| DI PRAHA Andai kupahami luruh rintik salju yang berjabat di - TopicsExpress



          

| DI PRAHA Andai kupahami luruh rintik salju yang berjabat di pucat jemariku begitu asing, asin dan dingin luruh putih itu menembang mengajariku bercinta di ranjang angin yang katanya sanggup menidurkan akar-akar anggur merah di lereng bukit Svatováclavská vinice hingga mengikat erat jiwaku pada tonggak demi tonggak kayu dimana nantinya aku tahir menua dan bersulang pada kenangan negeriku sembari menatap musim demi musim berlalu senantiasa sama, hampa di titik leburnya yang berbeda perlahan luruh putih itu mulai berbicara tentang titik beku yang kurindukan menaungiku menyusuri kota tua Malá Strana menjauhi angsa-angsa yang menari di kelam Vltava hingga bilangan rintik berhenti, mengangkat sekantung lagi serbuk putih dan menuangkannya di hamparan angin satu demi satu genting dan kubah kastil-kastil gotik, teater, museum, gereja sinagoga, stasiun, gedung-gedung opera hingga rumah-rumah aneh itu membisu sejenak menitipkan segulung mimpi kami terpekur di beranda loteng tua hikmat merangkul benak di balik jaket tebal setengah botol sva?ák menanti getir dingin lonceng mengekalkan gema di julang menara Malostranské Nám?stí mungkinkah kupahami sedikit risau anginmu yang meliuk di warna-warni dedaun musim gugur yang menyambutku koper-koperku meringkuk sebeku inikah awal kenangan hangat yang kau tawarkan? atau apa perlu, aku meramu sendiri sebatang kayu manis, anggur merah Moravia, biji pala, sesendok madu, dan bunga kenari di bara kecil tungku hingga di penghujung hayat kucium wangi beku kota ini di langkah sepi tangisan Mira Astra Praha, 2008 DUA SENDOK SERBUK KOPI DAN SESENDOK GULA Pagi, masih ku ingat bagaimana kau ajarkan aku terjaga dari perca selimut yang membungkus rentang malam-malamku. Dingin, buta berjalan menuju tungku membakar senyap hingga jadi bara di titik beku. Tanpa beralas kaki bisu ku sapa sumur di pekarangan belakang yang lengang Seperti biasa sumur itu bertanya seberapa dalam waktu yang dapat ku timba. Hanya gigil dan rekah pipi merah jambu yang dapat ku tawarkan sebagai jawaban yang kekal. Di balik bilik, ku dengar kau igau takaran; dua sendok serbuk kopi serta sesendok gula dalam gelas kopi kusam. Air tertuang dan aku menunggu ketel mendenguskan nafasku buram uap yang membakar sisi-sisi mimpi mimpi yang tersobek dari perca selimut; menyapa sumur di sujud sungkur di selaput fajar mimpimu yang tercegat terlampau bergegas ingin merangkum senja terburu kau terbangun dengan warna terseduh bukan dengan air yang terjerang di ketel, bukan karena takaranmu namun hati mataharimu lah yang buat luka makin menganga Bunga-bunga kopi menangis mengutuk pada pagi meratapi serbuk-serbuk yang terlanjur kau cecap sementara batang-batang tebu menaburkan manis jalang berpulang pada lautan. dua sendok serbuk kopi dan sesendok gula, apakah yang tersisa di sana? Mira Astra Munduk, 13/11/11 GERHANA Untuk: Eric Eryanto Jangan sekali kali kau meletakkan matahari, rembulan sejajar dengan bumi karena aku baru saja terbangun di subuh membaca mimpi yang belum jua usai ku tuai di ranjang ibu aku ingin bangkit sebelum lolongan fajar dan terik rembulan mengepung aku tak berdaya, lumpuh pada pagi satu-satunya bayang yang ada adalah tonggak jembatan di ujung selatan desa satu-satunya jembatan milik kita dimana kita seberangkan kurir-kurir menuju pasar riuh lalu lalang cengkerama buruh-buruh kasar memecah kenangan yang katamu cuma sia-sia Aku berlari ke pekarangan, namun tak seserpih benakmu pun memekar disana tak seekor kupu-kupu dengan sayapnya yang rombeng menyapa hampa adalah kelaparan yang mesti terbasmi entah dengan apa ku ganjal kegelapan tak membangunkan detakmu ia tak jua menjelma jadi sepasang mata kekasih Apakah kau berdiam jadi pasir hitam di dasar sungai itu yang tak berhenti mengalir ke seberang desa Apakah kau berdiri jadi pepohonan di montok lereng payudara bebukitan? Aku terkepung dan terperangkap di gerhana Dimana waktu jadi senyap, terhenti dan buta. Mira Astra Denpasar, 17 November 2011 BIODATA MIRA ASTRA bernama lengkap Putu Mira Novianti. Untuk usuran tulis-menulis, selain Mira Astra ia kerap menggunakan nama Mira Antigone. Mira lahir di Denpasar, 25 April 1978. Setelah tamat dari SMAN 3 Denpasar, dia melanjutkan kuliah Filsafat di Charles University Prague/Praha, Republik Ceko, 2001-2004. Kemudian melanjutkan di Anglo-American University in Prague, bidang Humanity Studies. Semasa SMA Mira meraih banyak preastasi di bidang sastra dan seni pertunjukan. Antara lain, dia pernah dinobatkan sebagai Aktris Terbaik I Pekan Seni Remaja (PSR) IX dalam pementasan "Bila Malam Bertambah Malam" karya Putu Wijaya; Pemain Wanita Terbaik I PSR XI dalam pementasan "GERR" karya Putu Wijaya, Juara I Lomba Operet Undiknas 1995 bersama TEATER TIGA, Pemain Wanita Terbaik Lomba Drama Modern (LDM) UNUD 1996 dalam pementasan "Bila Malam Bertambah Malam" karya Putu Wijaya, Juara II dan Juara Favorit Lomba Baca Puisi Sanggar Purbacaraka Faksas Unud 1997 dan Juara III Lomba Baca Puisi se-Indonesia Anugerah Bentara 2011 Mira pernah bergabung dalam Teater Wagiswari SMPN 10 Denpasar, Teater Tiga SMAN 3 Denpasar, dan Teater Agustus, Denpasar. Pernah pula mengurus majalah sekolah dan menjadi wartawan Wiyata Mandala semasa di SMA. Karya-karya sastranya dipublikasikannya di Bali Post. Sastrawan/penulis favoritnya, antara lain Milan Kundera, Paolo Coehlo, Thomas Mann, Naguib Mahfouz, Jane Sassons, Dan Brown. Editor : Jodhi Yudono Selasa, 20 Desember 2011 oase.kompas
Posted on: Wed, 26 Jun 2013 16:55:24 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015