Jika jodoh adalah takdir maka aku tak perlu risau menerka dia atau - TopicsExpress



          

Jika jodoh adalah takdir maka aku tak perlu risau menerka dia atau dia jodohku dengan jalan mencoba menjalin hubungan tanpa kehalalan sebagai alasan sebuah usaha pencarian. Jika jodoh adalah takdir maka aku harus beriman padanya, pada takdirnya bahwa jika sebuah nama telah ditetapkan menjadi belahan jiwa kita, kita pasti dipertemukan dengannya dalam ikatan yang di ridhai_Nya. Maka cukuplah masa lajangku, ku isi dengan perbaikan dan menuntut ilmu, cukuplah itu memberiku ketenangan ketimbang melanglang buana menjadi petualang cinta. Namun, jika jodoh adalah pilihan,, Maka aku wajib berbenah diri, karena Rasulullah pernah bersabda “,,,pilihlah yang baik agamanya agar kamu beruntung....” Ya.... jika aku tetap memilih seseorang hanya karena silau akan ke elokan Rupa dan kekayaannya meski agama dan akhlaknya buruk, maka hidupku tak akan pernah dibarkahi_Nya dan pasti akan selalu di selimuti rasa penyesalan dan kekecewaan,, Bukankah rasulullah saw pernah bersabda bahwa : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi) TAKDIR ataupun PILIHAN tugas kita tetap sama, yaitu menuntut ilmu, berbenah diri dan membangun cinta kita pada Allah Taaala. CERITA PERJALANAN CINTA yusuf khaerul ikhwan Kemarin sore ketika aku mau shalat ashar di salah satu masjid. Secara kebetulan aku bertemu dengan teman lama ku semasa SMP. Tadinya sempat kaget juga sih, tiba-tiba ada yang memanggil ku dari belakang, aku terdiam cukup lama, sempat mengingat kembali orang ini, memang wajahnya sudah tidak asing lagi, tapi aku lupa kapan dan dimana kami bertemu sebelumnya. “hey khaerul, gimana kabarnya, waah lama ya kita gak ketemu” ucapnya sembari bersalaman. Aku masih kaku karena sedang mencoba mengingat-ingat kembali siapa orang ini. Tapi aku tak mau dia tersinggung dengan sikap ku itu yang sudah tidak kenal namanya lagi. “hey, Alhamdulillah sehat, kalau antum sendiri gimana kabarnya?” jawabku sambil bertanya balik. Kemudian iqomat pun di kumandangkan dan kami menunda obrolan kami sementara untuk menunaikan kewajiban kami terlebih dahulu. Seusai shalat aku berdo’a, aku berharap agar aku mampu mengingat nama sahabatku tadi. Aku terdiam sesaat dan sempat mulai ada bayangan-bayangan sedikit, yang aku ingat nama dia di akhiri dengan “wan”. “ah siapa dia, astagfirullah aku betul-betul lupa.” Ucapku dalam hati. Iwan, wawan, ridwan.. ah siapa ya aku gak ingat.. Di teras depan Masjid yang kebetulan begitu sejuk kami berdua bercerita-cerita tentang pengalaman kami masing-masing dari semenjak kami berpisah hingga bertemu lagi. ternyata aku baru tahu kalau temanku ini yang aku tidak tahu namanya (hehehe) ternyata sudah beristri. Aku sedikit tidak percaya, tapi memang benar kenyataannya seperti itu. Sugguh dari cerita-cerita pengalaman hidupnya yang membuat ku tertarik adalah tentang kisah cintanya bersama isterinya zahra yang sekarang berstatus menjadi isterinya. Cerita yang membuatku begitu termotivasi. Cerita yang begitu menyentuh hatiku. “seperti yang antum tau rul, ana dari SMP nyampe menikah gak pernah pacaran sama sekali.” Ketika dia hendak memulai ceritanya itu aku sempat kaget dan bertanya-tanya. “kok bisa ya, gak pernah pacaran tapi menikah? Gimana ceritanya”. Kemudian dia pun melanjutkan ceritanya. “sempat aku iri dengan remaja-remaja sekarang, setiap malam minggu mereka main ke rumah pacarnya, dan kadang jalan-jalan sama pacarnya. Mereka begitu mesra. Sempat membuatku tergoda untuk berpacaran juga. Tapi sayangnya selama satu tahun aku mencari gadis untuk aku jadikan pacarku begitu sulit. Perempuan memang banyak, bahkan dari hasil penelitian menunjukan jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Tapi dari jumlahnya yang sekian banyak itu, tak satupun yang sesuai dengan kriteriaku. Aku ingin yang jadi pacarku itu, gadis baik-baik, cantik dan shalihah. Mungkin itu terlalu sempurna tapi apa yang tidak mungkin bagi Allah, jika dia sudah berkendak, “jadilah, maka terjadilah”. Lama-lama aku berfikir bahwa, jika aku mencari gadis yang shalihah untuk aku jadikan pacar mana mau. Tentunya tak ada gadis shalihah yang pacaran. Dan akhirnya aku berhenti mencari pacar. Dan mulai bekerja keras persiapan untuk menikah. Aku bekerja pada suatu perusahaan, karena kualitas kerja ku bagus, sehingga aku di angkat menjadi karyawan tetap. Dan mungkin selanjutnya aku akan bekerja lebih baik lagi agar naik jabatan. Aku pikir penghasilanku sudah cukup, dan aku rasa aku sudah siap untuk menikah, di usiaku yang sudah 24 tahun ini memang sudah waktunya untuk mempersunting seorang gadis. Kemudian aku bertemu zahra di salah satu supermarket, dan ketika dia hendak beranjak pulang aku melihat di parkiran motor ternyata motornya mogok. Waktu itu dia tidak sendiri tapi bersama adiknya perempuan juga yang kira-kira usianya 12 tahun. Aku mencoba mendekati mereka, berharap bisa membantunya. “kenapa motornya ukhty?” tanyaku padanya, yang sebenarnya agak sedikit grogi juga sih, apalagi dia seorang akhwat yang hijabnya begitu panjang. Seluruh tubunya hampir tertutup. “eh ini akhi motor saya mogok, kenapa ya”. Jawabnya dengan intonasi suara yang begitu lembut. Kemudian dia menyerahkan motornya padaku. Dan aku mulai mengotak-atik motor tersebut, kebetulan aku sudah biasa dengan motor mogok seperti ini. Tak lama kemudian motornya nyala juga, tanpa aku sadari saking gerah dan groginya keringat ku bercucuran begitu banyaknya. Ya Allah aku jadi begitu salah tingkah. Akhwat itu memandangiku sambil ternsenyum. Sungguh aku tidak bisa membayangkan seperti apa mimik mukaku ketika itu. Aku begitu malu. “Alhamdulillah akhirnya nyala juga, terimakasih ya akhi” katanya sambil berterimakasih padaku. Aku hanya tersenyum saja. Tiba-tiba adiknya nyeletuk aneh. “cieee ciiee kayanya ada yang jatuh cinta niih” ucapnya. Kami berdua langsung tertunduk malu. “ssstts ade apa-apa’an siiih” ucap vella pada adiknya. “kakak sebagai ungkapan rasa terimakasih kami, nanti malam main ya ke rumah kami. Tenang kami suguhin makanan yang enak-enak deeh” kata si adik kecil tadi. “iya, insya Allah de, kalau ada waktu.” jawabku singkat. Mereka berdua pamitan padaku untuk pulang. Dan kami berdua pun berpisah. Aku begitu senang bisa berkenalan dengan mereka. Mungkin malam ini aku akan beranikan main ke rumah zahra sekalian silaturahmi, dengan harapan siapa tau aja aku bisa mendapatkan hatinya. Begitulah cerita dari temanku, lama dia bercerita tapi aku masih belum ingat siapa namanya, aku terus beristigfar. Aku malu jika dia tahu kalau aku tidak tahu namanya. Dia bilang ceritanya belum selesai sampai disitu. Masih panjang lagi, ketika proses ta’aruf, sampai ke pernikahan belum dia ceritakan. Tiba-tiba datang seorang akhwat menghampiri kami berdua. Dan ternyata itu isterinya. Ternyata dia yang namanya zahra, subhanallah dia begitu anggun, dan pakaiannya begitu tertutup. Sungguh beruntung temanku ini. “eh rul, kayanya sudah sore, ana mau pulang dulu nih takut kemalaman. Nanti deh ceritanya di lanjut lagi” katanya. Aku pun tanpa keberatan menyetujuinya. Sebelum temanku pulang aku sempat minta alamat dan nomor hapenya. Mungkin jika ada waktu aku akan main ke rumahnya untuk silaturahmi dan sekalian penasaran dengan cerita yang belum selesai itu. Hari ini cuaca terasa begitu panas, lebih panas dari hari-hari sebelumnya. Mungkin aku harus menghentikan perjalananku dan berhenti sebentar untuk berisitirahat. Tepat dihalaman masjid aku memakirkan motorku, lalu bergegas masuk kedalam untuk berteduh, dari layar hp ku jam menunjukan pukul 10:00, masih lama untuk memasuki waktu dzuhur. Sudah hal yang biasa bagiku beristirahat di masjid ini, jika pulang kuliah dalam cuaca yang sangat panas seperti ini aku selalu berhenti untuk berisitirahat hingga ba’da dzuhur. Kadang juga bisa sampai waktu ashar aku berada disini. Aku teringat teman lamaku yang dulu bertemu disini, dia berjanji akan menceritakan perjalanan cintanya itu yang dulu sempat terpotong. Aku berharap bisa bertemu dia lagi disini, karena dia juga pernah bilang bahwa dia bekerja dekat di sekitar masjid ini. Adzan berkumandang, seketika aku terbangun dalam tidurku, ternyata aku telah tertidur dengan pulasnya, tanpa ku sadari sudah memasuki waktu dzuhur. Para jama’ah masjid pun mulai berdatangan, begitu antusias nya mereka untuk mendekatkan diri kepada sang khaliq. Aku pun bergegas untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat dzuhur berjama’ah. Usai shalat seperti biasa aku tidak langsung pulang, aku sempatkan untuk tilawah qur’an dulu, agar hati menjadi tenang dari segala permasalahan-permasalahan duniawi. Aku baca surat ar-rahman dengan penuh penghayatan. Didalamnya terdapat ayat yang terus di ulang-ulang “fabi ayyi ‘ala irobikuma tukajiban” (maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan”. Begitu indahnya ayat-ayat Allah ini, Secara tidak langsung Allah menyuruh hambanya untuk selalu berysukur atas nikmat yang telah Allah kasih, walau sekecil apapun itu. “assalamu’alaikum” ucap suara dari belakangku, suara yang aku rasa aku mengenalnya. Yupss suara itu adalah suara teman lamaku yang aku tunggu-tunggu, akhirnya kami bertemu kembali ditempat yang sama. Seketika aku menoleh kebelakang sambil menutup qur’anku. “wa’alaikum salam” jawabku dengan semangat. Akhirnya aku bisa bertemu temanku lagi. “gimana kabarnya rul”. “Alhamdulillah sehat, kalau antum sendiri gimana?” “Alhamdulillah ana juga sehat” “oya ana mau nagih janji antum niih?” “hmmm, janji yang mana ya?” “itu, cerita tentang perjalanan cinta antum yang dulu cerita ke ana” “ooohhh itu, ternyata antum penasaran rul, baiklah ana akan coba lanjutkan ceritanya ya, semoga aja bisa dijadikan pelajaran juga”. ~~~ Seperti yang telah aku ceritakan dahulu, aku di undang untuk main kerumahnya. Tanpa pikir panjang aku pun mengiyakannya. Ya sekalian menjalin silaturahmi. Singkat cerita, aku tiba dirumahnya, aku ditemani oleh ayahnya di ruang tamu, kami berdua mengobrol cukup santai, sementara Zahra membantu ibunya membuat minuman di dapur. Tak lama ibunya datang membawa minuman menghampiri kami dan Zahra di belakangnya membawa makanan ringan. “Oh jadi ini yang mau melamar anak saya, sok atuh di minum dulu air nya” ucapnya dengan logat sunda, sementara Zahra hanya tersenyum saja sambil menaruh makanan di meja. Aku mendengar ucapan ibunya itu hanya bisa senyum-seyum saja, malah jadi salah tingkah, padahal niatku datang kesini hanya sekedar silaturahmi saja, tapi kenapa orang tuanya bisa-bisanya bicara seperti itu. “lho ko bengong, hayu di minum dulu minumannya” perintah ayahnya Zahra. “eh iya pak, makasih” jawabku gugup. Aku dan ayahnya mengobrol cukup lama dan tak terasa malam pun sudah semakin larut, aku bergegas untuk pulang, aku masih ingat kalimat terakhir dari ayahnya sebelum aku beranjak pergi, dia bilang “kalian ta’arufan aja dulu, nanti jika memang sudah sama-sama cocok langsung persiapkan untuk ke jenjang pernikahan” dan lagi aku jadi salah tingkah. “hmmm jadi salah persepsi gini” kataku dalam hati. Tapi gak apa-apalah emang tujuanku datang kesini salah satunya ya itu ingin mendapatkan Zahra. Hanya butuh waktu satu minggu bagi kami berdua untuk saling mengenal atau istilahnya ta’aruf, dan setelah itu kami langsung menikah, karena aku pikir pacaran setelah menikah itu lebih indah, ketimbang pacaran sebelum menikah. Pacaran setelah menikah itu, mau pegangan tangan, ciuman, atau saling memandangpun bisa mendapatkan pahala. Pernah satu pagi di hari pertama setelah pernikahan kami, isteriku bingung untuk membuatkan sarapan pagi untukku. Dia tidak tahu aku sarapan biasanya minum apa, minum kopi, minum teh atau minum susu. Aku lihat dia nampak kebingungan di balik pintu dapur, kadang keluar kadang masuk lagi ke dapur, mungkin dia hendak bertanya padaku namun malu. “mas ini aku bikinin kopi buat kamu” ucapnya sambil menyodorkan secangkir kopi yang ada di nampan. “hmmm, ko kopi siiih, tapi sayang aku itu gk sukaa minum kopi” kataku santai. “ma’af mas habisnya aku gak tau,… ya udah aku ganti deh” jawabnya datar, mungkin dia merasa tidak enak padaku. “eh gk usah diganti sayang,.. maksud aku gk suka minum kopi kalau gak di temenin sama kamu” kataku sambil mencubit pipinya. Dia tersenyum malu. Hari demi hari berganti, banyak hal-hal baru yang aku temukan dari dirinya. Ternyata dia sangat suka melantunkan surat ar-rahman setiap ba’da shalat maghrib. Katanya, untuk mengingatkan agar dia harus senantiasa bersyukur kepada Allah atas apa yang telah Allah kasih kepadanya. Terkadang jika aku tidak sibuk, kami tilawah qur’an bersama-sama. ~~~ Begitulah cerita dari teman lamaku, yang namanya Irwan, aku baru tahu namanya pas ada orang yang memanggilnya, aku rasa dia adalah teman sekantornya. “hehe ma’afkan aku ya kawan kalau aku baru tahu namamu lagi, maklum kita gak bertemu cukup lama sekali” kataku dalam hati. @motivasi sahabat ukhuwah
Posted on: Mon, 21 Oct 2013 11:22:29 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015