Majelis Rosulullah Saw Pmlrddk Hukum Maulid Nabi SAW, Apakah - TopicsExpress



          

Majelis Rosulullah Saw Pmlrddk Hukum Maulid Nabi SAW, Apakah Maulid Bid’ah Sesat? Tulisan ini saya buat karena seringkali saya melihat diskusi atau juga terlibat diskusi baik di internet pula di dunia nyata tentang isu tahunan namun tidak pernah usang yakni Apakah Maulid Bid’ah. Mereka yang kontra dengan Maulid, dan yang pernah saya temui untuk berdiskusi umumnya dari kalangan PKS dan juga mereka yang biasa disebut dengan golongan Wahabi. Jadi saya berinisiatif untuk mempostingnya disini, siapapun yang mungkin membutuhkan. Ambil yang baik, buang yang jelek. Koreksi jika saya salah. Yang benar dari Allah SWT, yang keliru itu dari kekhilafan saya. Apakah Maulid Bid’ah dalam beragama? Bukan! Kenapa? Karena Maulid bukan aktivitas beragama dan ibadah, tidak pernah disyareatkan oleh mereka yang merayakannya. Namun Maulid merupakan peringatan dan perayaan kelahiran nabi SAW. Apakah pantas sesuatu yang bukan bagian dari ibadah, di hukumi dengan dalil agama? Bid’ah dalam beribadah, sudah jelas contohnya menambah rakaat shalat dari yang sudah ditetapkan secara syar’i, misalnya shalat Maghrib ditambah jadi 4 rakaat dengan alasan makin banyak makin baik. Dan menyembelih kurban sebelum shalat Ied Adha dstnya. Sedangkan Maulid, bukanlah ibadah. Sekali lagi saya jelaskan bawah Maulid adalah peringatan atas kelahiran orang yang Allah beri titel sebagai Rahmat bagi sekalian alam. Nabi SAW, sendiri memperingati hari lahirnya dengan berpuasa. Dan generasi pengikutnya hingga kini peringati dengan merayakan Maulid. Untuk memahami lebih lanjut dari Maulid, maka dengan memaparkan deretan aktivitas didalamnya. 1. Membaca sejarah, pujian tentang Nabi yang tersusun dengan apik dalam kitab Simtudurorr yang disusun oleh Alhabib Ali Alhabsyi. 2. Membaca doa. 3. Adanya tausyiah. 4. Memberi makan orang banyak. 5. Dan berkumpulnya banyak kaum Muslim dalam satu tempat. Apakah aktivitas-aktivitas diatas dilarang dalam Islam? Tentu tidak. Dari ke 5 aktivitas diatas, yang paling sering di jadikan isu panas hanya poin satu yakni Membaca Pujian kepada Nabi SAW, dan disini saya hanya membahas point itu. Sedangkan untuk point 2 hingga 5 tidak ada yang perlu dimasalahkan. 1. Membaca dan mendengarkan pujian kepada Nabi SAW. Apakah memuji Nabi SAW dilarang dalam Islam? Sama sekali tidak. Namun sering kali mereka yang kontra dengan urusan ini membawa hadis yang berbunyi kira-kira begini: Janganlah kalian memujiku berlebihan seperti nasrani memuji Isa bin Maryam. Berpegang dengan hadis itu mereka menyatakan pujian2 kepada Nabi tidak dibenarkan. Benarkah? Hadis tersebut bukanlah LARANGAN dari Nabi SAW bagi siapapun yang ingin memujinya. Namun memberi batasan, dan batasan itu sudah tertulis jelas di matan hadis tersebut yakni “seperti kaum Nashrani yang berlebihan dalam memuji putra Maryam.” Tentu kita faham maksud Nabi SAW dalam batasan itu, bahwa jangan seperti umat Nasrani yang menuhankan Isa. Dan bukan melarang siapapun memuja Nabi SAW. Perlu anda ketahui bahwa, bukan saja kita sebagai mahluk yang memuji nabi SAW, Allah SWT sendiri memujinya dengan memberi label “Agung” kepada Nabi SAW. “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.[QS Al Qalam 68:4]“ Kata-kata “agung” dari Allah yang Maha Agung, memiliki makna yang besar dan tak bisa dijangkau batasnya dengan pikiran kita. Artinya kita bebas untuk menisbatkan sifat-sifat kesempurnaan makhluk bagi beliau Saw tanpa batas (kecuali menjadikan beliau (SAW) sebagai tuhan) karena setinggi apapun pujian kita, tak akan mampu menandingi pujian Allah kepada Rasulullah Saw. Bahkan di surat lain Allah SWT melabelkan kepada Nabi SAW sifat-sifat-Nya yakni Rauuf dan Rahiim (pengasih dan penyayang). Hal ini dapat di temui pada surat SURAT At Taubah (9): 128. Yang berbunyi: “Laqad jaa-akum rasuulun min anfusikum ‘aziizun ‘alayhi maa ‘anittum hariishun ‘alaykum bialmu/miniina rauufun rahiimun.” Artinya: “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” Lihat bagaimana Allah Swt menyematkan dua asma-Nya untuk Rasulullah Saw yaitu Rauuf dan Rahiim (pengasih dan penyayang). Bukan berarti sifat kasih dan sayang Nabi Saw itu sama dengan sifat kasih dan sayang Allah Swt. Namun sifat kasih dan sayang dalam batas kemanusiawiaan tidak sampai batas ketuhanan. Para sahabat dan ulama salaf, memahami hal ini dengan baik sehingga tidak sedikit para sahabat yang memuji-muji Nabi Saw dengan pujian indah dan tinggi. Di antaranya adalah pujian yang disampaikan sahabat Hassan bin Tsabit’ ﻭﺍﺣﺴﻦ ﻣﻨﻚ ﻟﻢ ﺗﺮ ﺛﻂ ﻋﻴﻨﻲ # ﻭﺍﺟﻤﻞ ﻣﻨﻚ ﻟﻢ ﺗﻠﺪ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﺧﻠﻘﺖ ﻣﺒﺮﺃ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻋﻴﺐ # ﻛﺄﻧﻚ ﻗﺪ ﺧﻠﻘﺖ ﻛﻤﺎ ﺗﺸﺎﺀ Yang lebih baik darimu, belum pernah mataku memandangnya Yang lebih indah darimu, belum pernah pernah dilahirkan oleh para wanita Engkau diciptakan terbebas dari segala kekurangan Seolah engkau tercipta dengan sekehendakmu sendiri Sahabat Sariyah pun pernah memuji Rasul Saw : ﻓﻤﺎ ﺣﻤﻠﺖ ﻣﻦ ﻧﺎﻗﺔ ﻓﻮﻕ ﻇﻬﺮﻫﺎ … ﺃﺑﺮ ﻭﺃﻭﻓﻰ ﺫﻣﺔ ﻣﻦ ﻣﺤﻤﺪ “ Tidak ada seeokor unta pun yang membawa seseorang di atas punggungnya, yang lebih baik dan menepati janjinya daripada Muhammad “ Dan juga pujian Abbas bin Abdul Muthalib RA: “…dan engkau saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya” Dan masih banyak lagi pujian para sahabat kepada Nabi Saw sehingga membuat Nabi senang dan terkadang Nabi pun memberikan hadiah pada yang memujinya. Ini semua membuktikan mengenai bolehnya memuji beliau Saw dengan pujian setinggi-tingginya. Dan disaat seorang Badui bertanya tentang ahlak sang Nabi SAW, isterinya Siti Aisyah RA menyebutnya: khuluquhu al-Qur’an (Akhlaknya Muhammad itu Al-Qur’an). Nama beliau sendiri yaitu Muhammad, merupakan bentuk isim maf’ul dari kata Hammada Yuhammidu Tahmiidan, yang secara bahasa artinya adalah yang banyak dipuji. Ini merupakan isyarat bahwa memang beliau pantas untuk selalu dipuji. Jadi memuji dan menyanjung Nabi SAW adalah BOLEH. Lalu kenapa Nabi SAW tidak merayakan Maulid? Ini pertanyaan selanjutnya. Mungkinkan Nabi SAW meminta umatnya “hai sekalian umatku rayain ultah saya yah!”. Mungkinkah? Tentu tidak, karena merayakan maulid bukan hal esensi saat itu. Tenaga dan waktu Nabi SAW saat itu dihabiskan untuk dakwah menyiarkan Islam. Tentu perayaan Maulid tidak dianggap masalah krusial, apalagi di tetapkan dalam sebuah ayat dan hadis. Namun Nabi SAW, tidak pernah melarang dirinya dipuji, kemudian tidak pula melarang berkumpulnya orang banyak untuk dengarkan tausyiah, memberi makan orang banyak dan membaca doa. Jika nabi SAW menyerukannya maka akan dijadikan wajib hukumnya, dan dijadikan hari raya. Lalu kenapa para sahabat Nabi SAW tidak merayakan Maulid? Pertanyaan dan gugatan selanjutnya dari mereka yang kontra dengan Maulid ialah, kenapa para sahabat tidak merayakannya padahal kualitas cinta mereka pada nabi tentunya jauh diatas kualitas cinta kita. Untuk menjawabnya mudah saja, para sahabat saat itu hidup dan melihat nabi SAW setiap hari. Mereka tidak perlu merayakan Maulid setiap tahunnya. Mereka cukup mengabdi dan memujinya. Dan berjihad bersama SAW. Dan juga tradisi merayakan hari ultah asing pada zaman itu. Sesuatu yang asing bukan berarti dilarang. Dan memang saat itu perhatian Nabi berserta sahabat-sahabatnya lebih kepada menyiarkan Islam. Renungan. Usia umatNabi SAW sudah lebih kurang 15 abad. Di saat yang sama orang-orang diluar Islam, sudah mampu menciptakan begitu banyak teknologi yang berguna bagi orang banyak, juga buat umat Islam. Seperti HP, Internet, dan lainnya. Namun, umat Islam masih asik berdebat dengan masalah-masalah yang tidak perlu, asik tenggelam dalam kubangan lumpur debat kusir. Hasilnya umat Islam selalu terbelakang, dan senang bernostalgia pada era keemasan silam yang usianya sudah berabad-abad lalu. Dan rajin mengkampanyekan bahwa semua teknologi barat masa sekarang asalnya dari Muslim…hehehe. Oh Iya??? Well, bro and sis…Muslim sekarang ini umat paling terbelakang, tolol, dan primitif. Terimalah fakta itu dan benahi diri. karena ada pertanyaan tentang dalil perayaan maulid Nabi saw, maka kami sebutkan beberapa dalil yang disebutkan oleh para ulama tentang perayaan maulid adalah: 1. Merayakan maulid termasuk dalam membesarkan kelahiran para Nabi. Hal yang berkenaan dengan kelahiran Nabi merupakan sesuatu yang memiliki nilai yang lebih, sebagaimana halnya tempat kelahiran para nabi. Dalam Al quran sendiri juga disebutkan doa sejahtera pada hari kelahiran para Nabi seperti kata Nabi Isa dalam firman Allah surat Maryam ayat 33: ﻭَﺍﻟﺴَّﻼﻡُ ﻋَﻠَﻲَّ ﻳَﻮْﻡَ ﻭُﻟِﺪْﺕُ “dan kesejahteraan atasku pada hari kelahirannku”. Maka Rasulullah juga lebih berhak untuk mendapatkan doa sejatera pada hari kelahiran beliau. Dalam Al Quran, Allah juga tersebut perintah untuk mengingat hari-hari bersejarah, hari dimana Allah menurunkan nikmat yang besar pada hari tersebut, seperti dalam firman Allah surat Ibrahim ayat 5: ﻭَﺫَﻛِّﺮْﻫُﻢْ ﺑِﺄَﻳَّﺎﻡِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻥَّ ﻓِﻲ ﺫَﻟِﻚَ ﻟَﺂﻳﺎﺕٍ ﻟِﻜُﻞِّ ﺻَﺒَّﺎﺭٍ ﺷَﻜُﻮﺭٍ “dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah, Sesunguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur.” Dan juga dalam surat Al Jatsiyah ayat 14: ﻗُﻞْ ﻟِﻠَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻳَﻐْﻔِﺮُﻭﺍ ﻟِﻠَّﺬِﻳﻦَ ﻻ ﻳَﺮْﺟُﻮﻥَ ﺃَﻳَّﺎﻡَ ﺍﻟﻠَّﻪِ “Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tiada takut hari-hari Allah” Dalam ayat tersebut Allah menyuruh untuk mengingat hari-hari Allah, secara dhahir hari yang dimaksud adalah hari kesabaran dan penuh syukur dan yang diharapkan dari hari tersebut adalah barakah yang Allah ciptakan pada hari tersebut, karena hari hanyalah satu makhluk Allah yang tidak mampu memberi manfaat dan mudharat. Dalam surat Yunus ayat 58: ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍ Katakanlah: Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira” Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk senang dengan nikmat Allah. Maka tiada rahmat dan nikmat yang lebih besar dari pada kelahiran Nabi Muhammad SAW. Beliau sendiri mengatakan: ﺃﻧﺎ ﺍﻟﺮﺣﻤﺔ ﺍﻟﻤﻬﺪﺍﺓ Kisah lain yang menunjuki bahwa ditutntut untuk memperingati hari bersejarah adalah kisah Nabi SAW berpuasa pada hari Asyura. Ketika Nabi masuk kota Madinah, beliau mendapati yahudi Madinah berpuasa pada hari Asyura. Ketika mereka ditanyakan tentang hal tersebut mereka menjawab “bahwa pada hari tersebut Allah memberi kemenangan kepada Nabi Musa dan Bani Israil atas firaun, maka kami berpuasa untuk mengangagungkannya” Rasulullah berkata “kami lebih berhak dengan Musa dari pada kamu” kemudian beliau memerintahkan untuk berpuasa pada hari Asyura. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalany menjadikan hadis ini sebagai dalil untuk kebolehan merayakan maulid Nabi. 2. Kisah Suwaibah Aslamiyah yang dimerdekakan oleh Abu Lahab karena kegembiraannya terhadap kelahiran Nabi Muhammad SAW. Setahun setelah Abu lahab meninggal, salah satu saudaraya yang juga merupakan paman Rasulullah, Saidina Abbas bin Abdul Muthallib bermimpi bertemu dengannya dan menanyakan bagaimana keadaan Abu Lahab, ia menjawab “bahwa tidak mendapat kebaikan setelahnya tetapi ia mendapat minuman dari bawah ibu jarinya pada setiap hari senin karena ia memerdekakan Suwaibah Aslamiyah ketika mendengar kabar gembira kelahiran Nabi Muhammad”. Hadis ini tersebut dalam Shaheh Bukhary dengan nomor 4711. kisah ini juga disebutkan oleh Ibnu Kastir dalam kitab beliau Al Bidayah An Nihayah jilid 2 hal 273. Ini adalah balasan yang Allah berikan terhadap orang yang menjadi musuhNya dan mendapat celaan dalam Al Quran. Apalagi terhadap orang-orang mukmin yang senang terhadap kelahiran baginda Rasulullah SAW. 3. Rasulullah sendiri pernah merayakan hari kelahiran beliau sendiri yaitu dengan berpuasa pada hari senin. Ketika ditanyakan oleh para shahabat beliau menjawab: ﻓﻴﻪ ﻭﻟﺪﺕ ﻭﻓﻴﻪ ﺃُﻧﺰﻝ ﻋﻠﻲَّ “itu adalah hari kelahiranku dan hari diturunkan wahyu atasku”.(H.R. Muslim) Hadis ini tersebut dalam kitab Shaheh Muslim jilid 2 hal 819. Hadis ini menjadi landasan yang kuat untuk pelaksanaan maulid walaupun dengan cara yang berbeda bukan dengan berpuasa seperti Rasululah melainkan dengan memyediakan makanan dan berzikir dan bershalawat, namun ada titik temunya yaitu mensyukuri kelahiran Rasulullah saw. Imam As Sayuthy menjadikan hadis ini sebagai landasan dibolehkan melaksanakn maulid Nabi. 4. Rasulullah pernah menyembelih hewan untuk aqiqah untuk beliau sendiri setelah menjadi nabi. Sebelumnya, kakek rasulullah, Abdul Muthalib telah melakukan aqiqah untuk Rasulullah. Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Baihaqy dari Anas bin Malik. Aqiqah tidak dilakukan untuk kedua kalinya maka perbuatan Rasulullah menyembelih hewan tersebut dimaksudkan sebagai memperlihatkan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan yaitu penciptaan beliau yang merupakan rahmat bagi seluruh alam dan sebagai penjelasan syariat kepada umat beliau. Hadis ini oleh Imam As Sayuthy dijadikan sebagai landasan lain dalam perayaan maulid Nabi. Maka juga disyariatkan bagi kita untuk memperlihatkan kesenangan dengan kelahiran Rasulullah yang boleh saja kita lakukan dengan membuat jamuan makanan dan berkumpul berzikir dan bershalawat. 5. Rasulullah memuliakan hari jumat karena hari tersebut adalah hari kelahiran Nabi Adam AS. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh An Nasai dan Abu Daud ﺇﻥ ﻣﻦ ﺃﻓﻀﻞ ﺃﻳﺎﻣﻜﻢ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﻓﻴﻪ ﺧﻠﻖ ﺁﺩﻡ ﻭﻓﻴﻪ ﻗﺒﺾ ﻭﻓﻴﻪ ﺍﻟﻨﻔﺨﺔ ﻭﻓﻴﻪ ﺍﻟﺼﻌﻘﺔ ﻓﺄﻛﺜﺮﻭﺍ ﻋﻠﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻓﻴﻪ ﻓﺈﻥ ﺻﻼﺗﻜﻢ ﻣﻌﺮﻭﺿﺔ ﻋﻠﻲ “bahwasanya sebagian hari yang terbaik bagi kamu adalah hari jum`at,pada hari tersebut di ciptakan Nabi Adam, wafatnya dan pada hari tersebut ditiupnya sangkakala, maka perbanyaklah bershalawat kepadaku pada hari juma`at, karena shalawat kamu didatangkan kepada ku ” (H.R. Abu Daud) Rasulullah telah memuliakan hari jum`at karena pada hari tersebut Allah menciptakan bapak dari seluruh manusia, Nabi Adam. Maka hal ini juga dapat diqiyaskan kepada merayakan kelahiran Nabi Muhammad. 6. Allah ta`ala menyebutkan kisah-kisah para anbiya didalam Al-quran seperti kisah kelahiran Nabi Yahya, siti Maryam dan Nabi Musa AS. Allah menyebutkan kisah- kisah kelahiran para Nabi tersebut untuk menjadi peneguh hati Rasulullah saw sebagaimana firman Allah surat Hud ayat 120: ﻭَﻛُﻠّﺎً ﻧَﻘُﺺُّ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﻣِﻦْ ﺃَﻧْﺒَﺎﺀِ ﺍﻟﺮُّﺳُﻞِ ﻣَﺎ ﻧُﺜَﺒِّﺖُ ﺑِﻪِ ﻓُﺆَﺍﺩَﻙَ “Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu” Nah, apabila membacakan kisah para Nabi terdahulu dapat meneguhkan hati Rasulullah maka membacakan kisah kehidupan Rasulullah sebagaimana dilakukan ketika memperingati maulid juga mampu meneguhkan hati kita, bahkan kita lebih membutuhkan peneguh hati ketimbang Rasulullah. 7. Maulid merupakan satu wasilah/ perantara untuk berbuat kebaikan dan taat. Dalam perayaan maulid Nabi, dilakukan berbagai macam amalan kebaikan berupa bersadaqah, berzikir, bershalawat dan membaca kisah perjuangan Rasulullah dan para Shahabat. Semua ini merupakan amalan yang sangat dianjurkan. Semua hal yang perantara bagi perbuatan taat maka hal tersebut juga termasuk taat. 8. Firman Allah dalam surat Yunus ayat 58: ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ Katakanlah: Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan untuk senang terhadap semua karunia dan rahmat Allah, termasuk salah satu rahmaNya yang sangat besar adalah Nabi Muhammad SAW, sebagaimana dalam firman Allah surat Al Anbiya ayat 107: ﻭَﻣَﺎ ﺃَﺭْﺳَﻠْﻨَﺎﻙَ ﺇِﻟَّﺎ ﺭَﺣْﻤَﺔً ﻟِﻠْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦَ Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. Bahkan sebagian ahli tafsir mengatakan kalimat rahmat pada surat Yunus ayat 58 dimaksudkan kepada Nabi Muhammad dengan menjadikan surat Al Anbiya ayat 107 sebagai penafsirnya, sebagaimana terdapat dalam tafsir Durar Al Manstur karangan Imam As Sayuthy, tafsir Al Alusty fi Ruh Al Ma`any dan tafsir Ibnul Jauzy. Jadi dalam ayat tersebut terdapat perintah untuk terhadap datangnya Rasulullah SAW, kesenangan tersebut dapat diungkapkan dengan berbagai macam cara baik menyediakan makanan kepada orang lain, bersadaqah, berkumpul sambil berzikir dan bershalawat dll. 9. Perayaan maulid bukanlah satu ibadah tauqifiyah sehingga tatacara pelaksaannya hanya dibolehkan sebagaimana yang dilaksanakan oleh Nabi, tapi maulid merupakan satu qurbah (pendekatan kepada Allah) yang boleh. Dikarenakan dalam pelaksanaan maulid mengandung hal-hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah maka maulid itu termasuk dalam satu qurbah. Referensi: 1. Imam Jalaluddin As Sayuthy, Hawi Lil Fatawy 2. Prof.Sayyid Muhammad Alawy Al Hasany, Haul Ihtifal bi Maulid An Nabi Syarif 3. Habib Ali bin Muhammad Al Hadramy, Tahqiqul Bid`ah 4. DR. Adullah Kamil, Kalimat Hadiah fi Ihtifal bi Maulidin Nabawy selanjutnya ada satu pertanyaan: Apakah para imam mazhab, seperti imam Hanafi, Maliki, syafii dan Hambali pernah merayakan hari kelahiran nabi? Jawab....... 1. tidaklah terpaham bahwa setiap perbuatan yg ditinggalkan oleh para Imam Mujtahid yg 4 maka perbuatan tersebut adalah haram, bahkan perbuatan yang ditinggalkan Nabi sendiri belum tentu haram. sesuai dengan sebuah qaedah: ﺗﺮﻙ ﺍﻟﺸﻲﺀ ﻻ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻌﻪ meninggalkan sesuatu tidaklah menunjuki kepada bahwa perbuatan tersebut terlarang selain itu ketika Nabi dan dua generasi sesudah beliau (Shahabat dan Tabiin/tabi` tabiin) tidak melakukan sesuatu maka disini masih mengandung beberapa kemungkinan/ihtimal, kenapa ditinggalkan apakah karena haram, atau karena mengagggapnya sebagai sesuatu yg boleh saja, atau karena lebih menutamakan hal lain yg lebih penting atau pun hanya kebetulan saja. maka at tark /meninggakan satu perbuatan tak dapat dijadikan sebagai satu pijakan hukum, sebagaimana satu qaedah: ﻣﺎ ﺩﺧﻠﻪ ﺍﻻﺣﺘﻤﺎﻝ ﺳﻘﻂ ﺑﻪ ﺍﻻﺳﺘﺪﻻﻝ sesuatau yang masih ada kemungkinan maka tidak adapt dijadikan dalil. selain itu pelarangan sesuatu hanya dapat diketahui dengan adanya nash yang melarang perbuatan tersebut, bahkan dari perintah sebaliknya tidak juga dapat terpaham langsung kepada haram tapi hanya sampai pada taraf khilaf aula. kemudian Allah berfirman dlm surat Al Hasyr ayat 7 : ﻭَﻣَﺎ ﺁَﺗَﺎﻛُﻢُ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝُ ﻓَﺨُﺬُﻭﻩُ ﻭَﻣَﺎ ﻧَﻬَﺎﻛُﻢْ ﻋَﻨْﻪُ ﻓَﺎﻧْﺘَﻬُﻮﺍ apa yg didatangkan oleh Rasul maka ambillah dan apa yg dilarangnya maka jauhilah tidak ada ayat ataupu hadis yg mengatakan: ﻭَﻣَﺎ ﺁَﺗَﺎﻛُﻢُ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝُ ﻓَﺨُﺬُﻭﻩُ ﻭَﻣَﺎ ﺗﺮﻛﻪُ ﻓَﺎﻧْﺘَﻬُﻮﺍ apa yg didatangkan oleh Rasul maka ambillah, dan apa yg ditinggalkanya maka jauhilah 2. Pada maulid yang bid`ah hanyalah pada kaifiyat pelaksanaannya bukan diri merayakan maulid itu sendiri , karena inti dari perayaan maulid terkandung dalam beberapa perintah sebagaimana dlm uraian dalil maulid yg ada pada page abu.mudimesra . Imam Syafii berkata: ﻛﻞ ﻣﺎ ﻟﻪ ﻣﺴﺘﻨﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﻓﻠﻴﺲ ﺑﺒﺪﻋﺔ ﻭﻟﻮ ﻟﻢ ﻳﻌﻤﻞ ﺑﻪ ﺍﻟﺴﻠﻒ setiap perkara yg memiliki sandaran dari syara` maka ia bukanlah bid`ah walaupun tidak dikerjakan salaf/shahabat merobah satu kaifiyat amalan kebaikan yg tidak ada pembatasan khusus dari syara` bukanlah satu perbuatan tercela, misalnya kita diperintahkan menuntut ilmu maka pada zaman ini kita membuat berbagai macam sistem pendidikan yang sama sekali tidak dilakukan oleh generasi terdahulu. hal ini bukanlah perbuatan tercela. demikian juga kaifiyah merayakan maulid kita lakukan dengan kaifiyat yg berbeda maka ini bukanlah satu perbuatan terlarang JAWABAN AHLUSSUNNAH TERHADAP BEBERAPA SYUBHAT KAUM WAHABI ANTI MAULID Posted on April 24, 2013 by Admin JAWABAN AHLUSSUNNAH TERHADAP BEBERAPA SYUBHAT KAUM WAHABI ANTI MAULID Wahabi: “Anda hanya menganalogikan perayaan Maulid dengan puasa Asyura’, yang terdapat dalam hadits. Mengapa Anda tidak menganalogikan Maulid dengan dalil dalam al-Qur’an?” Sunni: “Di dalam al-Qur’an juga terdapat ayat yang dapat dijadikan dasar Maulid Nabi SAW. Allah SWT berfirman: ﻗَﺎﻝَ ﻋِﻴﺴَﻰ ﺍﺑْﻦُ ﻣَﺮْﻳَﻢَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺃَﻧْﺰِﻝْ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ ﻣَﺎﺋِﺪَﺓً ﻣِﻦَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ ﺗَﻜُﻮﻥُ ﻟَﻨَﺎ ﻋِﻴﺪًﺍ ﻟِﺄَﻭَّﻟِﻨَﺎ ﻭَﺁﺧِﺮِﻧَﺎ ﻭَﺁﻳَﺔً ﻣِﻨْﻚَ ﻭَﺍﺭْﺯُﻗْﻨَﺎ ﻭَﺃَﻧْﺖَ ﺧَﻴْﺮُ ﺍﻟﺮَّﺍﺯِﻗِﻴﻦَ “ Isa putera Maryam berdoa: “Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami Yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezkilah Kami, dan Engkaulah pemberi rezki yang paling Utama”. (QS. al-Maidah : 114). Dalam ayat di atas, Nabi Isa AS berdoa kepada Allah agar dikaruniakan hidangan dari langit yang akan menjadi hari raya bagi umatnya. Yang jelas, lahirnya Nabi Muhammad SAW lebih utama dari pada turunnya hidangan dari langit kepada Nabi Isa AS. Apabila turunnya hidangan dari langit layak dijadikan sebagai hari raya, sudah barang tentu lahirnya Rasulullah SAW lebih layak dijadikan hari raya karena memang jauh lebih mulia dan lebih utama. Wahabi: “Anda harus tahu bahwa yang pertama kali merayakan Maulid Nabi SAW itu orang-orang Syiah Isma’iliyah di Mesir, yang termasuk aliran sesat menurut Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Mengapa Anda mengikuti jejak orang-orang Syiah?” Sunni: “Memang kaum yang anti Maulid seperti Wahabi menjelaskan bahwa yang pertama kali menggelar Maulid itu orang- orang Syiah Isma’iliyah di Mesir. Sementara para ulama yang pro Maulid menjelaskan bahwa yang pertama kali menggelar Maulid itu seorang Raja yang adil, penganut Ahlussunnah Wal-Jama’ah, yaitu Sultan Muzhaffaruddin Kawkabri bin Zainuddin Ali Buktikin. Beliau mengikuti jejak seorang ulama shaleh yang populer, yaitu al-Imam Umar bin Muhammad al-Mulla. Versi kedua ini sepertinya lebih dipercaya, karena disebutkan oleh al-Hafizh al-Suyuthi, dan sebelumnya disebutkan oleh al-Imam al- Hafizh Abu Syamah al-Dimasyqi dalam kitabnya al-Ba’its ‘ala Inkar al-Bida’ wa al- Hawadits, hal. 95-96. Kitab ini sangat dikagumi oleh kaum Wahabi, dan di-tahqiq oleh Masyhur Hasan Salman, penulis Wahabi yang sangat produktif, karena banyak mengupas persoalan bid’ah yang diperangi oleh kaum Wahabi. Meskipun demikian, Abu Syamah masih menganggap perayaan Maulid termasuk bid’ah paling hasanah. Dan seandainya, versi kaum anti Maulid tersebut benar, bahwa yang pertama kali menggelar Maulid itu orang-orang Syiah Isma’iliyah yang sesat, maka hal ini tidak berpengaruh terhadap hukum Maulid, karena dalil yang diajukan oleh para ulama sangat kuat, sebagaimana kami tegaskan sebelumnya. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya: ﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬَﺎ ﺃَﻥَّ ﻗُﺮَﻳْﺸًﺎ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﺗَﺼُﻮﻡُ ﻳَﻮْﻡَ ﻋَﺎﺷُﻮﺭَﺍﺀَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻠِﻴَّﺔِ ﺛُﻢَّ ﺃَﻣَﺮَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺑِﺼِﻴَﺎﻣِﻪِ ﺣَﺘَّﻰ ﻓُﺮِﺽَ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣَﻦْ ﺷَﺎﺀَ ﻓَﻠْﻴَﺼُﻤْﻪُ ﻭَﻣَﻦْ ﺷَﺎﺀَ ﺃَﻓْﻄَﺮَ “Dari Aisyah RA, bahwa kaum Quraisy telah berpuasa Asyura pada masa-masa Jahiliyah, kemudian Rasulullah SAW , memerintahkan umatnya berpuasa sampai akhirnya diwajibkan puasa Ramadhan dan Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang mau berpuasa Asyura berpuasalah, dan barang siapa yang mau tidak berpuasa, maka tidak berpuasa.” Dalam hadits di atas, dijelaskan bahwa puasa Asyura itu tradisi kaum Quraisy pada masa-masa Jahiliyah. Akan tetapi karena puasa tersebut benar, maka Rasulullah SAW memerintahkan umatnya berpuasa, tidak peduli walaupun puasa tersebut dari Jahiliyah. Wahabi: “Itu yang menetapkan puasa Asyura kan Rasulullah SAW. Kalau Maulid siapa?” Sunni; “Kalau Maulid yang menetapkan jelas para ulama besar seperti al-Imam Abu Syamah, Ibnu Taimiyah, al-Hafizh Ibnu Hajar, al-Suyuthi dan lain-lain, dengan dalil Qiyas, yaitu dianalogikan terhadap hadits Rasulullah SAW dan al-Qur’an yang turun kepada Rasulullah SAW. Nah, kan persoalannya selesai. Mau apalagi? Dalam agama kan seperti itu?” Wahabi: “Hari kelahiran Rasulullah SAW diperselisihkan oleh para sejarawan. Mengapa Anda menetapkan Maulid Nabi SAW pada bulan Maulid?” Sunni: “Perlu Anda ketahui, bahwa para ulama menggelar Maulid, dasarnya bukan karena hari kelahiran Nabi SAW disepakati pada hari tertentu secara pasti. Coba Anda lihat dalil-dalil para ulama yang kami kutip. Tidak ada yang berdalil, karena hari kelahiran Nabi SAW tanggal sekian secara definitif. Dan para ulama yang menganjurkan Maulid seperti Abu Syamah, Ibnu Taimiah, Ibnu Hajar dan al-Suyuthi, semuanya ahli hadits dan sejarah. Tidak perlu belajar kepada kita soal sejarah kelahiran Nabi SAW. Hanya saja yang perlu Anda ketahui, hari kelahiran Nabi SAW yang paling dikuatkan oleh para ulama adalah Senin tanggal 12 Rabiul Awal. Ini saja sudah cukup dalam menjadi ketetapan hari perayaan Maulid. Karena masalah Maulid ini bukan persoalan akidah, yang harus menggunakan dalil shahih dan qath’iy.” Wahabi: “Kelompok Anda dalam mengamalkan suatu amalan, tidak mencari dalil dulu. Tapi mengamalkan dulu, baru mencari dalilnya. Bukan mencari dalilnya dulu, baru mengamalkan.” Sunni: “Maaf, itu kan menurut Anda. Anda sepertinya tidak tahu sejarah Islam. Anda perlu belajar agama lebih dalam lagi. Apakah Anda kira bahwa yang mengawali tradisi Maulid itu orang awam yang tidak mengerti ilmu agama? Tradisi Maulid itu awalnya dari ulama. Hanya karena sekarang ini, amaliyah umat Islam banyak mendapat serangan dari kelompok Anda, maka para ulama mencarikan dalilnya. Dan itu sudah ada sejak dulu. Sedangkan statemen Anda, bahwa kami mencari pembenaran dari dalil, itu karena Anda, hanya menggunakan dalil kullu bid’atin dholalah. Setiap ada persoalan, anda dalili dengan hadits kullu bid’atin dholalah, dengan pemahaman yang tidak sesuai dengan pemahaman ahli hadits. Maaf, kami agak keras, karena mengimbangi bahasa Anda.” Mudah-mudahan catatan ini bermanfaat Maulid Nabi Dalam Al-Qur’an dan Hadits Posted on April 6, 2012 by admin Rumah yang dikatakan tempat kelahiran nabi Muhammad s.a.w Rabiul Awal adalah bulan bertabur pujian dan rasa syukur. Di bulan ini, seribu empat ratus tahun silam, terlahir makhluk terindah yang pernah diciptakan Allah SWT. Namanya Muhammad SAW. Kita patut memujinya, karena tiada ciptaan yang lebih sempurna dari Baginda Nabi SAW. Berkat beliau, seluruh semesta menjadi terang benderang. Kabut jahiliah tersingkap berganti cahaya yang memancarkan kedamaian dan ilmu pengetahuan. Karena itu kita wajib mensyukuri. Tiada nikmat yang lebih berhak untuk disyukuri dari nikmat wujudnya sang kekasih, Muhammad SAW. Walau masih ada segelintir muslimin yang alergi dengan peringatan maulid Nabi SAW, antusiasme memperingati hari paling bersejarah itu tak pernah surut. Di seluruh belahan bumi, umat Islam tetap semangat menyambut hari kelahiran Nabi SAW dengan beragam kegiatan, seperti sedekah, berdzikir, shalawat, bertafakkur, atau dengan menghelat seminar-seminar ilmiah, bahkan Rasulullah telah mengawali mereka dan memberikan contoh dengan berpuasa setiap hari kelahiran beliau yaitu hari senin. Negara-negara muslim, kecuali Arab Saudi, menjadikan tarikh 12 Rabiul Awal sebagai hari libur nasional. Hari itu pun dijadikan sebagai momen pertukaran tahni’ah (ucapan selamat) bagi sebagian pemimpin negara-negara di Sumenanjung Arab. Secara harfiah, maulid bermakna hari lahir. Belakangan istilah maulid digunakan untuk sirah Nabi SAW, karena, seperti telah dimafhumi, sejarah dimulai dengan kelahiran atau saat-saat jelang kelahiran. Sirah, atau sejarah hidup Rasulullah SAW itu sangat perlu dibaca dan dikaji karena penuh inspirasi dan bisa memantapkan iman. Allah SWT berfirman, ﻭَﻛُﻠًّﺎ ﻧَﻘُﺺُّ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﻣِﻦْ ﺃَﻧْﺒَﺎﺀِ ﺍﻟﺮُّﺳُﻞِ ﻣَﺎ ﻧُﺜَﺒِّﺖُ ﺑِﻪِ ﻓُﺆَﺍﺩَﻙَ “Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu.. (Hud :120)” Maulid Nabi Isa Dalam Al-Quran banyak tercantum maulid para nabi. Allah SWT mengisahkan Nabi Isa A.S. secara runtun: mulai kelahirannya, lalu diutus sebagai rasul, hingga diangkat ke langit. Coba tengok surat Ali Imran ayat 45 sampai 50. Di situ Allah SWT memulai kronologi kisah Nabi Isa a.s. dengan firmanNya, ﺇِﺫْ ﻗَﺎﻟَﺖِ ﺍﻟْﻤَﻠَﺎﺋِﻜَﺔُ ﻳَﺎ ﻣَﺮْﻳَﻢُ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳُﺒَﺸِّﺮُﻙِ ﺑِﻜَﻠِﻤَﺔٍ ﻣِﻨْﻪُ ﺍﺳْﻤُﻪُ ﺍﻟْﻤَﺴِﻴﺢُ ﻋِﻴﺴَﻰ ﺍﺑْﻦُ ﻣَﺮْﻳَﻢَ ﻭَﺟِﻴﻬًﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺍﻟْﺂَﺧِﺮَﺓِ ﻭَﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﻘَﺮَّﺑِﻴﻦَ “(ingatlah), ketika malaikat berkata: “Hai Maryam, seungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya Al masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah),” Dalam Surat Al Maidah ayat 110, Allah SWT lagi-lagi menegaskan sekali lagi siapa sosok Isa a.s., Allah SWT berfirman, ﺇِﺫْ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻳَﺎ ﻋِﻴﺴَﻰ ﺍﺑْﻦَ ﻣَﺮْﻳَﻢَ ﺍﺫْﻛُﺮْ ﻧِﻌْﻤَﺘِﻲ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﻭَﺍﻟِﺪَﺗِﻚَ ﺇِﺫْ ﺃَﻳَّﺪْﺗُﻚَ ﺑِﺮُﻭﺡِ ﺍﻟْﻘُﺪُﺱِ ﺗُﻜَﻠِّﻢُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﻬْﺪِ ﻭَﻛَﻬْﻠًﺎ ﻭَﺇِﺫْ ﻋَﻠَّﻤْﺘُﻚَ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏَ ﻭَﺍﻟْﺤِﻜْﻤَﺔَ ﻭَﺍﻟﺘَّﻮْﺭَﺍﺓَ ﻭَﺍﻟْﺈِﻧْﺠِﻴﻞَ ﻭَﺇِﺫْ ﺗَﺨْﻠُﻖُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻄِّﻴﻦِ ﻛَﻬَﻴْﺌَﺔِ ﺍﻟﻄَّﻴْﺮِ ﺑِﺈِﺫْﻧِﻲ ﻓَﺘَﻨْﻔُﺦُ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻓَﺘَﻜُﻮﻥُ ﻃَﻴْﺮًﺍ ﺑِﺈِﺫْﻧِﻲ ﻭَﺗُﺒْﺮِﺉُ ﺍﻟْﺄَﻛْﻤَﻪَ ﻭَﺍﻟْﺄَﺑْﺮَﺹَ ﺑِﺈِﺫْﻧِﻲ ﻭَﺇِﺫْ ﺗُﺨْﺮِﺝُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺗَﻰ ﺑِﺈِﺫْﻧِﻲ ﻭَﺇِﺫْ ﻛَﻔَﻔْﺖُ ﺑَﻨِﻲ ﺇِﺳْﺮَﺍﺋِﻴﻞَ ﻋَﻨْﻚَ ﺇِﺫْ ﺟِﺌْﺘَﻬُﻢْ ﺑِﺎﻟْﺒَﻴِّﻨَﺎﺕِ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻛَﻔَﺮُﻭﺍ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﺇِﻥْ ﻫَﺬَﺍ ﺇِﻟَّﺎ ﺳِﺤْﺮٌ ﻣُﺒِﻴﻦٌ “(ingatlah), ketika Allah mengatakan: “Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan dirimu dengan Ruhul qudus. kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (Ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) diwaktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan ijin-Ku, Kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. dan (Ingatlah) di waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (Ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (Ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir diantara mereka berkata: “Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata”. Ayat-ayat di atas mengurai sirah nabi Isa a.s. mulai jelang kelahirannya sampai diangkat ke langit. Sebuah data yang tak bisa dibantah keontetikannya. Mengacu terminologi maulid sebagai sirah, jalinan kisah di atas sah-sah saja bila diistilahkan sebagai Maulid Nabi Isa a.s. Maulid Nabi Yahya Selain Nabi Isa a.s., Al-Quran juga mencatat “biografi” Nabi Zakaria dan maulid Nabi Yahya Alaihimassalam. Dalam surat Maryam ayat 3 sampai 33, Allah mengisahkan perjalanan hidup Nabi Zakaria dan Nabi Yahya dengan panjang lebar, dimulai dengan sebuah doa Nabiyullah Zakariya yang penuh pengharapan. ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺏِّ ﺇِﻧِّﻲ ﻭَﻫَﻦَ ﺍﻟْﻌَﻈْﻢُ ﻣِﻨِّﻲ ﻭَﺍﺷْﺘَﻌَﻞَ ﺍﻟﺮَّﺃْﺱُ ﺷَﻴْﺒًﺎ ﻭَﻟَﻢْ ﺃَﻛُﻦْ ﺑِﺪُﻋَﺎﺋِﻚَ ﺭَﺏِّ ﺷَﻘِﻴًّﺎ ) 4( ﻭَﺇِﻧِّﻲ ﺧِﻔْﺖُ ﺍﻟْﻤَﻮَﺍﻟِﻲَ ﻣِﻦْ ﻭَﺭَﺍﺋِﻲ ﻭَﻛَﺎﻧَﺖِ ﺍﻣْﺮَﺃَﺗِﻲ ﻋَﺎﻗِﺮًﺍ ﻓَﻬَﺐْ ﻟِﻲ ﻣِﻦْ ﻟَﺪُﻧْﻚَ ﻭَﻟِﻴًّﺎ ) 5( ﻳَﺮِﺛُﻨِﻲ ﻭَﻳَﺮِﺙُ ﻣِﻦْ ﺁَﻝِ ﻳَﻌْﻘُﻮﺏَ ﻭَﺍﺟْﻌَﻠْﻪُ ﺭَﺏِّ ﺭَﺿِﻴًّﺎ “Ia Berkata “Ya Tuhanku, Sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan Aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, Ya Tuhanku. Dan Sesungguhnya Aku khawatir terhadap mawaliku (pengganti) sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, Maka anugerahilah Aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, Ya Tuhanku, sebagai seorang yang diridhai”. Kemudian Allah menjawab permintaan rasul-Nya itu, sekaligus sebagai isyarat akan lahirnya sang “putra mahkota”, Nabi Yahya a.s., ﻳَﺎ ﺯَﻛَﺮِﻳَّﺎ ﺇِﻧَّﺎ ﻧُﺒَﺸِّﺮُﻙَ ﺑِﻐُﻠَﺎﻡٍ ﺍﺳْﻤُﻪُ ﻳَﺤْﻴَﻰ ﻟَﻢْ ﻧَﺠْﻌَﻞْ ﻟَﻪُ ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﻞُ ﺳَﻤِﻴًّﺎ “Hai Zakaria, Sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengannya. Selanjutnya, dengan bahasa yang indah, Al- Quran mengisahkan sirah Nabi Zakaria a.s. dan putranya, Yahya a.s.. Sama seperti perjalanan hidup Nabiyullah Isa a.s., sirah Nabi Yahya bisa pula diistilahkan sebagai Maulid Nabi Yahya karena, hakikatnya, maulid adalah sirah. Begitu pun kisah Nabi Ibrohim, Nabi Ismail, Nabi Ishak, Nabi Ya’kub, Nabi Yusuf, Nabi Musa dan lainnya. Maulid Siti Maryam Tak hanya para nabi. Al-Quran juga mendedah sejarah hidup sebagian kaum shalihin. Salah satunya adalah Siti Maryam, sosok teladan bagi wanita sepanjang masa. Kisah wanita mulia itu dibuka dengan sebuah nazar yang diucapkan seorang ibu yang berhati tulus dalam surat Ali Imran ayat 35 sampai 37. ﺇِﺫْ ﻗَﺎﻟَﺖِ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓُ ﻋِﻤْﺮَﺍﻥَ ﺭَﺏِّ ﺇِﻧِّﻲ ﻧَﺬَﺭْﺕُ ﻟَﻚَ ﻣَﺎ ﻓِﻲ ﺑَﻄْﻨِﻲ ﻣُﺤَﺮَّﺭًﺍ ﻓَﺘَﻘَﺒَّﻞْ ﻣِﻨِّﻲ ﺇِﻧَّﻚَ ﺃَﻧْﺖَ ﺍﻟﺴَّﻤِﻴﻊُ ﺍﻟْﻌَﻠِﻴﻢُ (35 ) ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﻭَﺿَﻌَﺘْﻬَﺎ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﺭَﺏِّ ﺇِﻧِّﻲ ﻭَﺿَﻌْﺘُﻬَﺎ ﺃُﻧْﺜَﻰ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﺃَﻋْﻠَﻢُ ﺑِﻤَﺎ ﻭَﺿَﻌَﺖْ ﻭَﻟَﻴْﺲَ ﺍﻟﺬَّﻛَﺮُ ﻛَﺎﻟْﺄُﻧْﺜَﻰ ﻭَﺇِﻧِّﻲ ﺳَﻤَّﻴْﺘُﻬَﺎ ﻣَﺮْﻳَﻢَ ﻭَﺇِﻧِّﻲ ﺃُﻋِﻴﺬُﻫَﺎ ﺑِﻚَ ﻭَﺫُﺭِّﻳَّﺘَﻬَﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥِ ﺍﻟﺮَّﺟِﻴﻢِ (36) ﻓَﺘَﻘَﺒَّﻠَﻬَﺎ ﺭَﺑُّﻬَﺎ ﺑِﻘَﺒُﻮﻝٍ ﺣَﺴَﻦٍ ﻭَﺃَﻧْﺒَﺘَﻬَﺎ ﻧَﺒَﺎﺗًﺎ ﺣَﺴَﻨًﺎ ﻭَﻛَﻔَّﻠَﻬَﺎ ﺯَﻛَﺮِﻳَّﺎ ﻛُﻠَّﻤَﺎ ﺩَﺧَﻞَ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﺯَﻛَﺮِﻳَّﺎ ﺍﻟْﻤِﺤْﺮَﺍﺏَ ﻭَﺟَﺪَ ﻋِﻨْﺪَﻫَﺎ ﺭِﺯْﻗًﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻳَﺎ ﻣَﺮْﻳَﻢُ ﺃَﻧَّﻰ ﻟَﻚِ ﻫَﺬَﺍ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﻫُﻮَ ﻣِﻦْ ﻋِﻨْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﺮْﺯُﻕُ ﻣَﻦْ ﻳَﺸَﺎﺀُ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﺣِﺴَﺎﺏٍ (37 ( “(ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya Aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. 36. Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, Sesunguhnya Aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya Aku Telah menamai dia Maryam dan Aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.” 37. Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. Dan masih banyak lagi yang tidak bisa kami sertakan pada artikel ini karena keterbatasan ruang di website ini. Dari ayat-ayat di atas bisa diambil kesimpulan bahwa sebenarnya Maulid Nabi SAW, yang memuat sirah Rasulullah SAW, adalah semacam epigon (pengikut) bagi Al- Quranul Karim yang memuat sirah-sirah para nabi dan shalihin. Sebagai pemimpin para nabi, sudah sepatutnya sejarah Nabi Muhammad dibukukan dan dibaca sesering mungkin. Pentingnya mengenang perjalanan hidup Baginda Nabi SAW sangat dirasakan umat Islam pada periode akhir- akhir ini, tatkala berbagai figur non muslim ditawarkan oleh media-media secara gencar. Hari Istimewa Perlu diketahui, sejatinya Allah SWT juga menjadikan hari kelahiran Nabi SAW sebagai momen istimewa. Fakta bahwa Rasul SAW terlahir dalam keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits no.4177) adalah salah satu tengara. Fakta lainnya: Pertama, perkataan Utsman bin Abil Ash Atstsaqafiy dari ibunya yang pernah menjadi pembantu Aminah r.a. ibunda Nabi SAW. Ibu Utsman mengaku bahwa tatkala Ibunda Nabi SAW mulai melahirkan, ia melihat bintang bintang turun dari langit dan mendekat. Ia sangat takut bintang- bintang itu akan jatuh menimpa dirinya, lalu ia melihat kilauan cahaya keluar dari Ibunda Nabi SAW hingga membuat kamar dan rumah terang benderang (Fathul Bari juz 6/583). Kedua, Ketika Rasul SAW lahir ke muka bumi beliau langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam). Ketiga, riwayat yang shahih dari Ibn Hibban dan Hakim yang menyebutkan bahwa saat Ibunda Nabi SAW melahirkan Nabi SAW, beliau melihat cahaya yang teramat terang hingga pandangannya bisa menembus Istana-Istana Romawi (Fathul Bari juz 6/583). Keempat, di malam kelahiran Rasul SAW itu, singgasana Kaisar Kisra runtuh, dan 14 buah jendela besar di Istana Kisra ikut rontok. Kelima, padamnya Api di negeri Persia yang semenjak 1000 tahun menyala tiada henti (Fathul Bari 6/583). Kenapa peristiwa-peristiwa akbar itu dimunculkan Allah SWT tepat di detik kelahiran Rasulullah SAW?. Tiada lain, Allah SWT hendak mengabarkan seluruh alam bahwa pada detik itu telah lahir makhluk terbaik yang pernah diciptakan oleh-Nya, dan Dia SWT mengagungkan momen itu sebagaimana Dia SWT menebar salam sejahtera di saat kelahiran nabi-nabi sebelumnya. Hikmah maulid Peringatan maulid nabi SAW sarat dengan hikmah dan manfaat. Di antaranya: mengenang kembali kepribadian Rasulullah SAW, perjuangan beliau yang penuh pelajaran untuk dipetik, dan misi yang diemban beliau dari Allah SWT kepada alam semesta. Para sahabat radhiallahu anhum kerap menceritakan pribadi Rasulullah SAW dalam berbagai kesempatan. Salah satu misal, perkataan Sa’d bin Abi Waqash radhiyallahu anhu, “Kami selalu mengingatkan anak-anak kami tentang peperangan yang dilakukan Rasulullah SAW, sebagaimana kami menuntun mereka menghafal satu surat dalam Al-Quran.” Ungkapan ini menjelaskan bahwa para sahabat sering menceritakan apa yang terjadi dalam perang Badar, Uhud dan lainnya, kepada anak-anak mereka, termasuk peristiwa saat perang Khandaq dan Bai’atur Ridhwan. Selain itu, dengan menghelat Maulid, umat Islam bisa berkumpul dan saling menjalin silaturahim. Yang tadinya tidak kenal bisa jadi saling kenal; yang tadinya jauh bisa menjadi dekat. Kita pun akan lebih mengenal Nabi dengan membaca Maulid, dan tentunya, berkat beliau SAW, kita juga akan lebih dekat kepada Allah SWT. Sempat terbesit sebuah pertanyaan dalam benak, kenapa membaca sirah baginda rasulullah mesti di bulan maulid saja? Kenapa tidak setiap hari, setiap saat? Memang, sebagai tanda syukur kita sepatutnya mengenang beliau SAW setiap saat. Akan tetapi, alangkah lebih afdhal apabila di bulan maulid kita lebih intens membaca sejarah hidup beliau SAW seperti halnya puasa Nabi SAW di hari Asyura’ sebagai tanda syukur atas selamatnya Nabi Musa as, juga puasa Nabi SAW di hari senin sebagai hari kelahirannya. Nah, sudah saatnyalah mereka yang anti maulid lebih bersikap toleran. Bila perlu, hendaknya bersedia bergabung untuk bersama-sama membaca sirah Rasul SAW. Atau, minimal – sebagai muslim– hendaknya merasakan gembira dengan datangnya bulan Rabiul Awal. Sudah sepantasnya di bulan ini kita sediakan waktu untuk mengkaji lebih dalam sejarah hidup Rasul SAW. Jangan lagi menggugat maulid Hukum Tawassul Apakah Ia Bid’ah Sesat? Apakah Tawasul merupakan bid’ah sesat dan tidak pernah di praktekan oleh para sahabat nabi SAW? Untuk menjawabnya, pertama kita harus fahami terlebih dulu apakah yang dimaksud dengan Tawassul. Tawassul secara lughowi (bahasa) artinya “dengan mengambil perantara (Wasilah)”. Sedangkan secara istilah yakni berdoa kepada Allah SWT, dengan perantara (wasilah). Kelompok yang sering menamakan diri sebagai “Salafy” pengikut ajaran Muhamad bin Abdul Wahab atau lebih familiar dengan sebutan ajaran Wahabi, mencap aktivitas tawasul sesat dan bahkan musyrik, jika bertawasul kepada orang yang telah wafat, kecuali orang masih hidup mereka tidak keberatan. Namun nyatanya sahabat nabi SAW, Umar bin Khatab RA bertawasul kepada paman Nabi yakni Abbas bin Abdul Muthalib RA setelah paman Nabi telah meninggal. Dan ini terbukti dalam sebuah hadis. ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧَّﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺘَﻮَﺳَّﻞُ ﺇِﻟَﻴْﻚَ ﺑِﻨَﺒِﻴِّﻨَﺎ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓَﺘَﺴْﻘِﻴﻨَﺎ ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﻧَﺘَﻮَﺳَّﻞُ ﺇِﻟَﻴْﻚَ ﺑِﻌَﻢِّ ﻧَﺒِﻴِّﻨَﺎ ﻓَﺎﺳْﻘِﻨَﺎ ALLOOHUMMA INNAA KUNNA NATAWASSALU ILAIKA BIN ABIYYINAA MUHAMMAD SHALLALLAHU’ALA IHIWASALLAM FATASQIINAA WA-INNAA NATAWASSALU ILAIKA BI’AMMI NABIYYINAA FASQINAA “Ya Allah, kami dahulu pernah meminta hujan kepada-Mu dengan perantaraan Nabi kami kemudian Engkau menurunkan hujan kepada kami. Maka sekarang kami memohon kepada-Mu dengan perantaraan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan untuk kami” (HR Bukhari 3434) Atau sebagaimana yang disampaikan Ibnu katsir dalam kitab tarikhnya 7/105: Berkata al hafidz Abu Bakar al Baihaqi, telah menceritakan Abu Nashar bin Qutadah dan Abu bakar al Farisi, mereka berdua berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Umar bin Mathor, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Ali Addzahli, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dari ‘Amasy dari Abi Shalih dari Malik Ad Daar Ia berkata, “Orang-orang mengalami kemarau panjang saat pemerintahan Umar. Kemudian seorang laki-laki datang ke makam Nabi Shallallahu alaihi wasallam dan berkata “Ya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mintakanlah hujan untuk umatmu karena mereka telah binasa”. Kemudian orang tersebut mimpi bertemu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan dikatakan kepadanya “datanglah kepada Umar dan ucapkan salam untuknya beritahukan kepadanya mereka semua akan diturunkan hujan. Katakanlah kepadanya “bersikaplah bijaksana, bersikaplah bijaksana”. Maka laki-laki tersebut menemui Umar dan menceritakan kepadanya akan hal itu. Kemudian Umar berkata “Ya Tuhanku aku tidak melalaikan urusan umat ini kecuali apa yang aku tidak mampu melakukannya” (Sanadnya shahih adalah penetapan dari Ibnu katsir. Malik adalah Malik Ad Daar dan ia seorang bendahara gudang makanan pada pemerintahan Umar,ia adalah tsiqoh) Jadi Tawasul dipraktekan oleh Umar ibn Khatab RA, jika sahabat seutama Umar mempraktekannya apakah anda masih percaya bahwa Tawasul adalah bid’ah sesat? Hari Ini pukul 5:35 Suka · Komentari
Posted on: Thu, 28 Nov 2013 15:46:20 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015