Oleh : Engelina Pattiasina (Lulusan Bremen University - Germany) - TopicsExpress



          

Oleh : Engelina Pattiasina (Lulusan Bremen University - Germany) Inisiator Gerakan MALUKU KAYA. Please visit malukukaya for updates of Maluku Kaya People Movement.) Selama 800 tahun, sejak abad 12 Masehi (M), Maluku telah menyumbang ilham dan kapital bagi lahirnya sejumlah peradaban besar dunia. Mulai dari pembuatan peta dunia berbasis rute-rute rempah-rempah asal Maluku hingga revolusi sains, tren mode, dan revolusi komersial di sektor keuangan Eropa abad 17 dan abad 18 M. Peta I Asia Tenggara karya Petrus Plancius akhir abad 16 M melukiskan zona Maluku adalah pusat geografi-komersial Asia Tenggara karena Maluku kaya rempah-rempah (Leo Bagrow, 1964). Hasil riset Alfred Russel Wallace (1858) tentang persebaran burung di Maluku dan Papua, tidak hanya mengilhami lahirnya penjelasan ilmiah lahirnya keragaman-hayati di planet bumi, tetapi juga menjelaskan bahwa zona Maluku adalah titik temu pergerakan kerak bumi Pasifik-Asia-Australia selama jutaan tahun. Maka bukan kebetulan, Maluku dan Papua kaya burung dan satu-satunya tempat hidup ‘Bird of Paradise’ selama bertahun-tahun. Sebab arah burung terbang selalu peka terhadap gelombang gravitasi bumi yang dipengaruhi oleh mineral-mineral, mulai dari garam sampai mineral strategis untuk industri persenjataan dunia. Gerakan tektonik kerak lempengan Samudera Pasifik dan Australia selama jutaan tahun telah membuat Maluku dan Papua “terjepit” di antara kedua lempengan raksasa ini. Akibat gerakan tektonik tersebut, terbentuk zona batu gamping di Papua dan Maluku. Endapan batuan-batuan asidik menyebabkan mineralisasi logam-logam dasar. Dari mineralisasi logam-logam dasar itu terbentuk cadangan tembaga dan emas atau mineral lainnya: bijih mineral dan bahan bakar fosil lain seperti batubara, gambut, aluminium, nikel, kronium, kobalt, besi, timah, mangan, merkuri, timbel, tungsten, dan seng. (Barley et al, 2002; Groves, 2005) Zona Maluku adalah titik-temu arus peradaban Barat-Timur, Cina-India-Jepang dan Eropa (Portugal, Spanyol, Inggris, belanda, dan Jerman). Jejak awal dari koloni dan kolonialisme dunia juga berawal dari Maluku. Banda adalah koloni Inggris, koloni pertama di dunia. (Hanna, 1991). Sehingga jejak awal lahirnya kapitalisme dan titik-temu peradaban dunia adalah zona Maluku (Braudel, 1984; Muller, 1997) dan Banda dilukiskan sebagai ‘the Blessed Land’ (Winn, 1988; Winn, 2001). Maka bukan kebetulan, bahwa hingga awal abad 21 ini, Maluku merupakan wilayah pemerintahan modern tertua di Indonesia. Awal abad 21, sekitar 1700-an pulau besar dan kecil dari luas 705.645 km2 Provinsi Maluku memiliki titik geostrategis di Asia Pasifik. Maluku dan Papua adalah ruang terdepan Indonesia terhadap klaim tumpang-tindih dari 6 negara terhadap Laut Cina Selatan di Asia Pasifik. Rusia dan Amerika Serikat merasa berhak untuk ikut-campur di zona ini. Sehingga Maluku dan Papua menentukan derajat TANAS Negara RI. Sebab kepulauan Sunda Besar dan Sunda Kecil adalah arteri (archipelagic zone). Sehingga dengan mengontrol ‘arteri’ ini, dapat mengontrol ‘archipelagic zone’ Negara RI. (Daeod Joesoef, Kompas, 26/11/2012) Ini teruji empiris dalam penguasan maritim Indonesia 400 tahun oleh VOC dan Belanda sejak 1602: infrastruktur pelayaran bernilai ekonomi-politik di zona maritim. (JNFM A. Campo, 1992) Dari ekosistem dan sejarah, kita belajar bahwa bhineka tunggal ika hanya dapat tumbuh dan berkembang, jika kita mengakui dan melestarikan keragaman-hayati sebagai pilar dasar dari ekosistem planet bumi. Maka kita perlu keluar dari kutuk sumber daya alam (resources curse) sejak Revolusi Industri abad 18 di Eropa sampai hari ini di seluruh dunia. Bahwa pertumbuhan ekonomi selalu diikuti oleh eksploitasi tanpa konservasi sumber daya alam (SDA). Manusia dan ekosistem selalu ibarat sebutir telur. Jika manusia adalah kuning telur dan ekosistem adalah putih telur, maka telur sehat, jika baik kuning dan putih telurnya sehat (Prescott-Allen, 2001). Maka kini, saatnya sudah tiba. Maluku kaya, jika rakyat Maluku sehat-cerdas-sejahtera, dan ekosistem juga sehat dan lestari. Ini perlu kita raih. Pada penyelenggaraan 13th ASEAN Senior Official Meeting on Minerals (ASOMM) di Nusa Dua, Bali, pada tanggal 28 November lalu dinyatakan bahwa Indonesia adalah penghasil biji nikel, bauksit, tembaga, emas terbesar di ASEAN. Dan segera Indonesia akan juga menjadi penghasil gas terbesar di dunia. Harus diketahui bahwa negeri penghasil biji nikel, tembaga, emas, kandungan terbesarnya ada di kepulauan sebelah timur Garis Wallace, termasuk Maluku. Sementara gas ada di seputar Segitiga Maluku Kaya yang terhampar diantara Indonesia (Maluku dan Papua), Timor Leste dan Australia. Sekarang daerah ini terkenal karena adanya gas abadi di blok Masela yang letaknya berdampingan dengan blok Babar-Selaru yang akan memproduksi minyak bumi dengan cadangan besar. Kita juga perlu keluar dari paradoks selama ini. Bahwa zona-zona kaya SDA di berbagai belahan planet bumi, seperti Afghanistan, Irak, Libya, Suriah, dan Afrika Barat, selalu mengidap dua nestapa: kemelaratan atau konflik. Potensi risiko ‘The Plenty of Paradox’ ini dapat kita atasi melalui suatu strategi membangun peradaban di Maluku. Kini, saatnya tiba. Kita bersatu. Kita menghirup udara yang sama dan menginjak tanah yang sama, Tanah Maluku. Kita membangun peradaban di berbagai sektor kehidupan rakyat, mulai dari seni, budaya, pendidikan, kesehatan, teknologi, ekonomi dan ekosistem. Konservasi SDA, kita raih melalui konservasi 4 pilar dasar ekosistem yakni tanah, air, pohon, dan gas. Kita pulihkan nilai dan pranata sosial, budaya, ekonomi, dan kearifan lokal yang luntur dan terkikis oleh saling-curiga dan konflik antar-kelompok. Hanya dengan cara ini kita dapat mewujudkan sebuah Maluku yang kaya dan berhargadiri.
Posted on: Mon, 02 Dec 2013 09:37:21 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015