Ganti Rezim, Ganti Sistem! Menuju Perlindungan Sosial Berbasis - TopicsExpress



          

Ganti Rezim, Ganti Sistem! Menuju Perlindungan Sosial Berbasis Politik oleh Muhammad Ridha (Catatan) pada 23 Mei 2010 pukul 9:09 Oleh: Muhammad Ridha Bulan Mei akan segera berakhir. Pada bulan ini, banyak momentum politik kerakyatan yang muncul. Dari Hari Buruh sedunia, Hari Pendidikan Nasional, Hari Perjuangan Buruh Perempuan Indonesia Marsinah, hingga hari Kebangkitan Nasional dan Hari Jatuhnya Soeharto. Tentu akan sangat disayangkan jika Bulan Mei, yang kami sebut sebagai Bulan Perlawanan Rakyat, harus berlalu tanpa menyisakan jejak apapun tentang pembentukan dan peningkatan kesadaran politik rakyat Indonesia. Sebuah kesadaran politik bahwa kondisi alienatif dan menyesakkan yang sekarang banyak dirasakan oleh banyak rakyat Indonesia dapat kita atasi. Bahwa hanya dengan kesadaran politik yang sejati yang dapat menjadikan keseluruhan rakyat Indonesia terbebas dari penderitaan yang berkelanjutan. Sebuah upaya yang tentu saja telah diamanatkan dalam konstitusi kita. Untuk itu penting jika kita merefleksikan kembali pengalaman politik populer kita yang telah berlangsung selama bulan Mei ini. Salah satu pengalaman yang menarik yang dapat diangkat untuk menjadi sebuah isu bersama rakyat tertindas dan melawan adalah munculnya isu jaminan sosial pada hari Buruh Sedunia, 1 Mei 2010. Pada hari itu berbagai elemen dari serikat buruh menuntut kepada pemerintah untuk mengimplementasikan UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaringan Sosial Nasional (SJSN) yang memberikan amanat kepada pemerintah untuk melakukan realisasi SJSN dengan membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dalam pandangan serikat-serikat buruh, implementasi efektif atas UU ini akan memberikan, setidaknya, sebuah perlindungan sosial kepada kelas pekerja Indonesia yang terhimpit dalam ketidakpastian dan kerentanan. Perlindungan Sosial di bawah Cengkraman Neoliberalisme Secara umum perlindungan sosial di definisikan sebagai aksi publik yang diambil sebagai respon terhadap kerentanan, resiko, dan penderitaan yang secara sosial tidak dapat dibenarkan dalam konteks politik atau masyarakat (Conway, Foster, Norton 2001:11). Apa yang membuat perlindungan sosial menjadi penting untuk diterapkan sebagai sebuah kebijakan politik Negara adalah dikarenakan dalam sistem ekonomi politik yang ada sekarang, krisis akan selalu muncul. Dengan adanya krisis ini akan mengancam relasi sosial masyarakat yang kemudian akan berimplikasi pada produktifitas Negara yang bersangkutan. Dengan adanya perlindungan sosial berarti Negara ikut untuk melindugi dirinya dari ancaman krisis. Tanpa perlindungan sosial maka negara otomatis ikut melemahkan dirinya sendiri yang secara logis berimplikasi pada kerentanan Negara tersebut dihantam krisis. Indonesia sendiri telah melakukan proses perlindungan sosial. Hal ini dapat dilihat pada berbagai kebijakan seperti pemberian subsidi dan BLT (Bantuan Langsung Tunai). Berbagai kebijakan tersebut pada dasarnya adalah upaya Negara untuk melindungi warganya dari resiko yang muncul karena faktor sistemik yang membuat rakyat kehilangan daya belinya. Dengan adanya kebijakan itu maka rakyat, khususnya rakyat miskin, dapat terlindungi dari resiko-resiko selajutnya, seperti misalnya proses pemiskinan lebih lanjut. Akan tetapi sayangnya hal ini terasa tidak mencukupi. Semenjak jangkauan kebijakan ini sifatnya reaktif serta tidak komprehensif. Masih banyak rakyat Indonesia yang tidak merasakan perlindungan sosial. Lahirnya UU SJSN pada dasarnya merupakan upaya negara untuk menjadikan perlindungan sosial menjadi lebih komprehensif menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Namun bukan berarti lahirnya perlindungan sosial ini tanpa kritik. Yang problematis dalam keseluruhan peraturan yang coba untuk diterapkan ini adalah pereduksian SJSN sebagai asuransi sosial. Dengan menjadi SJSN sebagai asuransi sosial maka membuat perlindungan sosial menjadi tidak universal semenjak hanya perlindungan sosial hanya akan diberikan kepada mereka yang mampu untuk membeli premi. Selain itu perlindungan lain karena problem sistemik misal seperti kerusakan ekologi dan pelanggaran HAM tidak menjadi bagian dari perlindungan sosial semenjak dalam logika asuransi hal-hal tersebut tidak dapat dilingkupi dalam manfaat asuransi itu sendiri. Apa yang menjadi akar dari kerentanan UU ini adalah penerimaan tanpa syarat bahwa perlindungan sosial sama dengan asuransi sosial. Hal ini membuktikan adanya ketidakmampuan kita untuk memproblematisasi ideologi neoliberal yang melingkupi struktur logika kebijakan UU SJSN. Neoliberalisme yang berasaskan pada ide mengenai keutamaan pasar menjadikan perlindungan sosial harus ditempatkan dalam kerangka permintaan penawaran pasar atau dalam bahasa keseharian kita jual beli pasar. Ada tiga alasan mendasar yang setidaknya harus diperhatikan ketika kita mereduksi perlindungan sosial sebagai asuransi. Yang pertama adalah diskriminasi sosial akan mudah untuk terjadi, Semenjak daya beli menjadi yang utama mengingat perlindungan hanya akan dapat diberikan ketika yang bersangkutan membeli premi. Yang kedua adalah siapa yang mampu untuk membeli premi lebih tinggi, maka dia akan mendapatkan manfaat asuransi yang lebih baik dibanding mereka yang memiliki premi lebih rendah. Sebuah ide yang bertolak belakang dengan amanat konstitusi kita mengenai perlindungan sosial yang universal. Lalu yang ketiga adalah cakupan perlindungan ini hanya meliputi pekerja formal yang memiliki pendapatan tetap bulanan dan dalam relasi kerja yang jelas. Dengan menjadi perlindungan sosial sebagai asuransi maka pekerja informal yang sebenarnya adalah pekerja yang dominan dalam yang tercatat dalam statistik ekonomi kita akan sulit untuk mendapat akses akan perlindungan. Menuju Perlindungan Sosial Berbasis Politik Berbagai keterbatasan kebijakan perlindungan sosial ini dapat kita hindari jika kita memiliki ideologi yang jelas atas perlindungan sosial itu sendiri. Sudah tentu perlindungan sosial berbasis mekanisme pasar (baca: neoliberalisme) dengan asuransi sosial sebagai turunannya tidak lagi mumpuni untuk menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia yang sangat mendasar ini. Ketidakmampuan UU SJSN untuk mendorong perlindungan sosial yang universal adalah bukti bahwa rezim politik yang tengah berkuasa sekarang tidak dan tidak pernah bekerja menurut keinginan rakyat. Alih-alih, rezim politik sekarang atau rezim politik SBY-Boediono menjadi hamba dari mekanisme pasar. Lalu apa alternatifnya? Yang harus diperhatikan dari perlindungan sosial alternatif adalah ia harus memiliki tiga prasyarat utama yaitu partisipatif, emansipatif serta antisipatif (Pratama, 2010). Perlindungan sosial yang partisipatif adalah inisiatif mengenai perlindungan sosial harus berasal dari rakyat sendiri. Ia bukanlah sesuatu yang dipaksa dari atas (baca: pemerintah), namun ia adalah secara organik lahir dari pengalaman rakyat itu sendiri. Dengan partisipasi ini maka Negara harus dipaksa untuk mengakomodasi tuntutan rakyat akan perlindungan sosial. Lalu perlindungan sosial yang emansipatif adalah perlindungan sosial ini harus memberdayakan rakyat. Perlindungan sosial harus mampu membuat rakyat menjadi warga negara aktif secara politik untuk menentukan dirinya sendiri serta mengangkat harkat dan martabat rakyat. Sedang yang terakhir adalah perlindungan sosial yang antisipatif adalah perlindungan sosial yang diterapkan tidak harus menunggu situasi krisis. Akan tetapi ia diterapkan sebagai antisipasi atas krisis dan mampu meningkatkan kapasitas rakyat ketika krisis menerpa dirinya. Kesemua prasyarat ini hanya mungkin untuk dipenuhi ketika basis atas perlindungan sosial bukan lagi hak asasi warga negara, kebaikan politik rezim, atau bahkan mekanisme pasar akan tetapi pada politisasi tuntutan rakyat kepada Negara untuk mengimplementasikan perlindungan sosial yang komprehensif. Tanpa rakyat yang politis serta negara yang menjalankan demokrasi sejati maka perspektif perlindungan sosial ini kehilangan maknanya. Sudah jelas perlindungan sosial berbasis politik sebagaimana yang ditawarkan akan sulit untuk terjadi jika rezim politik yang berkuasa adalah rezim elit politik yang tengah berkuasa sekarang. Hanya dengan pergantian rezim yang bersamaan dengan pergantian sistem ekonomi politik yang baru dan alternatif maka cita-cita kita untuk mencapai perlindungan sosial yang universal akan mampu dicapai. Sebagaimana amanat konstitusi kita tentunya. Ganti Rezim, Ganti Sistem!
Posted on: Tue, 09 Jul 2013 05:00:35 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015