuan yang dimiliki. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Hanya saja diakui atau tidak, lingkungan kampus, sistem pengajaran, kurikulum, dan anggapan masyarakat mendorong dan memosisikan mahasiswa memilih lapangan-lapangan itu. Bahkan ikatan alumni juga memfungsikan dirinya untuk menjadi semacam agen pencari kerja bagi adik-adiknya. Sikap untuk menjadi inovator, kreator atau wirausahawan kurang di-”anggap” di lingkungan tersebut. Bahkan upaya untuk menumbuhkan tiga hal tersebut sangat minim bila tidak mau dikatakan tidak ada sama sekali. Untuk hal-hal ini patut kiranya kita iri dengan alumni dari jurusan Ilmu Hukum yang membuka kantor pengacara, alumni ilmu ekonomi yang membuka perusahaan sendiri, alumni fakultas teknologi informasi yang jadi mendirikan online store dan menciptakan sistem informasi mutakhir dan lain-lain. Bagaimanakah dengan alumni jurusan Kimia? Berapakah yang tertarik memiliki pabrik kecap sendiri atau memiliki perusahaan sabun sekelas Unilever? Adakah yang ingin membangun laboratorium penelitian independen melebihi Sucofindo? Atau sudahkah ada yang memikirkan untuk membuat produk-produk consumer goods seperti kosmetika, tekstil, produk kesehatan, cat dan pewarna, tinta, pengawet, dan lain-lain yang lebih unggul dari yang beredar di pasaran saat ini? Atau adakah mahasiswa Jurusan Kimia yang bercita-cita menjadi Bupati, Walikota, Gubernur, Anggota DPR atau Presiden sekalipun? Adakah yang bercita-cita meraih hadiah Nobel bidang Kimia? Saya berharap jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu ada dan banyak jumlahnya. Ilmuwan sosial Amerika Serikat David C. McLelland pada tahun 1961 mengeluarkan tesis bahwa kemajuan suatu peradabaan ternyata berkorelasi langsung dengan need of achievement atau n-ach yang tinggi dari masyarakat tersebut. N-ach adalah kandungan isi dari bahan bacaan dan atmosfer pemikiran yang membangkitkan dorongan untuk berjuang, meraih impian, menghargai kerja keras, menjadi pemenang, atau meraih prestasi tertinggi. Masyarakat dengan n-ach yang tinggi, ternyata berpotensi melahirkan inovator, pemimpin, wirausahawan yang tangguh yang mendorong lingkungan sekelilingnya untuk menggapai kemajuan. Sumber n-ach adalah pola interaksi anak dengan orang tua, nilai-nilai keagamaan, lingkungan pergaulan, budaya dan lain-lain. Lembaga pendidikan adalah institusi yang secara sengaja diciptakan untuk menyemai dan meningkatkan n-ach pada peserta didiknya melalui proses belajar-mengajar. Tetapi sudah bukan rahasia lagi bahwa dunia pendidikan kita terlalu berorientasi pada satu aspek yaitu proses pengajaran alias transfer ilmu dan ketrampilan. Dengan kata lain dunia pendidikan kita terlalu berkutat pada upaya pencapaian kecerdasan intelektual. Padahal seperti direkomendasikan oleh Komisi Pendidikan PBB dengan konsep long life education-nya, proses pendidikan semestinya memiliki empat aspek yaitu learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together. Selain itu masih ada piranti lain untuk mendukung yaitu learning organization dan learning society. Memang haruslah diakui, jurusan Kimia tidak mengemban keempat aspek itu karena memang tidak dirancang untuk itu. Konsep long life education tidak bisa dibandingkan dengan masa belajar di jurusan kimia yang dibatasi hanya 8-14 semester. Namun patut menjadi renungan, kemajuan sains di negara-negara Barat, Jepang, dan kini di Cina dan India tak lepas dari sikap mental warga kampus dan atmosfer pemikiran yang ditanamkan ke benak para lembaga akademik dan mahasiswa lewat berbagai instrumen kurikulum dan budaya akademik. Tak perlu jauh-jauh berkaca pada negara lain. Untuk soal ini kita patut cemburu pada Pondok Modern Darusalam Gontor di Ponorogo yang memegang teguh falsafah pendidikan yang diajarkan ke setiap santrinya : metode lebih penting daripada materi, guru lebih penting daripada metode dan jiwa guru lebih penting dari guru itu sendiri. Sebagai pencetak ulama, Gontor sudah melihat hasil didikannya bertebaran di pentas publik seperti Nurcholis Majid, Hasyim Muzadi, Hidayat Nurwahid, Dien Syamsudin dan lain-lain. Diposkan 30th March 2011 oleh Rahma Rusdin Label: Story 0 Add a comment Arsip Blog 20114
Posted on: Tue, 03 Dec 2013 13:47:58 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015