"Maafkan mamah" Surti, memang seorang workaholic, penggiat kerja. - TopicsExpress



          

"Maafkan mamah" Surti, memang seorang workaholic, penggiat kerja. Kariernya terus melonjak. Belum lama ini, ia dipromosi untuk pegang kendali satu departemen di kantornya. Setiap hari. Berangkat setelah subuh. Pulang paling cepat pukul 8 malam. Ia sangat cinta pada pekerjaannya. Agak wajar, kalau ia tak punya waktu banyak tuk bercengkrama dengan anaknya. Tina, anaknya yang baru 5 tahun. Hingga pada satu malam, setibanya di rumah, Surti masih sibuk dengan urusan kerjaannya. Ada beberapa berkas yang harus di-review. Ketelitian adalah etos kerja yang paling kuat dalam dirinya. Saat ia sedang asyik memerika berkas kantornya, Tina anaknya datang. Menghampiri sambil membawa buku cerita “Buna Si Ikan Buntal” yang baru dibelinya. “Mama, liat deh.. buku aku, bagus nggak?” tanya Tina. Surti sejenak menoleh tanpa perhatian khusus. “Iya… Tina” sahutnya sambil melanjutkan pekerjaanya. “Ma, bacaan buku aku dong…”, pinta Tina penuh harap. “Aduhh Tina, mama masih ada kerjaan nih. Nanti aja dehh… Mendingan kamu tidur aja dulu “, keluh Surti kepada anaknya. Surti makin asyik dengan berkas-berkas kantornya. Tina pun terdiam sejenak, entah apa yang dipikirkan si gadis mungil itu … Tina, memang anak pintar. ia tidak mau menyerah. Sekali lagi ia meminta mamanya membacakan buku cerita. “Ma, kata papa, mama mau bacaan buku ini untuk Tina” sambil mengelus tangan mamanya sedikit manja. Raut muka Surti langsung berubah. Ia mulai kesal, “Tina, mama lagi sibuk tau nggak? Sekarang Tina minta papa aja yang baca ya” suara Surti agak keras. “Ya mama, ‘kan papa juga cibuk. Mama liat deh gambarnya lucu-lucu ya” jawab gadis mungil itu lagi. “Tina, mama bilangin nanti aja ya. Sana tidur ! Mama lagi banyak kerjaan”, Surti mulai merasa terganggu. Seperti anak-anak lainnya, Tina masih terdiam lagi dan tetap berdiri di dekat mamanya. Ia tetap berusaha mengajak mamanya untuk membacakan buku cerita. “Ma, gambarnya bagus-bagus deh. Mama pasti suka juga”, Tina masih berharap. “Tina, Mama bilangin yan, NANTI AJA !!!”, Surti mulai marah dan membentak keras. Kemarahan Surti berhasil. Tina, si gadis mungil mulai tidak bersemangat lagi. Ia kecewa dan matanya berkaca-kaca. Ia ingin menangis. Sedari sore, ia menunggu mamanya untuk kasih tahu buku cerita barunya, tapi sia-sia. Ia berjalan menjauh dari mamanya. ”Iya Ma, nanti aja ya, Ma?” sambil menaruh buku cerita di dekat mamanya. “Oh ya Ma, kalau mama sudah ada waktu, mama bacain Tina keras-keras ya, biar Tina bisa denger”. Esok harinya, pagi sekali Surti berangkat kerja. Seperti biasa, Tina makin susah mendapatkan waktu mamanya. Hanya untuk membacakan buku cerita. Hingga 3 hari kemudian, di suatu sore, saat Tina sedang bermain, terdengar suara keras “Brraakkk”. Tak terduga, Tina tertabrak motor persis di depan rumahnya. Sepeda motor pemuda yang ngebut menghempaskan tubuh gadis mungil itu. Tina berlumuran darah. Tak jauh darinya tergeletak buku cerita “Buna Si Ikan Buntal” yang selalu dipegangnya. Buku cerita yang belum sempat dibacakan mamanya.. Warga sekitar rumah Tina, berlarian tuk menolong gadis mungil itu. Tina terkapar parah. Darah terus mengalir dari bagian kepalanya. Dengan mobil tetangganya, Tina dilarikan ke rumah sakit. Tapi sayang, dalam perjalanan ke rumah sakit, nyawa Tina tidak tertolong. Darah yang mengalir dari kepalanya terlalu deras, ia kehabisan darah. Gadis mungil itu meninggal dunia. Sang ibu, Surti diberi tahu via telepon. Di kantornya, ia terkaget. Hatinya terguncang saat mendengar buah hatinya tertabrak persis di depan rumahnya. Pikirannya kalut. Surti bergegas meninggalkan kantornya. Meluncur ke rumah sakit. Namun sayang, Surti mendapati anak kesayangannya, telah terbujur kaku. Tertutup kain putih. Tina, anak Surti telah pergi, menghadap yang kuasa. Surti menangis keras, berteriak seakan tidak menerima. Bagi Surti, tidak ada gunanya waktu yang tersisa. Ia tak dapat memenuhi janji pada anaknya. Hanya untuk membacakan buku cerita. Kata “NANTI AJA” saat diminta anaknya membacakan buku 3 hari lalu, tidak akan pernah terwujud. Kini Surti meratapi kepergian anaknya. Ia menyesal. Karena tidak mau memenuhi permintaan buah hatinya. Ia menyesal. Permintaan kecil anaknya saja ia tidak mampu penuhi. Masih kuat ingat Surti saat anaknya meminta dibacakan buku cerita kemarin. Surti selalu terngiang kata-kata terakhir anaknya “Oh ya Ma, kalau mama sudah ada waktu, mama bacain Tina keras- keras ya, biar Tina bisa denger”. Kini, tak ada lagi permintaan si gadis mungil Tina. Hanya keheningan yang tersisa di rumah Surti. Sepulangnya dari kantor, Surti terdiam dalam kesunyian. Tak ada lagi celotehan anak kesayangannya. Pinta Tina takkan terdengar lagi. Bahkan suara lucunya pun tak ada lagi. Selamanya. Rumah Surti makin sepi. Dalam dukanya kini, Surti baru sempat membuka buku cerita mendiang anaknya. Surti ingin membacakannya. Menetes air mata Surti setiap kali membuka halaman demi halaman buku cerita Tina. Sambil menangis, ia membacakan dengan keras buku cerita yang telah sobek itu, buku cerita yang selalu dipegang anaknya karena belum sempat dibacakan. Buku cerita itu adalah kenangan terakhir Surti kepada anaknya. Perlahan, Surti masih membacakan dengan keras buku cerita yang dipinta anaknya. Penuh linangan air mata. “Tina sayang, sekarang dengarkan mama baca ya”. Hati Surti makin teriris, “Tina, maafkan mama ya Nak. Mama sayang ama Tina”. Derai air mata Surti tak terbendung. Ia telah kehilangan momentum mewujudkan cinta seorang ibu pada anaknya. Surti telah menukar kesenangan kerja dengan kesedihan anak. Ia telah mengabaikan anak semata wayangnya. Tak guna lagi cinta ibu pada anaknya. Penyesalan Surti belum berakhir hingga kini ……….
Posted on: Sat, 03 Aug 2013 20:07:27 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015