Eksistensi Kearifan Lokal dan Geliat Investasi (Berkaca dari - TopicsExpress



          

Eksistensi Kearifan Lokal dan Geliat Investasi (Berkaca dari Polemik Pendirian Super Blok Lippo Group di Padang) Oct. 19 Opini no comments Oleh : Jimmi Syah Putra Ginting (Ketua Umum KAMMI Sumbar) Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan hidup; pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup. Pada umumnya etika dan nilai moral yang terkandung dalam kearifan lokal diajarkan turun-temurun, diwariskan dari generasi ke generasi melalui sastra lisan (antara lain dalam bentuk pepatah dan peribahasa, adat istiadat maupun cerita rakyat), dan manuskrip. Walaupun ada upaya pewarisan kearifan lokal dari generasi ke generasi, tidak ada jaminan bahwa kearifan lokal akan tetap kukuh menghadapi globalisasi yang menawarkan gaya hidup yang makin pragmatis dan konsumtif. Kalau kita berbicara Minangkabau, maka kearifan lokal di ranah minang adalah nilai-nilai yang terkandung dalam filosofi : Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah. Syara’ Mangato Adat Mamakai, Alam Takambang Jadi Guru atau disingkat ABS SBK-SMAM-ATJG. Sedangkan Investasi dapat diartikan sebagai penanaman uang atau modal dl suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Eksistensi Kearifan lokal dan menggeliatkan investasi yang sedang lesu menarik untuk dicermati, berkaca dari polemik Pendirian Super Blok Lippo Group di Padang. Sebagai ibukota Provinsi Sumatera Barat, Kota Padang belakangan ini telah menjadi buah bibir mengenai investasi senilai 1,3 Triliun. Dibicarakan banyak orang karena suatu peristiwa penting yang dilaksanakan pada tanggal 10 Mei 2013 yang lalu, yaitu peletakan batu pertama proyek Super Blok Lippo Group yang meliputi : (1) Rumah sakit Internasional “Siloam” , (2) Hotel Aryaduta , (3) Sekolah Pelita Harapan, (4) Pusat perdagangan (mall). Masuknya Lippo Group, menurut Fauzi Bahar, Walikota Padang tidak saja sekedar meningkatkan perekonomian daerah dan masyarakat sekitar. Lebih dari itu, dapat memulihkan rasa percaya diri kota Bingkuang ini sebagai salah satu kota besar yang diperhitungkan dalam kancah perekonomian dan pembangunan nasional. Di satu sisi keinginan kuat dari Wako ini patut diapresiasi karena telah berupaya mendorong investasi masuk ke Padang. Bahkan investasi tersebut diperkirakan akan menyerap sekitar 3.000 orang tenaga kerja. Namun di sisi yang lain, belum lama setelah peletakan batu pertama dilakukan, muncul polemik di tengah-tengah masyarakat. Ketua DPRD Kota Padang, Zulherman tegas-tegas mengatakan bahwa kawasan Jalan Khatib Sulaiman dan Jalan Sudirman kota Padang dikembangkan untuk perkantoran Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Padang, di kawasan tersebut juga tidak boleh dibangun hotel dan mall. Menurut Zulherman, DPRD Padang tak tahu menahu soal izin investasi yang dikeluarkan oleh Pemko Padang untuk Lippo Group. Karena Pemko Padang sama sekali tidak pernah berkoordinasi soal perizinan itu dengan DPRD Padang. Karena diyakini izinnya melanggar RTRW, maka DPRD Padang akan meminta penjelasan dari Pemko Padang. “Ini tidak main-main. Pelanggaran RTRW bisa berujung pidana,” kata Zulherman. Selain ketua DPRD Padang, Dr. Mochtar Naim Sosiolog Nasional dari Sumbar juga mengungkapkan keprihatinan dan penolakan secara jelas terhadap Proyek tersebut. Kita menolak Proyek Super Blok Lippo Group karena dua keberatan pokok : (1) karena mereka membawa masuk upaya pengkristenan masyarakat Islam di Minangkabau ini melalui sarana-sarana strategis itu. (2) Mereka tidak datang dengan upaya kerjasama (joint entreprise) yang saling bermanfaat dan saling menguntungkan. Artinya sebagai warga pribumi di negeri ini tidak dilibatkan dalam kerjasama yang setara, baik di bidang kepemilikan, manajemen usaha, tenaga kerja, dan lainnya. Mereka sebaliknya datang utuh sebagai perusahaan kapitalistik yang berdiri sendiri dan dikelola sendiri. Palingan mereka mempekerjakan warga pribumi di berbagai bidang kegiatan, skilled maupun unskilled, kecuali di bidang manajemen dan pengambilan keputusan. Di kesempatan yang lain, Dr. Mochtar Naim juga mengungkapkan, bahwa jika kita mau membangun Sumatera Barat ini dimasa depan dengan prinsip-prinsip ABS-SBK, yakni dengan cara yang benar dengan niat membangun karena Allah SWT bagi kesejahteraan rakyat bersama, maka tugas pertama kita adalah membuka borok gratifikasi yang akan diterima oleh siapapun yang mendukung dan memberi izin kepada rencana proyek pembangunan Super Blok Lippo Group di Jl. Khatib Sulaiman itu. Bahkan forum pimpinan Organisasi Masyarakat (Ormas) Sumatera Barat yang terdiri dari LKAAM Sumbar, Bundo Kanduang Sumbar, MUI Sumbar, PW Muhammadiyah Sumbar, PW Nahdhatul Ulama Sumbar, Persatuan Tarbiyah Islamiyah Islamiyah Sumbar, Perwana Sumbar, Panji Alam Minangkabau (PAM), Pimpinan Wilayah Aisyiyah Sumbar, LKAM Kota Padang, MUI Kota Padang, Bundo Kanduang Kota Padang, Dewan Da’wah Sumbar, Perti Sumbar, LDII Sumbar, Gerakan Muslimin Minangkabau (GMM) Sumbar, Libas, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Komite Penegak Syari’at Islam (KPSI), Paga Nagari, Front Masyarakat Pembela Islam (FMPI), HTI dalam pertemuan di kantor LKAM Sumbar tanggal 18 Mei 2013 menegaskan bahwa Sumatera Barat adalah Provinsi yang mempunyai filosofi ABS SBK-SMAM-ATJG, maka masyarakatnya menolak misionaris Kristenisasi melalui berbagai kepentingan, seperti pembangunan rumah sakit, sekolah, hotel, pusat perbelanjaan (mall), panti, dan sejenisnya. Pasca itu, pada tanggal 3 Juni 2013 diadakan rapat bersama MUI Sumbar dengan LKAAM dan Ormas Islam Sumbar yang bertempat di Aula Masjid Nurul Iman Padang. Pembahasannya ialah menyikapi Pembangunan Super Blok Lippo/Siloam oleh Lippo Group di Jalan Khatib Sulaiman. Hasilnya ialah pertama menyimpulkan bahwa proyek pembangunan Super Blok Lippo/Siloam oleh Lippo Group tersebut sangat dikhawatirkan membawa misi terselubung yang akan berdampak negatif terhadap akidah umat islam di Sumatera Barat dan berpotensi merusak nilai-nilai ABS SBK-SMAM-ATJG yang menjadi titik tolak pembangunan Sumatera Barat. Kedua, membina, membentengi, dan menyelamatkan akidah umat adalah tugas utama dan tugas bersama Pemerintah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), LKAAM, dan Ormas-Ormas Islam. Ketiga, menolak pembangunan Super Blok Lippo/Siloam di jalan Khatib Sulaiman Padang oleh Lippo Group pimpinan James T. Riadi dan meminta Pemerintah serta DPRD Padang untuk membatalkan izin pembangunan Super Blok Lippo/Siloam tersebut. Dalam sebuah diskusi bersama Pimpinan Organisasi Mahasiswa intra dan ekstra kampus yang difasilitasi KAMMI dan PII, Buya Gusrizal Gazahar (Ketua Bidang Fatwa MUI Sumbar) mengungkapkan secara komprehensif berbagai pertimbangan. Alasan mengapa Super Blok Lippo Group harus dihentikan dan ditolak oleh orang minang (termasuk Mahasiswa) di Padang di Perantauan. Yang pertama ialah dari sisi Aqidah, investasi itu adalah selubung pemurtadan. Bahwasanya James. T. Riadi adalah penginjil dari aliran kristen radikal. Dia terang-terangan hendak mengkristenkan desa-desa miskin di Indonesia. Bahkan FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Sumbar yang menghimpun perwakilan semua agama di Indonesia secara terang-terangan menolak kehadiran Lippo Group di Padang. “Jangankan umat islam, yang seagama dengan James T.Riadi saja menolak, lalu apa alasan pimpinan Pemko Padang untuk tetap ngotot mengatakan tidak ada misionaris ? . Kedua, dikaji dari aspek ekonomi, Di Padang tidak ada kebutuhan terhadap jenis investasi seperti ini, baik dalam bentuk mall, hotel, rumah sakit, dan sekolah kristen. Kondisi usaha atau bisnis sejenis ini di kota Padang dalam kondisi tidak menguntungkan. Berdasarkan data yang terhimpun, penduduk kota Padang yang hanya berjumlah sekitar 800 ribu jiwa dengan jumlah rumah sakit pemerintah dan swasta sebanyak dua puluh lima buah dan memiliki tempat tidur sekitar 1.500 unit, tidak lagi sebanding. Saat ini beberapa rumah sakit di kota Padang ini tingkat keterhuniaannya sangat rendah sekitar lima puluh hingga enam puluh persen. Diperparah lagi dengan beberapa rumah sakit swasta tingkat huniannya di bawah lima puluh persen. Untuk rumah sakit yang ada saja, sudah sangat kompetitif. Apalagi dengan datangnya rumah sakit Siloam yang merupakan rumah sakit besar di Indonesia, tentunya akan melumpuhkan rumah sakit Lokal secara perlahan-lahan. Demikian juga dengan jumlah fasilitas sekolah kristen di kota Padang, sudah lebih dari cukup. Untuk apa lagi mendirikan sekolah kristen?. Ketiga, dilihat dari sisi Hukum, tidak mengindahkan Perda RTRW kota Padang tahun 2012. Bahwasanya lokasi tersebut diperuntukkan sebagai kawasan pengembangan perkantoran Provinsi Sumatera Barat. Bahkan ketika dialog di Polda Sumbar (11/9), dikatakan bahwa Amdal-nya baru diurus padahal proyek ini sudah sekian bulan ditekan tombol peletakan batu pertamanya. Keempat, dari sisi sosial budaya bertolak belakang dengan ABS-SBK-SMAM. Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sumbar dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumbar juga akan ikut melakukan pengawalan terhadap penolakan Pembangunan RS. Siloam dan Super Blok Lippo. Hal ini diungkapkan dalam diskusi di sekretariat Walhi, Jalan Beringin III (3/10). Bahkan, Walhi dan PBHI akan menelusuri lebih dalam lagi terhadap adanya dugaan penyalahgunaan dan pelanggaran Perda RTRW dan juga izin bangunan. Karena menurut PBHI, Fauzi Bahar telah melanggar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang izin pendirian bangunan. “Kami telah mendapatkan mendapatkan dokumen-dokumen yang melanggar tentang mekanisme izin pendirian bangunan yang diberikan oleh Fauzi Bahar. Dengan pelanggaran itu, maka seorang pemberi izin telah melanggar aturan dan sudah masuk hukum Pidana,” ujar Suharyati. Selain itu, Ketua Walhi, Khalid Saifulloh pun akan melakukan gugatan tentang penyalahgunaan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, yang dilakukan oleh Fauzi Bahar. Penulis melihat dari fenomena yang berkembang ini patut dicermati sebagai bagian dari upaya yang serius, karena memang Pasca Bencana gempa 2007 dan 2009 kota Padang agak tersendat-sendat pembangunannya. Hal inilah yang melatarbelakangi Pemko kukuh mempertahankan peluang investasi Lippo Group ini. Kalau misalnya ada latar belakang lain, sebaiknya tanyakan saja kepada beliau. Di sisi lain beragam Tokoh Sumbar dan perantauan, Ormas, Ulama, ninik mamak, Bundo Kanduang, dan Mahasiswa silih berganti meminta Wako untuk mencabut izin Super Blok Siloam tersebut. Beragam pertimbangan mulai dari pertimbangan nilai-nilai kearifan lokal, ekonomi, hukum, dan berbagai alasan lain. Penulis menilai, kejadian penting dari proyek ini bisa membuka mata kita akan peran masing-masing pihak seperti Pemerintah, Ulama, Ninik Mamak, Ormas, dan Mahasiswa bahwasanya Ranah Minang, khususnya Kota Padang yang sering disebut-sebut dengan “Kota Padang Kota Tercinta, Kujaga Dan Kubela” sedang dalam dilema. Keresahan masyarakat yang sedang secara perlahan meningkat ini bisa berujung pada konflik di tengah masyarakat kalau tidak segera ditangani dengan kebijaksanaan. Memang tidak bisa diingkari, kini sosok seperti Buya Hamka, Buya M. Natsir, M.Hatta, dan sederet tokoh bersinar masa lalu sudah tiada. Namun kita sangat yakin semuanya menginginkan Minangkabau maju dan terus jaya. Momentum Pilkada Kota Padang Sebuah pertanyaan yang mungkin ada dalam benak banyak orang, salahkah James T. Riadi menanamkan investasi di Padang ? Menurut penulis, sebagai pengusaha beliau tidak salah. Namun kurang bijaksana kalau membiarkan polemik berlarut-larut. Sangat bijaksana sekali beliau jika berpikir ulang dan memutuskan untuk membatalkan rencana investasinya karena sebelum berdiri gedung proyek saja, di masyarakat terlihat penolakan dari hari ke hari semakin mengkristal. Artinya dapat dipahami, masyarakat tidak menerima hadirnya proyek tersebut. Mungkin kalau James T. Riadi punya sikap lain, sungguh bijak kalau James T. Riadi sendiri yang datang ke Padang dan menjelaskan secara konfrehensif perihal Super Blok Lippo Group kepada Ulama, Ninik Mamak, Bundo Kanduang, LSM, Mahasiswa. Minangkabau yang dengan kearifan lokalnya tidak menutup investasi yang datang, namun anti terhadap segala bentuk upaya pendangkalan nilai-nilai kearifan lokal yang dimilikinya. Menurut saya James. T. Riadi bijak menyikapinya. Penulis mencermati bahwa dengan adanya Polemik Super Blok Siloam dan Pilkada, ada satu kesempatan berharga yang harus segera diambil. Yang pertama, DPRD Padang telah berjanji memutuskan sikap resmi kelembagaannya untuk menerima atau menolak Super Blok Lippo Group dalam akhir Bulan Oktober 2013 ini. Jika kita runut kembali ke belakang, sebelum Pansus Investasi DPRD Padang terbentuk, pada tanggal 10 Juni 2013 saat mahasiswa menyampaikan aspirasi penolakan ke DPRD Padang, saat itu Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Padang juga menyatakan menolak Super Blok Lippo Group. Ditambah lagi sikap penolakan resmi oleh DPW PBB Sumbar dan DPW PPP Sumbar yang diungkapkan di berbagai media massa. Dengan penolakan Lintas Fraksi dan Lintas Partai ini, mereka konsisten dan komitmen dengan penolakannya maka potensi DPRD Padang menolak secara resmi Super Blok Lippo Group sangat besar. Apalagi mencermati aspirasi publik yang menolak, tidak hanya publik di Padang. Bahkan di daerah lain pun gerah dengan polemik ini. Ini terlihat dalam hadirnya Bupati Pasaman Barat dan tokoh-tokoh luar Padang dalam pertemuan Ormas yang menyikapi Siloam. Yang kedua, Pilwako Padang pada tanggal 30 Oktober 2013 merupakan momentum yang juga sangat kondusif untuk menguatkan penolakan masyarakat terhadap Super Blok Lippo Group. Bahwasanya semua calon Wako/Wawako yang berjumlah sepuluh pasang ini perlu dimintai sikap resminya terhadap Super Blok Lippo Group. Tentu saja sikap mereka ini perlu dalam sikap tertulis dan disampaikan sebelum Pilwako tanggal 30 oktober 2013. Melalui sikap mereka ini, masyarakat tentu saja bisa menilai, mana yang merasakan atau merespon aspirasi masyarakat dan masyarakat bisa menentukan sikap terhadap mereka. Pasca Pilkada kelak, dengan adanya Polemik Super Blok Lippo Group, Pasangan Walikota/Wawako yang baru dan telah resmi dilantik, maka sangat mendesak mengusulkan rancangan Perda tentang Investasi kepada DPRD Padang. Tentu saja Walikota/Wawako terlebih dahulu melibatkan Ulama, Ninik Mamak, dan Cerdik Pandai untuk merumuskan kontennya. Kalau saja DPRD Padang kelak adalah betul-betul wakil rakyat (bukan wakil pengusaha, apalagi wakil penguasa), tentu saja Raperda tersebut akan segera terealisasi menjadi Perda Investasi yang merepresentasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam kerangka mendukung dan menseleksi investasi yang sesuai dengan nilai dan kultur yang berkembang di ranah minang. Dalam hal ini, peran tali tigo sapilin, tigo tungku sajarangan harus dikuatkan. Nilai-nilai kearifan lokal sebagai aset berharga dan harus dijaga. Dengan demikian, ke depan tidak akan ada lagi polemik seperti Siloam. Kalau tidak dijaga bisa saja kelak Minangkabau akan tersisihkan dan dipinggirkan seperti suku Indian (tentu saja ini bukan doa, dan semoga saja tidak). Mereka diperkirakan telah menghuni Amerika Utara sejak 20.000 tahun yang lalu, berabad-abad mereka menata masyarakat teratur. Namun pada abad-16 orang Eropa tiba Amerika Utara. Orang yang datang ini menginginkan tanah dan menguasai ekonomi. Akhirnya dengan sangat menyedihkan sekitar abad-19 suku Indian ini digusur dan ditempatkan pada satu daerah khusus, yang tentu saja memilukan bagi mereka. - See more at: gentaandalas/eksistensi-kearifan-lokal-dan-geliat-investasi-berkaca-dari-polemik-pendirian-super-blok-lippo-group-di-padang/#sthash.pxVhfVI9.dpuf
Posted on: Sun, 20 Oct 2013 00:02:59 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015