BERHARAP HATI NURANI DAN AKAL SEHAT HAKIM. Part 1 PLEDOI - TopicsExpress



          

BERHARAP HATI NURANI DAN AKAL SEHAT HAKIM. Part 1 PLEDOI LHI BAB I PENDAHULUAN Majelis Hakim yang kami muliakan Rekan-rekan Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati Serta hadirin yang setia mengikuti persidangan ini, Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi kita kekuatan dan kesehatan sehingga bisa menjalani persidangan atas terdakwa Luthfie Hasan Ishaaq (LHI) yang sudah hampir mendekati saat-saat akhir ini. Kami juga menyampaikan terimakasih dan rasa hormat yang mendalam kepada Majelis Hakim atas segala kesabaran dan jiwa kepemimpinannya dalam proses pemeriksaan persidangan ini menunjukkan keseriusan serta menjunjung tinggi asas fairness, terkontrol dan profesional. Perlu kami kemukakan, bahwa persidangan ini yang nantinya akan diakhiri dengan putusan yang MENGATAS-NAMAKAN KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, tentu merupakan putusan yang sangat diharapkan bukan saja oleh Terdakwa LHI dan Penasihat Hukumnya tetapi juga tentunya diharapkan oleh rekan JPU sekalipun. Kami juga mengamati bahwa Yang Mulia Ketua Majelis setiap akan membuka persidangan, dengan suara lirih namun terbaca oleh kami, senantiasa mengawali dengan membaca dan menyebut asma ALLAH “Bismillah Arrochman Arochim”, Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, dan Allah yang juga Maha Adil, ini memberi arti bahwa Yang Mulia Ketua Majelis telah menghadirkan Keadilan Allah SWT dalam ruang pengadilan ini. Dengan mengatas namakan Tuhan YME, dan dengan mengingat Allah yang Arrochman dan Arrochim maka sudah barang tentu kita tidak perlu menghiraukan surat tuntutan JPU, yang telah menuntut Terdakwa LHI dengan hukuman penjara 18 tahun, yang sangat tidak mencerminkan keadilan. Selanjutnya, dalam rangka menegakkan Keadilan dan kebenaran, perlu kiranya kita resapi juga pesan Rasulullah SAW dengan sabdanya yang terkenal :yaitu “Qull Haqq Walau Kaana Murron” (Katakan yang benar, sebagai benar, walaupun pahit untuk mengatakannya) Kami, Penasihat Hukum Terdakwa, secara khusus merasa perlu menyampaikan kesan bahwa persidangan ini telah berjalan secara seimbang. Yaitu seimbang antara kepentingan untuk mendakwa Terdakwa LHI dan kepentingan untuk membela Terdakwa LHI sebagai pihak yang tidak bersalah. Kami berpendapat Majelis hakim telah berhasil berperan menciptakan keseimbangan ini. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa dalam praktek peradilan pidana di Indonesia, masih dapat ditemui sementara Hakim yang bersikap “mengambil alih” tugas seorang Penuntut Umum sebagai pendakwa, dan hanya tertarik untuk membuktikan kesalahan terdakwa dan melupakan tugasnya sebagai Hakim dan tidak menyadari bahwa sikap seperti itu adalah bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 158 KUHAP yang melarang seorang Hakim selama persidangan menunjukan sikap atau mengeluarkan pernyataan disidang tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya seorang terdakwa. Memperhatikan jalannya persidangan selama ini sebagaimana telah dikemukakan diatas, kami Tim penasihat Hukum merasa yakin, bahwa Majelis Hakim Yang Mulia tentunya akan secara obyektif menjadikan hanya fakta-fakta yang terungkap selam persidangan sebagai dasar pertimbangan hukum dalam mengambil keputusan atas perkara ini, terbebas dari pengaruh pemberitaan media masa dan pengaruh pendapat dalam berbagai tulisan. Hanya dengan demikian Terdakwa dapat memperoleh keadilan dalam perkara ini. Sekali lagi “Qulil haq walau kaana murron“ katakan yang benar sebagai benar meskipun pahit untuk mengatakannya. Melalui persidangan yang terbuka ini, pada akhirnya kita tentu telah dapat menjawab pertanyaan yang paling mendasar atas perkara ini, yaitu apakah benar Terdakwa LHI telah melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan, yaitu melakukan korupsi dan kemudian melakukan pencucian uang?. Tentang dakwaan korupsi, isu sentralnya adalah perihal dugaan adanya hadiah atau janji dari Maria Elizabeth Liman yang akan memberikan Rp 40 milyar kepada Terdakwa LHI. Dari Rp 40 Milyar tersebut, menurut Penuntut Umum, Maria telah mengeluarkan Rp 1,3 milyar, yang oleh Penuntut Umum diyakini diperuntukkan bagi Terdakwa LHI. Bahwa Terdakwa LHI adalah sebagai anggota DPR sebetulnya tidak ada hubungannya dengan motif Maria. Jika betul Maria diposisikan sebagai penyuap maka kedudukan Terdakwa LHI sebagai anggota DPR tidak diperlukan oleh si penyuap untuk memperoleh hal yang dikehendaki. Sehingga faktor “anggota DPR” hanyalah unsur yang ditempelkan oleh Penuntut Umum supaya kasus ini bisa bergulir menjadi perkara dengan magnitude seperti perkaranya Terdakwa LHI ini. Kenyataan bahwa Terdakwa LHI mempunyai hubungan dekat dengan Ahmad Fathanah dieksploitisir sedemikian rupa oleh Penuntut Umum untuk bisa dimaknai sebagai sebuah kerja sama. Padahal yang terbukti kedekatan tersebut justru sesuatu keadaan yang dimanfaatkan oleh Fathanah untuk mencari uang untuk kepentingannya sendiri. Dengan mengatas namakan Terdakwa LHI, Fathanah telah berhasil meminta uang dari Maria sejumlah Rp 1,3 milyar. Uang ini telah diterima oleh Fathanah dan tidak pernah sampai kepada Terdakwa LHI. Jadi sebetulnya bukan sebuah kerja sama namun lebih tepatnya adalah sebuah tipu daya Fathanah terhadap Maria Elizabeth Liman. Jika Penuntut Umum mempercayainya sebagai kerjasama maka berarti Penuntut Umum telah berhasil diperdayai juga oleh Fathanah sebagaimana keberhasilannnya memperdayai Maria Elizabeth Liman. Perihal dugaan adanya janji juga tidak terbukti. Yang terbukti adalah sebuah upaya tipu daya dari Fathanah terhadap Terdakwa LHI akan adanya janji pemberian Rp 40 milyar dari Maria untuk Terdakwa LHI. Karena ternyata baik Maria maupun Elda tidak pernah menjanjikan demikian. Jadi bagaimana mungkin Terdakwa LHI bisa dituduh telah menerima janji jika janji tersebut tidak pernah ada? Sayang permintaan kami untuk mengkonfrontir antara saksi Maria, Elda dan Fathanah, perihal janji ini tidak dikabulkan oleh Majelis. Semoga penolakan oleh Majelis ini adalah karena Majelis memang sudah yakin bahwa janji tersebut memang hanya karangannya Fathanah semata untuk memperdayai Terdakwa LHI. Tentang dakwaan TPPU, dari keseluruhan transaksi, pembelanjaan dan penempatan uang yang didakwakan hampir semuanya (90%) telah terbukti bukan dari hasil kejahatan. Beberapa transaksi yang tidak berhasil kami klarifikasi semata karena ketidak-hadiran saksi, dan kami sudah tidak mempunyai waktu lagi untuk menghadirkannnya. Namun yang merupakan pembelaan kami perihal TPPU ini adalah fakta bahwa Terdakwa LHI adalah pengusaha sukses sebelum menjadi anggota DPR. Terdakwa LHI adalah pemegang saham mayoritas (praktis pemiliknya) PT. Sirat Inti Buana. Pegawai perusahaan ini, DELLY AGUSTIAN UTAMA, memberikan kesaksian di persidangan ini bahwa omzet perusahaan sejak tahun 2003 adalah diatas Rp 35 milyar dalam setahun. Di tahun 2005 bahkan mencapai omzet Rp 72 milyar, di tahun 2005 Rp 67 milyar. Hal ini membuktikan bahwa PT . Sirat Inti Buana (SIB) adalah bukan perusahaan fiktif sebagaimana yang hendak dikesankan oleh sdr. Penuntut Umum, bahkan pembukuan perusahaan menunjukkan bahwa PT SIB adalah perusahaan sehat. Yang jelas transaksi pembelian 5 bidang tanah di Bogor seharga Rp 3,5 milyar, yang oleh penuntut umum dituduhkan sebagai transaksi yang mencurigakan, telah berhasil kami buktikan bahwa sumber dananya adalah dari PT SIB, milik Terdakwa LHI. Selain dari pada pengusaha sukses, Terdakwa LHI juga dikenal sebagai Ustad yang sukses. Murid-muridnya Terdakwa LHI juga banyak yang sukses secara ekonomis. Contohnya Oke Setiadi, murid Terdakwa LHI yang sukses ini adalah pengusaha Ban Mobil. Dengan kesuksesannnya itu Oke Setiadi, di persidangan ini bersaksi, bahwa dia menginfakkan Rp 1 Milyar kepada Terdakwa LHI yang oleh Terdakwa LHI dipergunakan untuk membeli mobil VW Caravelle untuk kepentingan partai yang dipimpinnnya, yaitu PKS. Sdr Penuntut Umum menanyakan bukti (tertulis) ? Kami heran, mana ada orang bershadaqoh dan berinfaq minta tanda bukti. Demikian juga ketika menantunya titip uang untuk dibelikan rumah, ya wajarlah jika seorang menantu percaya kepada mertua sehingga tidak memerlukan tanda bukti. Bendahara umum PKS, Ustad Mahfudz dan presiden partai Anis Mata yang bersaksi di pengadilan memberikan keterangan bahwa adalah wajar bila aset-aset PKS terutama aset bergerak seperti mobil, untuk alasan administratif diatas namakan kader partai, karena biasanya memang donatur memberikannya secara pribadi namun pribadi tersebut memberlakukannya sebagai amanah untuk partai. Dan begitulah tradisi di PKS, sehingga mobil VW Caravelle yang secara formil adalah tercatat milik Terdakwa LHI, tetapi sesungguhnya secara materiil adalah asetnya PKS. Bila sdr Penuntut Umum juga berpendapat bahwa dalam hukum Acara Pidana yang dicari adalah kebenaran materiil maka dengan pendekatan yang sama mobil VW Caravelle juga harus diartikan, secara materiil, adalah sebagai miliknya partai bukan milik pribadi Terdakwa LHI. Oleh karena itu, jika sdr Penuntut Umum tertarik untuk menggali profilnya Terdakwa LHI, jangan hanya diungkap profilnya sebagai anggota DPR, namun juga profilnya sebagai pengusaha sukses dan profilnya sebagai Ustad yang dicintai murid-muridnya. Hal ini perlu kami sampaikan karena adanya pendapat Penuntut Umum bahwa transaksi dan aset-aset yang dikuasai Terdakwa LHI tidak sesuai dengan profilnya. Apalagi selalu mengungkap bahwa Rekening tertentu atau aset tertentu belum dilaporkan dalam LHKPN. Jika sdr Penuntut Umum konsekuen dengan UU No 28/1999 yang dijadikan rujukan dalam dakwaannya tentang TIPIKOR, maka Sdr Penuntut Umum harus memahami bahwa kewajiban mencatatkan harta kekayaan pejabat itu adalah bukan hanya sebelum menjabat, namun juga selama menjabat (Pasal 5 ayat 3 UU No 28/1999). Sehingga dimungkinkan adanya harta kekayaan yang belum dicatatkan ketika harta tersebut diperoleh selama masa jabatannya. Kealpaan pejabat mencatatkan harta kekayaan hanyalah diberikan sanksi administatif (Pasal 20 ayat 1, UU No 28/1999 ). Perihal TPPU ini tokoh sentralnya juga pada Fathanah. Jika pada kasus korupsi yang diperdaya adalah Maria Elizabeth Liman, maka pada kasus TPPU yang diperdaya adalah Yudi Setiawan yang telah banyak dimintai uang Fathanah dengan mencatut nama Terdakwa LHI. Namun Penuntut Umum mengkaitkan setiap tindakan Fathanah dengan Terdakwa LHI padahal sebetulnya yang terjadi Terdakwa LHI dijadikan tempat perlindungan bagi kecurangan seorang Ahmad Fathanah. Perdebatan akademis perihal TPPU ini adalah apakah Predicate Crime (Kejahatan Asal) harus ada/dibuktikan dulu atau tidak untuk bisa menuntut perkara TPPU? Ahli Yunus Husein berpendapat tidak harus, namun ahli Dr. Mudzakir mengatakan harus ada. Sebab pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 itu hanyalah follow up crime (kejahatan ikutan) yang hanya bisa ada karena ada pasal 2 (Core Crime). Mengenai eksistensi Pasal 69, Ahli Mudzakir mengatakan, itu hanyalah diperbolehkannya TPPU di proses tanpa harus ada kejahatan asal, namun tidak berarti boleh di putus. Yang juga merupakan perdebatan akademis tentang TPPU ini adalah tentang wewenang Jaksa KPK untuk melakukan penuntutan atas perkara TPPU ketika secara eksplisit tidak ada hukum acara yang memperbolehkannya. Menurut Ahli Yunus Husein, atas dasar penafsiran pasal 75 maka Jaksa KPK boleh melakukan penuntutan. Sebaliknya Ahli Mudzakir mengatakan, kewenangan penegak hukum harus diperoleh dari ketentuan yang secara eksplisit ditentukan dalam Undang-Undang, tidak boleh diperoleh karena penafsiran. Sebab jika penafsiran diperbolehkan maka nanti polisi pun bisa bertindak sebagai penuntut. Yang menarik tentang pendapatnya Ahli Yunus Husein adalah kepastian hukum boleh dikesampingkan demi tercapainya keadilan. Pendapat ini menimbulkan pertanyaan bagi kami. Sistem pembuktian terbalik (omkering van bewijslast atau shifting burden of proof) yang saat ini sedang diberlakukan terhadap Terdakwa LHI adalah suatu ketidakadilan bagi Terdakwa LHI, meskipun oleh UU No 8/2010 sudah ditentukan demikian. Apakah demi keadilan omkering van bewijslast boleh kita kesampingkan ? Akan tetapi secara sekilas, perlu kiranya kami mohonkan perhatian majelis hakim bahwa perkara ini sebenarnya berawal dari peristiwa apa yang oleh KPK dikatakan sebagai operasi tangkap tangan terhadap saksi Fathanah di hotel Le Meredien yang dimobilnya diketemukan uang sebanyak 1 Milyar yang sudah berkurang sebanyak 20 juta karena dipakai oleh saksi Fathanah, uang tersebut oleh KPK dan kemudian oleh JPU, dianggap dan dikesankan seolah-olah sebagai uang suap saksi Juard dari Indoguna untuk Terdakwa LHI, padahal, sebagaimana terungkap dalam persidangan dari saksi dibawah sumpah yang ditelpon oleh Fathanah yaitu saksi Felix Rajali dan saksi Ilham Ramli untuk datang ke hotel, uang tersebut dimaksudkan untuk membayar mobil dan furniture kepada kedua saksi tersebut. Sebagaimana terungkap dalam persidangan, saksi memang datang ke Hotel dan memberitahukan kedatangannya kepada saksi Fathanah akan tetapi saat itu telah terjadi penangkapan oleh KPK terhadap Fathanah, maka dengan sendirinya penyerahan dan penerimaan uang tersebut gagal. Majelis hakim yang kami muliakan. Jadi atas dasar kesaksian siapa bahwa uang tersebut dimaksudkan untuk diberikan kepada Terdakwa LHI sebagaimana dikatakan oleh Yth JPU?, dengan berat hati kami terpaksa harus mengatakan bhwa sdr JPU tidak jujur dan telah memanipulir fakta, semata-mata dengan tujuan agar Terdakwa LHI yang tidak bersalah ini untuk dihukum, kami terpaksa harus juga mengatakan bahwa nampaknya sdr JPU telah menerapkan “tujuan menghalalkan cara” termasuk dengan cara memanipulir fakta persidangan, sungguh menyedihkan tetapi itulah yang terjadi dalam perkara ini. Manipulasi oleh sdr JPU juga terjadi sebagaimana terbaca baik dalam BAP, Surat Dakwaan bahkan Surat Tuntutan tentang percakapan telpon antara saksi Fathanah dengan supirnya Sahrudin alias Allu, versi sdr JPU sebgaimana terbaca dalam surat dakwaan dan Tuntutan dikatakan sbb :”Alun jangan jauh-jauh dari mobil ada daging busuk Luthfi”, padahal percakapan sebenarnya sebagaimana diperdengarkan dalam sidang atas permintaan Penasihat hukum jelas terdengar : “Alu lu jangan jauh-jauh dari mobil ada daging busuk” jelas terdengar tidak nama Luthfi disebut-sebut dalam percakapan tersebut. Bukankah fakta ini membuktikan dengan jelas tindakan JPU yang manipulatif ? Disini kelihatan dengan jelas bahwa semangat Penuntut Umum pada KPK, bukan lagi semangat untuk menegakkan hukum dan kebenaran, melainkan semata-mata dilandasi oleh keinginan mencari-cari kesalahan, jika kesalahan itu tidak terbukti tetap saja menuntut untuk menghukum dan menjebloskan seseorang dalam penjara, agar dengan demikian Penuntut Umum dapat memperoleh applaus dari masyarakat. Tuntutan agar Terdakwa LHI dihukum penjara selama 18 tahun sungguh keterlaluan. Kelihatan hanyalah dilandasi motif untuk mencari sensasi dan pujian. Semangat untuk menghukum dan mencari sensasi sepertinya lebih menonjol dari pada menegakkan hukum. Adalah juga satu kenyataan kasus ini disidangkan dalam suasana gegap gempita atas ditangkapnya Luthfi Hasan Ishaaq dalam kapasitasnya selaku Presiden PKS dan anggota DPR. Berbagai pemberitaan tersebut apalagi yang bersifat politis sudah tentu menimbulkan kekhawatiran dalam diri Terdakwa LHI nantinya akan dapat mempengaruhi Majelis Hakim dalam menjatuhkan Putusan, namun memperhatikan cara Yang Mulia Ketua dalam memimpin sidang, kami sangat yakin tidak akan terpengaruh atas hura-hura tertangkapnya terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq. Oleh karena itu, pada kesempatan ini sangatlah beralasan kami terpaksa mengungkapkan kekecewaan kami atas tuntutan pidana selama 18 tahun terhadap Terdakwa LHI yang terkesan sangat dipaksakan. Kekecewaan kami ini terpaksa kami utarakan karena tuntutannya sama sekali tidak didasarkan pada hasil pembuktian dan sama sekali telah mengabaikan fakta persidangan. Seolah sejak awal rekan JPU sudah mempunyai “mindset” untuk menuntut Terdakwa LHI, baik dakwaannya terbukti maupun tidak. Semua unsur yang oleh sdr JPU dikatakan terbukti, ternyata hampir semuanya hanyalah didasarkan pada kata-kata yang ada di dalam BAP dan kata-kata yang ada di dalam Surat Dakwaan, bukan merupakan kata-kata yang diperoleh dari hasil pembuktian di persidangan. Majelis Hakim yang kami muliakan Sebelum kami mengakhiri bagian pendahuluan ini kiranya menarik untuk disimak tuntutan JPU khususnya pada bagian tentang hal-hal yang memberatkan yang antara lain oleh Yang Terhormat Sdr. JPU dikatakan : - Perbuatan Terdakwa yang dilakukan secara bersama-sama dan terorganisir telah menunjukkan keberpihakan pada kelompok atau pengusaha tertentu sehingga merusak kebijakan Pemerintah…..dst - Perbuatan Terdakwa selaku penyelenggara Negara dan sekaligus pejabat publik yang berkolusi dengan saksi Fathanah dalam upaya mendapatkan keuntungan materi dengan cara mempengaruhi kebijakan perijinan dan atau memperoleh proyek-proyek…dst . Menjadi pertanyaan, atas dasar fakta dan bukti apa sdr JPU bisa menyimpulkan bahwa Terdakwa LHI telah melakukan perbuatan yang “terorganisir” dan menunjukkan “keberpihakan” pada kelompok atau pengusaha tertentu dan mempengaruhi “kebijakan “ perijinan ,“ kesimpulan sdr JPU tersebut jelas merupakan kesimpulan yang imaginatif yang tidak didukung oleh bukti yang meyakinkan . Majelis Hakim yang kami muliakan Tidak ada fakta persidangan yang bisa dijadikan bukti bahwa ada peranan Terdakwa LHI yang dapat dikwalifisir sebagai “mempengaruhi kebijakan perijinan” Terdakwa LHI, sebagaimana terungkap sebagai fakta persidangan, hanya sekali berperan mempertemukan Mentan dengan Elizabeth dari Indoguna di Medan. Semua saksi yang hadir dalam pertemuan tersebut dengan tegas mengatakan, bahwa Terdakwa LHI hanya melihat dan menyaksikan diskusi keras yang terjadi antara saksi Elizabeth dengan Menteri Pertanian Suswono tentang data perdagingan yang disampaikan oleh Elizabeth dari PT. Indoguna Utama kepada Saksi Suswono (Mentan). Fakta yang terungkap dalam persidangan dengan jelas menegaskan, bahwa tidak ada peran Terdakwa yang dapat dikwalifisir sebagai “bantuan” kepada PT. Indoguna untuk mengusahakan penambahan kuota, fakta justru membuktikan bahwa semua permohonan penambahan kuota yang diajukan berkali-kali oleh Indoguna ternyata semuanya ditolak . Fakta persidangan juga telah membuktikan bahwa ternyata perijinan untuk mendapat kuota atau tambahan kuota tidak ada pada Mentan melainkan ada pada tiga kementerian yaitu Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan dan Menko Ekuin. Seandainya pun quod-non Terdakwa LHI mempengaruhi Mentan hal mana tidak akan memberi arti, karena Mentan memang tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan permohonan tersebut. BAB II FAKTA PERSIDANGAN DAN ANALISIS Majelis Hakim yang kami muliakan Rekan-rekan Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati Telah sama-sama kita pahami, bahwa dalam musyawarah terakhir untuk pengambilan keputusan, Majelis Hakim harus mendasarkan keputusannya pada surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang sebagaimana diatur dalam pasal 182 ayat (4) KUHAP. Dengan demikian suatu putusan perkara pidana tidak boleh didasarkan pada suatu hal di luar surat dakwaan dan segala sesuatu yang tidak terbukti dalam pemeriksaan di sidang. Untuk itu kami akan menguraikan elemen-elemen perbuatan yang didakwa Sdr. Penuntut Umum dan mengemukakan fakta pemeriksaan di sidang pengadilan sehubungan dengan elemen-elemen dakwaan Sdr Penuntut Umum a quo serta analisis kami terhadap fakta tersebut. I. DAKWAAN TIPIKOR A.1 Elemen Perbuatan yang didakwakan: Terdakwa LHI baik sebagai orang yang melakukan (pleger) atau turut serta melakukan perbuatan bersama-sama (medepleger) dengan Ahmad Fathanah, menerima pemberian atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang sejumlah Rp.1.300.000.000,- dari Maria Elizabeth Liman. FAKTA PERSIDANGAN dan ANALISIS FAKTA Di persidangan tidak terbukti adanya kerjasama antara Terdakwa LHI dengan Fathanah, selain fakta bahwa mereka adalah teman dekat. Yang terbukti adalah bahwa Fathanah bekerja sendiri dalam memperdaya Maria Elizabeth Liman. Perihal dakwaan bahwa Terdakwa LHI menerima pemberian Rp 1,3 milyar dari Maria Elizabeth Liman, adalah tidak benar dan tidak terbukti. Yang terbukti adalah bahwa keseluruhan uang Rp 1,3 Milyar dari Maria diterima oleh Ahmad Fathanah dalam dua tahap dan dalam dua waktu yang berbeda serta berdiri sendiri. Tahap pertama Rp 300 juta, diberikan oleh Maria atas dasar permintaan Fathanah melalui Elda Deviane Adiningrat sebelum pertemuan di Medan dan Tahap kedua, Rp 1 milyar diminta dan diterima oleh Fathanah setelah pertemuan di Medan yang kejadiannnya adalah sebagai berikut: (1) Tahap Pertama, Rp 300 juta. Bahwa sebelum berangkat ke Medan saksi Ahmad Fathanah melalui Elda Devianne Adiningrat minta uang kepada Maria Elizabeth Liman, sebesar Rp. 300.000.000.- dimana menurut keterangan Maria Elizabeth Liman sebelum berangkat ke Medan dirinya ditelepon oleh Elda Devianne Adiningrat yang meminta fee sebagai penggantian uang bensin, tetapi menurut saksi Elda Devianne Adiningrat, uang Rp. 300.000.000.- untuk Terdakwa LHI. Uang sejumlah Rp. 300 juta itu baru diambil oleh saksi Jerry Roger Kumontoy pada tanggal 13 Januari 2013 dari kantor PT. Indoguna Utama kemudian uang tersebut tidak diserahkan kepada Ahmad Fathanah melainkan diserahkan kepada Rony sebagai penyertaan Ahmad Fathanah dalam proyek PLTS. Dengan demikian terkait dengan uang sebesar Rp. 300 juta tidak terbantahkan bahwa uang tersebut bukan untuk kepentingan Terdakwa LHI. Terdakwa LHI tidak pernah meminta, menyuruh dan tidak mengetahui bahwa Ahmad Fathanah meminta uang kepada Maria Elizabeth Liman. Oleh karena itu keterangan Elda Devianne Adiningrat yang mengatakan Ahmad Fathanah meminta uang sebesar Rp. 300 juta untuk terdakwa, harus dimaknai bahwa sebenarnya Ahmad Fathanah hanya memanfaatkan dan mencatut nama terdakwa saja. Mengenai fakta bahwa Ahmad Fathanah mencatut nama Terdakwa LHI bersesuaian dengan saksi Elda Devianne Adiningrat. Saksi Elda Devianne Adiningrat menerangkan bahwa dirinya pernah mendapat pesan dari Ahmad Rozy apabila ada apa-apa baik permintaan uang dari Ahmad Fathanah jangan langsung dituruti atau ditanggapi namun klarifikasi dulu dengan Terdakwa LHI. (2) Tahap Kedua, Rp 1 milyar. Bahwa setelah Ahmad Fathanah melalui Terdakwa LHI dapat mempertemukan Maria Elizabeth Liman dengan menteri Pertanian SUSWONO, Ahmad Fathanah meminta bantuan dana kepada Maria Elizabeth Liman dengan alasan untuk membuat seminar, serta bantuan safari dakwah PKS dan dana kemanusiaan di Papua tetapi tidak menyebut berapa nominalnya dan kemudian melalui telepon Maria Elizabeth Liman memberitahu Ahmad Fathanah bahwa akan diberikan bantuan dana sebesar Rp. 1 milyar. Pada tanggal 29 Januari 2013 saksi Ahmad Fathanah datang ke PT Indoguna untuk mengambil uang yang diminta Ahmad Fathanah yang diserahkan oleh Arya Abdi Effendy, saksi Juard Effendy dan Rudy Susanto senilai Rp. 1 milyar yang terdiri dari Rp. 500 juta dari PT. Indoguna Utama dan Rp. 500 juta dari saksi Rudy Susanto. Setelah menerima uang dari PT Indoguna Utama Ahmad Fathanah menelpon terdakwa dan menanyakan “ada dimana ? nih ada yang menguntungkan”, dan dijawab oleh Terdakwa “ya .. sedang diatas panggung sedang seminar”. Menurut saksi Ahmad Fathanah bahwa dirinya mengatakan “ada yang menguntungkan” sebagai candaan dan biasanya saksi Ahmad Fathanah kalau berbicara seperti itu terdakwa ustad Luthfi Hasan Ishaaq mau bertemu karena sudah tiga hari tidak bertemu. Sedangkan menurut keterangan terdakwa dirinya sama sekali tidak mengerti maksud dari kata-kata Ahmad Fathanah ketika menelpon apalagi Terdakwa LHI sedang diatas mimbar sehingga tidak fokus. Ditambah lagi dengan fakta bahwa Terdakwa tidak pernah menelpon atau menghubungi kembali Ahmad Fathanah untuk menanyakan tentang maksudnya menelpon Terdakwa dengan mengatakan “ada yang menguntungkan”. Ahmad Fathanah setelah menerima uang menuju Hotel Le Meredien dan kemudian menghubungi saksi Felix Radjali untuk menerima pembayaran mobil Mercedes Benz yang dari PT William Mobil dan juga saksi Ilham Ramli agar datang ke hotel tersebut untuk menerima pembayaran furniture yang dibeli dari X’tra Design senilai Rp. 485 juta. Betul kedua orang saksi Felix Radjali dari PT William Mobil dan Ilham Ramli sore tanggal 29 Januari 2013 datang ke Hotel Le Meredien dengan membawa dokumen dan tanda terima uang tetapi tidak bertemu karena Ahmad Fathanah sore itu ditangkap KPK. Seandainya –quad non- sore atau malam hari tanggal 29 Januari 2013, KPK tidak datang menangkap Ahmad Fathanah di Hotel Le Meredien Jakarta, maka dapat dipastikan bahwa saksi Ilham Ramli dan Felix Radjali akan menerima uang dari Ahmad Fathanah masing-masing untuk Ilham Ramli sebagai pembayaran furniture dan Felix Radjali untuk pembelian mobil Mercedez. Bahwa dari uang tersebut Ahmad Fathanah mengambil Rp 10 juta dikantongi untuk keperluan sendiri dan Rp 10 juta diberikan kepada Maharani Suciono. Ahmad Fathanah tidak membawa uang Rp 1.000.000.000.- (satu milyar rupiah) itu ke dalam Hotel Le Meredien tetapi meninggalkannya dimobil dengan mengatakan kepada sopirnya saksi Sahrudin melalui telepon: “jaga mobil jangan jauh-jauh karena ada daging busuk”, hal mana sesuai dengan pemutaran rekaman pembicaraan telepon antara Ahmad Fathanah dengan supirnya saksi Sahrudin di persidangan tanggal 7 Nopember 2013. Pemutaran hasil penyadapan telepon Ahmad Fathanah dengan sopirnya Sahrudin dilakukan atas permintaan terdakwa dan Penasehat hukum karena terjadi perbedaan ketika mendengar keterangan saksi Sahrudin tentang apakah Ahmad Fathanah mengatakan : “ada daging busuk” atau “ada daging milik ustad Luthfi”. Ternyata kata-kata yang ada dalam hasil rekaman penyadapan yang diputar di persidangan tanggal 7 Nopember 2013, Ahmad Fathanah mengatakan kepada saksi Sahrudin : “jangan jauh karena disitu ada daging busuk”, bukan mengatakan “jangan jauh-jauh karena ada dagingnya ustad Luthfi” sebagaimana keterangan Sahrudin yang tetap dimuat Surat Tuntutan halaman 936 yang menyebutkan Ahmad Fathanah mengatakan kepada sopirnya dengan kata-kata:“jangan jauh-jauh karena ada dagingnya ustad Lutfhi”. Jika hasil rekaman penyadapan tidak diperdengarkan di persidangan maka akan timbul kesan bahwa uang sejumlah Rp. 1 millar itu memang ditujukan kepada Terdakwa LHI dan hal itu merupakan fitnah terhadap Terdakwa LHI. Atas adanya fakta-fakta diatas maka analisis kami adalah tidak terbantahkan bahwa mengenai uang yang diterima Ahmad Fathanah dari PT Indoguna Utama sejumlah Rp. 1.300.000.000.- melalui dua kali penerimaan yaitu pertama tanggal 13 Januari 2013 sebesar Rp. 300.000.000.- dan kedua tanggal 29 Januari 2013 sebesar Rp. 1.000.000.000.- tidak ditujukan kepada Terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq. Terdakwa Luthfi Hasan ishaaq tidak pernah meminta, tidak pernah menyuruh dan bahkan tidak mengetahui sama sekali perbuatan Ahmad Fathanah meminta uang kepada Maria Elisabeth Liman, hal tersebut semata-mata atas kemauan Ahmad Fathanah sendiri. Dengan kata lain, Ahmad Fathanah telah berhasil menipu Maria Elizabeth Liman untuk menyerahkan uang Rp 1,3 Milyar kepadanya, untuk kepentingan dan keuntungan Ahmad Fathanah sendiri. Keberhasilan Ahmad Fathanah menipu Maria Elizabeth Liman karena Ahmad Fathanah telah menggunakan serangkaian kata–kata bohong seolah untuk kepentingan PKS atau untuk kepentingan Terdakwa LHI sehingga Maria Elizabeth tergerak untuk memberikan uang kepada Ahmad Fathanah. A.2 Elemen Perbuatan yang didakwakan: Maria Elizabeth Liman mempunyai maksud supaya Terdakwa LHI membantunya untuk mendapatkan surat rekomendasi dari Kementerian Pertanian yang berisi persetujuan atas permohonan penambahan kuota impor daging sapi sebanyak 10.000 (sepuluh ribu) ton yang diajukan oleh PT Indoguna Utama dan anak perusahaannya. FAKTA PERSIDANGAN dan ANALISIS FAKTA (1) Bahwa Elizabeth Liman selaku Direktur Utama PT Indoguna Utama pernah mengajukan permohonan penambahan kuota impor daging sebanyak dua kali yaitu pada tanggal 8 Nopember 2012 sebanyak 500 ton dan tanggal 26 Nopember 2012 sebanyak 5150 ton untuk semester tahun 2012, tetapi kedua permohonan tersebut ditolak karena sudah tidak ada penambahan kuota. Pada saat itu Terdakwa LHI belum kenal dengan Maria Elizabeth Liman sehingga Terdakwa LHI tidak mengetahui mengenai kedua permohonan penambahan kuota impor tersebut. (2) Bahwa Maria Elizabeth Liman diperkenalkan kepada Ahmad Fathanah oleh Elda Devianne Adiningrat sekitar Desember 2012 untuk membantu mengurus permohonan penambahan kuota impor daging bagi PT. Indoguna Utama, kemudian melalui perkenalan itu Ahmad Fathanah memperkenalkan Maria Elizabeth Liman dan Elda Devianne Adiningrat dengan Terdakwa LHI. Atas dua kejadian ini dapat dibenarkan bahwa memang Maria Elizabeth Liman mempunyai maksud untuk memperoleh bantuan dari Terdakwa LHI, namun demikian tidak pernah terbukti di persidangan bahwa Terdakwa LHI bersedia membantu Maria dengan maksudnya itu. A.3 Elemen Perbuatan yang didakwakan: Terdakwa LHI menerima janji dari Maria Elizabeth Liman bahwa Maria akan memberikan komisi/fee sebesar Rp.5.000,- per kilogram jika Terdakwa LHI dapat mempengaruhi Menteri Pertanian Suswono menyetujui rekomendasi penambahan kuota sebanyak 8.000 (delapan ribu) ton sehingga total uang yang dijanjikan Maria kepada Terdakwa LHI adalah sejumlah Rp.40.000.000.000 (empat puluh Milyar). FAKTA PERSIDANGAN dan ANALISIS FAKTA Bahwa dengan mencermati saksi-saksi; Maria Elizabeth Liman, Arya Abdi Effendy, Juard Abdi Effendy, Pudji Rahayu Aminingrum, Debby Irawati, Fanny, Hilda, Deni Adiningrat, Jerry Roger, Ahmad Fathonah, Ahmad Zaki, dan keterangan LHI (Terdakwa) di persidangan, membuktikan adanya bukti hukum sebagai berikut : Tentang Pertemuan-Pertemuan. (1) Bahwa memang ada pertemuan pada tanggal 28 Desember 2012 bertempat di restoran Angus Steak House Chase Plaza Jakarta, dimana dalam pertemuan tersebut kedatangan Terdakwa LHI terlambat, dan pada saat Terdakwa LHI datang sudah ada saksi Maria Elizabeth Liman, Elda Devianne Adiningrat dan Ahmad Fathanah, yang dalam pertemuan tersebut Terdakwa diperkenalkan kepada Elda Devianne Adiningrat dan Maria Elizabet Liman, dan Terdakwa LHI tidak mengetahui apa yang dibicarakan sebelum kedatangannya dalam pertemuan tersebut. Kedatangan Terdakwa LHI di pertemuan tersebut mendengarkan presentasi yang disampaikan oleh Maria Elizabeth Liman tentang adanya kelangkaan daging, tingginya harga daging, diketemukannya dipasaran pencampuran dengan daging celeng dan tikus. Bahwa tidak ada kesaksian Maria Elizabeth Liman dan Ahmad Fathanah serta Elda Devianne Adiningrat di persidangan yang menyatakan “ada permintaan kepada Terdakwa LHI untuk membantu pengurusan penerbitan rekomendasi dari kementerian pertanian untuk menambah kuota import daging sapi sebanyak 8.000 (delapan ribu) ton yang diajukan PT. Indoguna beserta 4 (4) anak perusahaannya”. (2) Didalam pertemuan yang dihadiri oleh Terdakwa LHI, menurut keterangan Elda Devianne Adiningrat, Terdakwa LHI hanya diam saja, hanya mendengarkan dan Terdakwa LHI tidak mempunyai peranan dalam penambahan kuota. Demikian juga berdasarkan keterangan saksi Maria Elizabeth Liman, dalam pertemuan itu Terdakwa LHI tidak begitu fokus mengikuti pembicaraan, karena sibuk menelpon. Didalam pertemuan-pertemuan sebelumnya antara Maria Elizabeth Liman dengan Elda dan Ahmad Fathanah, tidak pernah menyebut-nyebut Terdakwa. Maria Elizabeth Liman, bahkan tidak tahu menahu tentang adanya permohonan penambahan quota yang 8000 ton. (3) Bahwa dalam persidangan didapatkan fakta hukum, telah terjadi pertemuan pada tanggal 05 Oktober 2012 bertempat di hotel Grand Hyatt Jakarta Pusat antara Maria Elizabeth Liman dengan Elda Devianne Adiningrat, dan pertemuan dalam bulan Nopember 2012 di restoran Angus Steak Hous Senayan City, Jakarta Selatan antara Elda Devianne Adiningrat, Maria Elizabeth Liman dengan Ahmad Fathanah, dan ada pertemuan lagi pada tanggal 30 Nopember 2012 antara Ahmad Fathonah, Maria Elizabeth Liman dan Elda Devianne Adiningrat di Chase Plaza Jakarta Selatan. Bahwa berdasarkan fakta hukum juga, bahwa serangkaian pertemuan-pertemuan tersebut tidak diketahui dan tidak dihadiri oleh Terdakwa. Dan kalaulah betul dalam pertemuan tersebut membicarakan tentang rencana meminta bantuan Terdakwa LHI untuk dapat memperoleh izin rekomendasi tambahan kuota impor daging, maka yang harus bertanggung jawab adalah mereka-mereka yang membicarakannya, tidak diminta pertanggungan jawab kepada Terdakwa LHI, yang pada saat itu Terdakwa LHI belum kenal dengan mereka. (3) Bahwa dalam persidangan diketemukan fakta bahwa pada tanggal 30 Desember 2012 terjadi pertemuan antara Ahmad Fathanah, Maria Elizabeth Liman dan Elda Devianne Adiningrat di Private Room Lantai IV restoran Angus Steak House Senayan City, namun dalam fakta dipersidangan ini juga, Terdakwa tidak mengetahui dan juga tidak menghadiri pertemuan tersebut, sehingga tidak mengetahui apa yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut. (4) Fakta dalam persidangan, telah terjadi pertemuan di kamar 9006 hotel Aryaduta Medan pada jam 06.00 wib antara Terdakwa LHI, Suswono, Maria Elizabeth Liman dan Soewarso. Pertemuan tersebut di fasilitasi oleh Terdakwa LHI, namun berdasarkan fakta di persidangan melalui kesaksian Soewarso, Suswono, Maria Elizabeth Liman dan Ahmad Fathonah serta keterangan Terdakwa LHI yang menyatakan telah terjadi ketegangan antara menteri Suswono dengan Maria Elizabeth Liman terkait dengan dengan adanya perbedaan antara data yang disampaikan Maria Elizabeth Liman sebagai pendiri Aspidi dengan data yang dimiliki Kemententerian Pertanian. Menurut keterangan Suswono, data yang ada di kementerian Pertanian sudah dilakukan validasi dan analisis melalui pendekatan ilmiah dari pakar-pakar dari perguruan tinggi seperti IPB, yang tidak mungkin disalahkan dengan data yang disampaikan oleh Maria Elizabeth Liman. Dalam pertemuan tersebut Suswono melontarkan ide agar data yang disampaikan oleh Maria Elizabeth Liman agar di uji publik melalui seminar untuk menguji validitasnya. (5) Bahwa dalam pertemuan tersebut, Maria Elizabeth Liman menyampaikan telah terjadi jual-beli izin import daging di lapangan, sehingga banyak perusahaan yang memiliki izin import dialihkan (dijual) kepada perusahaan lain yang memang importir. Terhadap informasi itu, Suswono yang sudah lama mendapatkan informasi yang serupa, namun belum ada yang melapor pada dirinya sebagai menteri pertanian, sehingga adanya informasi dari Maria Elizabeth Liman tersebut di jadikan momentum untuk memperoleh data perusahaan yang terlibat dalam praktek jual beli izin kouta impor daging. Dan dalam pertemuan itu, Maria Elizabeth Liman menyanggupi untuk memberikan data itu, dan Suswono minta kepada Warso agar data tersebut bisa diambil dari Elizabeth Liman. (6) Tidak ada bukti hukum, bahwa dalam pertemuan di kamar 9006 di hotel Aryaduta Medan membicarakan tentang rekomendasi izin penambahan kouta import daging, apalagi janji-janji untuk meloloskan permohonan rekomendasi penambahan kouta impor daging. (7) Didalam pertemuan di kamar 9006 di hotel Aryaduta Medan itu, Terdakwa LHI lebih banyak diam dan hanya menengahi perdebatan antara saksi Elizabeth Liman dan Menteri Pertanian Suswono. Pertemuan hanya berlangsung sekitar 15 menit dan tidak ada tindakan yang dilakukan Terdakwa LHI setelah itu untuk mendapatkan rekomendasi penambahan kuota impor daging sapi terhadap Menteri Pertanian Suswono. (8) Bahwa menurut fakta hukum, pada tanggal 11 Januari 2013 jam 19.00 wib di restoran Angus Steak Hous Senayan City Jakarta Selatan telah terjadi pertemuan antara Maria Elizabeth Liman, Elda Devianne Adiningrat, Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi dan Suharyono selaku Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP) Kementerian Pertanian. (9) Bahwa pada tanggal 28 Januari 2013 telah terjadi pertemuan di restoran Angus Steak House Senayan City Jakarta Selatan antara Ahmad Fathanah, Maria Elizabeth Liman, Arya Abdi Effendi. (10)Bahwa dalam pertemuan-pertemuan tersebut, baik pada tanggal 11 Januari 2013 maupun pada tanggal 28 Januari 2013, tidak ada keterlibatan, kehadiran dan sepengetahuan Terdakwa. Apabila Ahmad Fathanah menyebut-nyebut nama Terdakwa, semata-mata secara sepihak utuk kepentingan dirinya untuk mengelabui Maria Elibeth Liman dengan cara menjual nama Terdakwa. Hal ini telah diakui oleh saksi Ahmad Fathanah didalam persidangan. Tentang Menerima Janji Empat Puluh Milyar Rupiah. (11)Mari kita lihat, apakah betul Terdakwa terbukti secara sah telah menerima janji sebesar Rp.40.000.000.000,- (Empat Puluh Milyar) dari Maria Elizabeth Liman, dengan merujuk pada bukti-bukti sbb : (a) Fakta hukum tentang pembicaraan permohonan penambahan kuota pada pertemuan di restoran Angus Steak House di Chase Plaza, Jakarta Selatan tertanggal 30 Nopember 2013 antara Maria Elizabeth Liman dengan Elda Devianne Adiningrat, menurut Maria Elizabeth Liman dalam persidangan dikatakan tidak pernah ada. (b) Betul, Juard Effendi pada tanggal 18 Desember 1912 selaku Direktur General Affair and HRD PT. Indoguna pernah mengajukan permohonan rekomendasi penambahan kuota kepada Kementerian Pertanian sebanyak 8.000 (delapan ribu) ton atas nama PT. Indoguna dan 4 (empat) anak perusahaan PT. Indoguna, yaitu PT. Sinar Terang Utama, PT. Nuansa Guna Utama, CV. Cahaya Karya Indah dan CV. Surya Cemerlang, namun menurut Juan Effendi dalam persidangan menyatakan, permohonan tersebut tidak terdaftar secara online di PPVT, sehingga secara resmi belum sampai kepada pejabat yang berwenang untuk memutuskan menerima atau menolak terhadap surat tersebut. (c) Bahwa menurut keterangan Syukur Irwantoro (Dirjen Peternakan) dalam persidangan mengatakan tidak pernah ada surat permohonan penambahan kuota impor daging yang sebanyak 8.000 (delapan ribu) ton dari PT. Indoguna Utama dan anak-anak perusahaannya. (d) Bahwa telah terjadi percakapan antara saksi Maria Elizabeth Liman dan Elda Adiningrat, yang percakapan tersebut membicarakan tentang praktek-praktek dan kebiasaan-kebiasaan fee yang diperoleh. Elda meminta fee sebesar Rp.3.000 (tiga ribu rupiah) kalau pengurusan rekomendasi penambahan kouta import itu diperoleh. Namun, saksi Ahmad Fathanah meminta fee Rp. 5000,- (lima ribu rupiah) dan pembicaraan itulah yang akhirnya dijadikan pembicaraan oleh Ahmad Fathanah dengan Terdakwa melalui telpon, yang juga disadap oleh KPK. (e) Bahwa dalam pertemuan tanggal 30 Nopember 2012, tanggal 28 Desember 2012, tanggal 30 Desember 2012, 11 Januari 2013, 20 Januari 2013 dan tanggal 28 Januari 2013 yang kesemuanya dihadiri oleh Maria Ellizabeth Liman tidak pernah terungkap adanya janji darinya tentang akan memberikan uang sebesar Rp.40.000.000.000,- (empat puluh milyar rupiah), dan hal itu diungkapkan oleh saksi Maria Elizabeth, Elda Devianne Adiningrat dan Ahmad Fathanah dalam persidangan. (f) Bahwa telah terjadi percakapan dalam bahasa Arab antara Ahmad Fathanah dengan Terdakwa, tentang fee yang Rp.5000,- (lima Rupiah) per kg dikalikan 8.000 (delapan ribu) ton, dengan tambahan ungkapan dari Terdakwa “sekalian 10.000 (sepuluh ribu) ton saja biar menjadi 50 milyar, yang menurut keterangan Terdakwa LHI di persidangan, ungkapan penambahan menjadi 10.000 ton itu semata-mata agar Ahmad Fathanah berhenti bicara perhitungan fee dan semacamnya. (g) Bahwa setelah percakapan antara Terdakwa dengan Ahmad Fathonah tersebut Terdakwa memanggil saksi Ahmad Rozi, konsultan hukum Elda Adiningrat, agar jangan bicara soal fee lagi kalau berkomunikasi dengan Ahmad Fathanah, dan tidak perlu percaya dari apa yang diomongkan Ahmad Fathanah dan atas pesan tersebut diakui oleh saksi Ahmad Rozi dalam kesaksiannya di persidangan. (h) Menurut keterangan Menteri Pertanian Suswono, Syukur Irwantoro (Dirjen Peternakan), Soewarso dan Baran dalam persidangan tidak pernah ada lobby dari Terdakwa LHI dalam upaya untuk menambah kota impor daging sapi. Fathonah pernah datang ke ruang Syukur Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian dan membawa berkas-berkas permohonan, dengan menyebut nama Terdakwa LHI, tetapi Syukur tidak pernah mengkonfirmasi kepada Terdakwa LHI, disamping Syukur tidak kenal dengan Terdakwa LHI. (i) Bahwa atas pernyampaian Ahmad Fathanah, Syukur Irwantoro (Dirjen Peternakan) mengatakan, agar sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada. Disamping itu Syukur masih teringat pesan Menteri Pertanian, Suswono kepada jajarannya dalam setiap rapat koordinasi antara eselon dua dan eselon satu, “kalau ada dari orang yang mengaku-ngaku dari partai politik termasuk dari PKS mau berbisnis (menjadi rekanan ) agar diperlakukan yang sama dengan rekanan yang lain, dan harus sesuai dengan peraturan yang ada”, dan oleh karena itu kedatangan Ahmad Fathanah tidak menjadi atensi saksi Syukur selaku Dirjen Peternakan. (12) Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut, terhadap dialog dalam bahasa arab antara Fathanah dengan Terdakwa LHI tidak bisa dianggap sebagai komitmen, karena tidak ada upaya atau indikasi-indikasi yang mengarah pada imbalan prestasi atas komitmen antara pemberi janji dengan penerima janji, dan hal ini didukung keterangan ahli yang disampaikan oleh ahli Dr. Mudzakir dalam persidangan di bawah sumpah. (13) Bahwa telah menjadi bukti hukum, sejak tahun 2011 telah terjadi perubahan kebijakan, regulasi dalam pemberian izin, yaitu dari kementerian Pertanian berubah menjadi kewenangan antara kementerian (perdagangan, industry dan pertanian) yang dikoordinir oleh Menko Ekuin, sehingga jika harus melakukan lobby maka harus dilakukan di tiga kementerian aquo dan Menko Ekuin. (14) Berdasarkan bukti-bukti hukum di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa pembicaraan tentang fee Rp.5.000,- (lima ribu rupiah) per kg kali 8.000 ton hanya merupakan perbicaraan antara Elda Devianne Adiningrat dengan Ahmad Fathanah (kedua-duanya dalam kasus ini sebagai makelar) yang diteruskan untuk dikomunikasikan kepada Terdakwa LHI, namun Terdakwa LHI tidak pernah melakukan perbuatan atau tindakan yang mengarah pada indikasi memperjuangkan untuk adanya rekomendasi penambahan kuota impor daging dari Kementerian Pertanian dan kementerian lainnya. Terdakwa LHI Bukan Inisiator. (15) Bahwa dalam persidangan diperoleh bukti hukum, tentang ide adanya penambahan kuota impor daging sebanyak 8.000 ton disampaikan oleh Elda Adiningrat kepada Ahmad Fathanah pada waktu bertemu di kantin Kementerian Pertanian, yang sumbernya berasal dari Menko Kesra, dan utuk itu Elda menyampaikan juga kepada Ahmad Fathanah bahwa dirinya sedang mencari pengusaha yang sanggup melaksanakan penambahan kuota impor tersebut. (16) Bahwa pada tanggal 5 oktober 2012 bertempat di Grand Hyatt Jakarta Pusat Elda mengadakan pertemuan dengan Maria Elizabeth Liman, dimana dalam pertemuan tersebut Elda Devianne Adiningrat memberitahukan juga kepada Maria Elizabeth Liman selaku orang Aspidi dan juga selaku Direktur Utama PT. Indoguna Utama yang usahanya dibidang impor daging. Dan dalam pertemuan tersebut Elda Adiningrat mau memperkenalkan Maria Elizabeth Liman kepada Ahmad Fathanah. (17) Sekitar bulan Nopember 2012 diperoleh fakta hukum telah terjadi pertemuan di Angus Steak House Senayan City Jakarta Selatan, antara Elda Adiningrat, Maria Elizabeth Liman dengan Ahmad Fathanah, yang menurut keterangan Maria Elizabeth dalam persidangan, dirinya hanya ingin mengkonfirmasi adanya informasi dari Elda Adiningra tentang adanya Penambahan impor daging sebanyak 8.000 (delapan ribu) pada semester II tahun 2012. Maria Elibeth perlu melakukan konfirmasi, karena sepengetahuan Maria Elizabeth Liman berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) yang dikoordinir Menko Ekuin, kuota impor daging sapi sudah habis dibagi kepada perusahaan importir daging dan tidak memperoleh informasi dari pihak lain selain dari Elda Devianne Adiningrat tentang adanya penambahan kuota impor daging. (18) Pada bulan bulan Nopember 2012 diperoleh fakta hukum adanya penolakan dari Kementerian Pertanian terhadap permohonan rekomendasi penambahan kuota impor daging sebanyak 500 (lima ratus) ton dari PT. Indoguna Utama, untuk semester II tahun 2012, dengan alasan permohonan tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor : 50/Permentan.0T.140/9/2011 tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan/atau olahannya ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia. (19) Bahwa atas peran Ahmad Fathanah dan Elda Adiningrat, PT. Indoguna Utama bersama PT. Sinar Terang Utama, CV. Cahaya Karya Indah dan CV. Surya Cemerlang Abadi pada tanggal 27 November 2012 mengajukan kembali permohonan rekomendasi penambahan kuota impor daging kepada Kementerian Pertanian sebanyak 5.150 (lima ribu seratus lima puluh ton), dan atas permohonan tersebut oleh Kementerian Pertanian juga ditolak, dengan alasan yang sama dengan alasan sebelumnya. (20) Bahwa berdasarkan fakta hukum telah terjadi pertemuan pada tanggal 30 Nopember 2012 bertempat di restoran Angus Steak House di Chase Plaza Jakarta Selatan antara Ahmad Fathonah, Elda Devianne Adiningrat dan Maria Elizabeth Liman yang membicarakan tentang penolakan atas permohonan-permohonan sebelumnya. (21) Diperoleh fakta hukum dalam persidangan, bahwa pada tanggal 18 Desember 2012 ada surat permohonan penambahan kuota impor daging oleh PT. Indoguna bersama 4 (empat) anak perusahaannya yang diajukan kepada Kementerian Pertanian, namun menurut keterangan Juard Effendi yang bersesuaian dengan keterangan Suharyono (Kepala PPVTPP) yang membawahi perizinan dan Syukur Irwantoro (Dirjen Peternakan) surat yang dimaksud tidak masuk dalam system online PPVTPP, karena menyalahi prosedur sebagaimana yang diatur dalam Permentan RI Nomor 50/Permentan/0T.140/9/2011, sehingga permohonan tersebut tidak sampai kepada pihak-pihak yang berwenang di Kementerian Pertanian. (22) Bahwa Terdakwa LHI baru ikut dalam pertemuan pada tanggal 28 Desember 2012 di restoran Angus Steak House Chase Plaza Jakarta Selatan, yang dihadiri oleh Ahmad Fathanah, Maria Elizabeth, Elda Adiningrat dan Terdakwa sendiri. Bahwa dalam pertemuan tersebut Terdakwa LHI datang terlambat, dan hanya berkenalan dan membicarakan isu yang berkembang yang ada di luaran tentang harga daging yang tidak terkendali, ada daging sapi yang dicampur daging celeng dan tikus, adapun apa yang dibicarakan sebelum Terdakwa LHI datang, Terdakwa LHI tidak mengetahui. A.4 Elemen Perbuatan yang didakwakan: ELDA Adiningrat menyatakan akan memperkenalkan Maria Elizabeth Liman dengan Ahmad Fathanah yang merupakan orang kepercayaan Terdakwa LHI yang dapat membantu PT Indoguna Utama. FAKTA PERSIDANGAN dan ANALISIS FAKTA Tentang Kedekatan Ahmad Fathanah dengan Terdakwa LHI. (1) Bahwa kami perlu memberikan penjelasan terkait dengan hubungan antara Ahmad Fathanah dengan Terdakwa yang telah digambarkan oleh Sdr. Jaksa Penuntut Umum sedemikian dekat tanpa reserve, sehingga seolah-olah ingin memberikan pandangan telah terjadi persekongkolan yang dilakukan oleh keduanya dengan memanfaatkan jabatan Terdakwa sebagai anggota DPR RI periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2014. (2) Sebagaimana telah diuraikan dalam Surat Dakwaan Sdr. Jaksa Penuntut Umum, “ Terdakwa sejak pertengahan tahun 1985 telah mengenal dan bersahabat dengan Ahmad Fathonah ketika sama-sama belajar di Saudi Arabia, setelah kembali ke Indonesia pada sekitar awal tahun 2004 Terdakwa dan Ahmad Fathonah mendirikan PT. Atlas Jaringan Satu (PT. AJS) yang bergerak di bidang komunikasi yang mana Terdakwa sebagai Komisaris dan Ahmad Fathonah sebagai Direktur, namun pada awal tahun 2005 perusahaan tersebut tidak efektif lagi karena Ahmad Fathonah dipidana atas tindak pidana penipuan terkait perjanjian bisnis antara PT. AJS dengan PT. Osami Multimedia dan pada sekitar tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 Ahmad Fathonah juga pernah dihukum di luar negeri terkait perkara penyelundupan orang. Terdakwa sejak sekitar tahun 2011 sering didampingi oleh Ahmad Fathonah dalam berbagai kegiatan sehingga Ahmad Fathonah dikenal sebagai orang kepercayaan Terdakwa yang dapat menjadi penghubung dalam mengusahakan perusahaan-perusahaan untuk memperoleh proyek pemerintah antara lain proyek-proyek di Kementrian Pertanian. “ Bahwa uraian kedekatan Terdakwa LHI dengan Ahmad Fathanah sebagaimana digambarkan oleh Sdr. Jaksa Penuntut Umum adalah sama sekali tidak benar dan amat mengada-ada hanya demi memenuhi target dakwaannya saja. Terdakwa LHI tidak pernah menjadi penghubung dalam mengusahakan perusahaan-perusahaan untuk memperoleh proyek pemerintah. Demikian juga proyek-proyek di Kementerian Pertanian sebagaimana dituduhkan Sdr. Jaksa Penuntut Umum. Bahwa Terdakwa LHI memang sesekali menjalin komunikasi dengan Ahmad Fathanah, hal ini tidak lain adalah semata-mata karena adanya hubungan hutang piutang. Ahmad Fathanah memiliki kewajiban hutang kepada Terdakwa yang masih belum dilunasi sebesar Rp. 2.975.000.000,00 (dua milyar sembilan ratus tujuh puluh lima juta) pada tahun 2005. Sebagai bukti bahwa hubungan antara Terdakwa LHI dengan Ahmad Fathanah tidak sebagaimana yang digambarkan oleh Sdr. Jaksa Penuntut Umum, Terdakwa LHI pernah mengadukan tindak pidana terhadap Ahmad Fathanah karena telah memalsu tanda tangan Terdakwa LHI. Selain itu, Terdakwa LHI juga pernah menggugat wanprestasi Ahmad Fathanah karena tidak membayar hutang. Ini semua membuktikan bahwa ada ketidakpercayaan (distrust) dari Terdakwa LHI kepada Fathanah yang tidak dapat mendukung adanya duguaan bahwa mereka dapat bekerja sama. (3) Boleh jadi Majelis Hakim maupun Sdr JPU berpendapat bahwa alasan hutang ini adalah alasan klasik yang selalu ada pada perkara-perkara TIPIKOR, namun kami ingin meneguhkan pada persidangan ini bahwa hutang-hutang piutang ini sungguh-sungguh ada yang kenyataannya telah dibuktikan di persidangan ini. Bahwa Ahmad Fathonah memiliki kewajiban hutang sebesar Rp. 2.975.000.000,00 telah diungkapkan oleh saksi Ahmad Rozy, Ahmad Fathanah dan Terdakwa LHI sendiri. Untuk memperkuat pembuktian melalui saksi Kami juga melampirkan bukti surat berupa bukti Akta Perdamaian (dading) dalam Nota Pembelaan ini, yang membuktikan adanya hubungan hutang piutang antara Ahmad Fathanah dengan Terdakwa LHI. (4) Bahwa Terdakwa LHI tetap menjalin komunikasi dengan Ahmad Fathonah karena pertimbangan ; 1. Pernah dipesan oleh orang tua Ahmad Fathanah agar menjaga anaknya tersebut 2. Dengan tetap berkomunikasi, Terdakwa mengetahui apakah Ahmad Fathanah punya uang atau tidak, jika punya maka akan ditagih oleh Terdakwa. (5) Berdasarkan keterangan saksi Ahmad Rozy dan saksi Elda Devianne Adiningrat dan keterangan Ahmad Fathanah sendiri di persidangan, diketahui, bahwa Ahmad Fathanah suka mencatut nama Terdakwa untuk kepentingan pribadinya. Bahkan, saksi Ahmad Rozy pernah diminta oleh Terdakwa agar menasihati Ahmad Fathanah tentang perilakunya dan agar mengecek kepada Sdr. Elda karena Sdr. Ahmad Fathanah suka mencatut nama Terdakwa. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka tuduhan Sdr. Jaksa Penuntut Umum, bahwa Ahmad Fathanah sebagai orang kepercayaan dan selalu menjadi penghubung dalam mengusahakan perusahaan-perusahaan untuk memperoleh proyek pemerintah adalah sama sekali tidak benar. A.5 Elemen Perbuatan yang didakwakan: Terdakwa LHI bersama Ahmad Fatonah, Soewarso, dan Maria Elizabeth Liman dan Elda Adiningrat pada tanggal 10 Januari 2013 berangkat ke Medan dengan menggunakan pesawat yang sama dalam rangka untuk diatur agar bisa bertemu dengan Menteri Pertanian Suswono di kamar 9006 Hotel Aryaduta, Medan. Pada tanggal 11 Januari 2013, sekira pukul 06.00 WIB bertempat 9006 Hotel Aryaduta, Medan, Terdakwa LHI berhasil mempertemukan Maria Elizabeth Liman dengan Menteri Pertanian Suswono yang didampingi Soewarso. FAKTA PERSIDANGAN dan ANALISIS FAKTA (1) Memang benar bahwa pada tanggal 11 Januari 2013 di hotel Aryaduta, Medan Terdakwa memfasilitasi pertemuan yang dihadiri oleh Maria Elibeth Liman, Ahmad Fathanah, Soewarso dan Suswono, namun perlu menjadi perhatian persidangan ini bahwa dalam pertemuan itu terjadi ketegangan antara Maria Elizabeth Liman dengan Menteri Suswono, karena adanya perbedaan data antara yang diberikan Maria Elizabeth Liman dengan yang dimiliki oleh Kementerian Pertanian. (2) Bahwa keberangkatan Terdakwa LHI ke Medan pada dasarnya adalah dalam rangka Safari Dakwah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan dalam kesempatan itu, Terdakwa LHI memanfaatkannya untuk memfasilitasi pertemuan antara Menteri Pertanian Suswono selaku anggota Majelis Syuro PKS dengan Maria Elizabeth Liman yang telah mengadu kepada Terdakwa LHI selaku Presiden PKS mengenai permasalahan kelangkaan daging sapi dan beredarnya campuran daging celeng dengan daging sapi serta daging tikus. Pertemuan aquo hanya berlangsung sekitar 15 (lima belas menit) dan Terdakwa LHI hanya mendengarkan dan menengahi perdebatan antara Menteri Pertanian Suswono dan Maria Elizabeth Liman. Setelah pertemuan tersebut, tidak pernah ada lagi pertemuan antara Maria Elizabeth Liman, Elda maupun Ahmad Fathanah yang melibatkan Terdakwa LHI. (4) Berdasarkan fakta – fakta hukum di atas, telah terjadi pertemuan-pertemuan untuk merencanakan upaya mendapatkan surat rekomendasi penambahan kuota impor daging yang dilakukan oleh Elda Devianne Adiningrat, Ahmad Fatonah dimana kedua-duanya memposisikan dirinya sebagai perantara (makelar) dengan Maria Elizabeth selaku importir, tanpa sepengetahuan dan keterlibatan Terdakwa LHI. Jika dalam pertemuan-pertemuannya sebelumnya, anggaplah saudara Ahmad Fathanah menyebut-nyebut atau membawa-bawa nama Terdakwa LHI, tentunya diluar tanggung jawab Terdakwa LHI, karena serangkaian pertemuan yang tampa dihadiri oleh Terdakwa LHI tersebut tidak pernah diberitahukan oleh Ahmad Fathanah dan tidak pernah dikonfirmasi oleh Elda Devianne Adiningrat dan maupun oleh Maria Elizabeth Liman. Sungguh teramat dzolim jika hanya dengan keterlibatan 2 kali pertemuan, yaitu padal tanggal 28 Desember 2012 di Jakarta dan tanggal 11 Januari 2013 di Medan yang materi pembicaraannya berdasarkan fakta hukum tidak ada keterkaitannya dengan janji-janji sebagaimana yang dituduhkan oleh Penuntut Umum KPK, harus di tuntut dengan tuntutan penjara 10 tahun. Kalaulah betul ada pembicaraan tetang Rp.5000,- per kg ternyata itu semata-mata kreasi dari Elda Devianne Adiningrat dengan Ahmad Fathanah, yang selanjutnya disampaikan oleh Ahmad Fathanah kepada Terdakwa LHI, tentunya tidak bisa diartikan sebagai persetujuan atas janji-janji, karena tidak ada bukti hukum yang disampaikan oleh Maria Elizabeth kepada Ahmad Fathanah maupun Elda, dan tidak ada indikator-indikator yang mengarah pada perbuatan Terdakwa LHI untuk me-lobby orang-orang dalam kementerian Pertanian, termasuk Menteri Pertanian II. DAKWAAN TPPU 1. A. Adanya transferan ke rekening BCA No. 2721400991 milik Terdakwa LHI Cabang Gudang Peluru, sebagai berikut; 1. Mengenai Transferan tanggal 6 September 2006 sebesar Rp.69.000.000,- (enam puluh sembilan juta rupiah) dari Azhar ML. Berdasarkan keterangan yang disampaikan M. Azhar Muslim dipersidangan pada hari Senin tanggal 18 November 2013 sebagai saksi dibawah sumpah menerangkan bahwa uang yang ia transfer kepada Terdakwa LHI adalah untuk biaya umroh dirinya dan 5 orang temannya yang lain. Bahwa sejak Tahun 2004 Saksi bersama 5 orang teman lainnya sebagai Pengurus PKS Kota Malang berniat melaksanakan Umroh. Namun karena berbagai kesibukan, akhirnya baru pada tahun 2006 direncanakan secara matang. Itu merupakan Umroh pertama kali bagi Saksi dan Pengurus PKS Kota Malang, sehingga belum punya referensi dan pengalaman soal Umroh. Pada saat itu yang dikenal dan dekat dengan Saksi dan anggota lainnya adalah Terdakwa LHI sebagai tempat kosnsultasi sekaligus dicarikan jalan keluar agar umroh dapat terlaksana dengan biaya yang murah dan terjangkau. Atas permintaan Saksi dan Pengurus PKS Kota Malang, Terdakwa LHI menyanggupi untuk membantu perjalanan Umroh Saksi dan teman-temannya dan meminta agar berangkat dari Jakarta saja yang lebih mudah. Sehingga transferlah uang sejumlah Rp. 69.000.000,- (enam puluh sembilan juta rupiah) ke Rekening BCA No. 00553494541 atas nama Terdakwa LHI. Dengan demikian dapatlah dipastikan bahwa uang yang dikirim Saksi M. Azhar Muslim bukanlah berasal dari Kejahatan. 2. Bahwa adapun pihak-pihak lain yang melakukan transfer ke Rekening Terdakwa LHI, seperti Emma Siamulati pada tanggal 10 Januari 2005 sebesar Rp. 351.505.000,- (tiga ratus lima puluh satu juta lima ratus lima ribu rupiah) adalah transaksi biasa, pinjam meminjam antara Terdakwa dengan Sdri. Emma terkait bisnis/modal usaha. Namun yang bersangkutan tidak bisa dihadirkan sebagai Saksi a de Charge kepada Terdakwa LHI karena sedang bertugas diluar negeri. 3. Demikian juga transfer bulan Januari 2006 sebesar Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah) dan bulan Juli 2006 s/d Desember 2006 masing-masing Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) adalah uang selayaknya diterima oleh Terdakwa dari Saudara Ekky Zulkarnain atas modal usaha bersama antara Ekky Zulkarnain dengan Terdakwa. Namun, karena satu dan lain hal Sdr. Ekky Zulkarnain tidak dapat dihadirkan oleh Terdakwa sebagai Saksi a de Charge. 4. Selanjutnya transferan tanggal 29 Agustus 2006 sebesar Rp. 139.856.000,- (seratus tiga puluh sembilan juta delapan ratus lima puluh enam ribu rupiah) juga adalah uang Terdakwa LHI yang dikembalikan dari Rekening: 3791180226 sebagai transaksi dari Terdakwa LHI kepada dirinya sendiri dalam rangka semestinya diterima oleh Terdakwa dan tidak terkait dengan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana dituduhkan kepada Terdakwa. 1. B. Adanya transferan ke rekening BCA No. 0053494541 milik Terdakwa Cabang Gudang Peluru, dari pihak lain sebagai berikut: 5 ........
Posted on: Mon, 09 Dec 2013 04:03:30 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015