Kesesatan, Kegilaan, dan Setitik Embun Harapan oleh: Mona - TopicsExpress



          

Kesesatan, Kegilaan, dan Setitik Embun Harapan oleh: Mona Sugianto, M.Psi, Psikolog IW (perempuan, 33 th) membuat beberapa keonaran di beberapa organisasi yang diikutinya. Pasalnya, dia tidak suka kalau ide-idenya tidak diikuti. Bak burung merak, ia suka sekali bersolek. Setiap orang yang menjual perhiasan atau perlengkapan kecantikan, asalkan sedikit saja merayu atau memuji kecantikannya, tentu tidak akan pulang sia-sia. Jabatan suaminya yang mapan di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan, membuat IW nyaman. Orang hormat padanya, dan kerap mengajaknya bergabung di aneka organisasi amal. Orang tidak melihat ‘ketidakmampuan’nya dalam berorganisasi, karena pencantuman namanya di daftar pendiri organisasi, memudahkan pencarian dana. Alangkah terkejutnya ibu cantik ini, ketika titahnya disanggah. Dikeluarkannya kata ‘kutuk’ ajaib, “kalian tak akan dapat hidup tanpa aku.” TIDAK TAHU MALU? Pernahkah Anda bertemu dengan sosok seperti IW? Ketika Anda naik pesawat, dan melihat keributan yang dilakukan oleh oknum pejabat. Biasanya alasannya adalah “merasa tidak dihargai dengan layak, PADAHAL SAYA pejabat. Atau ketika Anda mengunjungi penginapan dan tempat-tempat wisata. Ada saja ‘ORANG TERKENAL’ yang tersinggung. Mengapa? Merasa tidak dilayani dengan baik, PADAHAL SAYA orang hebat. Paling sering juga Anda jumpai di institusi pendidikan. Cukup banyak tokoh guru maupun maha guru, yang begitu sulit menerima masukan dari orang lain, apalagi dari muridnya. Mengapa? Anak kecil tahu apa, SAYA kan PINTAR. Lalu, tidak ketinggalan di organisasi, termasuk institusi agama, selalu ada saja yang memiliki toleransi begitu minim terhadap perbedaan pendapat. Mengapa? SAYA kan BENAR, yang lain salah. Tidak ketinggalan, kita amati para professional, para ahli. Berapa banyak yang OPINI dan DIAGNOSANYA menjadi sebuah titah tak terbantahkan. Meloncati proses membangun hipotesa dan mengujinya, langsung kepada KESIMPULAN dan SARAN. Tidak cukup, bila kita saksikan di keluarga, Anda bisa menemui orang-orang yang mati-matian ngotot HARUS DIPATUHI. Alasannya, SAYA paling TUA, SAYA paling BERPENGALAMAN, so, SAYA HARUS DIPATUHI. Menghadapi orang-orang ini, apa yang biasa kita lakukan? Paling halus adalah menertawakan diam-diam, sambil berkata, “tidak tahu malu”. Reaksi sebagian orang lainnya adalah diam, tetapi sakit hati karena merasa tidak terima. Tetapi ada saja orang-orang yang marah dan berani ribut menghadapi orang-orang ini. Jadilah ramai. KEANGKUHAN VS GANGGUAN JIWA? Sesungguhnya, cukup sulit menganalisa apakah beberapa gejala yang biasanya cukup menetap ini dikategorikan kesombongan atau sudah masuk kategori gangguan jiwa. Pada klien-klien dengan schizophrenia yang memiliki waham kebesaran, bila kita tidak tahu latar belakangnya, semua yang diceritakan bisa sungguh tampak nyata. Seorang selebritis senior yang sudah mulai pudar popularitasnya dan seorang pensiunan pejabat, yang diduga memiliki waham kebesaran, menceritakan pokok-pokok pikirannya yang sarat waham kebesaran, dengan sangat halus, sistematis, dan manis. Sungguh semua seperti nyata. Dan memang nyata dalam keyakinannya. Betapa orang-orang sangat mengaguminya, betapa berharga dirinya, betapa orang lain tidak bisa baik tanpa dirinya, dan betapa ia sangat sempurna. Dahsyat! SAKIT JIWA TIDAK HARUS YANG ADA DI RUMAH SAKIT JIWA Selama dua bulan bertugas di rumah sakit jiwa, saya sangat menikmati waktu-waktu yang saya isi di bangsal bersama para pasien. Berdiskusi, menulis perjalanan hidup, saling menertawakan, dan bermimpi. Salah satu pasien yang sangat cerdas dan kritis pernah berkata kepada saya, “Mbak Mona, harusnya yang masuk ke sini (RSJ-red) bukan cuma kita-kita, ya…”. Saya terdiam. Apa yang dikatakan teman saya itu benar. Walaupuan berapa besar RSJ itu dibuat, tetap saja tidak akan muat menampung semua orang yang gangguan jiwa yang ada di luar tembok rumah sakit jiwa. Betapa banyak yang berdasi dan berjas lengkap, sesungguhnya sudah harus menjalani rawat inap di RSJ. Karena kebijakan dan sepak terjang yang tidak lagi berdasarkan realita hidup tetapi berdasarkan waham kebesaran yang diyakininya. Betapa banyak energi dihabiskan dan betapa banyak anggaran dikeluarkan untuk memuaskan keangkuhan, gengsi, dan waham-waham kebesaran? Kita yang berada di luar RSJ, bukan berarti jiwa kita sehat. SETITIK EMBUN HARAPAN Tidak ada yang sehat jiwa 100%, tetapi dari pengalaman, orang yang cukup sehat jiwa memiliki beberapa ciri: 1. Bisa bersyukur, bukan cuma bisa mengeluh. Mengapa? Karena orang yang hanya bisa mengeluh, melihat realitas hidup secara tidak seimbang. Selalu banyak kesulitan, tetapi tetap ada kebaikan-kebaikan yang terjadi pada kita. Boleh mengeluh, tetapi tetap bisa bersyukur. 2. Adanya semangat untuk menjadi lebih baik. Ada energi untuk berusaha, ada dorongan untuk belajar dan mencari tahu, ada upaya untuk menjadi lebih baik. Einstein berkata, “hanya orang gila yang mengharapkan hasil berbeda bila terus melakukan hal yang sama”. 3. Memiliki kegembiraan yang cukup dan punya selera humor. Salah satu penyelamat dari ancaman gangguan jiwa, adalah selera humor. Mengapa? Menertawakan keanehan diri sendiri dan orang lain, membuat seseorang mampu melepaskan tekanan dan ketidakmengertian kita tentang dunia ini secara ringan dan murah. Orang yang terlalu serius memikirkan ketidakadilan yang terjadi, lalu menuruti kecenderungan untuk perfect, tentu akan menjadi tidak sehat jiwa tinggal di negeri ‘ajaib’ ini. Humor dan kegembiraan membantu kita melepaskan beban-beban berlebih. 4. Keseimbangan dalam mengambil posisi melihat fenomena dari berbagai sudut pandang. Bukan hanya dari sudut pandang diri sendiri dan bukan hanya dari sudut pandang orang lain. Berbicara psikoanalisa, EGO mampu mengakomodir tuntutan ID maupun SUPER EGO secara baik. Bila ID saja yang dituruti, petaka. Bila SUPER EGO saja yang dituruti, maka kita menjadi SUCI dan semua orang lain JELEK, tentu petaka juga. 5. Memiliki relasi yang baik dengan orang-orang yang signifikan. Orang-orang yang sehat jiwa, BISA MENCINTAI, bisa berkorban, rela memberi. Ia juga bisa menerima cinta dengan baik, tanpa harus menjadi terlalu posesif dan curiga. Bisa melihat kebaikan-kebaikan orang, bukan hanya keburukannya. Karena itu, bisa berelasi baik dengan orang lain. 6. Punya power yang cukup untuk memilih, membuat keputusan, dan menentukan apa yang akan dilakukan dalam hidup. Bukan orang yang hanya tergantung pada orang lain dan bukan orang yang selalu ingin membeaskan diri dari pengaruh orang lain. Cukup seimbang untuk mendapatkan masukan dari orang lain tanpa menjadi tergantung kepada orang lain. Bagaimana dengan Anda? Selamat mencintai, selamat berkarya! Talent is God-given, be HUMBLE Fame is man-given, be GRATEFUL Conceit is self-given, BE CAREFUL John Wooden
Posted on: Wed, 03 Jul 2013 06:54:57 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015