…when I write I ask to your hand,with your hand I’ll go too - TopicsExpress



          

…when I write I ask to your hand,with your hand I’ll go too far,and I won’t be afraid anymore of not coming back,without my knowing it,.it already love,I want somebody to hold my hand (in Brazilian: Papa the time I was hurt),I din’t want to be a single body,to have a single body surrounded by isolation,it makes such a limited body,I feel anxiety,I am afraid to be just one body,my fear and anxiety is of being one body.but go away,I love your departure,I give you complete freedom,this is the condition for my being able to hope for your coming,hope,heart beating,hope spiced with fear,fear is never without hope’s elan.contraction and dilatation,this is the rhythm of my organism in love,and the freedom,I give you takes nothing from you.I love you : I work at understanding you,and there,standing in the wind,I don’t understand you,but Kristeva says,if the other is in me,we are always foreigner,but Lispector,she says,everything in the world began with yes,one molecul said yes to another molecul and life,but darling,the first gesture that linked us was to have umbilical cord,each one for herself,you can go,I’ll wait for you,im not waiting for you,you can come,I’m not (like) you, you are not like me,I don’t mistake you for me,I don’t think I know you,leave,my love.you who’s just left (me),say (I)… (Love and Dislocation,Lispector,Cixous,Kristeva.Me,Litle World) Pada awalnya adalah sebuah ketiadaan (nothingless),sebuah kekosongan yang merupakan kebebasan sama sekali (paska-kebebasan),hingga kemudian ketiadaan (kekosongan) yang merupakan kebebasan mutlak (absolud ego) dihadapkan pada sebuah kehendak,bahwa sebuah kebebasan yang sempurna telah dianggap terlampau berkecukupan dan sempurna untuk sebuah kehendak bagi kebercukupanNya sendiri,sebuah kesempurnaan yang tetap akan sempurna meskipun itu tak lagi dikehendaki,namun hal itu tetap menjadi kehendak (kehendak) untuk tetap ada,yaitu kebebasan sempurna adanya ketiadaan (kebebasan) kekosongan,kebebasan yang awali sekaligus akhir yang kerap senantiasa bebas untuk disebut awal kebebasan (unde libertum) ataupun paska kebebasan (post-freedom),karena kedua kata tersebut adalah kebebasan yang tak terikat (asat) bahkan oleh kata kebebasan itu sendiri (nibbana),hingga kemudian apa yang telah dikehendaki ada sebagai sebuah kekosongan (ketiadaan) dihadapkan pada diriNya sendiri yang liyan (other) bahwa ternyata dalam ketidakberkehendakan,keberlampauan yang tiada sampai (ketidak-kinian),yang terdapat kehendak (cetana) yang mengada pada diriNya atau pada segala apapun yang merupakan sebuah ketiadaan (kebebasan),maka kehendak (wil) lalu menjadi (being) pada kehendakNya sendiri,hingga keberadaan ada dengan sendirinya sebagai,sekaligus adalah suatu kekosongan (emptyness). Aku berpikir (res cogitan),maka aku ada (res extensa),adalah diawali oleh kebebasan,sebuah kekosongan ataupun ketiadaan dari sesuatu yang pada awalnya tak dapat dipikirkan oleh apapun,selain oleh kebebasan yang kosong (satori) dan tiada sebagai pikiran itu sendiri (wu wei),sesuatu yang kemudian dirasakan sebagai sebuah kebenaran (truth),menjadi satu dengan jiwa (psike) hingga kemudian disadari tubuh (raga) sebagai sebuah keberbatasan oleh dirinya,hingga lalu tubuh menjadi awal dari sebuah kesadaran (consioussness),bahwa kesadaran kemudian menjadikan ada atau tak adanya sebuah kebebasan (freedom),atau ketidakbebasan (escape),tubuh (materi) dapat berarti sebuah kebebasan (being it self),ataupun juga adalah ketidakbebasan (being out self) ataupun keduanya secara bersamaan (being for the others),atau berada diantara ketiganya (being in the middle self),kebebasan manusia adalah kebebasan Tuhan,kebebasan kehendak dan kehendak kebebasan,dua kontradiksi yang mesti ada pada lajur keberantaraan (purgatorio) ataupun kebersamaan,sesuatu yang mesti diatasi ataupun dilampaui sebagai ketiadaan yang bebas,yang dapat merupakan hal yang ini “atau” yang itu,keduanya,ataupun bukan secara keseluruhan,selain sesuatu yang senantiasa menjadi (particulum),sebuah misteri bahwa segala sesuatunya berubah (anicca) dengan setiap segala kebebasan yang ada pada dirinya. Bahwa dalam kenyataanya,sebagaimanapun hukum apapun,tak ada satupun yang dapat mendefinisikan kebebasan dan bahkan kebebasan itu sendiri sebagai sebuah kata yang mesti terjelaskan,karena bahkan kata kebebasan itu sendiri tak pernah cukup memberikan penjelasan bagi dirinya sendiri untuk menjadi tiada bebas,bahwa setiap apapun menjadi bukan kebebasan bilamana hal tersebut dihadapkan pada sebuah rasionalitas subjektivitas (on decontruction),selain menjadi pada kebebasan sebagai subjektivitas (subjectivity) pada dirinya sendiri (intersubjektivitas),namun kemudian peradaban (techne) membawa banyak hal pada aras (arena) sistematisasi (reconstruct) yang diharapkan sejalan dengan rotasi kebebasan ke-Tuhanan,termasuk pada alam (samsara),hingga kemudian struktur kebebasan (structure of freedom) yang ada karena kehendak kebebasan menciptakan sebuah struktur setelah adanya sistem yang berkebebasan (system of freedom),metodologi lalu muncul sebagai produk mimetik (peniruan) penciptaan Tuhan karena kebebasanNya dalam berkehendak menciptakan sebuah struktur. Hingga kemudian peradaban menjadikan wacana (sawala) ilmu membawa manusia pada sebuah kondisi paska strukturalitas (post-structuralism),sebuah produk tiruan (copy cat) manusia atas penciptaan kebebasan Tuhan (sistem),terhadap kehendakNya yang berkebebasan,hingga apa yang menjadi sebuah kebebasan (sistem) kemudian menyatu dengan apa yang merupakan sebuah kehendak (struktur),sebuah sistem (pengetahuan) lalu menyatu dengan apa yang disebut ilmu (struktur),dimana kemudian menjadi sebuah kontruksi paradoksikalitas (dualitas) antara berbagai apapun yang ada pada segala fenomena (fur mich) kehidupan (civillization) ataupun noumenalitas (an sich) kematian (culture) yang secara hakiki (esse) adalah sebuah kebersamaan,sebagai sebuah ke-tunggalan (singularity) ataupun keberpenuhan (totality),yaitu kebebasan (nibbana) yang ada pada setiap dualitas (paradoksikalitas) sebagai sebuah totalitas,keberpenuhan (monisitas) kebebasan (nibbana) atas kehendak (cetana) yang berkebebasan (parinibbana),yaitu ke-Tuhanan atas apapun tak terkecuali ketiadaan kata (nirguna) yang mewakili kebebasan (guna) sebagai ketiada-bebasan (saguna). Dengan adanya suatu kebebasan (dukha),maka sebuah kehendakpun ada,sebuah kehendak yang awali adalah juga merupakan kebebasan yang awali,segala sesuatu yang menjadi awal senantiasa bermula dari Kehendak,Tuhan adalah kebebasan dan kehendak (Kehendak), sebuah keberpenuhan (atomic) dan kebersatuan nan sempurna (holistic),dan terlengkapi,kebebasan awal ataupun kehendak awal adalah juga awal dari adanya sebuah sistem struktural,sebuah kedaulatan awal (arche-souvereign) yang terutama (primum) dan tertinggi (nocturnal) yang telah dikuatkan oleh sejarah sebagai sebuah kebenaran yang mutlak (ultim),kekuasaan yang mutlak dan sekaligus hukum yang mutlak dalam relativitasnya (penisbian) yang berkebebasan,suatu hukum Tuhan (ius theia) yang adalah Tuhan itu sendiri yang memberikan kebebasan (liberte) setelah adanya ketidakbebasan (unfreedom) dimana keduanya berawal dari padaNya,hukum (iuris) memiliki sifat yang membebaskan sekaligus menjadikan adanya ketidakbebasan (ke-ikatan) yang semata karena adanya ikatan antara kebebasan (ius) ataupun kehendak (lex) sebagai sebuah pilihan yang bagi manusia merupakan kausalitas (statuta),namun tidak bagi sebuah kebebasan (authority) dengan segala kekuasaan diriNya atas segala kebebasan yang lain (hegemoni) karena kebebasan diriNya (Kehendak). Tuhan,,manusia,alam,hukum (order) kemudian dikehendaki untuk ada (ius),menjadikan segala sesuatu menjadi ada pada kebebasanNya (lex),hukum manapun kemudian tak lepas dari adanya sebab akibat,yaitu adaNya Tuhan,kehendak dan kebebasan dimana hukum (statuta) membatasi ketigaNya sebagai sebuah akibat,sanksi (fati) ataupun adalah sebuah resiko (risk) bagi setiap ketidakmenjadian (kepemilikan) yang justru menjadikan ketiadaan yang mengada,yang berarti adalah ketidakbebasan (upadana) apapun atas ketidakmenjadian (ketidakpahaman),karena ketidakpahaman (ideotic) identik dengan ketidakmampuan ketiadaan (unlawness) ) untuk memahami keadaan dirinya sebagai kekosongan (avidya),dan hal tersebut dapat berarti keterkekangan (asylum) apapun atas apapun yang merupakan sebuah materi (tubuh) sebagai bukan untuk dirinya sendiri,pada dirinya,dalam dirinya,atas dirinya (selbs) ataupun yang dari dan bagi liyan (others),materi kemudian adalah materi itu sendiri yang mempertanyakan Tuhan (a) sekaligus menjadi Tuhan (A),semata hanya karena ketidakpahaman atas Tuhan (AKU) sebagai ketidakbebasan,ketidakberkehendakan ataupun ketidakber-Tuhanan sebagai hukum manapun dari atas kebebasan selain manusia dan bahasa dirinya atau kematian. Bibliografi 1.Jean Paul Sartre,Being and Nothingless,Class Lecture Notes Prof.Spade Fall,1995.. 2.Christopher Norris,Decontruction,Postmodernism and Philosophy ofScience,Cardiff,Wales,1998. 3.Giovanna Maria Pace,Avere o Esere?,La Repubblica Libri,La Repubblica Libri,Roma,27/06/1977. 4.Love and Dislocation,Lispector,Cixous,Kristeva.Me,Litle World.
Posted on: Fri, 22 Nov 2013 08:25:43 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015