SEKILAS SEJARAH ==== SKISMA "BESAR" BARAT DAN KONSILIARISME - - TopicsExpress



          

SEKILAS SEJARAH ==== SKISMA "BESAR" BARAT DAN KONSILIARISME - Bagian 2 Pada tanggal 21 Agustus para kardinal tersebut tiba di Fondi. Untuk apa? Untuk bersama-sama menolong mengakhiri masa kejandaan Gereja! Tiga bangsawan Italia antara lain Spinelli, penasihat Yohana I dari Napoli juga hadir di Fondi. Kehadiran Spinelli memperlihatkan bahwa kasus ini tidak dapat dipandang sebagai krisis intern kepausan saja. Akhirnya pada pertengahan September para kardinal Italia pun tiba di Fondi. Gelagat buruk tercium juga oleh Urbanus. Maka dalam minggu yang sama ia mempromosikan sejumlah kardinal baru sebagai barisan yang akan membentengi dirinya. Kebijakan ini dinilai terlalu sembrono! Pada tanggal 18 September paus mengangkat 29 kardinal: 20 Italia, 2 Perancis. Gayung bersambut: tantangan dihadapi dengan aksi para kardinal di Fondi [20 September 1378]. Suatu tindakan yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Gereja: mereka dengan suara bulat memilih kardinal Robertus dari Geneva. Baru pada tanggal 31 Oktober ia dimahkotai. Hadir pada kesempatan itu utusan khusus Ratu Yohana I dan sejumlah orang dari Napoli. Selama beberapa dekade terdapat 2 paus dalam Gereja. Eropa segera terkoyak menjadi dua bagian: Anti-Urbanus dan Anti-Klemens. Perancis, Burgundy, Savoia, Napoli, Spanyol dan Skotlandia berpihak pada Klemens. Sedangkan Inggris, Irlandia, Jerman dan sebagian terbesar Italia, negara-negara Eropa Tengah mendukung Urbanus. Biasanya yang menjadi faktor penentu siapa mendukung siapa ialah kepentingan nasional. Deretan para kudus pun terbelah. Catharina Siena [1347-1380] dengan entusias mendukung Urbanus. Ia bahkan menyebut para kardinal yang memilih Klemens VII sebagai orang-orang edan, setan-setan yang menjelma; orang-orang yang menikmati kebohongan dan penyembah berhala. Sebaliknya Vincentius Ferrer menganggap sah-sah saja pemilihan Paus Klemens VII, Santo inilah yang menjadi bapa pengakuan para paus selama periode pembuangan di Avignon. Masing-masing pihak yang bertikai melemparkan ekskomunikasi. Bahkan mereka mengadu kekuatan militer di wilayah negara kepausan. Pasukan Urbanus VI berhasil memukul mundur para pendukung Klemens VII di dekat San Marino, April 1379. Berkat kemenangan ini Urbanus dapat menguasai keadaan Negara Kepausan dan mendesak Klemens untuk menarik diri [ke Napoli] dan kemudian melarikan diri ke Avignon [Juni 1370]. Urbanus mengesankan tidak memperlihatkan minat sedikit pun untuk memecahkan skisma ini. Ia tidak menghendaki bahwa kasus ini digelar di pengadilan, universitas-universitas, bahkan pada tahun 1386 ia menolak usul para bangsawan Jerman untuk memanggil konsili umum demi menyelesaikan kasus ini. Tetapi ia sibuk dengan mengekskomunikasikan Ratu Yohana dan memecatnya [tahun 1380] karena mengakui dan mendukung Klemens VII. Lalu takhta Napoli diserahkan pada Karolus Durazzo [+ 1386]. Dalam kenyataannya, baik konklaf yang berlangsung di Roma maupun di Fondi (dan menghasilkan dua paus, Urbanus VI dan Klemens VII), berlangsung dalam keadaan yang tidak lazim. Inilah gelaran beberapa pertanyaan: Apakah pemilihan yang dilakukan pagi hari [di Roma] itu dan yang berada di bawah ancaman massa yang sangat beringas, sungguh bebas? Ataukah keabsahannya diragukan lantaran peserta pemilihan berada dalam kondisi yang tidak bebas? Jika para peserta itu tidak bebas, maka hasil pemilihan mereka tidak dapat dipertanggungjawabkan. Mengapa para kardinal tidak melakukan pemilihan ulang pada sore harinya? Mungkinkah para kardinal beranggapan bahwa pemilihan yang pertama itu tidak sah? Tetapi dalam kasus ini, apakah "suara" yang diperoleh Prignano dalam pemilihan kedua itu mencukupi untuk menetapkan dirinya sebagai paus? Apakah sikap para kardinal setelah pemilihan (yakni dengan diam, tidak melakukan protes) dapat diartikan sebagai pengakuan akan sahnya pemilihan tersebut? Diskusi-diskusi soal ini baru kemudian hari terbuka lebar. Orang dengan ironis mencatat bahwa para sejarawan melangsir pelbagai ilham dari sudut pandang nasionalistis. Artinya, para sejarawan Italia, misalnya, akan membenarkan proses pemilihan Urbanus VI dan mengecam pemilihan Klemens VII. Tetapi sejarawan Perancis akan berbuat sebaliknya. Dewasa ini pun opini para sejarawan kontemporer masih terbagi-bagi. Sekelompok orang mengatakan bahwa pemilihan Urbanus itu sah. Tetapi Seidlmayer, Prerovsky, Fink, Franzen menyangkal sahnya pemilihan Urbanus. Mereka menggarisbawahi kegentaran para kardinal [sejauh itu terungkap dalam sumber-sumber historis]. Hal itu diperberat dengan kepribadian Urbanus VI yang serba labil, tidak rasional dan "buruk" secara moral. Makanya ia serba tidak layak untuk menduduki takhta Santo Petrus. De facto, tidak seorang pun sebenarnya memiliki pertimbangan yang mencukupi untuk menilai paus manakah yang legitim. Diskusi antarsejarawan tentang masalah-masalah ini [setelah peristiwanya sendiri berlalu enam abad] masih berlangsung. Maka bukan giliran saya untuk mengadili dan memutuskan duduk perkaranya! Magisterium sendiri tidak pernah menegaskan secara gamblang perihal legitimitas pemilihan di bulan April, yang menghasilkan Urbanus VI atau pemilihan yang kemudian menghasilkan Paus Klemens VII. Kendati demikian satu hal dapat dipertimbangkan di sini yakni tidak satu dokumen pun yang menetapkan secara kekal-abadi ketidakabsahan pemilihan yang pertama. Dalam tahun 1389, ketika Urbanus wafat [karena keracunan], tak seorang pun menangisinya. Ia telah ditinggalkan sejumlah kardinalnya. Negara kepausan dibiarkannya dalam keadaan anarkis. Para penggantinya: Bonifatius IX (+ 1404), Innocentius VII (+ 1406), dan Gregorius XII (+1417) tidak berentusias untuk memulihkan kesatuan dalam Gereja. Di Avignon, sementara itu, dipilihlah pengganti Klemens VII, yakni kardinal Pedro de Luna. Paus yang terbaru ini bergelar Benediktus XIII. Ia adalah seorang yang keras, jujur, tetapi kaku dalam mempertahankan hak-haknya. Di bawah tekanan publik yang datang bertubi-tubi, maka kedua paus (Gregorius XII dan Benediktus XIII) berjanji untuk bermufakat bersama. Konkretnya: massa menghendaki agar kedua-duanya turun takhta. Agar dapat bermufakat dengan paus dari Roma, Benediktus XIII "turun" dari Avignon. Tetapi ia berhenti di Porto Venere, di Spezia dan tidak melanjutkan perjalanan lebih jauh lagi. Sedangkan Gregorius XII "naik" sampai ke Lucca. Namun kemudian ia menyesal dan tidak bersedia untuk meneruskan perjalanannya. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa keterpecahan dalam Gereja rupanya tidak-dapat-dipersatukan-lagi.(PS) Sumber tulisan : The Age of Reform ditulis oleh Ozment; An English Account of the Election of Urban VI ditulis oleh A. Easton. (bersambung) ~Dv
Posted on: Tue, 10 Sep 2013 03:38:53 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015