Menanggapi Ani Yudhoyono yang suka main jepret gambar dan debat di - TopicsExpress



          

Menanggapi Ani Yudhoyono yang suka main jepret gambar dan debat di instagram: Ibu negara yang satu ini terlihat sangat emosional di Instagram. Setelah dia meng-upload foto cucunya dengan ‘latar belakang monas dan ondel-ondel’, ratusan komentar mengikutinya. Dimulai dari ada yang meragukan keaslian foto itu, lantas muncul perdebatan seru. Istri presiden ini terlihat sangat pemarah, sampai-sampai dia menyebut follower dia di Instagram yang meragukan foto jepretannya dengan kata “sampeyan”. Dalam budaya Jawa, menyebut kata “sampeyan” itu hanya dilakukan oleh orang yang sudah dikenal sangat dekat, misalnya kawan lama, sahabat karib, bukan untuk orang antah berantah yang baru dikenal seperti di dunia maya. Jika sebutan “sampeyan” itu terlontar dari seorang ibu negara, maka pastilah ada yang tidak beres. Pertama, tidak beres dengan pemahaman dia tentang budaya Jawa. Boleh juga kok mengaku “sampeyan” itu kan bahasa nya orang Jawa Timur, secara suaminya orang Jawa Timur (Pacitan). Tapi memangnya para follower ibu negara itu arek Jawa Timur juga? Enggak kan? Mau berkilah kalau itu sapaan akrab antara ibu negara dan para followernya di Instagram? Boleh juga. Kenapa nggak disapa sekalian dengan sebutan “cuk”, mungkin terasa lebih akrab juga sekalian. Kedua, bahasa “sampeyan” itu jelas bahasa orang emosi. Bahasa nya kaum ningrat yang sedang marah dengan rakyatnya yang jelata karena rakyatnya tidak mau taat dengan keinginan pemilik Istana. Ibu negara ini terlalu lama tinggal di Istana, hamper sepuluh tahun. Selain juga berasal dari keluarga priyayi, apalagi tinggal di Istana. Wah, mentalitasnya pun secara sadar atau tidak akhirnya terbentuk juga seperti mentalitas ratu yang sedikit dikritik akan jadi panas dan meradang. Kebiasaan istri Presiden yang kemana-mana membawa kamera ini tidak akan pernah pas dilakukan sebagai ibu negara. Apalagi jepret sana-sini ketika acara resmi negara. Kalau hobi, ikutlah komunitas fotografi dan ikut hunting seperti halnya fotografer jalanan yang lain. Ikut ndlosor, ikut berpeluh keringat, ikut majang fotonya dan mau diberi komentar, entah pujian atau bukan. Atau, ajak para fotografer jalanan ke Istana dan hunting foto candid apa-apa yang terjadi di Istana. Kalau perlu, adakan lomba foto di Istana dengan perspektif “rakyat”. Jangan cuma motreti event kenegaraan, itu hanya mendidik orang untuk punya perspektif “ngelit”, dan tidak cerdas.
Posted on: Sat, 07 Sep 2013 04:39:22 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015