Adakah Pacaran Islami? Tes tes satu dua tiga empat lima enam - TopicsExpress



          

Adakah Pacaran Islami? Tes tes satu dua tiga empat lima enam tujuh delapan dua dua tiga empat lima enam tujuh delapan. Checksound selesai! Hmm.. Ane jadi mau tahu banget deh (inget ya mau tau banget, bukan mau tau ajah), pacaran islami itu yg gimana coba? Ayo ayo acungkan tangan yang bisa jawab, hehe. Apakah pacaran islami itu yang kalau nulis surat cinta pakai kalimat-kalimat toyyibah? Atau yang kalau bicara sama pacar pakai bahasa arab? Atau yang mengatakan istilah ‘apel’ menjadi ‘menjalin silaturahmi’ kah? yang ngajakin yayangnya ke pengajian? ( emang temen sesama akhwat atau ikhwan udah nggak punya ? ) atau yang katanya boncengan motor tp gak nyentuh? (skiiiiik gimana coba kalau ngerem mendadak? :D ) dan atau yang ngakunya cuma ‘kakak adik’? Weleh weleh weleh ( geleng-geleng kepalaku ke kiri dan ke kanan, lalu ke atas dan ke bawah) “Assalaamu’alaikum, ummi.. bangun sayang, shalat tahajjud dulu yuk, abi udah siap nih mau sholat, sholatnya sendiri-sendiri dulu ya sayang, nanti kalau udah halal baru deh berjama’ah, atau kalau nggak nanti aja malem minggu kita sholat isya berjama’ah, ntar kan malem minggu abi ke rumah ummi.. bangun ya sayang.” Begitu bunyi sms dari ikhwan yang sebenarnya bukan ikhwan, melainkan bakwan (ikhwan yang rayuan gembelnya kriuk-kriuk kayak bakwan). Sang akhwat pun riangnya bukan main, tapi lebih tepatnya bukan riang sih, tapi alay bin lebay, dapet sms gitu aja senang banget kayak dikasih gunung emas. Saking senengnya, si kawat(akhwat yang nyambung sana sini sama ikhwan) yang tadinya mau sholat malah lanjut smsan, begitu pula si bakwan. Dan setan pun berkata dengan gaya dora the explorer “Berhasil berhasil hore berhasil”. Wah, berarti sms ngajak tahajjud hanya sekedar modus mugholadhoh pemirsa, hanya sekedar fiktif belaka, apabila ada kesamaan nama, latar, atau watak, kami keluarga besar indosiar mohon maaf sebesar-besarnya. Eh keterusan, nggak nyambung ya?hehe. Oke deh yuk kita kembali ke leptop. Saudaraku, mungkin di antara kalian ada yang berpikiran bahwa aktivitas si ikhwan dan si akhwat di atas adalah salah satu contoh pacaran islami. Yaa karena bawa-bawa salam, panggilan abi ummi, ngajak tahajjud, sholat berjama’ah, de el el. STOP! Jangan tertipu saudaraku, memang begitulah rayuan setan, dikemas seindah mungkin seperti parsel lebaran, jalannya pun mulus dan licin seperti diolesi mentega. Ketika pacaran menjadi kebutuhan, ketika pacaran begitu indah dan syahdu, maka segala cara dihalalkan, antum menghalalkan pacaran dengan label pacaran islami. Adakah pacaran Islami? Cinta kepada lain jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Karena cinta termasuk ke dalam ghorizah nau, dan karena cintalah, keberlangsungan hidup manusia bisa terjaga. Oleh sebab itu, Allah swt menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan kenikmatan bagi penghuni surga. Inget ya kenikmatan bagi penghuni surga bukan kenikmatan bagi laki-laki hidung blaster. CATET YAA! Cinta juga merupakan indikasi kedewasaan. Bila antum sudah merasa jatuh cinta, ane ucapkan selamat ! Karena itu tanda antum normal dan baik-baik saja. Nah, jika predikat normal sudah antum dapatkan, maka sebagai lelaki dan wanita yang normal, wajar rasa cinta muncul diantaranya. Apalagi sudah berinteraksi dalam waktu yang lama. Satu kelas, satu kantor, satu pengajian, satu gerakan, dan segala satu yang lain. Namun, bukan berarti ketika Allah mengaruniakan rasa cinta sebagai fitrah kepada manusia, lantas kita bisa mengekpresikannya sesuai kehendak kita, seperti apa yang kita inginkan. Ada masanya, ada caranya, dan ada aturannya. Karena itulah, Islam diturunkan oleh Allah. Supaya kita tetap menjadi manusia, bukan hewan yang bebas berekspresi saat mereka jatuh cinta. Islam memandang cinta itu agung dan suci, karenanya perlu diatur, dan aturannya tidak tanggung-tanggung, langsung dari pencipta manusia, Allah SWT.Islam sebagai agama yang sempurna juga telah mengatur bagaimana menyalurkan fitrah cinta tersebut dalam syariatnya yang rahmatan lil ‘alamin. Namun, bagaimanakah jika cinta itu disalurkan melalui cara yang tidak syar`i? Fenomena itulah yang melanda hampir sebagian besar anak muda saat ini. Penyaluran cinta ala mereka biasa disebut dengan pacaran. Berikut adalah beberapa tinjauan syari’at Islam mengenai pacaran. “Tapi kan aku pacarannya nggak berhubungan intim alias zina?” Ajaran Islam Melarang Mendekati Zina Zina bukan sekedar berhubungan intim aja lho, tapi ada juga zina tangan, zina mulut, zina telinga, de el el. Dan Allah melarang kita untuk mendekati zina. Allah Ta’ala berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’ [17] : 32) Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang. Asy Syaukani dalam Fathul Qodir mengatakan, ”Apabila perantara kepada sesuatu saja dilarang, tentu saja tujuannya juga haram dilihat dari maksud pembicaraan.” Dilihat dari perkataan Asy Syaukani ini, maka kita dapat simpulkan bahwa setiap jalan menuju zina adalah suatu yang terlarang. Ini berarti memandang, berjabat tangan, smsan, teleponan, berduaan dan bentuk perbuatan lain yang dilakukan dengan lawan jenis yang bukan mahrom, karena hal itu termasuk sebagai perantara kepada zina adalah suatu hal yang terlarang. Sepakat? Nah jika pacaran merupakan sebuah aktivitas yang mendekati zina, sedangkan Islam melarang keras umatnya untuk mendekati zina, maka adakah pacaran islami? Let’s think sob. “ah lagian pacarannya cuma curi pandang cari perhatian saja!” Islam Memerintahkan untuk Menundukkan Pandangan Allah memerintahkan kaum muslimin untuk menundukkan pandangan ketika melihat lawan jenis. Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah kepada laki – laki yang beriman :”Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nuur [24] : 30 ) Dalam lanjutan ayat ini, Allah juga berfirman, “Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : "Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan kemaluannya” (QS. An Nuur [24] : 31) Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat pertama di atas mengatakan, ”Ayat ini merupakan perintah Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang beriman untuk menundukkan pandangan mereka dari hal-hal yang haram. Janganlah mereka melihat kecuali pada apa yang dihalalkan bagi mereka untuk dilihat (yaitu pada istri dan mahromnya). Hendaklah mereka juga menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram. Jika memang mereka tiba-tiba melihat sesuatu yang haram itu dengan tidak sengaja, maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera.” Ketika menafsirkan ayat kedua di atas, Ibnu Katsir juga mengatakan,”Firman Allah (yang artinya) ‘katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka’ yaitu hendaklah mereka menundukkannya dari apa yang Allah haramkan dengan melihat kepada orang lain selain suaminya. Oleh karena itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak boleh seorang wanita melihat laki-laki lain (selain suami atau mahromnya, pen) baik dengan syahwat dan tanpa syahwat. … Sebagian ulama lainnya berpendapat tentang bolehnya melihat laki-laki lain dengan tanpa syahwat.” Lalu bagaimana jika kita tidak sengaja memandang lawan jenis? (mulai kepo nih, tapi kepo demi kebaikan kan bagus). Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 5770) Faedah dari menundukkan pandangan, sebagaimana difirmankan Allah dalam surat An Nur ayat 30 (yang artinya) “yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka” yaitu dengan menundukkan pandangan akan lebih membersihkan hati dan lebih menjaga agama orang-orang yang beriman. Nah jika antum itu wanita atau laki-laki yang beriman, tinggalkan pacaran. Kelir? “tapi kan aku pacarannya nggak di tempat yang gelap!” Agama Islam Melarang Berduaan dengan Lawan Jenis Dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.” (HR. Bukhari, no. 5233) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya. (HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi) Jadi, mau di tempat gelap atau terung eh terang maksudnya pake neon 100 watt pun Islam tetap melarang berduaan dengan lawan jenis. Kelir? “selama pacaran aku nggak pernah pegang-pegangan tangan kok, kecuali setelah selesai sholat berjama’ah aku cium tangan dia, biar nanti pas udah halal jadi terbiasa.” Jabat Tangan dengan Lawan Jenis Termasuk yang Dilarang Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925) An Nawawi seorang ulama besar Syafi’iyyah- berkata, ”Makna hadits ini adalah bahwa anak Adam telah ditetapkan bagian untuk berzina. Di antaranya ada yang berbentuk zina secara hakiki yaitu memasukkan kemaluan kepada kemaluan yang haram. Di samping itu juga ada zina yang bentuknya simbolis (majas) yaitu dengan melihat sesuatu yang haram, mendengar hal-hal zina dan yang berkaitan dengan hasilnya; atau pula dengan menyentuh wanita ajnabiyah (wanita yang bukan istri dan bukan mahrom) dengan tangannya atau menciumnya; atau juga berjalan dengan kakinya menuju zina, memandang, menyentuh, atau berbicara yang haram dengan wanita ajnabiyah dan berbagai contoh yang semisal ini; bisa juga dengan membayangkan dalam hati. Semua ini merupakan macam zina yang simbolis (majas). Lalu kemaluan nanti yang akan membenarkan perbuatan-perbuatan tadi atau mengingkarinya. Hal ini berarti ada zina yang bentuknya hakiki yaitu zina dengan kemaluan dan ada pula yang tidak hakiki dengan tidak memasukkan kemaluan pada kemaluan, atau yang mendekati hal ini. Wallahu a’lam” (Syarh An Nawawi ‘ala Muslim). Jika kita melihat pada hadits di atas, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau mahrom- diistilahkan dengan berzina. Hal ini berarti menyentuh lawan jenis adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul “apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram”. (Lihat Taysir Ilmi Ushul Fiqh, Abdullah bin Yusuf Al Juda’i) Nah, jadi berjabat tangan pun nggak boleh, pembiasaan menjadi seorang isteri tak perlu lah dilakukan, nanti juga bisa sendiri, lah mending kalau emang jadi suami isteri, kalau nggak? Dua kata deh dari ane cape dech! Sahabatku, jika kita meninjau fenomena pacaran saat ini pasti ada perbuatan-perbuatan yang dilarang di atas. Kita dapat melihat bahwa bentuk pacaran bisa mendekati zina. Semula diawali dengan pandangan mata terlebih dahulu. Lalu pandangan itu mengendap di hati. Seperti dalam istilah dari mata turun ke hati. Kemudian timbul hasrat untuk jalan berdua. Lalu berani berdua-duan di tempat yang sepi. Setelah itu bersentuhan dengan pasangan. Lalu dilanjutkan dengan ciuman. Akhirnya, sebagai pembuktian cinta dibuktikan dengan menggadaikan keperawanannya. Naudzu billahi min dzalik-. Lalu pintu mana lagi paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?! Mungkinkah ada pacaran Islami? Sleting bro! Eh salah, Let’s think bro! Pacaran Memengaruhi Kecintaan pada Allah Ibnul Qayyim menjelaskan, ”Kalau orang yang sedang dilanda asmara itu disuruh memilih antara kesukaan pujaannya itu dengan kesukaan Allah, pasti ia akan memilih yang pertama. Ia pun lebih merindukan perjumpaan dengan kekasihnya itu ketimbang pertemuan dengan Allah Yang Maha Kuasa. Lebih dari itu, angan-angannya untuk selalu dekat dengan sang kekasih, lebih dari keinginannya untuk dekat dengan Allah”. Islam yang sempurna telah mengatur hubungan dengan lawan jenis. Hubungan ini telah diatur dalam syariat suci yaitu pernikahan. Pernikahan yang benar dalam islam juga bukanlah yang diawali dengan pacaran, tapi dengan mengenal karakter calon pasangan tanpa melanggar syariat. Melalui pernikahan inilah akan dirasakan percintaan yang hakiki dan berbeda dengan pacaran yang cintanya hanya cinta bualan alias cinya nyemot eh monyet. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.” (HR. Ibnu Majah no. 1920. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani) Kalau belum mampu menikah, tahanlah diri dengan berpuasa. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagaikan kebiri.” (HR. Bukhari dan Muslim) Ibnul Qayyim berkata, ”Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum diperolehnya.” Sebenarnya aturan ISLAM Sederhana: Bila Cinta, datangi walinya dan menikahlah (Khitbah dan ta’aruf). Bila belum siap, persiapkan diri dahulu dalam diam (siam / puasa) Sahabatku, cinta sejati bukanlah sebuah cinta yang disalurkan lewat pacaran, namun cinta sejati hanya akan ditemui dalam pernikahan yang dilandasi oleh rasa cinta pada-Nya. Lantas adakah pacaran islami? Salah seorang dai terkemuka pernah ditanya, ”Ngomong-ngomong, dulu bapak dengan ibu, maksudnya sebelum nikah, apa sempat berpacaran?” Dengan diplomatis, si dai menjawab,”Pacaran seperti apa dulu? Kami dulu juga berpacaran, tapi berpacaran secara Islami. Lho, gimana caranya? Kami juga sering berjalan-jalan ke tempat rekreasi, tapi tak pernah ngumpet berduaan. Kami juga gak pernah melakukan yang enggak-enggak, ciuman, pelukan, apalagi –wal ‘iyyadzubillah- berzina. Nuansa berpikir seperti itu, tampaknya bukan hanya milik si dai. Banyak kalangan kaum muslimin yang masih berpandangan, bahwa pacaran itu sah-sah saja, asalkan tetap menjaga diri masing-masing. Ungkapan itu ibarat kalimat, “Mandi boleh, asal jangan basah.” Nah begimane ceritanye mandi tapi nggak boleh basah? Ungkapan yang hakikatnya tidak berwujud seperti wujud jin dari timur tengah. Karena berpacaran itu sendiri dalam makna apapun yang dipahami orang-orang sekarang ini, tidaklah dibenarkan dalam Islam. Istilah pacaran sudah sering dipahami sebagai hubungan intim antara sepasang kekasih yang tidak halal, yang diaplikasikan dengan jalan bareng, jalan-jalan, saling berkirim surat, ber SMS ria, dan berbagai hal lain, yang jelas-jelas disisipi oleh banyak hal-hal haram, seperti pandangan haram, bayangan haram, dan banyak hal-hal lain yang bertentangan dengan syariat. Bila kemudian ada istilah pacaran yang Islami, sama halnya dengan memaksakan adanya istilah, meneggak minuman keras yang Islami. Mungkin, karena minuman keras itu di tenggal di dalam masjid. Atau zina yang Islami, judi yang Islami, dan sejenisnya. Maksa banget sih kudu ada embel-embel islaminya, pacaran ya pacaran aja deh, nggak usah pake embel-embel islam, islam tidak mengajarkan pacaran. Kalaupun ada aktivitas tertentu yang halal, kemudian di labeli nama-nama perbuatan haram tersebut, jelas terlelu dipaksakan, dan sama sekali tidak bermanfaat. Jadi, adakah pacaran islami? Mari kita jawab bareng-bareng, jawabannya adalaaaaaaaaaaaaah T I D A K
Posted on: Sat, 13 Jul 2013 09:21:15 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015