Petani Opium Thailand Punya Khun Chai, Petani Indonesia Punya - TopicsExpress



          

Petani Opium Thailand Punya Khun Chai, Petani Indonesia Punya Dahlan Iskan Terbaliknya Gunung Doi Tung Pegunungan Doi Tung, perbatasan Thailand, Burma, dan Laos yang dikenal dengan wilayah Golden Triangel atau wilayah Segi Tiga Emas. Adalah penghasil 70 % pasokan opium dunia. Sekaligus sebagai pasar gelap tempat perdagangan candu, senjata dan peluru. Berpuluh-puluh tahun pemerintah setempat berusaha menumpasnya. Angkatan bersenjata dan kepolisian menyerang dan membasmi. Baik secara terbuka dan tertutup. Bermilyar-milyar dolar uang digelontorkan oleh dunia. Berbagai upaya telah dilakukan PBB. Operasi intelejen CIA, FBI, tidak kurang gencarnya. Tapi semua hasilnya nihil. Hanya menghasilkan korban yang semakin banyak. Segi Tiga Emas tetaplah Segi Tiga Emas. Pasukan bersenjata sindikat narkotika internasional terlalu kuat untuk ditaklukkan. Ketakutan dan kemiskinan tetap menghantui penduduk setempat. Tapi keadaan di atas hanyalah cerita masa lalu. Pasar gelap itu kini sudah tidak ada lagi. Ini karena di wilayah itu sudah tidak ada lagi satu pun batang opium. Semua pabrik candu juga sudah tutup. Berbagai kejahatan dan kekerasan sudah hilang sama sekali. Jalan kecil berlumpur di pegunungan itu sudah berubah menjadi jalan beraspal selebar 8 meter. Bahkan, pegunungan Doi Tung kini sudah menjadi salah satu pusat wisata Thailand. Jutaan wisatawan datang setiap tahunnya ke daerah ini. Daerah yang sangat legendaris sebagai bekas penghasil opium dunia. Semua petani yang dulu menanam opium berubah total: tidak terbelit kemiskinan lagi. Ladang-ladang opium sudah berubah menjadi perkebunan teh, ladang kopi, hutan macadamia, atau kebun bunga. Melihat keadaan Doi Tung sekarang, memang tak terbayangkan bahwa wilayah ini dulu begitu seram, misterius, dan berbahaya. Perang Tanpa Senjata Semua perubahan itu berkat kegigihan dan kecerdasan seorang sekretaris Ibu Suri Kerajaan Muangthai (Thailand) bernama Khun Chai. Penumpasan pasar gelap opium tidak dilakukan dengan pendekatan kekerasan. Khun Chai tidak pernah mencela kehidupan lama, tidak pernah memojokkan orang, tidak pernah merusak opium mereka, tidak pernah memusuhi pedagang senjata -apalagi memerangi mereka secara bersenjata pula. Yang dia lakukan adalah “merebut hati dan perut” mereka. Atas nama Ibu Suri yang sangat dicintai rakyat. Petani-petani itu diajak menanam tamanaman lain yang lebih menjanjikan. Misalnya pohon macadamia, penghasil kacang-kacangan yang sangat mahal itu. Sebelum petani bisa memetik hasilnya. Maka petani-petani itu tetap diupah menggali lubang dan merawat pohon. Tidak lupa juga mereka diajak menanam sayur-sayuran di sela-sela pohon macadamian yang belum besar. Selama menunggu pohon macadamia berbuah. Petani-petani itu tetap mendapat penghasilan yang mencukupi. Saat mereka sudah mulai memanen macadamia. Petani mendapat penghasilan yang melimpah ruah. Kemakmuran tidak terelakkan lagi. Maka dengan sendirinya mereka tidak mau menanam opium lagi. Tanaman yang hanya membawa kemiskinan, kemelaratan dan penderitaan. Karena terjerat hutang pada bandar narkotik dan terjebak pertempuran bersenjata anatara mafia dan aparat pemerintah. Ada Khun Chai di Belantara Hutan Jati Di Indonesia. Belakangan ini ternyata Dahlan Iskan diam-diam mempraktikkan jurus Khun Chai. Karena Dahlan Iskan sebelum berkecimpung di pemerintahan, kebetulan sudah berkunjung ke Doi Tung pada awal tahun 2009 untuk studi banding. Di Indonesia tentu bukan petani opium yang ingin diatasi Dahlan Iskan. Tapi petani miskin di pinggiran wilayah hutan-hutan jati milik Perhutani. Selama ini mereka selalu mencuri pohon jati milik Perhutani. Pengamanan yang dilakukan Perhutani hanya mengakibatkan masyarakat masuk penjara. Kemiskinan dan kemelaratan membuat mereka tetap nekat mencuri. Tidak perduli resiko yang diterima. Kemudian Dahlan Iskan bersama Perhutani merubah pendekatan pengamanan dengan pendekatan model Khun Chai. Masyarakat sekitar hutan disuruh menanam jagung, empon-empon (temulawak, kunyit, jahe, kunyit putih, dll), ketela, jarak, dan banyak lagi. Tapi hasilnya tidak memuaskan. Jagung misalnya. Paling hanya menghasilkan 500.000/hektar. Jarak lebih parah lagi, 150.000/hektar. Hasil empon-empon memang lumayan baik. Tapi harganya tidak menjanjikan, pasarannya juga terbatas. Proses pasca panen tidak mudah, terutama proses pengeringan yang harus standar. Karena akan dipergunakan untuk jamu (masalah petani empon-empon ini yang melatar belakangi Dahlan Iskan mau menjadi bintang iklan jamu Tolak Angin). Dahlan Iskan dan Dirut Perhutani tidak menyerah. Setelah mengamati petani di sekitar hutan jati Nganjuk. Akhirnya ditemukanlah tanaman yang sangat cocok ditanam di sela-sela hutan jati. Dan hasilnya-pun sangat menggiurkan, 30 juta/perhektar. Padahal satu petani bisa saja mendapat bagian 3 hektar. Tanaman itu adalah tanaman porang. Tanaman yang pembeli tepungnya antri. Terutama dari Tiongkok dan Jepang. Tepung porang menjadi bahan baku kue, agar-agar, mie, kosmetik, obat-obatan, dan cat. Praktis, pasar tepung porang tidak terbatas. Tapi masalahnya adalah. Untuk penanaman pertama hasilnya baru bisa dipanen dua tahun kemudian. Maka berkat dorongan Dahlan Iskan, Dirut Perhutani menemukan cara agar petani bisa mendapatkan penghasilan selama dua tahun masa menunggu: Bagi hasil. Petani terus menerus menanam porang setiap hari. Mereka dibayar sesuai dengan luasan tanaman yang mereka kerjakan. Petani bisa mendapat penghasilan 700.000/bulan. Bisa lebih, sesuai kerajinan. Memang tidak terlalu besar, tapi mereka hanya bekerja 4 jam perhari. Sisanya bisa untuk mencari penghasilan yang lain. Selama dua tahun menunggu mereka mendapat penghasilan dari bayaran tersebut. Saat panen tiba, mereka mendapat hasil separo dari hasil porangnya. Dahlan Iskanpun bertekat akan mensejahterakan petani-petani disekitar hutan jati. Hutan jati yang berjuta-juta hektar luasnya. Tersebar di pulau Jawa dan Madura. Terutama kabupaten Blora yang miskin. Yang 50% wilayahnya merupakan hutan jati milik Perhutani. Suatu saat bisa menjadi penghasil porang terbesar di dunia. Perhutani juga mendirikan pabrik porang di Blora, dua tahun baru jadi. Maka pada tahun 2015 saat panen porang pertama, pabriknya sudah jadi. Inilah industri pertama yang berdiri sepanjang sejarah Blora modern. Sekarang kesejahteraan menunggu para petani di sekitar hutan jati Perhutani. Sebagaimana kesejahteraan yang telah diraih terlebih dahulu oleh mantan petani opium pegunungan Doi Tung. Dari Tambang dan Kebun Sawit, Kembali ke Sawah Dahlan Iskan tidak hanya menjelma menjadi Khun Chai di pinggiran hutan jati Jawa-Madura. Dahlan Iskan juga menjelma menjadi Khun Chai untuk petani miskin di Kalimantan Barat. Petani yang selama ini membiarkan lahannya menganggur ditumbuhi ilalang. Petani yang hanya menanami lahannya pada saat musim hujan. Petani yang menanam semampunya karena keterbatasan modal dan biaya. Petani yang lebih memilih menjadi buruh sawit atau pekerja tambang. Dahlan Iskan datang dengan program sawah baru 100 ribu hektar. Lahan-lahan petani disewa. Dibuat sawah modern. Pemilik lahan sekaligus dijadikan sebagai pekerjanya. Diupah 50.000 perhari sebagai penanam benih, penabur pupuk, menyemprot dan memanen. Saat panen hasilnya dibagi. Perusahaan BUMN hanya mengambil 3 ton. Jika dalam 1 hektar hasil panen 5 ton, maka petani mendapat 2 ton. Berapapun lebihnya dari 3 ton itu maka petanilah yang mengambilnya. Dan itu hasil bersih, petani tidak mengeluarkan biaya apapun. Panen bisa 3 kali setahun. Padahal sebelumnya jika petani menanam sendiri hanya bisa menghasilkan 1,5ton perhektar. Itupun dengan biaya yang sangat mahal. Dan panen hanya 1 kali setahun. BUMN juga membantu pendanaan sertifikasi lahan petani. Dengan begitu lahan petani tidak akan diserobot oleh pengusaha perkebunan sawit. Dengan uang sewa lahan, upah perawatan dan bagian saat panen, sudah cukup membuat petani sejahtera. Maka petani yang selama ini meninggalkan sawahnya untuk menjadi buruh sawit atau pekerja tambang kembali lagi bersawah. Bahkan dengan bagi hasil yang diterima dan transfer ilmu bertani modern BUMN. Petani mampu mengelola lahan sendiri, sisa lahan yang tidak disewakan ke BUMN. Petani miskin Ketapang sekarang sudah bisa tersenyum. Indonesia sedikit demi sedikit menemukan titik terang agar terbebas dari ketergantungan impor padi. Garam itu Tidak Asin Dahlan Iskan juga menjelma menjadi Khun Chai di tengah-tengah petani garam Madura. Petani garam miskin yang hanya bisa memproduksi garam dengan kualitas jelek bercampur tanah. Garam kualitas 3 dan kualitas 2 yang sangat murah dan sulit lakunya. Serta sedikit garam kualitas satu. Dahlan Iskan datang mengenalkan teknologi geomembran (melapis dasar ladang garam dengan sejenis plastik tipis). PT Garam disuruh mempraktikkan terlebih dahulu. Hasilnya luar biasa. Kalau dulu hanya menghasilkan garam 70 ton perhektar maka setelah dipasangi geomembran bisa menghasilkan 130 ton perhektar. Dan semuanya garam kualitas satu, garam premium. Dan waktu panen jauh lebih cepat. Jika tidak menggunakan geomembran panen pertama baru dimulai pada bulan Juli. Sedangkan jika menggunakan geomembran bulan Mei-pun PT Garam sudah bisa panen. Petani berbondong-bondong ingin mengikuti PT Garam. Tapi mereka terkendala modal untuk pengadaan geomembran. Dahlan Iskan kemudian menghimpun beberapa BUMN untuk memberikan kredit tanpa bunga bagi 1000 petani garam miskin Madura. Selain dari yang 1000 orang tersebut, bagi yang punya jaminan bisa meminjam langsung di bank. Bagi yang tidak memiliki jaminan akan dijamin oleh PT Garam. PT Garam yang akan bertanggung jawab ke bank. Garam memang asin. Tapi kalau pemerintah betul-betul memperhatikan masalahnya seperti yang dilakukan Dahlan Iskan. Orang akan merasakan betapa manisnya kehidupan sebagai petani garam. Hingga Ujung Indonesia Dahlan Iskan juga sedang berusaha menjelama menjadi Khun Chai di Papua. Papua yang makanan pokoknya sagu. Papua yang ditumbuhi 70% pohon sagu yang ada di Indonesia. Tapi ironis sagu yang dimakan rakyat Papua diolah di Jawa. Harga sagu di Papua jauh lebih mahal dari harga sagu di Jawa. Maka Dahlan Iskan membangun pabrik sagu pertama sepanjang sejarah Indonesia di Papua. Yang terletak di Sorong. Perhutani akan dikerahkan mengajak masyarakat Papua mengelola hutan sagu secara profesional. Masyarakat Papua dikembalikan ke budaya aslinya. Tidak seperti kebijakan pemerintah Orba. Memaksa rakyat Papua makan nasi. Kalaupun tetap ngotot makan sagu, mereka membeli dengan harga mahal. Dahlan Iskan juga menjelma menjadi Khun Chai di tanah gersang dan tidak subur di Atambua-NTT. Dahlan Iskan mengajak masyarakat menanam sorgum yang tepungnya bisa sebagai campuran terigu, air perasan batangnya menjadi bioethanol, batang dan daunnya menjadi pakan ternak. Tidak tanggung-tanggung. Dahlan Iskan memboyong PT. Indofood ke NTT untuk menyerap tepung sorgum petani. Memboyong PT. Batantekno untuk mengolah perasan air batang shorgum menjadi bioethanol. Sekaligus memboyong PT. Pertamina untuk menampung bioethanol petani NTT dan selanjutnya dicampur dengan bensin. Memboyong siswa-siswa SMK Atambua dan Kupang ke Jakarta untuk dilatih membuat mesin pemerah batang sorgum, perontok biji sorgum, pencacah ampas, penyosoh, mixer pupuk, destilasi bioetanol, dan sebagainya. Dan sekarang mereka sudah bisa membuat alat tanpa tergantung alat-alat impor atau buatan pabrik. Tepung sorgum dan air batangnya yang bisa mengurangi ketergantungan Indonesia dari impor sagu dan bioetanol Jepang. Sorgum yang membuat siswa SMK berjalan tegak menjemput mimpinya. Pakan ternak melimpah yang bisa mengurangi ketergantungan dari impor daging sapi. Dan yang lebih penting, ladang sorgum yang bisa membuat ribuan petani miskin tersenyum di padang gersang. Menjadi Penonton atau Pendukung? Dahlan Iskan telah membuktikan kemampuannya menjelma menjadi Khun Chai versi Indonesia. Dan lebih dari yang saya ceritakan di atas. Masih banyak lagi jejak-jejaknya sebagai Khun Chai. Tapi terlalu panjang untuk diceritakan di sini. Misalnya di kebun tebu, di petani rumput laut, kebun buah, kebun sawit, kandang kelinci, kandang kambing, dan sebagainya. Dan itu dilakukan tanpa menggunakan dana APBN sedikitpun. Apakah kita belum tertarik memberinya kesempatan mejelma menjadi ribuan Khun Chai lagi? Dalam bidang yang lebih luas lagi? Pada daerah yang lebih banyak lagi? Tentunya dengan memberinya wewenang yang lebih besar lagi. Kewenangan yang bisa menggunakan dana BUMN sekaligus APBN. Kewenangan yang bisa mengerahkan beberapa kementerian sekaligus. Kewenangan yang bisa mengatur kebijakan ekspor-impor yang tidak akan merugikan petani. Bukan hanya sekedar kewenangan seorang menteri BUMN. Yang tidak bisa berbuat apa-apa ketika melihat dana triliunan dikementerian pertanian nganggur tidak diapa-apakan. Yang tidak bisa berbuat apa-apa atas mafia yang sudah menguasai 5000 hektar lahan garam di NTT selama 27 tahun. Jawaban kita semua, akan terlihat pada Pilpres 2014 nanti. Apakah kita mendukung Sang “Khun Chai” yang akan merubah nasib petani Indonesia atau malah kita akan mengabaikannya? *** ekonomi.kompasiana/agrobisnis/2013/10/01/petani-opium-thailand-punya-khun-chai-petani-indonesia-punya-dahlan-iskan-596538.html
Posted on: Tue, 01 Oct 2013 16:05:34 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015