Beberapa minggu yang lalu, seorang teman kerja Saya mendapat kesempatan belajar dari praktek partai politik di Australia. Kata teman Saya itu, disana struktur dan nama jabatan partai politik disesuaikan dengan struktur dan nama jabatan pemerintah yang sedang berkuasa. Jadi misalnya ada jabatan bupati dan kepala dinas pendidikan, maka setiap partai juga menyebut ketua partainya sebagai bupati partai A (bukan ketua partai A), kepala dinas pendidikan partai A (bukan Wakil Ketua bidang pendidikan). Dengan demikian, jika seorang bupati membuat suatu kebijakan yang tidak baik, maka bupati partai A itu akan mengkritiknya dengan mengatakan seandainya Saya yang menjadi bupatinya kebijakan Saya bukan seperti itu, melainkan seperti ini. Demikian juga seandainya terjadi pungutan liar di sekolah atau guru mengkatrol nilai muridnya atau memaksa muridnya les berbayar di luar jam sekolah, maka kepala dinas pendidikan partai A itu yang akan angkat bicara dan mengkritik kepala dinas pendidikan dan menawarkan solusi dengan mengatakan jika Saya yang jadi kepala dinas pendidikan, maka Saya akan mengatasi hal itu dengan melakukan hal ini. Dengan demikian, politik dilaksanakan dengan cara adu program, visi dan misi. Bukan bersifat pribadi dan mengagung-agungkan ketokohan seseorang. Kita memang tidak harus mencontoh bulat-bulat sistem demokrasi di Australia, tetapi Saya yakin demokrasi kita masih terus perlu perbaikan. Praktek di Australia diatas, merupakan model menarik yang bisa kita jadikan "benchmark".
Posted on: Thu, 29 Aug 2013 15:53:40 +0000
Trending Topics
Recently Viewed Topics
© 2015