MHMS Chap.4 Ruang temaram, alunan musik jazz dan sebotol - TopicsExpress



          

MHMS Chap.4 Ruang temaram, alunan musik jazz dan sebotol minuman keras sedang menjadi pengantar renungan Sasuke malam ini. Di atas mejanya terletak selembar amplop cokelat berisi hasil keputusan sidang evaluasi dirinya siang tadi di markas pusat FBI. Mata lelaki itu melirik arlojinya sekilas, sudah jam sepuluh malam dan ia masih tidak berniat kembali ke resort yang gedungnya tidak jauh dari tempatnya berada sekarang. Ia tahu Sakura tengah menunggunya sejak siang. Wanita itu terus menghubunginya lewat telepon namun tak satupun yang dijawabnya. Sedang malas bicara. Bartender pirang cantik di depan mengulaskan satu senyum menggoda padanya, Sasuke justru membuang pandangan ke arah lain. Entah mengapa rasanya saat ini tidak ada hal menarik yang mampu mengalihkan pikiran beratnya dari memori beberapa jam lalu. Kata-kata dari kepala tim evaluator divisinya terus bolak-balik melintasi kepala. Lagi-lagi ia menuang minuman dalam gelasnya. Agent Sasuke Uchiha, secara langsung tindakanmu telah mencoreng reputasi kinerja organisasi ini. Kau sudah membunuh dua target yang mana seharusnya bisa kau selidiki lebih lanjut setelah ini. Sesuai tingkat pelanggaran yang terjadi, kami akan menarik lisensi misi lapanganmu dalam kurun waktu enam bulan ke depan. Pelatihan intensif dari tim evaluator akan kau jalani di Arizona bersama beberapa agent rookie lainnya. Kau bisa mendapatkan kembali nama SS-1 setelah menjalani proses evaluasi di sana, dan kembali aktif di lapangan pasca sidang penentuan berikutnya. Kau bersedia? Kuso! Sasuke mengumpat kesal mengingat momen mengesalkan itu. Momen dimana dirinya yang diceramahi sedemikian rupa oleh beberapa atasannya dalam satu ruangan besar. Ia tak bisa berbuat banyak saat itu kecuali mendengarkan saksama hasil vonisnya. Sasuke tak menampik rasa nyeri yang menguasai hatinya, harus ia akui justru jawaban dalam sidangnya sendiri lah yang membuatnya jauh lebih emosi. Ia tak pernah sudi dikirim ke Arizona untuk menjalani hukuman selama enam bulan lamanya, ia juga tak rela lencana agent FBI-nya dirampas paksa tanpa persetujuannya. Karena itu sama saja artinya dengan memulai dari nol lagi. Maaf, tapi aku tidak bersedia menjalani hukuman apapun di manapun. Aku akan lebih memilih untuk berhenti dari organisasi merepotkan ini. Silakan proses pengunduran diriku mulai sekarang. Sudah kusiapkan semua berkasnya di meja ruang divisiku. Aku resmi... memutuskan untuk keluar dari pekerjaan ini, terima kasih kalian sudah membimbingku selama delapan tahun terakhir. Aku benar-benar tidak bisa melanjutkannya lagi. Sasuke tertawa getir mengingat kata-kata yang diucapkannya di hadapan para petinggi FBI tadi. Ikhlas tidak ikhlas ia menyatakan keputusan itu. Sudah terlanjur berjanji pada istrinya juga. Sekarang ia tengah menimbang rayuan ibunya untuk beralih profesi sebagai penerus perusahaan Uchiha Industries. Ah... membayangkan bekerja di kantor memakai jas saja sudah membuatnya malas. Rasanya tidak menantang, tidak berurusan dengan senjata dan kemampuan fisiknya yang tak tersaingi. Sasuke menempelkan dahinya lesu pada lipatan tangan di atas meja. Frustasi. Jalan hidupnya terasa kacau besar-besaran setelah menikah ini. . . . . Naruto © Masashi Kishimoto My Honeymoon, My Mission A Naruto FanFiction by Asakura Ayaka AU/ OC/ Violence Scene/ Lemon . Final Chapter : A Start from The End . . . . Ting Tong! Bel pintu kamar berbunyi lumayan keras. Sakura yang sama sekali belum tidur dengan senang hati menghampiri ambang pintu, berharap itu adalah kepulangan suaminya. Sudut bibir tipisnya mengembang seiring tebakannya tepat sasaran, dia sudah datang. Okaerinasai. Sasuke-kun lama sekali... sudah makan? Sudah. Sasuke menjawab singkat. Ia langsung melepas jaket beserta kausnya untuk segera membasuh diri dalam kamar mandi tanpa banyak bicara. Bau alkohol menguar pasti dari tubuh pria itu, belum lagi suara berat khasnya yang tak mengenal ramah tamah sedikit mengagetkan Sakura. Kenapa dia…? Firasat buruk wanita itu kian hadir lantaran dari awal melangkah memasuki kamar mata Sasuke sama sekali tak mau menatapnya. Menyapa juga tidak. Sesuatu yang tidak beres terjadi di sini. Kendati merasa tidak enak, menantu dari Uchiha Mikoto itu memutuskan untuk membereskan semua barang-barang bawaanya saja. Selagi Sasuke mandi Sakura berinisiatif menyusun isi kopernya serapi mungkin mengingat jadwal kepulangannya ke Tokyo besok pagi. Dimasukannya secara telaten barang-barang miliknya beserta Sasuke yang ada dalam kamar. Tak lupa dirinya menyisakan beberapa helai pakaian bersih untuk dipakai malam ini dan besok sebelum berangkat. Setelah menata semua barang-barang dengan cekatan, Sakura lekas beranjak mondar-mandir ke seluruh sudut ruangan mencari-cari barang yang sekiranya takut ketinggalan. Segala laci dan kantong baju kotor diperiksa cermat, hingga tangannya menemukan selembar amplop cokelat bersemayam dibalik saku jaket yang barusan Sasuke kenakan. Penasaran, Sakura membukanya dengan penuh hati-hati, lagipula seingatnya mereka tidak membawa amplop ini dari rumah. Dibukanya lipatan lembaran surat itu dan—I-INI...?!—telapak kiri Sakura seketika menghalau mulutnya sendiri yang terbuka, kedua permata emerald-nya jelas membulat sempurna melihat isi surat yang ada dalam amplop tersebut. Tak lain dan tak bukan... itu adalah surat pernyataan pengunduran diri Sasuke dari FBI. Sakura membaca satu persatu detil yang tertulis di sana dengan air muka yang sepenuhnya kaget. Federal Bureau of Investigation Name: Sasuke Uchiha Agent codename: SS-1 Nationality: Japan Join date: October 4th, 2005 Original division: Counterterrorism (operation branch II) Grade skill: Professional Track record: 136 accomplished mission, 7 completed investigation, 1 on demand case. Current status: Non-active Resignation excuse: personal reas— —SRAK! Belum selesai membaca keseluruhan isi form, Sasuke sudah menyambar kertas tersebut dari balik bahu istrinya. Onyx dan emerald bertemu dalam satu garis pandang. Sakura tidak tahu harus berkata apa mengetahui ini semua. Tanpa pernah ia sangka, Sasuke akan benar-benar mengundurkan diri dari pekerjaan favoritnya itu. Pantas saja... lelaki itu bersikap aneh sejak pulang tadi. Inikah penyebabnya? S-Sasuke-kun... benarkah kau... Aku sudah memutuskannya. sambung Sasuke cepat. Tubuh berbalut handuk kimono putihnya melenggang menjauhi Sakura membawa kertas tadi. Sakura yang melihat adanya sedikit raut keterpaksaan Sasuke langsung mengejar punggung pria Uchiha itu dan menggapainya erat. Ia paham Sasuke melakukan ini untuknya, untuk masa depannya, dan begitu terharu atas keputusan besar yang sudah diambil suaminya ini. Arigatou, Sasuke-kun... Aku juga akan berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarga kita nanti. Percayalah. ucapnya seolah paham apa isi hati Sasuke. ….. Masih minus respons. Sasuke terus berlalu memasuki kamar dan mengganti handuknya dengan pakaian tidur yang sudah disiapkan istrinya. Yang ia butuhkan saat ini hanyalah sedikit waktu untuk menenangkan dirinya sendiri, bukan kata-kata hiburan atau perlakuan spesial dari wanita itu. Entahlah... Sasuke juga masih kurang tahu mengapa dirinya begitu enggan membagi dukanya—bahkan pada orang terdekat. Ini sungguh berbanding terbalik dengan dirinya yang selalu berusaha mengusir segala keresahan hati Sakura dalam masalah apapun. Ne... sudah malam, Sasuke-kun... istirahatlah. Besok lagi kita bicarakan ini, ya? ….. Hingga sang purnama semakin tinggi menanjaki cakrawala, Uchiha Sasuke yang berdiam seribu bahasa masih setia membidik lautan malam dengan mata jelaganya. Ia termenung di sisi tempat tidurnya menghadap dunia luar. Tanpa menghiraukan Sakura yang sudah mengajaknya untuk terlelap bersama. Aku belum mau tidur. Kau duluan saja. Bersikap dingin. Pria ini sedang bergelut individual dengan emosi hatinya. Kertas pengunduran diri di tangannya kini sudah terbubuhi tanda tangan persetujuan semua pihak berwenang. Jika dibilang tidak keberatan maka semua itu adalah dusta adanya. Sasuke tidak pernah membayangkan rasanya akan seberat ini dalam keputusan yang dibuatnya sendiri. Bagai mengkhianati prinsip hidupnya, ia merasa bersalah besar pada separuh bagian dirinya yang masih memiliki semangat juang untuk menegakkan keadilan. Sasuke-kun... ….. Bukan ini yang diinginkannya. Sasuke sadar betul jika ia mencintai profesi ekstremnya tersebut. Tapi mau bagaimana lagi, keadaan yang ada sudah cukup mendesak. Segala ukiran prestasinya di FBI yang secara tak langsung telah menyelamatkan ribuan nyawa orang di dunia ini, mau tak mau harus rela ia tinggalkan hanya demi seorang wanita—Haruno Sakura. Wanita yang dicintanya, yang telah berani mengubah haluan hidupnya dengan dalih cinta dan pernikahan. Pelan tapi pasti... Sasuke merasakan kedua tangan Sakura menghinggapi pundaknya. Lambat laun wanita itu mencoba mendekap prianya penuh hangat seakan mengobati batinnya yang tengah bergolak. Sasuke tersenyum simpul dalam rengkuhan tangan istrinya, ia yakin wanita di belakangnya ini pasti sedang bingung harus bicara apa padanya. Tidurlah. Aku tidak apa-apa. ucapnya berat yang justru membuat Sakura semakin mendekapnya erat. Sakura tahu sebentar lagi pasti Sasuke akan berusaha melepaskan dirinya—dan benar saja. Sasuke-kun marah padaku...? bisiknya pelan. Tidak... mungkin hanya sedikit kesal, jawabnya jujur, besok pagi juga hilang. Tangannya lalu bergerak untuk mengacak surai pink kepala Sakura yang bertengger di bahu kanannya. Kita sama-sama memulai hidup baru... jangan menyembunyikan perasaanmu dariku. Aku bukan kekasihmu lagi, Sasuke-kun. Aku sekarang istrimu. Tidak ada gunanya terus-terusan memendam kesal, lebih baik pertanggungjawabkan masalah kita yang kemarin. jeda sebentar, Sakura mengubah nada bicaranya berusaha terdengar lebih lembut. Kurasa kata maafmu saja tidak akan melunasi sedihnya hatiku... Tch. Sasuke mendecihkan nafasnya berat. Apa lagi ini? Sadar atau tidak perkataan Sakura justru menggaet emosinya untuk kembali naik. Ia paham betul apa maksud ucapan itu, dikiranya Sakura sudah tidak akan membahas soal kecelakaan kegugurannya lagi—tapi ternyata salah besar. Tanggung jawab apa lagi yang harus kuberikan padamu? Itu sudah kehendak Tuhan, Sakura. Aku tidak akan bisa membalikkan keadaan seperti sebelumnya. Kau bisa. Malam ini juga. Sakura mengeratkan pelukannya lagi. Aku siap untukmu, Sasuke-kun. ….. Alis Sasuke mengernyit begitu Sakura menyahuti omongan seriusnya. Sedikit memakan analisa akurat, Sasuke akhirnya mengerti kemana arah pembicaraan Sakura berujung. Buat anak baru lagi, eh? jujur, ia amat sangat menunggu momen ini datang. Sudah satu minggu lebih ia menahan baik-baik hasrat jasmaninya. Hanya saja sepertinya tawaran Sakura justru datang di waktu yang sama sekali tidak tepat. Kenapa baru sekarang wanita itu menyatakan siap. Mood-ku sedang tidak bagus. Buruk, malah. Kau tahu sendiri akibatnya jika aku melakukannya dalam mood seperti ini. Sasuke melepas paksa dekapan Sakura, akhirnya pria itu berbalik badan untuk membelai wajah manis istrinya—begitu kontras dengan dirinya yang stoic tanpa ekspresi—sungguh mencerminkan seberapa buruk mood-nya saat ini. Maaf, lain kali saja. Tak memberi kesempatan untuk menolak, Sakura bergerak duluan untuk membungkam bibir suaminya cepat. Ia benar-benar tidak tahu lagi bagaimana cara untuk menghibur si bungsu ini. Sampai kapan Sasuke mau memendam perasaannya sendiri, Sakura amat tidak tahan dengan sifat bebalnya itu, ia sudah jengah. Diberikannya terus kecupan-kecupan manis berharap kekesalan suaminya bisa tergoyah. Sayangnya pria itu justru berusaha untuk tidak termakan pancingan istrinya, ia tak memberikan respons apapun atas ciuman di bibir tipisnya. Dengan tenang ia juga membiarkan Sakura terus meremas rambut biru mencuatnya. Sakura... hentikan, elaknya, ini buk—mmmh... Dirasa gerak bibir Sakura semakin agresif, Sasuke membuka iris kelamnya sesaat. Ada emosi yang terkamuflase dibalik gelapnya mata itu. Nafasnya semakin menderu manakala Sakura menghisap kulit lehernya dengan sensual, semakin berani untuk menyapukan lidahnya di sana-sini. Insting laki-laki Sasuke mau tak mau harus bangkit menyambut. Perlahan lengan kekar itu bergerak... menyentuh tubuh istrinya yang sudah lama tak ia jamah sejak pertama kali memasuki kamar ini. Sasuke mendorong tubuh Sakura dan langsung menindihnya di kasur, ia menjawab kasar bibir yang sejak tadi terus menggoda imannya itu. Tak peduli sekeras apa nanti Sakura mengerang, Sasuke sudah terlanjur jatuh dalam perangkapnya. Emmmh..., Sasuke-kun, aahh...! Sakura melenguh kencang ketika Sasuke mengulum cuping telinganya hingga wajahnya memerah padam. Sensasi geli dan basah kini menggerayangi titik-titik sensitifnya. Berlanjut kembali ke bibir ranumnya, Sasuke meninggalkan jejak salivanya hampir di seluruh area wajah Sakura yang terusap lidahnya. Hasrat terasa sudah membakar habis akal sehatnya, ditambah emosi yang masih amat menggebu membuat Sasuke semakin gelap mata dalam mengabulkan permintaan wanita ini. Sasuke-kun, AHH! Sakit! Nghh...! Sakura menjerit keras kala Sasuke memelintir gemas dua puncak dadanya. Kau yang memintaku melakukannya, bukan? Besok kau akan menyesal. Tanpa ba bi bu pria itu segera melucuti piyama istrinya dengan gerakan gusar. Menyusul kemudian pakaiannya sendiri yang turut berjatuhan ke lantai. Sasuke menyentuh istrinya lagi di tengah mood-nya yang luar biasa buruk, ia menyelipkan sepenggal amarah dalam setiap gerakan yang diciptakannya. Kasar, brutal dan tanpa ampun. Apadaya, Sakura tak bisa menolaknya melakukan ini, karena ini jelas adalah hak Sasuke sebagai suaminya. Hak lelaki itu untuk mereguk kenikmatan dari raga pasangannya dengan cara apapun. Anghh! Hhh… Hentakan demi hentakan Sasuke lakukan dengan tegas. Ia begitu menikmati rupa wanita di bawahnya ini—yang sekalipun tampil tanpa busana dan rambut tak tertata—tetap tak pernah bisa melunturkan kecantikannya. Tubuh Sakura kian mengilatkan peluhnya yang memantulkan sinar rembulan dari jendela kamar. Kedua pergelangan tangannya telah terkunci dalam genggaman kuat Sasuke, sama sekali wanita itu tak diizinkan untuk mengganggu permainan lelakinya. Diamlah, Sakura... biar aku saja. Ughh...! perintahnya lagi sembari menghujami lorong senggama lawan mainnya dalam-dalam. Sssh... Sasu—ouuhh! tak sempat melayangkan protesnya, pikiran Sakura sudah melayang entah kemana menerima perlakuan liar Sasuke. Ia merasakan perih dan ngilu pada daerah selangkangannya yang terus bertambah basah, bahkan dari matanya sendiri Sakura bisa melihat sudah seberapa banyak bercak merah yang berhasil Sasuke torehkan di dadanya. Ia mengerangkan sakit, tapi tubuhnya berkata nikmat dan selalu kurang. Karena meskipun kasar Sasuke tetap berupaya untuk tidak menyakitinya terlalu keras. Justru ini merupakan kali pertama bagi Sakura merasakan permainan Sasuke yang sangat tidak menahan diri itu. Satu sisi hatinya merasa senang, inikah rasanya menghabiskan sisa-sisa waktu bulan madu? Sasuke-kunh... lagii... cep—aatt, AAH! Sakura tanpa sadar terus menginstruksi serangan suaminya. Tubuh keduanya mulai tak terkendali dan puluhan menit berikutnya Sakura mencapai klimaks dengan penuh nikmat. Sesaat Sasuke menghentikan gerakannya hanya untuk menyaksikan ekspresi melayang istrinya. Rasanya bangga... ia bisa memuaskan Sakura sampai begini kejangnya. Tepat setelah kedua manik hijau bening itu kembali terbuka sayu, Sasuke kembali meneruskan rasa butuh raganya lebih gila. Malam itu juga, Sakura benar-benar tidak kepikiran jika besok kepulangannya ke Tokyo harus tertunda berkat ketidakwarasan suaminya. Uchiha Sasuke telah sukses membuat Sakura lemah tak berdaya, bahkan untuk menggerakkan kedua kakinya saja tidak akan sanggup... . . . . . . . . . . . . . . . . . Tokyo. Few months later… . Hundred Stay Shinjuku Apartment—lantai 98. Lelaki pemilik apartemen ini sedang menghabiskan waktu paginya dengan bertengkurap di atas kasur empuk yang mengawalnya ke dunia mimpi. Hari ini weekend, dipastikan ia tidak perlu berangkat ke kantor pusat Uchiha Industries seperti biasanya. Selimut kelabu masih melapisi kulit putih polos lelaki itu, satu telapaknya menjamah permukaan bantal tak berpenghuni di samping kanannya. Seperti biasa, tidurnya memang selalu tenang dan damai. Adapun gema dentingan lempeng spatula yang beradu dengan wajan sama sekali tak mampu merusak tidur tampannya. Ia masih lelah sehabis menggempur istrinya semalaman penuh. Uunghm… sejurus kemudian bibirnya menuturkan lenguhan kecil saat rasa gatal mendatangi sisi pelipisnya. Onyx itu terbuka sedikit, sangat sipit. Tetap tidak tertarik bangun, Sasuke hanya menguap sebentar seraya mengumpulkan nyawanya. Tangannya bergerak-gerak mengelus setengah bagian kasur kosong yang menjadi daerah kekuasaan istrinya. Ia tersenyum penuh arti melihat betapa acak-acakannya sprei sewarna gading itu. Hasil perbuatannya semalam. Aku mencintaimu, Sakura... bisiknya tanpa lawan bicara. Entah apa maksudnya dia berbicara sendiri begitu, mungkin masih setengah bermimpi. Tak lama setelah itu insting negatifnya serasa terpanggil aktif. Sasuke mencium bau-bau sesuatu yang lumayan menyengat dan mendominasi sudut interior apartemennya. Sambil memejamkan mata, ia meresapi aroma tak sedap itu dan mencoba menafsirkannya. Hn... Dan setahunya ... bau ini adalah….. GOSONG?! SAKURA! bagai kucing tidur terinjak buntutnya, Sasuke refleks melarikan diri dari kasur dan melesat menuju pintu dapur. Kepulan asap tebal yang berasal dari atas wajan menguar menghiasi ruangan diiringi horror-nya suara gemericik minyak panas. Uchiha bungsu itu menggeram kesal melihat keadaan kacau apartemennya di pagi hari. Dimana Sakura? Apa yang dipikirkan wanita itu hingga nekat meninggalkan masakannya dalam kondisi siaga satu. Ck, ceroboh sekali. Sasuke mengibaskan tangannya mengusir asap-asap tak sedap tadi. Wajan itu menampilkan satu potong sayap ayam goreng yang kecokelatan, bagian bawahnya sudah menghitam kering nyaris mengerak bersama wajan. Hampir saja Sasuke membuang makanan itu ke tempat sampah ketika sebuah pekikan menginterupsi. Jangan dibuang! Hn? Sasuke menoleh jengkel. Ini dia pelakunya. Apa aku harus menunggu kebakaran baru boleh membuangnya? balasnya pedas. Aku bilang jangan dibuang! Sakura mengulang perintahnya tak kalah galak. Wanita bercelemek putih itu mendekat cepat demi mencegah lengan kekar Sasuke melenyapkan ayam gosong buatannya. Manik emerald-nya mengancam serius. Sasuke hanya mampu mengerutkan kening seraya berkacak pinggang melihat skill memasak wanitanya yang amat di luar nalar itu. Tak peduli pada apapun, Sakura melengos mengambil semangkuk nasi untuk sarapannya sendiri. Satu-satunya lauk yang ia makan saat ini hanyalah si sayap gosong tadi, mata Sasuke nyaris keluar melihatnya makan. Apa tidak ada makanan lain? Untukku mana? tanyanya dengan ikut mendudukkan diri di kursi meja makan. Tangannya melipat mantap menonton istrinya menyantap makanan hangus dengan begitu lahapnya. Aneh. Sasuke-kun, Sakura menelan makanannya sedikit paksa, nanti siang... temani aku ke supermarket, ya? Aku ingin beli rumput laut untuk makan siang ini. Aku ingin belajar membuat sushi sendiri, pasti Sasuke-kun juga akan suka sushi buatankum—MMMHP! Belum selesai bicara, Sakura merasa lambungnya bagai teraduk-aduk dari dalam. Makanan yang semula ia telan baik-baik kini terpompa kembali untuk memanjat jalur kerongkongannya. Sensasi aneh seperti mabuk laut bergumul dalam perutnya, sontak Sakura berlari ke wastafel sebelum isi mulutnya tumpah di atas meja makan. Uhwhek! Huwek! Dia... muntah...? Jangan-jangan?! Sasuke—yang memang pada dasarnya merasa déjà vu dengan adegan ini saat di Hawaii dua bulan lalu—bergerak cepat ke lain arah menuju kotak obat dan mengambil sesuatu. Ini dia … testpack. Pria yang belum sempat sarapan apa-apa itu mendadak merasa tidak tenang nan gelisah. Seketika rasa lapar dan ngantuknya pagi ini terlupakan begitu saja. Melihat Sakura muntah di pagi hari, entah kenapa dirinya malah sedikit excited. Perasaan tak terdefinisi hadir dalam relung hatinya yang hangat. Benarkah... benarkah apa yang ada di pikirannya kini? Benarkah kalau Sakura tengah...? Ahk! Sasuke sangat berharap itu benar terjadi! Saat langkahnya berbalik menghampiri ruang makan, dilihatnya wanita cantik itu sudah kembali duduk manis pada kursi meja makannya. Sakura meringis memegangi perutnya yang terasa mual hebat, selera makannya tiba-tiba menghilang entah kemana. Ayam absurd buatannya sudah berakhir dalam tong sampah dapur, Sakura meneguk air putih sebanyak mungkin demi menetralkan rasa aneh dalam rongga mulutnya. Sakura, ini. Cobalah. Sasuke berkata sambil menyodorkan benda di tangannya penuh yakin. Sementara Sakura terkejut bukan main. M-Maksud Sasuke-kun...? Mungkin saja, kan? ujarnya pasti. Sakura tak sempat berpikir ke arah situ, ia melamun sejenak dan membayangkan… sesuatu—yang sayangnya langsung buyar ketika tanpa sabaran Sasuke menyeret tangannya untuk masuk ke kamar mandi dan mendudukkannya di atas kloset. Jangan lama-lama. Aku tunggu di luar. ucapnya dengan menggenggam erat kedua tangan Sakura lalu beranjak keluar sesuai perkataan. Wanita itu asli melongo, ia bahkan tidak yakin jika dirinya sedang… K-Kami-sama, benarkah aku...? Sakura menyentuh perutnya sekali lagi, masih cukup rata dalam pandangannya. Dengan jantung yang amat berdebar-debar ia menurunkan celana pendek serta underwear putihnya. Sakura berani bersumpah baru kali ini dirinya pipis dengan rasa tegang yang begitu luar biasa seperti orang hendak bunuh diri. Ditambah Sasuke yang berteriak-teriak tak sabar dari luar pintu, Sakura semakin kehilangan percaya diri dalam mengetes urine-nya sendiri. Dua... dua... dua... aku mohon...! doanya dalam hati menunggu garis merah keluar dari alat testpack-nya. Namun apa yang terjadi, garis merah itu hanya keluar satu baris. Bukan dua. Sakura menghela nafasnya frustasi, ia mengguncang-guncang alat di tangannya penuh tenaga sebelum benar-benar putus asa. Mungkin masih ada harapan tersisa. Bisa saja alat ini memang kerjanya lambat, kan? Cih, kenapa hanya satu! Ayolaah, SHANNAROOOO…! . . . . Cklek… Pintu kamar mandi terbuka. Sasuke segera mencengkeram kedua bahu istrinya kuat. Iris obsidian itu menginterogasi dalam-dalam, degup jantungnya belum juga normal sejak tadi berharap-harap cemas. Bagaimana? Positif?! tanyanya menggebu-gebu. Tak berani menjawab, Sakura langsung menerjang tubuh Sasuke dengan pelukan super kencang. Ia menggelengkan wajahnya ke kanan dan ke kiri pada dada bidang pria itu. Gemas setengah mati. Sasuke makin penasaran dibuatnya, iapun kembali mendesak jawaban wanita itu, katakan padaku, Sakura. Apa hasilnya?! Sasuke-kun... Ak-Aku... hamil lagi, kyaaaaaaaa...! serunya ceria. Sasuke refleks ikut menjerit heboh dalam benaknya. Perasaan cetar membahana bahagia spontan menerjang raga pria itu dari atas sampai bawah. Lega, haru, puas dan plong melanda isi hatinya yang sedang panen segala jenis bunga tak kasatmata. Rasanya seperti mendapat penghargaan Best Actor of The Year dalam acara Academy Awards yang disaksikan seluruh mata dunia. Saking senangnya Sasuke bahkan harus bersusah payah menggigit bibir bawahnya demi mencegah tawa OOC membludak dari mulutnya. Ia hanya bisa memeluk Sakura lebih erat sembari mendengar kikikan kecil wanita itu menerpa saraf pendengarannya. Kita harus beli rumah baru! ujar Sasuke bersemangat. Sakura langsung melepas pelukannya penuh kebingungan, heh... kenapa jadi beli rumah, sih? Buat apa, Sasuke-kun...? Tentu saja buat anak kita! Hah?! istrinya serta merta speechless, S-Sasuke-kun sakit? kini ia menyandarkan punggung telapaknya pada dahi lelaki itu. Suhunya normal, ah. Tapi… Kita tidak mungkin terus-terusan tinggal di sini, Sakura. Dia harus punya kamar sendiri, tempat bermain sendiri, juga halaman luas untuk membangun tenda kecil-kecilannya nanti. Kita juga harus membelikannya banyak— Sasuke-kun..., Sakura memotong halus, dibimbingnya tangan pria itu untuk menyentuh kulit perutnya hingga suasana damai sesaat, dia masih sangat kecil... tidak perlu buru-buru begitu. ledeknya dengan senyum jahil. Yang dia butuhkan saat ini bukanlah rumah atau tempat bermain. Tapi kita. Dia hanya ingin kita menyayanginya, itu saja. ….. Kata-kata Sakura sukses menarik dunia Sasuke untuk kembali stabil seperti sedia kala. Benar juga... satu-satunya yang paling dibutuhkan anak adalah kehadiran serta kasih sayang orang tuanya, bukan materi duniawi seperti perkiraannya tadi. Sasuke mengembalikan raut cool-nya bergaya penuh wibawa. Memorinya terpanggil pada kejadian pahit di Hawaii beberapa bulan lalu. Ia menarik nafas dalam dan membelai pipi Sakura dengan punggung telunjuknya, satu senyuman tulus ia berikan pada wanita itu. Hn. Aku janji... keluarga kita pasti bahagia. Seperti yang pernah kau bilang padaku, kita akan menjadi orang tua yang dicintai anaknya. Kita akan mewujudkannya bersama, Sakura. Sakura mengangguk senang, perasaan bahagia dalam hatinya meningkat dua kali lipat seiring lelaki itu menjanjikannya sebuah keluarga bahagia. Sakura tidak menyesali apa-apa saja yang sudah terjadi padanya selama ini. Hidup memang tak selamanya indah, akan ada saat-saat Tuhan menguji kita dengan cobaan. Tapi dibalik semua itu... akan selalu ada kebahagiaan lain yang menanti di depan. Tergantung bagaimana kita menjalaninya saja. Sasuke hampir saja mencium lembut permukaan bibir ranum istri tercintanya saat itu, namun sebelum semua itu terjadi Sakura lebih dulu memundurkan kepalanya, menghindar. Kenapa? gumam Sasuke pelan. Baru kali ini Sakura menolak ciuman mautnya. Tidak mau. Sasuke-kun belum mandi, bau! ejeknya dengan mendorong tubuh pria itu. Diawali dengan satu tawa usil, dua insan ini memulai aktivitas hariannya dengan senang hati. Sambil menunggu kapan si kecil akan lahir ke dunia ini. Laki-laki atau perempuan tidak masalah, toh Sasuke yakin bisa membuatnya lagi sampai dirasa cukup untuk membangun sebuah fondasi keluarganya yang lebih baik. Dengan dirinya yang berdiri sebagai tameng pelindung, sekarang Sasuke memiliki misi baru lebih penting dalam hidupnya… Sakura, mandikan aku sekarang. Iiiih, mandi saja sendiri! Memangnya aku pengasuhmu? Hm. Kau pasti ngidam seperti itu. Iya, kan? Mengaku saja. Hahahahaa... baka! Mana ada yang begitu! . …yaitu melindungi keluarga sampai akhir hayatnya. Apapun yang terjadi. . . . . FIN . .
Posted on: Thu, 24 Oct 2013 14:16:11 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015