BADAH PUASA [by Sang Arjuna] Shiyam atau puasa secara bahasa - TopicsExpress



          

BADAH PUASA [by Sang Arjuna] Shiyam atau puasa secara bahasa bermakna: “menahan diri dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu”. Sedangkan menurut syara’ adalah “ menahan diri dari makan, minum, dan bersenang-senang dengan istri, dari fajar sampai maghrib karena ketakwaan dan berharap ridho Allah. Menurut imam Nawawi dalam syarah Muslim dan al-hafidz dalam Fathul Baari bahwa puasa secara bahasa adalah: “menahan”. Menurut istilah, puasa adalah: “Menahan sesuatu yang telah dikhususkan pada waktu yang telah dikhususkan dan dengan syarat yang ditentukan “. Ibadah puasa itu terbagi menjadi 3 bagian: 1. Puasa wajib 2. Puasa sunah 3. Puasa yang terlarang PUASA RAMADHAN (Puasa Wajib) Ibadah shiyam di bulan Ramadhan merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang diwajibkan Allah swt pada tahun kedua Hijriyah. Dalam sejarahnya, ibadah puasa ini bukan sesuatu ketentuan yang ditemukan dalam ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw tetapi ibadah ini diwajibkan pula pada zaman nabi-nabi Allah sebelum Nabi Muhammad saw. sebagaimana yang ada dalam al-Qur’an al-Baqarah : 183 ياايها الذين امنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون (البقرة 183) Artinya: ”wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. Imam Ghozali menjelaskan bahwa pengertian taqwa yang sebenarnya adalah: a. Tumbuhnya perasaan gentar dan takut terhadap murka dan azab Allah swt. Akibat dilanggarnya berbagai larangannya. b. Menjaga diri agar senantiasa dapat mentaati dan pasrah sepenuh hidupnya apapun yang menjadi kehendak Allah. c. Selalu berusaha untuk mensucikan mata batinnya dari berbagai noda dan dosa. MENGETAHUI MASUKNYA IBADAH PUASA Ada beberapa pendapat yang berkenaan dengan mengetahui masuknya awal ibadah puasa. Setidaknya ada 3 cara Ɣӛⁿğ bisa ditempuh berkenaan dengan permasalahan ini yaitu: a. Ru’yatul Hilal b. Istikmal. c. Hisab ORANG YANG WAJIB BERPUASA 1. Orang Islam Ketentuan ini berdasarkan pada QS. al-Baqarah : 183 yang menegaskan bahwa yang terkena kewajiban menjalankan ibadah puasa Ramadhan hanyalah orang-orang mukmin. 2. Berakal sehat Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah saw yang menyatakan bahwa : عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّغِيرِ حَتَّى يَكْبُرَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ أَوْ يُفِيقَ ”Dari Aisyah bahwa Nabi saw bersabda: ”Tiga gologan yang terlepas dari hukum (syara’), yaitu orang yang sedang tidur sehingga bangun, orang gila sehingga sadar dan anak-anak sehingga baligh”(HR. Abu Dawud dan Nasa’i)”. 3. Orang yang sudah baligh 4. Sehat Hal ini didasarkan pada firman Allah swt yang tercantum dalam QS. Al-Baqarah: 184 ومن كان منكم مريضا او على سفر فعدَة من ايَام اخر(البقرة 184) ”maka barangsiapa diantara kalian sakit atau dalam perjalanan maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain”. Dari penegasan ini dapat diambil pemahaman (mafhum mukholafah) bahwa orang yang sakit tidak ada kewajiban untuk berpuasa. 5. Orang yang mukim Ini juga diambil dari pemahaman (mafhum mukholafah) QS. al-Baqarah : 184. 6. Orang yang sedang tidak haid atau nifas Orang yang sedang haid atau nifas tidak sah mengerjakan puasa. Penegasan ini didasarkan ada hadis Rasulullah saw yang menerangkan bahwa kalau seseorang sedang haid atau nifas maka harus berbuka dan kelak kalau sudah suci wajib mengqadhanya. عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كُنَّا نَحِيضُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَي وَسَلَّمَ ثُمَّ نَطْهُرُ فَيَأْمُرُنَا بِقَضَاءِ الصِّيَامِ وَلَا يَأْمُرُنَا بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ ”adalah kami menstruasi di masa Rasulullah, maka kami diperintahkan agar mengqadha puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat”. (HR. Jama’ah dari Muadz r.a) RUKUN PUASA RAMADHAN 1. Niat Ada perbedaan pendapat dikalangan Fuqaha’ berkenaan dengan niat. Menurut Hanafiyyah niat adalah ”keinginan sedangkan keinginan itu adalah perbuatan hati dan niat tidak disyaratkan diucapkan dengan lisan”. Sedangkan menurut Syafi’iyyah, niat adalah ”bermaksud terhadap sesuatu dan ia bersamaan dengan perbuatan tersebut”. عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ حَفْصَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ لَمْ يُجْمِعْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ ”Dari Salim bin Abdullah dari bapaknya dari Hafshah bahwa Nabi saw bersabda: ”Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum Fajar maka tiada puasa baginya”. Menurut Jumhur Ahli Fiqih berpendapat bahwa yang wajib adalah membangun niat sejak malam sampai sebelum muncul fajar, berdasarkan dalil di atas. Abu Hanifah memperbolehkan niat puasa Ramadan di waktu malam sampai tengah hari. Ada lagi kalangan ulama yang berpendapat bahwa penetapan niat sebelum fajar hanya untuk puasa fardhu, untuk sebelum matahari tergelincir. az-Zuhri, Atha’ dan Zufar tidak mengharuskan niat untuk puasa Ramadhan. Imam Malik berpendapat bahwa niat puasa Ramadhan yang ditetapkan di malam pertama bulan Ramadhan sudah cukup untuk puasa sebulan penuh tanpa perlu memperbaharui niat tiap malam, dengan pertimbangan bahwa puasa Ramadhan merupakan satu paket amal. 2. Menahan diri dari segala hal yang dapat membukakan puasa dari sejak fajar sampai terbenam matahari.
Posted on: Fri, 05 Jul 2013 21:52:40 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015