Pengemis [Tidak] Miskin Setiap melewati lampu merah di Antapani - - TopicsExpress



          

Pengemis [Tidak] Miskin Setiap melewati lampu merah di Antapani - Kircon, selalu melihat seorang ibu yang meminta-minta kepada pengguna jalan, yang saya tahu ibu tersebut dulu sering terlihat di daerah sekitar Kandaga, Cicadas. Itu sekitas 30 tahun yang lalu. Dan sampai sekarang ibu tersebut belum berhenti meminta-minta. Ketika masih tinggal di daerah Cicadas, sekitar 30 tahunan yang lalu, ada tetangga kami yang berprofesi sebagai “Pengemis”, tapi saya tidak langsung tahu bahwa dia itu seorang pengemis, karena ketika ditanyakan kepada bapakku apa profesinya, beliau menjawab, “Dagang kopeah dibalikkeun”. Dan yang membuat saya kaget ialah kalau pengemis tersebut dalam sehari memperoleh penghasilan kurang dari Rp. 25.000,- ia akan mengeluh dan merasa rugi. Padahal upah buruh bangunan saja pada waktu itu belum sampai segitu. Setelah 30 tahun berlalu, dan sudah 4 kali ganti presiden, serta 5 kali ganti Walikota. Ternyata persoalan sosial kemasyarakatan, khususnya “gepeng” (gelandangan dan Pengemis) seolah belum menemukan titik temu penyelesaiannya. Bahkan seolah semakin menjamur, seiring dengan menjamurnya lembaga-lembaga social dan lembaga zakat. Apalagi menjelang ramadhan sampai idul fitri, seolah itu merupakan masa panen bagi “gepeng”. Sekarang, (bahkan mungkin sejak dulu) ternyata orang yang meminta-minta itu tidak hanya yang mengenakan pakaian kumal saja. Ketika di daerah kami dilakukan pengecoran jalan, pihak pemborong hampir saja tidak mau melanjutkan pekerjaannya, ternyata setelah diselidiki, pemborong tersebut menghentikan pekerjaannya lantaran repot ngurusin pengemis yang berkeliaran tiap hari, mulai dari pengurus RT dan RW, Karang Taruna, Pejabat kelurahan, kecamatan, polsek, dan koramil, bahkan tidak ketinggalan preman-preman yang berseragam kayak tentara. Padahal anggaran untuk pelaksanaan proyek tersebut, sebelumnya telah diminta juga oleh pengemis yang lebih tinggi jabatannya dan bisa jadi lebih besar nilainya. Dalam bahasa Indonesia, pengemis diartikan sebagai orang yang meminta-minta. Dan mengemis sebagai kata kerja diartikan, meminta-minta sedekah. Seperti kalimat, “sebagai orang gelandangan dia hidup dari mengemis”. Kata mengemis juga merupakan kata kiasan yang artinya meminta dengan merendah-rendah dan penuh harapan. Seperti kalimat, “jangan suka mengemis cinta, akibatnya tidak baik”. Dalam al-Qur’an, orang yang meminta disebut dengan as-Sail, untuk menunjukkan orang miskin yang berani meminta haknya. Firman-Nya, “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”. (Q.S. Adz-Dzariyat, 51: 19). Dan firman-Nya, “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, . bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”. (Q.S. Al-Ma’arij, 70: 24 – 25) Al-Qur’an juga menggunakan kata al-mu’tarr untuk menunjukkan orang yang meminta. Seperti disebut dalam firman-Nya, Kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. (Q.S. al-Hajj, 22: 36) Dalam hadits disebutkan tentang orang-orang yang suka berkeliling meminta-minta kepada orang lain, dengan alasan, untuk mendapatkan sesuap makanan. Mengenai hal ini maka Rasulullah mengatakan bahwa orang yang berbuat hal tersebut tidaklah layak dikatakan sebagai orang miskin. Karenanya beliau menyatakan bahwa yang dikatakan miskin itu ialah orang yang tidak memiliki harta yang dapat mencukupi kebutuhannya tetapi ia tidak meminta-minta kepada orang lain. Maka miskin seperti inilah yang berhak untuk menerima shadaqah. Rasulullah Saw., bersabda, عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لَيْسَ الْمِسْكِينُ بِهَذَا الطَّوَّافِ الَّذِى يَطُوفُ عَلَى النَّاسِ فَتَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ ». قَالُوا فَمَا الْمِسْكِينُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « الَّذِى لاَ يَجِدُ غِنًى يُغْنِيهِ وَلاَ يُفْطَنُ لَهُ فَيُتَصَدَّقَ عَلَيْهِ وَلاَ يَسْأَلُ النَّاسَ شَيْئًا ». Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang miskin itu bukanlah orang yang sibuk ke sana dan ke sini meminta-minta, sesuap atau dua suap makanan dan sebuah atau dua buah kurma”. Para sahabat bertanya, Lalu bagaimana yang disebut miskin itu ya Rasulullah? Beliau menjawab, “Orang miskin itu adalah orang yang tidak memiliki harta yang mencukupi bagi dirinya dan dia tidak mampu berusaha, maka hendaklah dia diberi sedekah dan dia tidak meminta apa pun kepada orang lain.”. (Muslim) Berdasarkan penjelasan dari Rasulullah Saw, dalam hadits di atas, dapatlah dipahami bahwa mengemis itu tidak identik dengan kemiskinan. Karena orang miskin telah memiliki ukuran yang telah ditetapkan oleh syari’at. Sementara mengemis merupakan sebuah sikap mental manusia yang seharusnya dihindari. Dari bahasa aslinya (Arab) kata miskin terambil dari kata “sakana” yang berarti diam atau tenang, sedang faqir dari kata” faqr” yang pada mulanya berarti tulang punggung. Maka “Faqir” adalah orang yang patah tulang punggungnya, dalam arti bahwa beban yang dipikulnya sedemikian berat sehingga mematahkan tulang punggungnya. Memperhatikan akar kata miskin yang disebut di atas sebagai berarti diam atau tidak bergerak diperoleh kesan bahwa factor utama penyebab kemiskinan adalah sikap berdiam diri, enggan, atau tidak dapat bergerak dan berusaha. Keengganan berusaha adalah penganiayaan terhadap diri sendiri, sedang ketidakmampuan berusaha antara lain disebabkan oleh penganiyaan manusia lain. Ketidakmampuan berusaha yang disebabkan oleh orang lain diistilahkan pula dengan kemiskinan struktural. Allah Swt. dengan tegas menyatakan bahwa Dia telah menganugerahkan kepada manusia segala apa yang diinginkannya. Firman-Nya, “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)”. (Q.S. Ibrahim, 14: 34). Jaminan rezeki yang dijanjikan Allah, ditujukan kepada makhluk yang dinamainya dabbah, yang arti harfiahnya adalah yang bergerak. Firman-Nya, “Dan tidak ada suatu binatang melata pun (segenap makhluk) di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. (Q.S. Hud, 11: 6). Ayat ini menjamin siapa yang aktif bergerak mencari rezeki, bukan yang diam menanti. Ketidakmauan untuk begerak aktif mencari rezeki merupakan salah satu bentuk kezhaliman dan kekufuran terhadap ni’mat dari Allah. Rasulullah Saw. memberikan ancaman bahwa ” Barangsiapa yang meminta padahal ia memiliki sesuatu yang mencukupinya, maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan wajahnya terdapat bekas cakaran”. (Tirmidzi dari Abdullah). “Dan barangsiapa yang membuka pintu meminta-minta, maka Allah akan membukakan baginya pintu kehinaan di dunia dan akhirat “.(Thabary dari Abu Hurairah). Seorang pemulung yang mencari dan memunguti barang bekas lebih mulia dibanding orang yang meminta-minta pada orang lain. Rasulullah saw. memberikan penghargaan kepada orang yang mau bekerja keras, mencari nafkah dengan cara yang halal. Beliau bersabda, لَأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ “Sungguh seandainya salah seorang di antara kalian mencari kayu bakar dan memikul ikatan kayu itu, maka itu lebih baik, daripada ia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberinya ataupun tidak”. (Muttafaq ’Alaih dari Abi Hurairah h. no. 1932 & 2201). Al-Qur’an, menyebutkan secara khusus kriteria fakir-miskin, yang harus diutamakan dalam pemberian zakat dan shadaqah. Firman-Nya, “(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui”. (Q.S. al-Baqarah, 2: 273) Dan di antara kriteria miskin yang disebutkan oleh Rasulullah ialah “orang yang tidak memiliki harta yang mencukupi bagi dirinya dan dia tidak mampu berusaha, maka hendaklah dia diberi sedekah dan dia tidak meminta apa pun kepada orang lain.” (Muslim). Dalam hadits lain disebutkan bahwa orang miskin itu ialah mereka yang memiliki penghasilan kurang dari 50 dirham. Seperti yang disebut dalam sabdanya, عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَأَلَ وَلَهُ مَا يُغْنِيهِ جَاءَتْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ خُمُوشٌ أَوْ خُدُوشٌ أَوْ كُدُوحٌ فِي وَجْهِهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْغِنَى قَالَ خَمْسُونَ دِرْهَمًا أَوْ قِيمَتُهَا مِنْ الذَّهَبِ Dari Abdullah ia berkata, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang meminta padahal ia memiliki sesuatu yang mencukupinya, maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan wajahnya terdapat bekas cakaran. Ia bertanya, ya Rasulullah apa itu yang mencukupinya? Beliau bersabda, lima puluh dirham atau yang senilai dengannya dari emas. (Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni). Tidak setiap orang miskin, menunjukkan kemiskinannya dan berani meminta kepada yang lain karena ia menjaga kehormatannya. Namun orang yang jiwanya fakir, ia tidak akan segan bahkan tidak malu untuk meminta-minta, meskipun ia tidak berhak untuk meminta dan hartanya telah mencukupi. Pengemis itu tidak miskin, dan kemiskinan bukanlah alasan untuk menjadi pengemis. Dalam harta kita ada hak bagi fakir miskin, namun tidak ada hak bagi pengemis. Jika Rasul saja mengancam pengemis dengan kehinaan pada hari kiamat, kenapa kita mesti mengasihani pengemis dengan memanjakannya? #k-450# Wallaahu a’lam Tjingised, 30092013 Abu Faqih Aso al-Bakr
Posted on: Mon, 28 Oct 2013 02:22:07 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015