IDEALNYA NEGARAWAN MEMELUK “agama” APA ? Sepertinya masih - TopicsExpress



          

IDEALNYA NEGARAWAN MEMELUK “agama” APA ? Sepertinya masih banyak WARGA bangsa yang bingung akan konsep hubungan NEGARA-IDEOLOGI-AGAMA. Masih banyak terjadi simpang siur dalam memahami hubungan di antara ketiganya. Tulisan singkat ini mencoba ngudari pemahaman yang belum pas. Berangkat dari pertanyaan, “di mana agama diletakkan, apa itu spiritual, dan apa saja peran negara terhadap agama ? Kebetulan tetangga saya seorang ahli pijat urut, menanyakan beberapa hal berkaitan dengan wacana politik mutakhir di negeri ini. Kami bertiga, sambil wedangan kopi, leyeh-leyeh di “gazeboo hampir roboh” di samping rumah. Ditemani angin sepoi rada sejuk dan suara katak sawah bersautan. Dimulailah guneman ringan masih seputar negara dan agama, berikut ini hasil petikan obrolan tsb saya up load. Mungkin ada sedikit manfaat untuk semua sahabat di manapun berada. T: jika agama diletakkan di bawah negara, apakah negara menjadi sekuler ? J: Tidak, negara tetap saja memiliki landasan spiritual yang betul-betul kuat. Dan yang mengatasi negara dan negarawan bukanlah agama, melainkan spirituality. T: apa beda spiritual dengan agama ? J: Spiritualitas bukanlah lembaga, ia merupakan seperangkat tindakan atas dasar kesadarannya akan nilai kebaikan. Spiritual tidak sekedar kesadaran rasio/akal budi semata, ia dipahami sebagai suatu bentuk KESADARAN tinggi (higher consciousness) yang melibatkan kesadaran batin (intelegensia) tentang kebaikan dan konsep keTuhanan. Kesadaran spiritual idealnya mencakup upaya menyatukan hati, pikiran, ucapan, dan perbuatan sebagai satu kekompakan tindak. Sedangkan agama merupakan LEMBAGA-LEMBAGA, berfungsi mendidik atau mengajarkan tentang kebaikan dan ke-Tuhan-an (spirituality). Singkatnya bahwa spiritual adalah HASIL, yang berhubungan dengan kesadaran, sementara agama adalah salah suatu CARA (proses) yang bertujuan menciptakan kesadaran tsb. Banyak sekali CARA atau JALAN SETAPAK untuk mencapai kesadaran spiritualitas tinggi, di antaranya ya semua agama yang ada di planet bumi ini. Tapi, entah saya sedang mimpi atau tidak ya, saat ini kok rasanya banyak sekali orang-orang yang tampak AGAMIS, namun miskin PENCAPAIAN SPIRITUAL. Tampak dari ucapanya, pakaiannya, jalan pikirannya, seseorang begitu alim dan saleh, tapi kok ya terlibat korupsi…! T: jika bukan agama, lantas apakah yang pantas di letakkan di atas Negara, yang bisa menjadi acuan SPIRITUAL negara dan bangsa Indonesia ? J: mungkin Anda lupa ? Konsep spiritual yang bersifat universal bagi bangsa Indonesia bukankah sudah dibakukan dengan nama besar PANCASILA, ia sebagai IDEOLOGI BANGSA, dan menjadi acuan spiritual yang menjadi dasar dalam menjalankan sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila bukanlah Islam, bukan Hindu dan Budha, bukan Kristen dan Katolik. Namun Pancasila mencakup nilai-nilai universal semua agama tersebut. Pancasila tidak bertentangan dengan agama manapun. Tidak berlebihan bila saya katakan, jika semua agama di dunia ini dikuliti, di dalamnya akan ditemukan “isi” yang sesuai dengan apa yang tercantum dalam 5 sila itu. Hebat kan !! T: apa dasar argumen Anda, bahwa agama tidak boleh diletakkan di atas negara ? J: Agama adalah bagian dari sistem budaya, yakni sistem kepercayaan yang sudah menjadi LEMBAGA. Agama menjadi lembaga sosial non politik dan non profit oriented. Sedangkan Negara merupakan lembaga POLITIK, mencakup di dalamnya lembaga-lembaga tinggi negara. Maka tidak ada lembaga yang boleh lebih tinggi dari negara. T: bukankah agama adalah urusan di luar negara ? J: pertanyaan yang tidak tepat, seharusnya kata-kata negara diganti politik. Secara politik AGAMA HARUS BERADA DI LUAR POLITIK itu sendiri. Dalam arti, agama tidak boleh dicemari kepentingan politik. Menjadi perbuatan tidak senonoh bila Anda mempolitisir agama, atau agama menjadi kendaraan politik. Sementara itu, agama jelas merupakan bagian dari kehidupan masyarakat warga bangsa. Otomatis agama hidupnya berada di dalam wilayah suatu negara. Tak ada agama apapun di zona internasional laut. Kecuali Anda sedang mengarungi di lautan sana. T: apa yang akan terjadi di Indonesia bila agama secara kelembagaan diletakkan di atas OTORITAS NEGARA ? J: pertanyaan yang cerdas ! Jika AGAMA secara KELEMBAGAAN melebihi OTORITAS negara, maka jadilah negara agama misalnya : Negara Islam Indonesia, Negara Hindu Indonesia, Negara Budha Indonesia, Negara Katolik Indonesia, negara Kong Hu Chu Indonesia, atau Negara Kristen Indonesia. Dengan begitu bubarlah negara kesatuan Republik Indonesia di atas slogan BHINNEKA TUNGGAL IKKA. T: tidak menutup kemungkinan, para tokoh politik kita ingin mencapai kekuasaan tertinggi dengan mengendarai suatu agama tertentu ? Bagaimana langkah ideal yang seyogyanya dilakukan para elit politik kita ? J: jika Anda sebagai politikus lalu kebelet menaruh agama yang Anda peluk di atas OTORITAS LEMBAGA negara, Anda harus memenuhi syarat sebagai seorang NEGARAWAN yakni: TANGGALKAN lembaganya atau “BAJUNYA”, KUPAS KULITNYA, AMBIL ISI HAKEKATNYA. Singkatnya, ambil saja RUH dari setiap agama yang ada di Nusantara ini. Carilah nilai-nilai agama yang bisa melebur dalam nilai spiritual yang UNIVERSAL dan ESENSIAL. Namun kita sebagai generasi penerus bangsa TAK PERLU LAGI PUSING-PUSING MIKIRIN PEKERJAAN ITU, karena BUKANKAH PARA PENDAHULU KITA SUDAH MENUNTASKAN TUGAS ITU SEMUA, sehingga terwujudlah PANCASILA sebagai barang jadi yang tinggal pakai. T: Ok, jika lembaga agama diletakkan di bawah otoritas negara, sejauh mana kewenangan NEGARA terhadap AGAMA ? J: Tentu saja negara tidak boleh MENCAMPURI URUSAN INTERNAL agama apapun, yang mencakup dakwah & mengenai isi ajarannya. Biarkan hal itu menjadi tugas para ulama beserta tanggungjawab masing-masing umat agama. Negara juga tidak boleh mendikte sistem nilai kepercayaan setiap warga bangsa. DI SINILAH DASAR PEMAHAMAN AGAMA SEBAGAI URUSAN PRIBADI, dalam artian urusan INTERNAL warga sebagai individu bukan menjadi kewenanangan negara atau penguasa. Justru dalam hal ini, idealnya negara menjamin kemerdekaan pilihan Anda. Walau sudah dijamin UU atau UUD namun implementasinya belumlah optimal, yang terjadi saat ini malah salah kaprah, konsep kewenangannya serba terbalik. T: bisa lebih jelaskan lagi ? J: Peran negara hanya sebagai ARBITER atau WASIT. Bila peran negara sebagai WASIT melemah, sementara di sisi lain peran AGAMA sebagai LEMBAGA semakin menguat, maka akan terjadi HUKUM RIMBA, siapa yang kuat akan melibas yang lemah dengan dalih MEMBELA JALAN TUHAN, membela kebenaran. Implikasi lebih lanjut akan terjadi konflik horisontal, anarkhisme & kekerasan karena masing-masing agama tentu saja merasa paling baik dan benar serta merasa berhak menentukan negara. Mungkin gejala itu bisa Anda rasakan saat ini, karena KEMAMPUAN NEGARA berperan sebagai WASIT yang BAIK, ADIL, NETRAL dan BERSIH, terasa kian melemah. UU dikalahkan oleh basa-basi busuk. T: kurang puas.. J: Ok..dengan demikian HUBUNGAN antar lembaga dan umat beragama tetap harus tunduk di bawah aturan main negara yang terangkum di dalam UUD dan UU. Tugas negara adalah memberikan JAMINAN kepada seluruh UMAT BERAGAMA agar supaya bebas merdeka MENENTUKAN PILIHAN lalu MENJALANKAN ajarannya secara MERDEKA tanpa ada intimidasi dan paksaan dari UMAT lain. Selebihnya NEGARA haruslah MENGAKUI apapun sistem kepercayaan yang ada dalam masyarakat. Mungkin kelak, di Indonesia akan terdapat lebih dari 6 macam agama. Negara tidak berhak membatasi, namun negara BERWENANG MENGATUR KETERTIBAN sesuai aturan main yang disepakati bersama, agar tercipta ketertiban dalam kehidupan berbangsa. Lebih dari itu OTORITAS NEGARA diperlukan agar agama tidak menjadi boomerang menjadi faktor pencetus konflik yang merusak sendi kehidupan dalam masyarakat. T: adakah OTORITAS NEGARA yang salah kaprah dalam menjalankan peranannya sebagai WASIT ? J: ada, salah satu contohnya adalah mencantumkan agama di dalam KTP Anda. Contoh yang lain, anarkhisme yang dilakukan oleh suatu kelompok agama, terkesan dibiarkan saja oleh pihak penjaga ketertiban dan keadilan hukum masyarakat. Bahkan salah kaprah ini menjalar ke bidang lain yang jauh dari urusan agama. Contohnya bila Anda diminta mengisi formulir perbankan, ada-ada saja, di situ pihak Bank ikut-ikutan mencantumkan form agama yang harus Anda isi sesuai KTP. Sekali lagi pisahkan kepentingan Agama dari kepentingan politik maupun ekonomi. Jika tidak, maka terjadilah imperialisme/penjajahan berdalih kepentingan agama. Dengan mudahnya orang akan mengklaim bahwa kepentingan politik atau ekonominya adalah ATAS NAMA TUHAN. Siapa yang tak mau menuruti kemauannya akan mendapatkan laknat dari Tuhan. T: agak OOT (out of topic), apa saran Anda, agar supaya setiap orang baik sebagai warga bangsa maupun sebagai penguasa agar memiliki kemerdekaan dalam menjalankan dan mengapresiasikan nilai agama dalam kacah politik, ekonomi dan pergaulan sehari-hari tanpa terjadi pengkotakan sempit maupun fragmentasi ? J: Anda tak perlu berteriak lantang sebagai pembela Tuhan, Tuhan itu Maha Kuasa jadi kagak perlu dibela-bela, sombong banget kamu, bukankah manusia makhluk yang teramat lemah di hadapan Tuhan !? Tuhan juga tidak punya musuh, dan jangan pernah berfikir ingin menjadi musuh Tuhan. Tuhan tak ada lawannya kok. Anda bebas mau melalui agama apa pun, ajaran dan filsafat hidup mana saja, yang paling penting adalah PENCAPAIAN SPIRITUALITAS secara sungguh-sungguh. Yakni dengan cara menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara dengan sebaik-baiknya, sesuai PANCASILA, dengan melibatkan kekompakan empat unsur penting dalam diri Anda yakni: hati, pikiran, ucapan, dan tindakan. Dengan kata lain, NEGARAWAN idealnya memeluk “agama” Pancasila. Pancasila itu sangat sakral dan RELIGIUS. Meliputi dimensi “vertikal” dan “horisontal”. Menjadi pedoman “tata laku” dalam sendi kehidupan baik dimensi (domain) individu maupun sosial. Lha kok masih ada yang mau menggantikan Pancasila. Malah dibilang Pancasila tidak religius. Lah..trembelane…kenthir po yo ? Lha wong mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari itu tidak membuat panjenengan kopar-kapir kok Mas. Kalau ada yang menuduh, ya laporkan saja pada pak Lurah, pak Carik, kalau nggak mempan ya ke Pak Polisi, karena menganggu ketrentaman dan melibas hak orang lain. T: saya pernah dengar ada yang usul supaya dibuatkan referendum, dengan harapan Pancasila dapat diganti dengan Piagam Jakarta. Kira-kira bagaimana ? J; berarti mau meletakkan satu otoritas agama di atas negara yang majemuk ! atau membangun dominasi satu agama di atas agama-agama lainnya yang tersubordinasi. Menurut saya gara-gara di dalam Piagam Jakarta sila satu terdapat penggunaan kata-kata “Allah”. Lain halnya sila pertama Pancasila menggunakan kata-kata “Tuhan”. Menurut saya, Piagam Jakarta itu lebih terasa mewakili tradisi Timteng, dan tidak merepresentasi bangsa Indonesia yang plural ini. Istilah Tuhan kan jelas justru MEWAKILI “tuhan” semua orang Indonesia..! mencakup semua suku, semua agama. Istilah “Tuhan” tentu saja kalau Anda bicara dengan bahasa Indonesia. Anda pun bebas merdeka mau menyebutNya dengan nama-nama berikut: Allah, Alloh, Brahman, Pi Khong, Dei, God, Gusti Ingkang Murbeng Dumadi, Hyang Widhi, Puang Allah, semua tetap TUHAN yang itu-itu juga. Nggak ada yang lain, tetap tuhan yang tunggal. Tiada Tuhan (banyak) kecuali Tuhan (yang tungal).
Posted on: Tue, 06 Aug 2013 18:51:40 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015