Istana Pulau Es Karya : Asmaraman S.Kho Ping Hoo Episode : - TopicsExpress



          

Istana Pulau Es Karya : Asmaraman S.Kho Ping Hoo Episode : 70 Daun pintu dibobol dari luar dan Yu Goan cepat menggerakkan pedangnya, merobohkan orang pertama yang menyerbu masuk. Pemuda itu maklum bahwa selagi Siauw Bwee mengobati Ouwpangcu, kedua orang itu tidak berdaya untuk membantunya. Bahkan kalau mereka berdua diganggu, amat berbahaya bagi keselamatan mereka. Selain itu, cara pengobatan menggunakan sin-kang itu tidak dapat dihentikan di tengah jalan karena hal ini akan membahayakan yang diobati. Dia harus dapat bertahan seorang diri sampai Siauw Bwee selesai mengobati kakek itu. Dua orang dengan gerakan liar menyerbu masuk dengan tangan memegang golok. Mereka menyerang berbareng ke arah Yu Goan. Pemuda ini sudah melolos pedang dan sarung pedangnya karena dia maklum akan menghadapi pengeroyokan banyak lawan. Melihat datangnya dua batang golok yang digerakkan dengan tenaga kuat itu, ia menangkis dengan pedang dan sarung pedangnya. Untung baginya bahwa dua orang itu hanya memiliki tenaga sin-kang yang amat kuat akan tetapi gerakan mereka sama sekali tidak berbahaya, maka begitu menangkis, pedangnya terus berkelebat ke kanan kiri menusuk dada dan menyabet perut. Dua orang itu berteriak keras, akan tetapi benarbenar tubuh mereka kebal, karena tusukan ke arah dada itu meleset dan hanya mendatangkan luka pada kulit, sedangkan sabetan pada perut hanya merobek baju dan kulit. Dua orang itu sambil berteriak kaget sudah menerjang lagi dengan buas, akan tetapi Yu Goan yang melihat betapa di belakang dua orang itu menyerbu banyak sekali lawan, bergerak cepat sekali. Serangan orang di sebelah kanannya ia elakkan sehingga orang itu terhuyung ke belakang, cepat pedangnya dibalik dan secara tiba-tiba pedangnya menusuk ke belakang dan tepat menancap pada punggung lawan ini yang menjerit dan muntahkan darah segar dari mulutnya lalu terjungkal. Adapun penyerangnya dari kiri ia sambut dengan totokan sarung pedang pada pergelangan tangan orang itu sehingga goloknya terlempar karena tangan itu menjadi lumpuh. Pedang Yu Goan menyambar, kini mengarah leher dan biarpun leher itu juga kebal, namun goresan mengenai jalan darah di leher sehingga tampak getar ketika bertemu dengan golok yang dipegang seorang berpakaian seperti orang Han, dahinya lebar sekali dan gerakan goloknya aneh dan tangkas. Bersama orang ini, menyerbu pula enam orang liar dan Yu Goan segera dikeroyok di depan pintu. Pemuda ini memutar pedang dan sarung pedangnya. Namun kepandaian orang Han yang menjadi kawan Ang-siucai itu benar-benar tak dapat dipandang ringan sehingga Yu Goan harus bersikap hati-hati sekali. Dia memutar pedang dan sarung pedang, berloncatan ke sana-sini tanpa meninggalkan posisinya melindungi Siauw Bwee yang sedang mengobati Ouw-pangcu di sebelah belakangnya. Dia berhasil merobohkan dua orang pengeroyok pula, akan tetapi kini Ang-siucai sendiri bersama teman-temannya datang, dan Yu Goan terkurung oleh delapan orang termasuk Ang-siucai, dan dua orang Han yang lihai! Yu Goan bukanlah seorang pendekar muda biasa. Dia adalah putera tunggal pendekar besar Yu Siang Ki, keturunan langsung dari tokoh-tokoh besar Ketua Khong-sim Kai-pang, perkumpulan pengemis pendekar yang amat terkenal itu. Ayahnya sendiri yang telah menggemblengnya dalam ilmu silat, bahkan ayahnya yang menjadi seorang ahli ilmu tongkat keluarga Yu, telah mengubah ilmu pedang dari ilmu tongkatnya itu. Kini, Yu Goan mainkan pedang di tangan kanan dan sarung pedang di tangan kiri yang dipergunakan sebagai tongkat, dapat menangkis dan juga menotok jalan darah lawan! Namun, jumlah pengeroyok terlalu banyak. Roboh dua maju empat orang dan sebentar saja banyak lawan menyerobot masuk sehingga Yu Goan menjadi sibuk dan bingung juga karena dia harus melindungi Siauw Bwee dan Ouw-pangcu. Andaikata dia tidak harus melindungi dua orang itu, tentu saja sejak tadi dia sudah meloncat keluar mencari tempat yang lebih luas agar enak dia mengamuk. Kini, di tempat sempit itu, dan separuh perhatiannya ia tujukan untuk melindungi Siauw Bwee dan Ouw-pangcu, tentu saja dia kurang menjaga diri sendiri sehingga beberapa kali dia terkena sambaran senjata yang bagaikan hujan datangnya. Pundaknya, pangkal lengan kirinya dan paha kanannya sudah terluka, namun Yu Goan tak pernah berhenti bergerak menahan musuh yang seolah-olah air bah mengancam Siauw Bwee dan Ouw-pangcu. “Kurung dia rapat-rapat!! Ang-siucai berseru dan kini dua belas orang mengepung Yu Goan. Pemuda ini bingung sekali karena dia tidak dapat lagi melindungi Siauw Bwee. Baginya hanyalah Siauw Bwee yang penting maka kembali dia terkena tusukan ujung golok pada dada kanannya yang mengakibatkan luka lumayan dalamnya. Hal ini dapat terjadi karena dia nekat meloncat keluar dari kepungan mendekati Siauw Bwee. Pada saat itu, dua orang liar telah dekat di belakang Siauw Bwee, telah mengangkat golok hendak membacok wanita muda yang duduk bersila dan memejamkan mata, kedua telapak tangan menempel di punggung Ouw-pangcu itu. “Trang-trang! Cepp! Cepp!! Dalam kemarahan dan kegelisahannya, Yu Goan menangkis golok dari belakang, kemudian dua kali pedangnya amblas mema suki lambung dua orang itu yang tidak sempat mengerahkan sin-kang karena serangan itu datangnya amat cepatnya. “Bukkk!! Tubuh Yu Goan terguling ketika pukulan tangan kiri Ang-siucai mengenai punggungnya. Belasan batang golok dan pedang menghunjam ke bawah mengarah tubuh pemuda ini, akan tetapi dengan sikap seperti seekor burung terbang, tubuh Yu Goan sudah mencelat ke atas dan terdengar bunyi nyaring ketika pedang dan sarung pedangnya menangkis sekian banyaknya senjata! Kesempatan ini dipergunakan oleh dua orang Han pembantu Ang-siucai untuk menerjang Siauw Bwee dari belakang. Mereka telah melihat Siauw Bwee dan diam-diam mereka ini tergila-gila, maka ketika mereka menerjang, mereka tidak ingin membunuh dara jelita itu, melainkan ingin menangkapnya. Dua orang ini menubruk dan karena tanpa berunding lebih dulu memang mereka mempunyai nafsu hati yang sama, seorang mencengkeram pundak kiri Siauw Bwee dan orang ke dua mencengkeram pundak kanan. Niat hati mereka, dara itu akan ditangkap, dipeluk, dipondong dan dibawa lari! “Auugghhh!! “Aiiighhh!! Dua orang itu begitu menyentuh pundak Siauw Bwee, terpelanting dan terbanting ke atas lantai. Yang memegang pundak kiri seketika menjadi kejang, mula-mula menggigil lalu mati kaku dengan muka dan tubuh membiru karena darahnya telah membeku terserang Im-kang yang dahsyat. Adapun yang menyentuh pundak kanan tadi menjadi hitam seluruh tubuhnya dan mati seperti orang terbakar karena darahnya telah terbakar oleh Yang-kang! “Ihhhh....!! Ang-siucai berteriak kaget dan memberi aba-aba kepada para kawannya agar tidak menyerang nona itu. Namun terlambat dua orang pembantunya, anak buah Ouw-pangcu yang memberontak telah menusukkan golok mereka ke punggung Siauw Bwee. Begitu ujung golok menyentuh punggung, keduanya memekik dan terjengkang ke belakang dan mati seketika! Pada saat itu Siauw Bwee sedang mengerahkan seluruh tenaga sin-kangnya, dan tenaga itu bercampur dengan tenaga Jit-goat-sin-kang dari Ouw-pangcu, maka dahsyatnya bukan kepalang. Tenaga itu seolah-olah melindungi tubuh mereka berdua dan tentu saja penyerang yang kurang kuat sin-kangnya akan mati seketika seperti yang dialami empat orang sembono itu. Ang-siucai membawa teman-temannya keluar dan kini pertandingan dilanjutkan di luar. Pihak pengikut Ouw-pangcu terdesak hebat dan Yu Goan yang masih mengamuk dan terkurung dan terdesak karena pemuda perkasa ini sudah menderita banyak luka. Keadaannya berbahaya, sekali, namun Yu Goan sedikit pun tidak menjadi gentar dan, bertekad melawan sampai detik terakhir. Ouw-pangcu menghela napas panjang, tubuhnya bergerak dan ia berkata dengan suara nyaring, “Terima kasih, Lihiap. Budimu takkan kulupakan dan ternyata Lihiap tidak kecewa menjadi murid Bu Kek Siansu!! “Tidak perlu berterima kasih, Pangcu. Lebih baik lekas kita membantu Yu-twako.! Kedua orang ini meloncat keluar. Ouw-pangcu masih bertelanjang baju dan tangannya sudah menyambar goloknya yang tadi tergantung di dinding, begitu tiba di luar, Siauw Bwee dan Ouwpangcu mengamuk. Terutama sekali Ouw-pangcu yang masih menyaksikan Yu Goan menderita banyak luka dan orangnya banyak yang tewas. Ketua ini mengamuk seperti harimau terluka dan banyak kaum pemberontak roboh dan tewas di ujung golok atau di bawah telapak tangan kirinya. Namun, ketika para pemberontak melemparkan senjata dan berlutut minta ampun, di antara mereka tidak terdapat Ang-siucai dan kawan-kawannya yang telah lebih dulu melarikan diri. Hanya dua orang Han yang menyerang Siauw Bwee tadi yang tewas, selebihnya telah berhasil melarikan diri semua. Ouw-pangcu yang merasa penasaran, mengerahkan orang-orangnya untuk melakukan pengejaran, namun Ang-siucai dan teman-temannya lenyap seperti ditelan bumi. dengan hati penuh penasaran dan duka Ouw-pangcu memimpin anak buahnya untuk mengurus mayat-mayat yang bergelimpangan, dan mengobati yang terluka. Yu Goan menderita luka, namun tidak ada yang berbahaya sehingga setelah mengobati dirinya sendiri, pemuda perkasa ini masih sibuk mengobati anak buah Ouw-pangcu yang terluka. Hati Ouw-pangcu menjadi terharu sekali. Dia menjatuhkan diri berlutut di depan Siauw Bwee dan Yu Goan. Ketika dua orang itu menolak dan membujuknya untuk berdiri, dia berkata, “Aku tidak mau berdiri kalau Ji-wi tidak suka menjadi anak-anak angkatku!! Yu Goan dan Siauw Bwee saling pandang akhirnya keduanya mengangguk. “Baiklah, Gihu!! “Bangkitlah sekarang, Gihu!! kata pula Siauw Bwee yang mencontoh Yu Goan menyebut gihu (ayah angkat) kepada kakek itu. Ouw-pangcu melompat bangun, tertawa bergelak dan merangkul pundak kedua orang muda itu, memandang muka mereka saling berganti penuh kebanggaan. “Ha-ha-ha-ha! Mempunyai dua orang anak angkat seperti kalian, biar sekarang mati pun aku akan mati dengan senyum bahagia!! Siauw Bwee dan Yu Goan menjadi terharu sekali dan diam-diam mereka tidak menyesal, bahkan bangga mempunyai seorang ayah angkat yang demikian gagah perkasa, jujur, dan hidup dalam keadaan wajar. “Marilah, anak-anakku. Marilah kuajarkan ilmu melatih sin-kang untuk memperoleh tenaga inti matahari dan bulan. Kebetulan bulan sedang purnama malam ini, kau bisa mulai.! Bagi Yu Goan tentu saja ilmu ini merupakan keuntungan besar bukan main dan dengan tekun ia mulai melatih diri. Bagi Siauw Bwee, sesungguhnya dia memiliki sin-kang yang lebih dahsyat daripada yang dimlilki Ouw-pangcu, akan tetapi ketika dia mempelajari teori pelajaran ini, dia mendapat kenyataan bahwa kalau orang dapat mencapai tingkat tertinggi dari ilmu ini, bukan saja akan memliiki sin-kang yang dahsyat, pun akan dapat memetik hawa mukjizat dari matahari dan bulan! Maka dia pun lalu mempelajari dengan teliti dan mulai berlatih bersama Yu Goan. Ouw Teng, ketua penghuni tebing dan hutan itu, bersikap amat baik kepada Yu Goan dan Siauw Bwee. Kakek ini tidak mempunyai isteri atau anak, dan rasa terima kasih membuat dia berusaha sedapatnya untuk menyenangkan hati kedua orang anak angkatnya. Dia menceritakan segala hal mengenai keadaan para penghuni di situ tanpa menyimpan rahasia. Anak buahnya, yaitu para penghuni tebing dan hutan, tadinya berjumlah seratus orang lebih. Mereka membentuk keluarga di situ dan beranak bini. Akan tetapi pemberontakan itu menewaskan belasan orang anak buahnya, sedangkan yang terbujuk oleh Ang-siucai dan tewas serta melarikan diri, ada tiga puluh orang. Setelah tinggal di tempat itu selama dua bulan, Siauw Bwee dan Yu Goan mendapat kenyataan betapa orang-orang itu sesungguhnya hidup jauh lebih bahagia daripada orang-orang kota. Dan sesungguhnya mereka hidup dengan tenang, tenteram dan penuh damai. Tidak pernah ada percekcokan. Tidak pernah ada pencurian karena mereka tidak mengenal istilah mencuri. Semua benda yang terdapat di situ adalah milik mereka bersama dan siapa yang membutuhkan boleh mengambilnya. Tidak ada iri hati karena keadaan hidup mereka sama, bahkan Ouw-pangcu sendiri hidupnya tidak berbeda dengan mereka. Melihat keadaan ini, Siauw Bwee diam-diam membenarkan Bu-tek Lo-jin yang menaruh kasihan dan mengajarkan ilmu kepada mereka. Hidup secara liar seperti itu tentu saja lebih membutuhkan kekuatan untuk melawan ancaman binatang buas, penyakit yang timbul dari hawa udara dan lain ancaman lagi. Karena melihat bahwa mereka itu hanya memiliki kekebalan, Siauw Bwee lalu mengajarkan beberapa jurus ilmu pukulan dan ilmu meringankan tubuh. Kini ia mendapat kenyataan bahwa ketika malam-malam mereka mengintai dia dan Yu Goan, mereka itu melenyapkan diri bukan karena memiliki gerakan cepat, melainkan karena mempunyai tempat persembunyian di hutan-hutan yang tentu saja sudah mereka kenal betul keadaannya. Pula, karena mata mereka mengeluarkan cahaya mencorong berkat sin-kang mereka, maka begitu mereka memejamkan mata dan mendekam di tempat gelap, Siauw Bwee tidak dapat melihat mereka. Bagi Siauw Bwee yang sudah mengalami banyak hal aneh, bahkan pernah tinggal di tempat Pulau Es yang sunyi, kini tinggal di dalam hutan di antara orang-orang yang demikian sederhana hidupnya, ia merasakan ketenteraman hati yang amat menyenangkan. Ia merasa kerasan di tempat itu, hidup di antara pohon-pohon dan tanaman-tanaman liar, tidak pernah terlihat kemewahan kota, tidak pernah melihat kesibukan manusia mengejar uang, tidak pernah melihat percekcokan-percekcokan. Juga Yu Goan, di samping tekun melatih diri dengan Ilmu Jit-goat-sin-kang, juga merasa amat senang tinggal di situ. Akan tetapi, berbeda dengan perasaan Siauw Bwee, pemuda ini maklum bahwa jangankan tinggal di tempat yang tenang itu, biar tinggal di dalam neraka sekalipun dia akan merasa senang kalau di situ terdapat Siauw Bwee di sampingnya! Pemuda ini menyadari sedalamnya bahwa dia telah jatuh cinta kepada dara jelita yang sakti itu. Jatuh bertekuk lutut, mencinta Khu Siauw Bwee bukan hanya dengan jiwa raganya, melainkan seluruh hidupnya seakan-akan kini ia tujukan demi cinta kasihnya kepada dara itu! Dia tidak berani mengeluarkan isi hatinya, akan tetapi setiap pandang matanya, suaranya, gerak-geriknya jelas membayangkan cintanya yang amat mendalam. Siauw Bwee sendiri bukan tidak tahu akan perasaan pemuda itu, dan hal ini amat mengganggu hatinya. Dia suka kepadanya. Yu Goan yang ia tahu adalah seorang pemuda yang amat halus budi pekertinya, seorang pemuda yang berkepandaian tinggi, bukan hanya dalam ilmu silat, juga dalam kesusastraan dan ilmu pengobatan, sopan-santun dan jujur, pendeknya seorang pemuda pilihan. Akan tetapi, hatinya yang sudah jatuh cinta kepada suhengnya Kam Han Ki, tidak mungkin mencinta pria lain. Dia merasa kasihan kepada Yu Goan, terharu kalau melihat betapa sinar mata pemuda itu memandangnya penuh kasih, dan ia mengambil keputusan untuk mengakhiri penderitaan pemuda itu dengan satu-satunya jalan yang ia ketahui, yaitu memisahkan diri dari pemuda itu. Pagi itu mereka berdua berlatih di waktu matahari mulai naik tinggi, duduk bersila dan melatih sinkang menerima cahaya matahari dan membiarkan sinar matahari yang mengandung inti hawa panas yang menjadi sumber segala hawa panas itu meresap ke dalam tubuh mereka. Setelah mereka menghentikan latihan mereka dan tubuh mereka basah oleh peluh, mereka mengaso di bawah pohon yang teduh sambli menghapus peluh. Kesempatan ini dipergunakan oleh Siauw Bwee untuk mengutarakan keinginan hatinya. ”Yu-twako, kurasa kita sudah cukup memahami cara melatih diri dengan Jit-goat-sin-kang. Kini yang penting hanya tinggal melatih diri yang dapat kita lakukan di manapun juga. Sudah terlalu lama kita tinggal di tempat ini.! Yu Goan menoleh dan memandang dara itu dengan matanya yang lembut. Kemudian ia berkata, “Ucapanmu benar, Lihiap....! “Aihh, sudah berapa kali aku minta agar engkau tidak menyebutku dengan lihiap, Twako. Bukankah sejak lama aku menyebutmu Twako?! “Terima kasih, ....eh, Bwee-moi. Sesungguhnya engkau baik sekali dan aku merasa amat beruntung diperbolehkan menyebutmu adik. Akan tetapi, engkau adalah seorang pendeker wanita yang tiada keduanya di dunia ini, dan aku.... aku merasa terlalu rendah untuk manyebutmu adik.! “Omongan apakah ini? Aku hanya seorang manusia biasa, Twako. Kalau kau tidak menyebutku adik, aku tidak mau menjawabnya.! “Baiklah, Bwee-moi. Maafkan aku. Apa yang kaukatakan tadi benar bahwa kita sudah memaharni Jitgoat-sin-kang dan sudah terlalu lama tinggal di sini mengganggu ayah angkat kita. Akan tetapi...., kita akan pergi ke manakah?! Inilah yang berat bagi Siauw Bwee dan semua tadi ia ucapkan hanya untuk dipergunakan sebagai alasan belaka. Maksudnya hanya untuk mencari jalan agar ia dapat memisahkan diri dari pemuda ini. “Aku akan melakukan perjalananku mencari suci dan suheng, Twako. Kita berpisah di sini, aku melanjutkan perjalanan dan engkau pun melanjutkan perjalananmu sendiri.! Dengan hati perih Siauw Bwee melihat betapa wajah yang tampan itu menjadi pucat, mata itu memandangnya dengan sinar mata penuh permohonan. “Bwee-moi...., mengapa.... mengapa kita harus saling berpisah? Bukankah kita dapat melakukan perjalanan bersama? Aku akan membantumu mencari suheng dan sucimu sampai engkau dapat bertemu dengan mereka!! Siauw Bwee menggeleng kepalanya. “Twako, engkau baik sekali dan percayalah bahwa aku selamanya tidak akan melupakan engkau sebagai seorang sahabat yang paling baik, bahkan sebagai saudara angkat karena setelah kita berdua menjadi anak-anak angkat Ouw-pangcu, kita pun menjadi saudara angkat. Akan tetapi, tidak baik kalau kita melakukan perjalanan bersama, apalagi aku tidak ingin menyusahkanmu. Urusan pribadiku masih amat banyak, dan engkau sendiri tentu mempunyai urusan pribadi. Biarlah kita berpisah di sini dan tentu kelak kita masih akan dapat saling berjumpa kembali.! Yu Goan menggunakan kedua tangan menutupi mukanya untuk menyembunyikan kedukaan yang membayang di wajahnya. “Ah, Bwee-moi.... aku mohon kepadamu, jangan aku harus berpisah darimu.... jangan kita saling berpisah lagi....! Siauw Bwee tentu saja sudah menduga akan isi hati pemuda ini, akan tetapi ia mengeraskan hati, memandang dengan alis berkerut dan bertanya dengan suara nyaring mendesak, “Twako! Apa maksudmu dengan kata-kata itu?! Yu Goan menurunkan kedua tangannya dan memandang wajah dara itu dengan muka pucat namun sinar mata membayangkan isi hatinya tanpa disembunyikan lagi. Suaranya menggetar, namun ia memaksa diri untuk menggunakan saat itu mengeluarkan semua isi hatinya. “Bwee-moi, dengarlah. Semenjak saat pertama aku melihatmu, kemudian mendengar bahwa engkau adalah puteri dari mendiang pahlawan Khu Tek San, cucu murid Menteri Kam Liong, kemudian dilanjutkan melihat sepak terjangmu, menyaksikan kelihaian ilmu kepandaianmu dan watakmu yang amat mulia, aku telah jatuh cinta kepadamu! Tidak tahukah engkau, Bwee-moi? Aku cinta kepadamu, Bwee-moi, dan aku tidak akan dapat hidup kalau harus berpisah dari sampingmu. Engkau telah menjadi separuh nyawaku dan aku....! “Cukup, Twako!! Siauw Bwee berkata keras, tidak marah, hanya sengaja memperkeras sikapnya untuk “mengobati! penyakit yang menyerang hati pemuda itu. “Aku bukan seorang buta yang tidak melihat tanda-tanda itu semua, dari sinar matamu, dari suara dan gerak-gerikmu. Aku tahu bahwa engkau sudah jatuh cinta kepadaku. Akan tetapi, karena aku tahu pula bahwa amat tidak mungkin bagiku untuk membalas perasaan hatimu itu, aku mengambil keputusan bahwa kita harus saling berpisah sebelum penyakitmu menjadi makin berat.! Yu Goan memandang dengan mata terbelalak kosong, sekosong hatinya yang mengalami pukulan hebat. Wajahnya yang pucat, matanya yang memandang kosong, mulutnya yang agak terbuka seolah-olah sukar mengeluarkan suara, merupakan ujung pedang yang menusuk hati Siauw Bwee. “Meng.... mengapa tidak mungkin...., Bwee-moi?! Suara ini lebih mirip rintihan yang membuat Siauw Bwee memejamkan mata sejenak. Ketika dibukanya kembali, dua titik air mata menetes turun. Sejenak dia memandang wajah Yu Goan yang pucat, rambutnya yang mawut, matanya yang sayu, mulutnya yang tertarik derita hatinya. Ahhh, betapa mudahnya jatuh cinta kepada seorang pemuda seperti ini, pikiran ini seperti kilat memasuki kepalanya. Akan tetapi di sana ada Kam Han Ki dan dia tidak mau menukar suhengnya itu dengan pria lain yang manapun juga, betapa tampan dan baik pun! “Yu-twako, aku suka kepadamu, aku menganggap engkau sebagai sahabat terbaik, bahkan sebagai saudara, akan tetapi tidak mungkin aku membalas cintamu karena.... karena cinta kasihku telah dimiliki pria lain, Twako.! Yu Goan terbelalak, kemudian kedua lengannya bergerak ke atas, yang kanan menjambak rambut sendiri, yang kiri menutupi muka, tubuhnya gemetar dan suaranya menggetar, “Ahhhh.... maafkan aku, Bwee-moi.... maafkan aku....!! Siauw Bwee memegang kedua tangan Yu Goan dan menariknya turun. Ia memandang air mata yang menetes-netes turun di wajah yang pucat itu, menahan air matanya sendiri dan mengeraskan suaranya, “Twako! Begini lemahkan engkau? Seorang pemuda gagah perkasa, begini sajakah kekuatan batinmu?! Yu Goan memandang dara itu, lalu memejamkan mata dan menundukkan mukanya. “Maafkan aku.... maafkan....! (Bersambung...)
Posted on: Sat, 02 Nov 2013 11:01:21 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015