OMCIA! Yadong Boy In My Apartement [Part 14 of 16] huhuh | - TopicsExpress



          

OMCIA! Yadong Boy In My Apartement [Part 14 of 16] huhuh | Title | One Month Crush In Apartemen! [Yadong boy in my apartemen!] | Author | Bekicot Princess aka @Saarahsalsabil | Main Cast | Park Leera Kim Jong In Park Chanyeol Seo Joo Hyun | Genre | School life, romance, fluff, AU | Length | Chapter 14 of 16 | Rating | PG-15 | Summary | Tinggal dengan namja mesum itu di apartemen ini?! GILA! Shireo! Previous Part | Part 1 | Part 2 | Part 3 | Part 4 | Part 5 | Part 6a | Part 6b | Part 7a | Part 7b | Part 8 | Part 9a | Part 9b |Part 10| Part 11|Part 12|Part 13| 100% ORIGINAL BY @SAARAHSALSABIL no plagiat ! Previous Part “Selamat datang.” Kata pramuniaga itu. Kai tidak sadar bahwa ini adalah kalimat kedua pramuniaga itu setelah selamat tinggal. Kalimat selamat tinggal yang diucapkannya Desember beberapa tahun lalu. Kata ‘selamat datang’ memang tidak seara pribadi di tunjukkan oleh pramuniaga itu ke Kai. Kalimat itu tidak lebih dari sekedar sapaan kepada pelanggan. Pramuniaga itu menyadari siapa namja yang disapanya. Namun sebaliknya, Kai tidak. Kai tidak mengenali siapa pramuniaga yang menyapanya. Mata Jiyeon terbelalak kaget. Tangan ia mengepal kuat, menahan untuk memeluk namja di depannya. Ia dingin sekarang. Hal ini berarti baik dan buruk. Dan Jiyeon tidak suka ini. Gadis ini sudah berjanji akan melupakan Kai selamanya dan tidak ingin membuat Kai sakit hati untuk kedua kalinya. Tidak, bukan keputusan tepat untuk membuat Kai menyadari kehadirannya. Jangan sampai Kai mengenalinya. Jiyeon! Kuatkan dirimu! Kai menghambur masuk ke dalam dengan pandangan menerawang. Rak logam, meja kasir, lukisan-lukisan sponsor, beberapa buku. Ia belum melihat batang hidung Seohyun sampai sekarang. Kai mengecek jam dan ia mendesis. Kai sama sekali tidak ada inisiatif untuk menengok siapa pramuniaga yang disapanya. Gadis dengan syal itu adalah yeojachingu Kai. Kai tinggal di dekat daerah sini dan berarti aku tidak amani, pikir Jiyeon dengan menekan alisnya. Sekarang, yang ia pikirkan ialah bagaimana cara meloloskan diri dari sini tanpa disadari yang lain. Dan itu rumit. Aroma parfum jeruk, aroma buku dan karet penghapus yang segar. Udara dingin. Lantai kayu. Rak logam. Beberapa pramuniaga. Yang tidak Kai pandang ialah pilihan yang terakhir. Cukup menyedihkan karena jika ia memandang yang terakhir, maka ia akan menemukan orang yang ia cari selama ini. Bodohnya, ia hanya memusatkan perhatiannya pada Seohyun. Belum sampai lima menit, orang yang dicarinya sudah ada di depan mata membawa sekantung plastik buku-buku tulis dan beberapa pensil warna. “Miansahamnida terlalu lama, pensil warna sangat banyak variasinya dan aku bingung memilih yang terbaik” Tutur Seohyun sopan sembari meminta maaf. Ia membungkuk beberapa kali kepada Kai. Kai mengiyakan dan segera berbalik. Tak lupa ia menyuruh Seohyun untuk bergegas, karena yeoja itu sangat lamban seperti siput. Jiyeon dengan gemetar dan kaku membukakan pintu untuk kedua pembeli tersebut—Kai dan Seohyun— Kai tetap tidak sadar namun Seohyun tahu bahwa itu Jiyeon. Karena terburu-buru maka Seohyun hanya tersenyum pada Jiyeon dan langsung menuju mobil. Jiyeon menurunkan topi yang dipakainya sehingga Kai tidak mengenali wajahnya. Kai memang tidak berantusias pada pramuniaga tersebut. Karena pikirannya hanya memusat pada Leera sekarang. Ia berfikir ketus. Apakah Chanyeol akan datang ke tempat yang dijanjikan? Atau… tidak? maaf kalo banyak typo maklum belum diedit ! Selepas melamun asal. Kai menghidupkan mesin mobilnya dan menginjak gas. Dalam hitungan detik, mobilnya sudah melaju di jalan raya. Ia menuju ke apartemennya. Sesudah sampai di parkiran, Seohyun turun dan berterimakasih. “Oi, Seohyun-a..” Panggil Kai saat Seohyun sudah memunggunginya. Gadis itu menenteng plastik belanjaannya dengan kedua tangan yang dipusatkan di tengah. Seohyun membalik tubuhnya. “Waeyo, Kai-a?” “Apakah pendapatmu? Apa pendapatmu tentang sifat Chanyeol akhir-akhir ini?” Seohyun mendekat. Tahu bahwa ini adalah pembicaraan pribadi. Gadis ini berfikir keras. “Aku berpendapat bahwa ia sekarang mempunyai banyak urusan.” “Kenapa kau berfikir bahwa ia mempunyai banyak urusan?” “Karena ia selalu terlihat berfikir.” Jawab Seohyun mengakhiri. Kai menelan jawaban Seohyun bulat-bulat. Tahu apa artinya? Itu berarti secara tidak langsung Seohyun bilang bahwa Chanyeol suka melamun akhir-akhir ini. Dalam hati Kai terbesit sedikit rasa puas. “Baiklah. Terimakasih. Sampai jumpa.” “Sampai jumpa.” Seohyun tersenyum dan membalik tubuhnya. Kai kembali masuk ke dalam mobilnya. Ia langsung menginjak pedal gas dan menuju taman tempat Leera menunggu Chanyeol. Ya, menunggu Chanyeol yang tidak akan pernah datang. # Taman, Jalan Setapak Kalian tahu? Minhee ternyata sudah pulang. Ia mempunyai suatu tugas yang penting. Udara dingin menghempas tubuh Leera. Ia masih mengenakan seragam sekolahnya, rambut emasnya yang ikal terkadang mengikut terbang, tangan yeoja itu mengepal kuat di atas kedua lututnya. Kini yeoja itu sedang duduk manis di sebuah bangku taman. Taman tempat Chanyeol menjanjikannya. Ia percaya Chanyeol akan datang. Ia sudah menunggu kurang lebih selama satu jam. Udara dingin semakin berhembus saja namun Chanyeol belum datang. Orang-orang berlalu-lalang di depan Leera yang sedang duduk, membuat Leera pangling dan tidak percaya diri. Sedari tadi Leera meneguk ludahnya sendiri. Tetapi mengapa Chanyeol tidak datang? Leera POV Ini tidak mungkin, aku yakin ia akan datang. Aku yakin. Chanyeol yang berjanji begitu padaku. Tentu saja ia akan datang. Chanyeol bukanlah pembohong, ia adalah orang yang baik. Sungguh! Bisa kalian bayangkan kan? Ingatkah kalian di saat ia bertemu denganku pertama kali, saat ia membelaku dari Minyoung, saat ia menyatakan perasaannya padaku, saat ia memberiiku topinya saat di hutan, saat ia menyemangatiku, dan saat ia menyandarkanku di pundaknya? Ingatkan kalian dengan seluruh kenangan terbaikku? Ia adalah namja yang lebih dari baik! Ia takkan mengingkari janjinya begitu saja bukan? Benar kan?! Aku akan menunggumu, Chanyeol. Aku berjanji! Aku menunggu hingga tubuhku sedikit menggigil. Aku rasa tulangku sudah membeku dan jika sedikit saja aku bergerak tulang tersebut akan retak. Aku merasa kepalaku sangat berat dan mataku tak sanggup menutup. Sedangkan tanganku menggenggam dengan sangat erat, aku merasa seperti semen yang sudah kering. Kemudian saat aku hampir pingsan dan tidak tahan lagi, aku melihat siluet seorang namja. Ia tinggi. Ia tinggi seperti Chanyeol. Mataku sudah tidak bisa melihat senormal sebelumnya. Aku bisa melihat tangan dengan jari sedikit tumpul itu. Itu bukan jari Chanyeol. Ia menarikku untuk beranjak dari bangku yang kududuki. “Percuma saja. Kau bisa sakit bodoh.” Namja itu menarik tanganku. Ia tidak tersenyum dengan senyum bodohnya atau smirk murahannya. Wajahnya datar bisaa saja. Nyaris tidak ada ekspresi. Ia menarik tanganku tanpa menatap mataku dan wajahku yang sudah lelah dan kedinginan. Aku semakin ditarik bangun. “Aku tidak akan membiarkanmu menunggu selama satu jam dan membeku begitu saja.” Namja itu melanjutkannya. Rambut cokelatnya sedikit berkibas tertiup angin. Ia masih mengenakan seragam sekolah rupanya. Tentu saja mataku samar-samar melihatnya. Aku tidak menyangka bahwa aku menunggu kedatangan Chanyeol hingga aku kedinginan dan tidak berdaya. Namja itu memang benar-benar membuatku buta. Aku lama-lama tersadar. Namja didepanku ini. Namja yang menyelamatkanku dari kedinginan adalah partner apartemenku sendiri. Kai. Nafasku sekarang sudah bergumul-gumul seperti asap. Aku sudah kelewat kedinginan. Rok sekolah yang panjangnya hanya sebatas lutut tidak cukup untuk menghangatkanku. Untung Kai memberiikan aku selimut yang hangat saat masuk mobil. Oh iya, aku merasa sedikit menyesal karena membiarkan ia menyentuhku. Tetapi yasudahlah, lagipula jika aku tidak dipeganginya sampai masuk mobil, mungkin aku sudah jatuh. Karena kondisi berjalanku saat itu sangat terhuyung-huyung seperti orang mabuk. Padahal aku tidak minum alkohol. Ini semua pengaruh udara yang dingin. “Pakailah ini” Kai menaruh gulungan tebal selimut. Bahannya sangat halus, membuatku ingin merasakan permukaannya di kulitku terlebih dahulu. Kemudian, baru aku membentangkannya di tubuhku. Aku bersyukur aku tidak mati. Aku hampir kehilangan kesadaran. Aku duduk di samping kursi kemudi. Posisi seperti bisaa. Kami selalu seperti ini tiap hari. Aku hanya bisa memandang Kai dari samping. Aku masih bisa melihat nafasnya yang bergumul seperti asap. Ia memandang lurus ke depan. Aku pun mengikuti pandangannya dan menemukan jalan raya yang ramai lalu lintas dan salju yang menumpuk di mobil Kai. Kai tidak mengeluh, ia langsung bertindak dengan menekan suatu tombol. Entahlah aku tidak mengerti mobil, tapi yang jelas ada suatu benda yang dengan otomatis mencairkan salju tersebut dan membuat jejak salju itu lenyap. Mobil Kai tentu sangat mahal dan dirancang berbasis teknologi tinggi. Tak heran banyak yang tidak kuketahui. Aku tidak begitu emosi dengan Kai hari ini. Mungkin karena hari ini ia sangat berjasa bagiku. Memberii sinyal bahwa Chanyeol melempar kertas ke mejaku? Menyelamatkanku dari kedinginan? Itu semua idenya, dan ia patut diberikan ucapan terimakasih. Namun seperti bisaa, aku tidak akan pernah mengucapkan terimakasih. Ia belum layak mendapatkannya. Bagiku, cara yang tepat untuk berterimakasih kepada Kai ialah hanya dengan tidak membentaknya. Itu cukup. Mataku sudah mulai memanas dan dahikupun demikian. Lama-lama aku terbuai dan otakku mulai memutar kejadian-kejadian aneh yang disebut mimpi di awal tidur. Kemudian aku mulai masuk ke dalam drama yang ditayangkan oleh otakku. Sehingga dunia nyataku buyar dan menjadi hitam. Aku sudah terlelap dalam alam bawah sadarku. Secara ilmiah, aku tidur. # 21:00 Aku terbangun dan mendapati Kai tidur dengan posisi duduk di kursi. Tangannya menggenggam sendok. Aku yakin aku tertidur sejak di mobil, lalu ia menggotongku kesini. Sekarang aku bangun di tengah malam. Mataku mengerjap-kerjap dan tanganku serasa retak. Aku bersyukur karena aku masih menggunakan seragam. Kalau aku sudah berganti baju lain. Aku akan membunuh Kai sekarang juga! Ia tidak boleh melihat tubuhku begitu saja! Untungnya ia tidak punya nyali untuk menelanjangiku ( mengganti bajuku ) . Aku mereganggakan ototku dan menarik udara hangat di dalam kamar sebanyak mungkin. Aku memandang sendok yang dipegang Kai dan sup yang berada di meja lampu. Aku langsung menyambarnya dengan ganas karena aku sangat lapar! Tidak makan, kedinginan, ditipu dengan Chanyeol. Itu melelahkan. Aku akan melampiaskannya dengan makanan. Tenang! Aku tidak akan gendut. Karena tubuhku sudah sangat perfect. “Enak.” Sup buatan Kai tidak begitu buruk. Pasti ia liat google. Aku menghabiskan sup itu dengan lahap. Tak perlu jaga image karena Kai sedang tidur. Mulutku kini belepotan wortel dan kuah kental berwarna cream. Kai pasti kebanyakan menabur maizena. “Hey, kau suka sup buatanku?” Suara itu membuatku kaget sehingga aku terlonjak! “HAA!” Mangkuk sup itu jatuh ke karpet. Untung saja isinya sudah habis dan mangkuknya terbuat dari plastik. Aku memandangi wajah mengantuk Kai yang mengarah kepadaku. Matanya sayu dan lelah, bibirnya setengah terbuka. Ini gila! “ah, ah, it, itu..” Aku gagap saat ia bertanya apakah aku suka sup buatannya atau tidak. Ditambah raut wajahnya yang lemah seperti itu. Kuakui rasanya…… enaaaak sekali. Lebih dari enak. Aku suka sekali ini. Suka sekali! “Tidak enak! Ini tengik! Rasanya hambar seperti makan pasir!” Aku langsung membalik badan tidak acuh menuju ke dapur. Kai hanya mengamati kepergianku dengan mulut melongo. Tidak apalah. Sesekali memberiinya pelajaran. Putri cute ini butuh hiburan! # 21:00 // Toko Alat Tulis “Mengapa kau ingin pindah, Jiyeon-a? Bukannya kau suka bekerja di stationary?” Imbuh Hyomin saat Jiyeon sedang memasukkan beberapa bajunya ke dalam tas ranselnya. Jiyeon masih diam. Tidak menghiraukan ucapan Hyomin. “Kenapa? Katakan alasannya padaku! Aku bisa membantumu.” Jiyeon tetap diam dan mengemasi barang-barangnya. “Aku bisa bilang pada orangtuaku untuk mencarikan kita pekerjaan sampingan lainnya? Toko kue misalnya? Di Seoul ada banyak bisnis rumahan!” Hyomin masih terus memandang Jiyeon dengan wajah prihatin. “Jiyeon? Ayo dengarkan aku.” “Ya, maafkan aku Hyomin. Tapi aku harus pergi ke tempat lain. Pindah dari toko ini. Aku mungkin tidak memerlukan bantuanmu lagi. Lebih baik aku tidak usah bekerja sambilan. Itu lebih baik.” “Aku tidak ingin terus merepotkanmu dan keluargamu. Kau sudah cukup dengan meminjamiku mobilmu tiap hari dan tiap waktu. Bahkan kau terlalu baik! Kau dan temanmu itu! Myungsoo.. Kalian terlalu baik. Aku tidak bisa mengandalkan kalian terlalu jauh” “Itulah gunanya teman. Kau bisa mengandalkan kami.” “Tidak. Aku tidak boleh bergantung pada siapapu—“ Hyomin menutup mulut Jiyeon dengan telunjuknya. “Jangan bicara lagi oke?” “Percayailah kami sebagai teman terbaikmu” Hyomin melanjutkan kalimatnya. Rambutnya yang berwarna cokelat kemerahan dan mata cokelatnya yang bulat dan besar menjadi ciri khasnya. Jiyeon terdiam begitu lama. Hyomin mengangkat alisnya meminta persetujuan. Tiba-tiba Jiyeon mengeluarkan kembali isi ranselnya. “Berikan aku waktu satu hari untuk berfikir jernih. Besok aku masih akan bekerja sambilan disini.” Tutur Jiyeon riang. Ia memeluk Hyomin. Ia lega, walau sebenarnya alasan ia ingin pindah dari toko ini bukanlah beberapa poin yang diatas. Melainkan karena Kai. Ia tidak mau Kai menyadari kehadirannya. Sedikitpun tidak. Jiyeon merasa sedikit bersalah karena tidak menceritakan riwayat hidupnya dari awal pada Hyomin dan Myungsoo. Namun ia juga berfikir. Tak ada untungnya jika ia membeberkan rahasianya tentang Kai pada mereka. Mungkin dalam pikiran Jiyeon, mereka akan mengacaukannya saja. # Keesokan Harinya, Leera memerhatikan refleksinya di cermin yang terletak di kamarnya. Sekarang, ia tampak seperti bukan Leera yang ceria, cerewet, dan judes seperti dulu. Walaupun wajahnya masih tampak baby face dan keliatan cute tetapi mulai terlihat raut-raut lelah. Rambut emasnya yang berkilau sudah lama tidak dimanjakkan di salon dan ia mulai sadar karena masalah-masalah di sekitarnyalah ia berubah. Ia hampir tidak punya waktu untuk bersenang-senang sebagaimana masa-masa junior high schoolnya dahulu. “Leera kau cute sekali pagi ini” Timpal Leera kepada cermin. Sekarang ia sudah siap menuju sekolah. Seragamnya sudah ia kenakan. Tinggal acara memandangi diri selama lima belas menit. Tiba-tiba Kai masuk dari pintu. Ia mengenakan handuk dari pusar hingga lututnya. Kai mengacak-acak rambutnya agar kering. Leera yang menyadarinya menjerit refleks. “KYAAA!” Pekikan Leera mungkin hampir ke kamar sebelah. Kai mengernyit heran. “Dasar yeoja barbar” Cibirnya sambil mengeringkan rambutnya dengan tangan. Leera masih histeris dan menutupi kedua matanya. “Sudah kubilang kan pakai baju dulu sebelum bertemu denganku!” Jeritnya tertahan. Kai mengangkat alisnya. “Jangan seperti anak kecil. Aku masih memakai handuk..” Leera tergagap dan merasa salah tingkah. Ah, benar juga. Ia kan masih memakai handuk! Akhirnya gadis yang merasa salah tingkah itu berlari keluar dari kamar. Kai hanya mengangkat alisnya sembari mengeringkan rambut. “Leera … Leera …” Leera POV Bodoh Bodoh Bodoh!!! Yang salah itu namja byuntaee tidak tahu diri itu. Ah, Leera-a! Kau juga kenapa begitu bodoh menjerit-jerit tak keruan padahal ia sudah menutupi tubuhnya dengan handuk. Aduh, mengapa aku bisa kalah darinya. Aku tertangkap basah salah tingkah. Ini gila. Gila. Gila sekali. Aku duduk di sofa yang empuk. Aku sudah memasakkan sarapan untuk Kai beberapa menit yang lalu sebelum aku bercermin. Aku memilih untuk tidak sarapan agar bisa melancarkan program dietku. Tak terasa berat badanku bertambah 2 kg karena kurang berdiet. Kulitku juga akhir-akhir ini suka kering. Sudah kubilang sekarang aku tidak kepikiran ke salon lagi! Aku bukan Leera yang fashionable lagi. Oh menyebalkannya. Derajatku turun drastis. Minhee pasti sudah mendahuluiku. Ia pasti sudah membeli lipgloss edisi November. Aku malahan lupa untuk membeli beberapa wishlist. Padahal sekarang aku punya banyak uang. Kai pasti jadi penghalang semuanya. Huft, Sebentar lagi ada pesta dansa yang diadakan sekolah dan aku harus tampil baik. Suara cklek pintu terdengar. Aku yakin Kai sudah siap dengan seragam sekolahnya. Aku memandangnya dari jauh tak mau kelihatan memandangnya. Jadi aku sedikit waswas. Ia tampak sempurna dan aksen badboys nya memang tak pernah hilang. Rambutnya ia sisir ke belakang sehingga rambut bagian depannya berdiri. Ia mengenakan kemeja seragam dengan tiga kancing bagian atas yang belum dikancing olehnya, sehingga baju dalamnya yang berwarna biru dongker terekspos. Ia menenteng tas punggungnya dengan satu tangan. Ia belum mengenakan blazer,saat aku sadar kalau blazernya terbentang di atas sofa. Aku langsung mendapati Kai menunduk untuk mengambil blazernya yang terletak di sebelahku. Aku belum berani memandangnya namun aku sangat tidak tahan untuk mengingatkan akan kancing bajunya. “Kancing bajumu..” Kataku dengan suara pelan. Ia terlihat bingung dan memandangku. Ia masih sibuk mengenakan blazer. “Bisa tolong kau kancingkan? Aku sibuk memakai blazer” Yup, apabila aku mengiyakannya mungkin aku akan konyol “Baik” Aku bangkit dari sofa dan memandang dadanya yang bidang. Ia jauh lebih tinggi dariku sehingga aku harus memandang ke atas. Aku mulai menyusuri kemejanya dan memegang kancing ketiga, lalu mengancingkannya. Kancing kedua, lalu mengancingkannya. Kancing ketiga, lalu mengancingkannya. Kai memandang ke bawah untuk memastikan. “Sudah selesai?” Tanyanya datar. Nafasnya menimpa wajahku. Damn Aku tidak bisa tidak mengacuhkannya. Aku menahan nafasku dan mundur dari tubuhnya. “Ya” “Sudah selesai” Jawabku singkat lalu pergi untuk menenangkan wajahku. Kupegang pipiku. Panas. Aku menyambar tas sekolahku dan bergegas keluar untuk mencari udara. Aku tidak pernah merasa secanggung ini dengannya. Ia bodoh karena ia meminta bantuanku untuk mengancing kemejanya. Aku tidak akan percaya seumur hidupku kalau pipiku memerah. # Sekolah Lee Min Ka bergegas masuk ke kelas unggul, tempat Leera berada. “Park Leera!” Panggilnya. Wajahnya menyiratkan raut cemas. Ia pasti berlari dari kelasnya yang jauh disana. Kali ini tanpa batang hidung MinHee yang bisaanya mengekor. Leera tergopoh-gopoh keluar kelas. Ia menengok mencari seseorang yang memanggilnya. Ia mengenali suara ini. Suara gadis yang terakhir ditemuinya saat mencurahkan isi hatinya. Minka, yang sedikit kontra dengan hubungan Leera dengan Chanyeol. “Ada apa?” Leera dan Minka saling menatap. Manik mata Leera menyusuri keringat Minka yang berjatuhan di dahinya. Nafas Minka juga sangat memburu. “Ini penting!” Tatkala ekspresi Leera berubah bingung dan bulu matanya bergetar. Ia ditarik Minka keluar kelas. Gadis itu mengajaknya berbicara empat mata tanpa diketahui siapapun. Suasana mendadak berubah, udara dingin menerpa mereka berdua. Kini keduanya sedang berdiri di balkon tempat Seohyun menuliskan diarinya. Leera meneguk ludahnya banyak-banyak. Kemudian pelipisnya berdenyut cepat. Berita buruk apalagi yang akan disampaikan Minka untuknya? Sudah cukup penderitaan hari ini. Udara dingin menghembus. Leera memegang besi dingin yang menjadi pembatas balok. Ia memandang mata Minka yang mengawasinya. “Kenapa?” Minka terdiam sejenak. Ia menerawang langit baru dapat mengucapkannya. “Berjanji padaku jangan bilang hal ini kepada siapapun..” Desisnya. “Baik” Leera menjawab tanpa ragu. Suasana kembali senyap. “Kemarin Chanyeol tidak datang?” Nada suara Minka terdengar serius. Gadis ini menatap wajah Leera penuh keyakinan. Leera menggigit bibirnya. Takut-takut menjawab salah. Masalahnya kemarin ia pulang duluan sebelum Chanyeol datang. Ia tidak tahu apa sebenarnya Chanyeol datang atau tidak. Apa mungkin anak itu datang terlambat? Kai hanya menenangkan Leera dan menyuruhnya pulang untuk menghangatkan diri lalu berkata bahwa Chanyeol tidak akan datang. Menurut kalian? “Ya, dia pasti datang. Hanya saja aku pulang terlalu cepat.” “Tidak mungkin dia datang.” Sanggah Minka berdecak kesal. Leera mulai memanas. Ia sangat mempercayai Chanyeol. “Jangan remehkan dia, oke?” “Kau dan Kai sama saja!” Leera menjerit tertahan dan menahan untuk mengeluarkan isi hatinya lebih lama lagi. “Aku tidak meremehkan Chanyeol, Leera-a. Kau harus menerima kenyataan kalau ia memang tidak akan datang. Biar aku luruskan semuanya dari pikiranmu. Kau sudah sangat kacau.” Minka memegang pembatas balkon dengan keras. Menahan untuk tidak langsung membahas intinya. Ia akan fokus kepada kesalahan-kesalahan kecil Chanyeol terlebih dahulu. Baru membahas secara garis besar dan kesimpulannya. Ia tidak mau membuat Leera langsung dropdown. “Semua yang kau bicarakan adalah omong kosong,” Cibir Leera sembari menatap langit dan menghindari wajah Minka yang prihatin. “Kau adalah bahan taruhan, Leera-a. Apa aku harus menjerit padamu?” “Bahkan aku tidak tahu apa yang kau bicarakan!” Tukas Leera kesal. Ia tak tahu apa-apa tentang taruhan. Chanyeol namja baik. Itu saja yang ia tahu. Minka datang kehadapannya seperti pembual besar. Leera meyakini Minka hanya ingin menghancurkan hubungannya dengan Chanyeol. Ia gadis berambut pirang keriting ini. “Chanyeol hanya mempermainkanmu. Kau ingat dengan kertas yang dilemparkan Chanyeol untukmu? Apa kau ingat? Apa kau tahu apa isinya?” “Ajakan kencan.” Jawab Leera ketus. “Jawaban yang logis bagi seseorang yang sedang tergila-gila dengan cinta. Tapi jawabannya adalah tidak. Itu bukan kertas ajakan kencan sama sekali, Leera-a. Isinya lebih menyakitkan daripada yang kau bayangkan. Bisakah kau keluar dari negri dongengmu ini? Bisakah kau terjun ke dalam kenyataan yang sebenarnya terjadi?” Leera menekan pelipisnya kuat-kuat. Ia mengerang dan mendesis kesakitan walau fisiknya tidak dilukai sedikitpun. Udara dingin masuk melewati lubang hidungnya dan menyengat paru-parunya. Membuat paru-parunya seakan berhenti bekerja dan membuat Leera sedikit lunglai. Lama-kelamaan Leera menutup telinganya. Mencoba tidak mendengarkan apa yang Minka katakan. Minka terus melanjutkan kalimatnya untuk meyakinkan leera. “Hidup tidak sesederhana pikiranmu—“ “Chanyeol menyukai orang lain. Dan itu bukan Park Leera. Bukan kau!” “Jika kau diajak bertemu dengan Chanyeol ke taman lagi. Maka itu adalah kesempatan Chanyeol untuk mengakhiri hubungannya denganmu.” Leera semakin menutup telinganya dan memejamkan mata. Mencoba memutus hubungan dirinya dengan dunia, terutama Minka. Minka, ini hanya omong kosong ! Kau adalah pembual yang hebat! Atau ini adalah mimpi akibat aku kurang tidur. Ya ini hanya mimpi buruk dan esoknya aku akan terbangun dengan dunia yang cerah menyambutku. Semakin lama, gadis ini semakin kehilangan kendali. Bibirnya mulai berdarah karena digigiti. Ia menggigil. Mulutnya kaku tak dapat berbicara dengan jelas. “A, aku, tid, tidak mempercayaimu..” Desis Leera tidak jelas. Darah segar dari bibirnya mulai mengalir. Minka memiringkan wajahnya untuk dapat melihat Leera. Ia tidak menyangka sampai begini jadinya. Leera pasti akan sangat frustasi. Minka merasa menyesal, ia meminta Leera untuk menenangkan diri. “Leera-a. Tenangkan dirimu. Tidak apa-apa.” Minka menepuk pundak Leera beberapa kali. Akibatnya, Leera terbatuk. Lalu gadis itu seakan sadar dengan dunia sekitarnya. Yang tadinya menutup matanya, tiba-tiba membuka matanya. Leera langsung mengambil oksigen banyak-banyak. “Kau tidak apa-apa? Kau menggigiti bibirmu sampai berdarah.” Tutur Minka sambil menepuk pundak Leera. Leera masih diam namun ia menyeka bibirnya dengan kerah seragam. Mengakibatkan kerah seragamnya menyisakkan noda merah. Leera langsung berbalik menuju ke kelas meninggalkan Minka sendirian di pinggiran balkon. “Hey! Park Leera-a. Jangan pergi!” Namun Leera bersikeras berlari menuju kelasnya. # Pulang Sekolah Suasana begitu ramai. Para siswa banyak yang langsung menuju rumah atau berdiam di depan kelas menunggu seseorang. Kai melihat ke dalam jam tangannya. Ia menunggu Leera yang piket. Ia ingin mengucapkan sesuatu yang penting. Aku sudah mulai mengerti mengapa ada Minka datang sewaktu istirahat tadi. Minka pasti membeberkan isi taruhan itu kepada Leera. Ya, noda darah di kerahnya. Itu pertanda buruk. Gadis berambut emas ikal itu menyapu dengan lesu. Lalu menyuruh Seohyun untuk mengembalikan sapunya ke tempat semula. “Tolong kembalikan sapuku.” Leera tidak memandang wajah Seohyun. Tiba-tiba ia teringat akan perkataan Minka tadi. “Chanyeol menyukai orang lain. Dan itu bukan Park Leera. Bukan kau!” Baiklah. Tuduhan itu mengarah ke Seohyun. Yeoja lemah lembut yang tidak akan berbuat macam-macam. Leera merasakan sedikit rasa bersalah karena ia tahu bahwa Seohyun juga memendam rasa sukanya pada Chanyeol. Ingat saat awal musim dingin? Seohyun menulis sesuatu di note nya lalu merobek dan membuangnya ke bawah. Kemudian Leera memungutnya. Ini menyedihkan. Mengapa semua orang berbohong? Kembali ke awal posisi. Leera mengenakan tasnya dengan baik dan menghampiri Kai. “Ada apa menungguku?” “Bukankah ini wajar?” Leera mendesis pelan. “Yeah, tidak ada Chanyeol.” “Sekarang sudah tidak ada efeknya buatmu. Ayo, kenakan syalmu dan pergi dari sini.” “Tidak” Tolak Leera. “Aku ingin duduk di bangku itu lagi. Aku akan menunggu di taman serta jalan setapak itu. Mungkin Chanyeol akan datang. Ia tidak bicara apa-apa denganku hari ini. Dia kira pasti aku marah padanya.” “Kau tidak salah, dia yang salah karena tidak datang.” “Aku yang salah karena aku tidak menunggunya sampai ia datang. Aku egois dan hanya memikirkan diriku sendiri.” “Itu tidak benar.” Sanggah Kai sembari menarik lengan Leera. “Sudah cukup pegang-pegangnya. Pulanglah dengan Seohyun. Siapatahu kalian berjodoh!” Leera langsung lari menuruni tangga. Meninggalkan mereka berdua. Kai tidak merasa malu atau awkward dengan Seohyun. Justru ia kesal mengapa Leera jadi semakin sulit diatur. Ia hanya tidak ingin Leera bertemu Chanyeol secara pribadi. Karena itu berarti Leera akan menerima kata-kata yang menyakitkan. “Leera-a kembali!” Kai menjerit sekuat tenaganya. Lelaki ini menuruni tangga dan .. Leera sudah lenyap entah kemana. Akhirnya Kai bergegas menuju mobilnya. Apa Leera naik taksi? “Seohyun, lekas!” Sekejap waktu mereka sudah berada di dalam mobil. Kai menginjak pedal gas dengan kencang. Mobilnya pun melaju di jalan raya. Bayangan-bayangan gedung pencakar langit di kaca mobil terlihat warna-warni yang berhiaskan salju. Kai memandang lurus ke depan sembari mengumpat-umpat tidak jelas. Pertanyaannya adalah mengapa Kai begitu paniknya dengan kepergian Leera? Karena ia tahu bahwa kondisi gadis itu sedang tidak stabil. Ia tidak tahan dingin dan jika dibiarkan terus-menerus menunggu Chanyeol disana ia akan mati membeku. Ia anak yang bebal dan tak bisa diperingatkan. Ia tidak percaya dengan cerita Minka maupun siapapun termasuk Kai. Ia akan terus mempercayai Chanyeol sampai Chanyeol membongkar kedoknya sendiri. Kai panik karena hal ini. Kai berfikir bahwa Leera adalah gadis yang sangat rapuh. Sekali jentik, Leera sudah berterbangan seperti abu. Belum sampai di taman yang dituju. Kai terhenti di jalan. Mobilnya tiba-tiba ia parkirkan. Ia menyuruh Seohyun segera turun dari mobil. “Kenapa?” “Turun saja!” “B, b, baik!” Kai menyusuri gang tersebut dan mendapati jalan pintas ke sebuah blok lain. Ia melewati celah-celah sempit nan gelap. Gadis yang dibuntutinya sekarang sedang menyeberang ke sebuah toko yang sangat dikenalinya. Toko yang dikunjungi oleh Seohyun kemarin! Stationary Gadis dengan seragam, rambut lurus berwarna cokelat gelap, dengan mata runcing seperti kucing. Ia menenteng tas kecil dan tas ranselnya. Ia mengenakan sarung tangan tebal dan boots. Gadis itu berlari untuk menumpas salju di depannya. Kai mempercepat kekuatan larinya. Ia bersiap untuk menyeberang. Beberapa kendaraan mewah lewat dan membuat Kai bersumpah serapah karenanya. Setelah jalanan kosong Kai menyeberang dengan berlari sangat kencang. Seohyun tidak mengikuti Kai, akhirnya ia hanya berdiri di dekat kap mobil. Kai kini sudah mencapai halaman parker toko alat tulis alias stationary. Ia melihat dari kaca tembus pandang yeoja yang dicarinya. Yeoja mata kucing dengan rambut lurus cokelat gelap. Kai langsung membuka pintu toko dan mencium aroma parfum jeruk. Gadis yang menjadi incarannya itu kini berdiri di hadapannya. Ya, gadis dua tahun lalu. Gadis yang meninggalkannya tanpa alasan. Gadis yang membuang syal pemberiannya. Gadis itu Park Jiyeon! Mata Kai melebar, namun ia tidak tersenyum bahagia seperti saat bertemu dengan Jiyeon dua tahun yang lalu. Kai terdiam, meminta penjelasan, dan memberi waktu untuk otaknya mencerna apa arti semua ini. Kini ia menemukan gadis yang sudah lama dicarinya. Gadis yang pernah dicintainya dan gadis yang hampir membuatnya putus asa. Kai bersumpah takkan melepaskan Jiyeon! Mereka sama-sama terdiam namun saling memandang. Belum sampai sedetik berpandangan, Jiyeon sudah tidak tahan dan menunduk. Kai dengan cepat menarik lengan Jiyeon yang menandakan ‘jangan pergi lagi’. Kali ini, mereka bukanlah anak 12 tahun yang saling merengek. Suasana senyap beberapa saat. Kai rasanya ingin menangis dan memeluknya namun ia tahan karena ia yakin Jiyeon tidak akan menerimanya lagi. Jiyeon yang sudah menyadari kehadiran Kai sejak lama merasa syok. Ia sangat menyesal mengapa harus memilih bekerja disini satu hari lagi. Ia tidak tahu ia kepergok bekerja part time disini. Ia hanya ingin meloloskan diri dari genggaman namja ini dan pergi untuk selama-lamanya. Belum sempat mengucapkan apa-apa. Jiyeon langsung membanting tangan Kai ke udara. Gadis ini langsung pergi keluar dengan cepat. Ia berlari dan merogoh sakunya untuk mengambil kunci mobil Hyomin yang barusan ia pinjam. Bip bip! Mobil Hyomin pun terbuka. Jiyeon langsung memasuki mobil dan membanting pintu mobil dengan keras. Ia menginjak pedal gas dengan kuat dan memundurkan mobilnya dengan suara ban berdecit. Hyomin yang berada di dalam toko menjerit kaget. “Jiyeon!!!” Hyomin menghambur keluar begitu juga Kai. Kai kehilangan banyak nafasnya karena berlari sedari tadi. Hyomin masih menjerit ketakutan. “Jiyeon!!!” Seisi toko panik dan melihat keluar. Kai sudah tidak tahan lagi dan berfikir bahwa ini mustahil. Jiyeon pasti akan menghilang dan takkan kembali. Kai tidak tahu bahwa itu mobil Hyomin. Hyomin memandang mata Kai dengan sangar. “Kau apakan Jiyeon hah? Kau apakan dia?!” Hyomin yang sudah naik pitam mendekat kea rah Kai dan menampar wajahnya. “Kau apakan dia dasar brengsek!” Kai tidak punya pilihan lagi selain lari. Kai lari menuju tempat dimana mobilnya terparkir. Ia langsung memencet tombol mobilnya dan bergegas masuk. Ia tak membiarkan Seohyun masuk. Kai langsung memberi pesan pada Kyungsoo untuk menjemput Seohyun disini dan Kai bilang bahwa ia menemukan Jiyeon kembali. Mobil merah Kai langsug melaju di jalan. Beradu dengan kecepatan angin. Layaknya menempuh monster yang menghalangi jalannya. Alis Kai berkerut dan dari mulutnya ia menggeram. Dalam hatinya, ia berkecamuk. Ia merasa menyesal mengapa tidak bicara apapun. Ia merasa menyesal, Ia sudah menemukan Jiyeon. Tetapi mengapa Jiyeon pergi terlalu cepat. Kai tidak memikirkan apa-apa lagi selain Jiyeon. Hormon adrenalin di tubuhnya menyebar, detak jantungnya langsung menyepat dan nafasnya memburu. Keringat di dahi Kai mulai mengalir deras hingga ke lehernya. Kai hanya memandang jalanan dan matanya mencari-cari mobil yang dinaiki oleh Jiyeon. Kini kecepatan mobilnya sungguh fantastis dan melebihi batas. Kai sudah melanggar beberapa aturan lalu lintas. Ia menerobos lampu merah juga menyalip sebuah mobil van. Sehingga mobil tersebut menepi. Aku pasti akan menemukanmu! Mata Kai memincing saat melihat mobil yang dikendarai Jiyeon muncul. Sekitar 100 meter di depannya. Baiklah, ini peluangnya besar. Kai akan menyusul mobil itu bagaimanapun caranya. Ini adalah kesempatan terakhirnya! Ia tidak boleh gagal dan membiarkan Jiyeon pergi lagi! Ia akan mengejar jiyeon sampai kapanpun! Ia akan mengorbankan segalanya! Mobil Jiyeon berbelok di tikungan pertama. Kai takut dalam jarak ini, ia tidak akan tahu kemana arah Jiyeon pergi. Sehingga ia menyusul beberapa mobil dan mendapati mobilnya berada di bagian depan. Namun ternyata ia berada di tengah-tengah perempatan. Mobil merah Kai tertabrak sebuah truk yang melaju ke arah yang berlawanan. To Be Continued ace gege FF EXO INA
Posted on: Sat, 23 Nov 2013 20:56:42 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015