"Kuliner : Budaya Kemandirian Bangsa" Bangsa kita sesungguhnya - TopicsExpress



          

"Kuliner : Budaya Kemandirian Bangsa" Bangsa kita sesungguhnya memiliki potensi cita-cita. Berupa cita-cita sosial dan cita-cita individual. Potensi sosial dan individual itu tercermin pada cita-cita dan semangat kemandirian. Visi dan Misi. Besarnya semangat kemandirian budaya bangsa dan masyarakat Indonesia bisa kita lihat dari sisi khazanah Kulinernya. Lagi-lagi barangkali tidak berlebihan jika saya sebut "Lamongan Sebagai Raja Kuliner". Di mana saat ini anda tinggal, "Insya Allah" Kuliner Lamongan tergelar dan ada di situ. Dan sesungguhnya mereka telah melakukan perlawanan budaya, ’perang kuliner’ antara kuliner yang berasal dari Amerika, Eropa, Cina, Jepang, Korea, dan banyak lagi kuliner asing lainnya. Mereka telah merespon itu dengan terus membangun rumah-rumah makan bahkan menggelar angkringan di pinggir-pinggir jalan. Sebagaimana hal tersebut di atas saya akan Mengenalkan Kuliner Kuno Khas Lamongan, barangkali itu kini jadi barang "Langka" di kota anda. salah satu kuliner yang cukup populer dan menjadi favorit masyarakat Lamongan, adalah "Sego Mpok" atau Nasi Jagung. (Red-CakART) “Iwak peyek, iwak peyek, iwak peyek nasi jagung...” Penggalan lagu Haji Imron (pencipta karya orisinal Iwak Peyek) yang dinyanyikan Trio Macan itu, tampaknya selain memopulerkan grup mereka sesungguhnya juga agen diplomasi budaya yang membawa nasi jagung kembali terngiang di telinga kita. Apakah anda sudah pernah makan nasi jagung? Jika anda belum pernah makan nasi berwarna kuning ini, berarti anda ketinggalan jaman, katenye..si doel anak sekolah. Makanan ini dulu amat mudah ditemui, barangkali karena harga beras masih barang mewah saat itu, dan jagung lebih mudah ditanam, lebih cepat panen, dan lebih mudah ditumbuk. Hal ini membuat nasi jagung menjadi pilihan sebagai makanan pokok. Seiring berjalanannya sejarah dan waktu, kini nasi Jagung itu menjadi barang langka, selain harga beras yang mulai terjangkau, juga karena pembuatan nasi jagung tidak semudah menanak nasi putih (beras/padi). Nah,bagi anda yang ingin bernostalgia dengan masa lalu, atau mengerti bagimana cara membuat makanan jadul ini yang dimasak di atas tungku kayu bakar. Lamongan Menyediakan. Tepatnya "Warung De Prah" Jalan Raya Paciran-Lamongan, 300 meter barat WBL (Wisata Bahari Lamongan). Konon warung ini berusia lebih dari setengah abad. Selain Nasi Jagung sebagai menu unggulan juga menyajikan hidangan aneka ikan laut segar dan beberapa sayuran plus sambel terasi khas pesisir Lamongan sebagai pelengkap nasi jagungnya. Menu tersebut sudah sangat cocok jika dipadukan dengan nasi jagung. mungkin anda bertanya kenapa dimasak di atas tungku kayu bakar? Ini dilakukan untuk tetap menjaga tekstur nasi jagungnya agar terasa sama dengan nasi jagung yang dikenal oleh orang-orang dulu. Proses memasak nasi jagung hampir sama dengan memasak nasi putih biasa. terlebih dahulu dibersihkan dengan air, air direbus hingga tanah kemudian nasi jagung ditanak dalam dandang. Ini Jagung yang sudah dihaluskan, bukan jagung yang masih berupa biji-bijian utuh. Soal berapa menit matangnya, itu tergantung besarnya perapian? Nasi jagung ini tidak bisa pulen sebagaiman nasi putih pada umumnya. Nasi jagung memiliki tekstur cenderung lebih keras namun Halus. Karena itulah nasi jagung ini membuat kita merasa kenyang lebih lama. Warung De Prah memang cukup ramai. Kalau kita datang telat, lauk dan sayurnya mungkin tinggal sedikit. Jadi, agar lebih leluasa memilih lauk dan sayur, ada baiknya Anda datang lebih pagi, sekitar pukul 09.00 saat warung ini mulai buka. Jangan sampai kecewa gara-gara menu ikan dan sayurnya tinggal sedikit. Makan nasi jagung di Warung De Prah juga tidak akan membuat kita kehabisan banyak uang, karena harganya juga cukup terjangkau. Untuk seporsi nasi jagung dengan sayur dan satu ikannya, kita hanya perlu membayar Rp 7.000 saja. Jika tertarik untuk mencoba makan nasi jagung, atau ingin mengenang masa lalu dengan makanan zaman dulu ini, Warung De Prah tampaknya perlu untuk dikunjungi. Silaken,, Dan ketika terjadi kecamuk ‘perang kuliner’ antara kuliner yang berasal dari Amerika, Eropa, Cina, Jepang, Korea, selain Lamongan masyarakat Indonesia pun banyak yang merespon melakukan perlawanan itu dengan terus membangun rumah makan, seperti masakan Padang, pecel Madiun, gudeg Yogya, aneka soto Seperti soto Babat-Lamongan, soto Sokaraja, Makasar, Surabaya, Kudus). Aneka macam sate (sate kambing, ayam, sapi Jawa, sate Madura, sate Padang, sate Ponorogo,), ikan-ikanan (ikan darat, ikan laut, yangdibakar, digoreng, dipepes, dari Sunda, dan daerah lain), ada pula kue-kue khas daerah, bakmi khas Jawa, khas Jakarta, aneka macam martabak, aneka macam minuman daerah seperti bajigur, serbat, secang, dawet siwalan dan sebagainya. Perlawanan budaya juga tampak ketika terjadi ‘perang pertunjukan’. Kita bisa lihat betapa maraknya pertunjukan berbasis seni budaya tradisi daerah untuk melawan pertunjukan seni asing yang bersifat global. Ketika terjadi ‘perang buku” maka penerbit-penerbit pun meneritkan karya sastra dan pemikiran budaya lokal, melawan segala hal yang berbau global. ..... Mekaten leres to Sami.. Salam-IHA
Posted on: Wed, 18 Sep 2013 15:59:56 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015