BERBAGAI PROBLEMA/PERMASALAHAN TERJADI DI SEKOLAH-SEKOLAH; - TopicsExpress



          

BERBAGAI PROBLEMA/PERMASALAHAN TERJADI DI SEKOLAH-SEKOLAH; BAGAIMANA SOLUSINYA ???. ( oleh : Drs.ARIS ZAINUDDIN,MM ). Dewasa ini banyak sekali masalah-masalah di sekolah yang semakin hari semakin komplek,baik dari segi menegemen sekolah ( organisasi sekolah itu sendiri),disiplin ,sistim pembelajaran ,suasana sekolah dalam hal kenyamanan, maupun permasalahan anak didik yang semakin tidak disiplin dalam hal belajar. Belum lagi suasana sekolah atau keadaan sekolah yang semakin tidak kondusif,lemahnya management sekolah termasuk dalam hal ini adalah pranata sekolah (organisasi sekolah ). Kita dihadapkan pada permasalahan yang sangat komples sekali,dan ini tidak dapat dilihat dengan sebelah mata ,perlu penanganan yang serius. Berikut ini permasalahan yang sering terjadi di sekolah. Dalam hal operasional sekolah misalnya banyak sekali hal-hal yang perlu di perbaiki baik dari segi kinerja sekolah misalnya: 1. TU merupakan salah satu perangkat sekolah yang paling penting dan paling urgen dalam hal penyelenggaraan sekolah maupun proses pembelajaran , karena TU adalah bagian perangkat sekolah yang harus membuat,mengkonsep,mempersiapkan apa apa yang diperlukan oleh pimpinan ,guru, siswa termasuk didalamnya membuat dan menyusun administrasi sekolah, mempersiapkan perangkat pengajaran misalnya membuat format-format yang diperlukan oleh pimpinan sekolah dalam hal ini kepala sekolah,para guru maupun siswa. 2. Guru atau pendidik yang sebetulnya dia lebih mengedepankan pada disiplin dalam proses pembelajaran karena inilah yang sebetulnya inti dari permasalahan sekolah kenapa saya katakan guru, karena dari sosok guru itulah akan membentuk kedisiplinan disekolah, otomatis guru harus juga menyiapkan segala perangkat mengajar; PROGTA,PROMES,SILABUS,RPP ,materi ajar yang sesuai dengan program - program pengajaran, media pembelajaran yang juga harus di siapkan,kalau ini semua bisa ready maka tidak ada berita lagi tentang guru malas,guru yang suka marah,dan guru yg jadul.ugas Ada istilah Mesin pengajar (Teaching Machines) merupakan suatu metode untuk mendapatkan informasi yang akurat dari suatu metode untuk membuat pelajar segera mendapatkan informasi yang akurat dari suatu respon. Mesin pengajar menggunakan materi informasinya bisa memanfaatkan media audio visual,misalnya yang paling sederhana memanfaatkan handphone sebagai media informasi (tentunya HP yang bisa dipakai untuk internet ),pemberdayaan karakter dari audio visual memungkinkan siswa akan lebih aktif dan kreatif. Guru dalam hal ini harus bijak didalam mensikapi handphone,dia merupakan salah satu perangkat lunak,apabila kita bisa memanfaatkannya maka handphone akan menjadi mitra kerja kita ,dia merupakan sumber informasi yang sangat strategis karena bisa menjangkau informasi sekecil apapun. 3, Tugas utama guru adalah mengajar, mendidik dan melatih anak didik, Guru tidak diberi tugas sampingan seperti JURU AKUNTAN sehingga tugas utama disampingkan karena waktunya disibukan dengan membuat laporan SPJ BOBNAS dan BOBDA. guru tidak diberi tugas sebagai BENDAHARA SEKOLAH. sekolah menunjuk dan menugaskan petugas TU/Administrasi sebagai juru Akuntan. sehingga guru dapat terfokus pada tugas utamanya yaitu sebagai PENGAJAR. 4. Para siswa yang sudah mulai kendur dalam memegang disiplin baik dalam hal ketertipan sekolah,belajar ,pelanggaran hendaknya segera guru harus mencari apa sebab ini bisa terjadi. Dalam hal ini yang disalahkan jangan murid tetapi yang patut kita tanyakan adalah sejauh mana sekolah bisa menegakkan disiplin sekolah, sejauh mana guru mampu mengajar,membimbing dan menguasai materi sehingga tidak diremehkan oleh para siswa, dan tidak kalah pentingnya adalah pelajaran budi pekerti yang semakin pudar ,banyak sekali para siswa yang melanggar sopan santun, etika dan berbuat semau guwe. Perlu kita ketahui apabila siswa didalam belajar kurang begitu respon ,hendaknya guru segera mempelajari kenapa hal itu terjadi,mungkin didalam kita menyampaikan materi kurang pas ,cara kita membawakan kurang disukai anak( hal ini juga bisa terjadi). Untuk itulah seorang guru harus segera merubah system pengajarannya sehingga siswa tidak akan merasa jenuh atau bosan,bagai mana cara kita didalam menyampaikan pelajaran bisa diterima oleh siswa,siwa merasa senang,suka dan mengerjakan tugas dengan riang,hal ini guru harus mampu untuk merubah cara mengajar dengan cepat,tepat dan disukai oleh siswa. 5. Media pembelajaran sebetulnya yang sangat penting, karena kurangnya media pembelajaran di sekolah mis : media audio visual,berbagai laboratorium yang dibutuhkan, alat-alat praktikum yangg semakin habis karena banyak yang rusak,pecah atau hilang maka disadari atau tidak ini salah satu factor yang menghambat proses belajar mengajar. Mengapa media pembelajaran sangat penting didalam proses pembelajaran..?. Karena dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pembelajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang di capainya . Ada beberapa alasan, mengapa media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa. Alasan pertama berkenaan dengan manfaat media pembelajaran antaralain: Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar; b. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga lebih dipahami siswa,dan memungkinkan siswa akan menguasai tujuan pengajaran lebih baik; Metide pembelajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata oleh guru, tetapi akan lebih memberikan warna dan akan lebih memberikan kemudahan dalam proses pengajaran,sekaligus hemat energy, apabila guru mengajar disetiap jam pelajaran. d. Siswa lebih melakukan kegiatan belajar, sebab tidak akan lebih banyak mendengarkan uraian guru tetapi lebih proaktif,mengamati,melakukan dan mendemons-trasiakan sekaligus merupakan pengalaman jiwa Nampak pada siswa (mengambil istilah S Soejojono). Alasan kedua kenapa penggunaan media pembelajaran dapat mempertinggi proses dan hasil pengajaran adalah berkenaan dengan taraf berfikir siswa. Taraf berfikir manusia mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berpikir konkret menuju ke berpikiran abstrak, dimulai dari berpikir sederhana menuju ke berpikir kompleks. Penggunaan media pembelajaran erat kaitannya dengan tahapan berpikiran tersebut sebab mulai media pengajaran hal-hal yang abstrak dapat dikonkritkan,dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan. Beberapa permasalahan tersebut diatas tidak terlepas dari manegement dan management ada kaitan erat dengan organisasi. Maka saya akan mencoba memberikan masukan tentang berbagai permasalahan yang terjadi di sekolah terutama pemahaman tentang budaya berorganisasi . Pemahaman tentang budaya organisasi sesungguhnya tidak lepas dari konsep dasar tentang budaya itu sendiri, yang merupakan salah satu terminologi yang banyak digunakan dalam bidang antropologi. Dewasa ini, dalam pandangan antropologi sendiri, konsep budaya ternyata telah mengalami pergeseran makna.Sebagaimana dinyatakan oleh C.A. Van Peursen (1984) bahwa dulu orang berpendapat budaya meliputi segala manifestasi dari kehidupan manusia yang berbudi luhur dan yang bersifat rohani, seperti : agama, kesenian, filsafat, ilmu pengetahuan, tata negara dan sebagainya. Tetapi pendapat tersebut sudah sejak lama disingkirkan. Dewasa ini budaya diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang-orang. Kini budaya dipandang sebagai sesuatu yang lebih dinamis, bukan sesuatu yang kaku dan statis. Budaya tidak tidak diartikan sebagai sebuah kata benda, kini lebih dimaknai sebagai sebuah kata kerja yang dihubungkan dengan kegiatan manusia.Dari sini timbul pertanyaan, apa sesungguhnya budaya itu ? Marvin Bower seperti disampaikain oleh Alan Cowling dan Philip James (1996), secara ringkas memberikan pengertian budaya sebagai “cara kita melakukan hal-hal di sini”. Menurut Vijay Santhe sebagaimana dikutip oleh Taliziduhu Ndraha (1997)_budaya adalah : “ The set of important assumption (often unstated) that members of community share in common”. Secara umum namun operasional, Edgar Schein (2002) dari MIT dalam tulisannya tentang Organizational Culture & Leadership mendefinisikan budaya sebagai: “A pattern of shared basic assumptions that the group learned as it solved its problems of external adaptation and internal integration, that has worked well enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct way you perceive, think, and feel in relation to those problems”. Dari Vijay Sathe dan Edgar Schein, kita temukan kata kunci dari pengertian budaya yaitushared basic assumptions atau menganggap pasti terhadap sesuatu. Taliziduhu Ndraha mengemukakan bahwa asumsi meliputi beliefs (keyakinan) dan value (nilai). Beliefsmerupakan asumsi dasar tentang dunia dan bagaimana dunia berjalan. Duverger sebagaimana dikutip oleh Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir (2000) mengemukakan bahwa belief (keyakinan) merupakan state of mind (lukisan fikiran) yang terlepas dari ekspresi material yang diperoleh suatu komunitas. Value (nilai) merupakan suatu ukuran normatif yang mempengaruhi manusia untuk melaksanakan tindakan yang dihayatinya. Menurut Vijay Sathe dalam Taliziduhu (1997) nilai merupakan “ basic assumption about what ideals are desirable or worth striving for.” Sementara itu, Moh Surya (1995) memberikan gambaran tentang nilai sebagai berikut : “…setiap orang mempunyai berbagai pengalaman yang memungkinkan dia berkembang dan belajar. Dari pengalaman itu, individu mendapatkan patokan-patokan umum untuk bertingkah laku. Misalnya, bagaimana cara berhadapan dengan orang lain, bagaimana menghormati orang lain, bagimana memilih tindakan yang tepat dalam satu situasi, dan sebagainya. Patokan-patokan ini cenderung dilakukan dalam waktu dan tempat tertentu.” Pada bagian lain dikemukakan pula bahwa nilai mempunyai fungsi : (1) nilai sebagai standar; (2) nilai sebagai dasar penyelesaian konflik dan pembuatan keputusan; (3) nilai sebagai motivasi; (4) nilai sebagai dasar penyesuaian diri; dan (5) nilai sebagai dasar perwujudan diri. Hal senada dikemukakan oleh Rokeach yang dikutip oleh Danandjaya dalam Taliziduhu Ndraha (1997) bahwa : “ a value system is learned organization rules to help one choose between alternatives, solve conflict, and make decision.” Dalam budaya organisasi ditandai adanya sharing atau berbagi nilai dan keyakinan yang sama dengan seluruh anggota organisasi. Misalnya berbagi nilai dan keyakinan yang sama melalui pakaian seragam. Namun menerima dan memakai seragam saja tidaklah cukup. Pemakaian seragam haruslah membawa rasa bangga, menjadi alat kontrol dan membentuk citra organisasi. Dengan demikian, nilai pakaian seragam tertanam menjadibasic. Menurut Sathe dalam Taliziduhu Ndraha (1997) bahwa shared basic assumptionsmeliputi : (1) shared things; (2) shared saying, (3) shared doing; dan (4) shared feelings. Pada bagian lain, Edgar Schein (2002) menyebutkan bahwa basic assumption dihasilkan melalui : (1) evolve as solution to problem is repeated over and over again; (2)hypothesis becomes reality, dan (3) to learn something new requires resurrection, reexamination, frame breaking. Dengan memahami konsep dasar budaya secara umum di atas, selanjutnya kita akan berusaha memahami budaya dalam konteks organisasi atau biasa disebut budaya organisasi (organizational culture). Adapun pengertian organisasi di sini lebih diarahkan dalam pengertian organisasi formal. Dalam arti, kerja sama yang terjalin antar anggota memiliki unsur visi dan misi, sumber daya, dasar hukum struktur, dan anatomi yang jelas dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Sejak lebih dari seperempat abad yang lalu, kajian tentang budaya organisasi menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan ahli maupun praktisi manajemen, terutama dalam rangka memahami dan mempraktekkan perilaku organisasi. Edgar Schein (2002) mengemukakan bahwa budaya organisasi dapat dibagi ke dalam dua dimensi yaitu : Dimensi external environments; yang didalamnya terdapat lima hal esensial yaitu: (a)mission and strategy; (b) goals; (c) means to achieve goals; (d) measurement; dan (e)correction. Dimensi internal integration yang di dalamnya terdapat enam aspek utama, yaitu : (a)common language; (b) group boundaries for inclusion and exclusion; (c) distributing power and status; (d) developing norms of intimacy, friendship, and love; (e) reward and punishment; dan (f) explaining and explainable : ideology and religion. Pada bagian lain, Edgar Schein mengetengahkan sepuluh karateristik budaya organisasi, mencakup : (1) observe behavior: language, customs, traditions; (2) groups norms: standards and values; (3) espoused values: published, publicly announced values; (4)formal philosophy: mission; (5) rules of the game: rules to all in organization; (6)climate: climate of group in interaction; (7) embedded skills; (8) habits of thinking, acting, paradigms: shared knowledge for socialization; (9) shared meanings of the group; dan (10) metaphors or symbols. Sementara itu, Fred Luthan (1995) mengetengahkan enam karakteristik penting dari budaya organisasi, yaitu : (1) obeserved behavioral regularities; yakni keberaturan cara bertindak dari para anggota yang tampak teramati. Ketika anggota organisasi berinteraksi dengan anggota lainnya, mereka mungkin menggunakan bahasa umum, istilah, atau ritual tertentu; (2) norms; yakni berbagai standar perilaku yang ada, termasuk di dalamnya tentang pedoman sejauh mana suatu pekerjaan harus dilakukan; (3) dominant values; yaitu adanya nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh seluruh anggota organisasi, misalnya tentang kualitas produk yang tinggi, absensi yang rendah atau efisiensi yang tinggi; (4)philosophy; yakni adanya kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan keyakinan organisasi dalam memperlakukan pelanggan dan karyawan (5) rules; yaitu adanya pedoman yang ketat, dikaitkan dengan kemajuan organisasi (6) organization climate; merupakan perasaan keseluruhan (an overall “feeling”) yang tergambarkan dan disampaikan melalui kondisi tata ruang, cara berinteraksi para anggota organisasi, dan cara anggota organisasi memperlakukan dirinya dan pelanggan atau orang lain Dari ketiga pendapat di atas, kita melihat adanya perbedaan pandangan tentang karakteristik budaya organisasi, terutama dilihat dari segi jumlah karakteristik budaya organisasi. Kendati demikian, ketiga pendapat tersebut sesungguhnya tidak menunjukkan perbedaan yang prinsipil. Budaya organisasi dapat dipandang sebagai sebuah sistem. Mc Namara (2002) mengemukakan bahwa dilihat dari sisi in put, budaya organisasi mencakup umpan balik (feed back) dari masyarakat, profesi, hukum, kompetisi dan sebagainya. Sedangkan dilihat dari proses, budaya organisasi mengacu kepada asumsi, nilai dan norma, misalnya nilai tentang : uang, waktu, manusia, fasilitas dan ruang. Sementara dilihat dari out put, berhubungan dengan pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku organisasi, teknologi, strategi, image, produk dan sebagainya. oleh : Drs,ARIS ZAINUDDIN, MM ( 081333600661-087855549461). Guru SMP Negeri 11 Surabaya. Pengurus Cabang PGRI Kecamatan SEMAMPIR Kota SURABAYA UTARA.
Posted on: Tue, 02 Jul 2013 21:34:44 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015