# Contoh Amalan Bid’ah yang Menghilangkan Amalan Sunnah # Ada - TopicsExpress



          

# Contoh Amalan Bid’ah yang Menghilangkan Amalan Sunnah # Ada banyak amalan bid’ah yang tersebar di masyarakat, akibatnya amalan sunnah Nabi yang seharusnya dikerjakan justru ditinggalkan. Di antaranya: 1. Membaca doa اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْمَا رَزَقْتَنَا وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ ketika akan makan. Doa ini merupakan bacaan yang sering diajarkan para guru sekolah, pesantren, maupun TPA ketika membahas tentang adab makan. Padahal hadits yang dijadikan sandaran doa ini adalah hadits yang lemah sekali. Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam Ad Du’a: 888, Ibnu Sunni: 457, Ibnu Adi 6/2212 dari beberapa jalan dari Hisyam bin Ammar telah menceritakan kepadaku Muhammad bin ‘Isa bin Sami’, telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Abi Zu’aiza’ah dari ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau apabila akan makan makanan berdoa ….(dengan doa di atas)… Sisi cacat hadits ini adalah Hisyam bin Ammar dan Ibnu Sami’ diperbincangkan oleh para ulama, namun yang lebih parah adalah Ibnu Abi Zu’aiza’ah, dia seorang yang tertuduh berdusta dan haditsnya sangat munkar. Hadits ini dianggap munkar oleh Ibnu Adi, Adz Dzahabi, dan Ibnu Hajar. (Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia, hal. 220-221 dari Takhrij Al Adzkar hal. 424) Adapun bacaan yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika akan makan justru kurang dikenal oleh masyarakat kita. Beliau mengajarkan sebelum makan hendaknya membaca :بِسْمِ اللهِ atau بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ Dan apabila lupa membacanya, hendaknya kita membaca : بِسْمِ اللهِ فِي أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ atau بِسْمِ اللهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ. Hal ini berdasarkan hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللهِ تَعَالَى فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ: بِسْمِ اللهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ “Apabila salah seorang dari kalian akan makan maka sebutlah nama Allah Ta’ala. Jika lupa menyebutnya di awal makannya, hendaknya mengucapkan : ‘Dengan menyebut nama Allah di awalnya dan di akhirnya’” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dan ia (Tirmidzi) berkata : ‘hadits hasan shahih’) Begitu juga hal ini disebutkan dalam hadits dari ‘Umar bin Abi Salamah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ “Sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang dekat denganmu” (Muttafaqun ‘alaihi) Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa sebelum makan hendaknya kita menyebut nama Allah yakni dengan membaca بِسْمِ الله . Tidaklah mengapa apabila seseorang menambahkan kata الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ karena Allah menggunakan kedua nama ini untuk memuji diri-Nya sendiri pada bacaan basmalah, بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ , dalam Al Qur’an Al Karim. Oleh karena itu, tidaklah mengapa membaca بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ atau cukup meringkasnya dengan membaca بِسْمِ الله saja. (Syarh Riyadhus Sholihin: Kitab Adab Ath Tho’am) 2. Mengucap istighfar (“Astaghfirullah“) atau ta’awudz (“A’udzu billahi minasy syaithanirrajim“) ketika menguap. Tatkala menguap, beberapa orang mengucapkan kalimat istighfar atau ta’awudz. Hal ini merupakan salah satu bentuk dzikir yang tidak ada tuntunannya dan menyelisihi apa yang dituntunkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika menguap, hendaknya kita menahannya dengan sekuat tenaga, boleh jadi menahan mulut agar tidak terbuka yaitu dengan mengatupkan gigi pada bibir atau menutup mulut dengan tangan, kain, atau benda semisalnya (Kitabul Adab, hal. 322-323). Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْعُطَاسَ وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ، فَإِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ وَحَمِدَ اللهَ، كَانَ حَقًّا عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يَقُوْلَ لَهُ: يَرْحَمُكَ اللهُ، وَأَمَّا التَّثَاؤُبُ: فَإِنَّمَا هُوَ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا تَثَاءَبَ ضَحِكَ مِنْهُ الشَّيْطَانُ “Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Jika salah seorang di antara kalian bersin lalu mengucapkan hamdalah (الحَمْدُ لِلَّهِ ), maka menjadi kewajiban bagi setiap muslim yang mendengarnya untuk mengucapkan : يَرْحَمُكَ اللهُ (Semoga Allah merahmatimu). Adapun menguap, maka itu datangnya dari setan. Jika salah seorang di antara kalian menguap, hendaknya ia menahannya sekuat tenaga karena sesungguhnya jika salah seorang di antara kalian menguap maka setan akan tertawa karenanya” (HR.Bukhari) Sebagian orang berargumen dengan ayat di bawah ini mengenai alasan mereka berta’awudz ketika menguap. Allah Ta’ala berfirman : وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ “Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah . Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al A’raf : 200) Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menjelaskan bahwasanya godaan setan tersebut maknanya adalah perintah setan untuk melakukan kemaksiatan dan meninggalkan kewajiban-kewajiban. Oleh karena itu, jika kita merasa bahwa setan mengajak pada hal tersebut, hendaknya kita berta’awudz memohon perlidungan pada Allah. (Syarh Riyadhush Sholihin: Kitab As Salam). 3. Membaca surat Yasin (Jawa: Yasinan) pada malam Jum’at Di sebagian masjid, pada malam Jumat, setelah shalat Maghrib sering diadakan pembacaan surat Yasin. Menurut mereka, hal ini berdasar hadits : مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ (يس) فِيْ لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ ؛ غُفِرَ لَهُ “Barangsiapa membaca surat Yasin pada malam Jum’at, maka (dosanya) akan diampuni” Teks hadits tersebut disebutkan oleh Al Ashfahani dalam At Targhib wat Tarhib dari jalan Zaid bin Al Harisy, mengabarkan pada kami Al Aghlab bin Tamim, mengabarkan kepada kami Ayyub dan Yunus dari Al Hasan dari Abu Hurairah secara marfu’. Syaikh Al Albani menilai hadits ini dho’if jiddan (lemah sekali) karena ada perawi bernama Al Aghlab bin Tamim yang dinilai oleh Ibnu Hibban sebagai perawi yang haditsnya munkar serta perawi bernama Zaid bin Al Harisy yang dinilai oleh Ibnu Hibban sebagai perawi yang seringkali salah (dalam meriwayatkan hadits) (Lihat Silsilah Al Ahadits Adh Dhoifah 11/191) Pada hari Jumat (yaitu dimulai ketika matahari sudah tenggelam/malam Jum’at sampai sebelum matahari tenggelam keesokan harinya) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam justru mengajarkan umatnya untuk membaca surat Al Kahfi. Sayangnya, sunnah ini banyak ditinggalkan masyarakat karena kekurang-tahuan mereka akan ilmu yang benar. Dari Abu Sa’id Al Khudry radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ “Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada hari Ju’mat, akan diberikan cahaya baginya di antara dua Jum’at” (HR. Al Hakim 2/368 dan Al Baihaqi 3/249, dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Ghalil no. 626) Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Aku juga menyukai surat Al Kahfi dibaca pada malam Jum’at” (Shahih Al Adzkar 1/449) Semua keterangan di atas menunjukkan disunnahkan untuk membaca surat Al Kahfi pada malam dan hari Jum’at (Doa dan Wirid, hal.304) Semoga tulisan yang ringkas ini dapat menjadi pemicu semangat bagi kaum muslimin untuk lebih mendalami agama Islam dengan sebenarnya sehingga kita dapat mengenali mana yang haq dan mana yang bathil. Pada akhirnya, kita tidaklah beramal kecuali di atas dasar ilmu yang benar yaitu yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih sesuai dengan pemahaman salafush shalih. Selanjutnya, kita mendakwahkannya kepada orang lain dengan penuh hikmah dan kesabaran, sehingga lambat laun masyarakat kita akan kembali menemukan kesejukan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang murni dan terwujudlah kejayaan Islam yang sebenarnya. Sungguh indah perkataan Imam Malik bin Anas rahimahullah yang selayaknya digoreskan dengan tinta emas: لَا يُصْلِحُ آخِرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ إِلاَّ مَا أَصْلَحَ أَوَّلَهَا “Tidak akan menjadikan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan sesuatu yang telah menjadikan baik generasi awalnya” واللهُ المُوَفِّق والحَمْدُ للهِ الذي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ *** Penyusun: Ummu Nabiilah Siwi Nur Danayanti Muraja’ah: Ust Ammi Nur Baits Copas : Dari Al-Firqotun-Najiah Diposkan: Oleh Muhammad Fadil Al-Ghuraba
Posted on: Mon, 15 Jul 2013 16:37:27 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015