Surat dan Keputusan FIFA untuk menghukum Arema Indonesia terkait - TopicsExpress



          

Surat dan Keputusan FIFA untuk menghukum Arema Indonesia terkait kasus tuntutan mantan pemainnya Jean Landry ternyata malah menimbulkan polemik tersendiri. Sebagaimana diketahui, ada dua klub yang sama-sama mengklaim pihaknya sebagai Arema Indonesia, yakni Arema Cronous dan Arema Indonesia (IPL). Sekjend PSSI Joko Driyono, menterjemahkan hukuman FIFA tersebut ditujukan untuk Arema Cronous. Karena itulah, poin Arema Cronous di kompetisi ISL dikurangi tiga poin. Kasus Jean Landry ini bermula di musim kompetisi 2009/2010. Ketika itu Arema Indonesia memutus kontrak pemain asal Gabon ini dan mempersilahkan untuk mencari klub baru. Tidak terima dengan putusan sepihak ini, Jean Landry pun melapor ke FIFA. Di musim kompetisi 2009/2010, Arema Indonesia belum terpecah dua. Setelah sempat kisruh manajemen, Arema akhirnya terpecah dua, dengan manajemen PT. Arema Indonesia mengikuti kompetisi LPI/IPL, sedangkan kubu Rendra Kresna lebih memilih tetap ikut di ISL. Kelanjutannya, Arema (ISL) pun diakuisisi oleh PT. Pelita Cronous, yang sebelumnya menjual hak dan lisensi mereka di ISL pada klub Bandung Raya. Dalam kasus Jean Landry, PSSI ternyata membelokkan surat dari FIFA untuk Arema Cronous. Boleh jadi, ini merupakan akal-akalan dari kubu Arema Cronous dan PT. LI agar tercipta opini publik bahwa Arema Cronous adalah Arema Indonesia yang asli karena dihukum oleh FIFA. Logika yang dimainkan PT. LI adalah jika klub dihukum oleh FIFA/AFC, sudah pasti klub tersebut adalah yang asli. Jika Joko Driyono memainkan logika diatas, bagaimana dengan kasus denda AFC pada Arema di tahun 2012? Dalam sebuah workshop AFC di Malaysia 17-18 Januari 2012 yang diikuti oleh Arema terkait regulasi AFC Cup musim tersebut, badan sepakbola tertinggi di Asia itu menagih manajemen Arema. Utang itu adalah denda yang belum dibayar ketika tim Singo Edan menjalani Liga Champions Asia (LCA) musim 2011 lalu. Denda itu dikenakan karena Arema tidak menyerahkan rekaman video tiga pertandingan kandang Arema kepada AFC. Juga denda absennya Media Officer Sudarmaji dan Manajer Arema Abriadi Muharra ketika tim Arema tandang ke Korea Selatan, menghadapi Jeonbuk Hyundai Motors pada musim lalu. Sekalipun utang itu terjadi saat kepengurusan manajemen lama, namun manajemen Arema baru di bawah PT Ancora tetap harus bertanggungjawab melunasinya. "Utang-utang itu ditagih AFC ketika kami mengikuti Workshop AFC Cup, 17-18 Januari lalu", ujar Media Officer Arema, Noor Ramadhan, (23/1/12) seperti dilansir harian Jawa Pos. Sama seperti kasus Landry yang terjadi saat kepengurusan manajemen lama, maka seharusnya PSSI menyerahkan tembusan surat FIFA tersebut pada PT. Arema Indonesia, bukan pada Arema Cronous. Nyatanya, Arema Indonesia sendiri malah tidak dikabari perihal surat denda dan hukuman tersebut. Direktur Operasional Arema LPI, Haris Fambudy mengungkapkan manajemen tidak mendapat surat apapun dari FIFA. “Kami juga tidak mendengar apapun soal sanksi itu,” kata Haris kepada Surya Online. Sebagai informasi, semenjak diberlakukannya aturan klub harus berbadan hukum, PSSI pun melaporkan kepemilikan badan hukum tersebut pada AFC, namun sayangnya tidak dilaporkan ke FIFA. Barulah pada musim 2011/2012 PSSI mulai melaporkan kepemilikan badan hukum tiap klub ke FIFA. Dari fakta ini saja sudah jelas, bahwa badan hukum yang terdata dan terlaporkan di FIFA adalah PT. Arema Indonesia yang sekarang bermain di IPL, bukan Arema Cronous yang baru terbentuk di tahun 2012. Selain kasus Jean Landry Poulangoye, sebenarnya ada satu kasus lagi yang mirip, dengan potensi pembelokan surat yang sama pula akibat dualisme klub. Tahun 2007, mantan pemain asing Persebaya (manajemen Lilik Suhartojo) Serge Ngankou Elongo melaporkan kasus pemutusan sepihak pada FIFA. Jika kasus Landry di tahun 2009 saja sudah keluar putusan FIFA, mengapa kasus Elongo belum keluar / belum diberitakan? Apakah berkas kasus tersebut ikut pula disembunyikan dan baru dilepas menunggu momen yang tepat? Sebagaimana pula diketahui publik, saat ini Persebaya pun terpecah dua. Satu kubu baru saja merayakan pesta juara Divisi Utama dan satu kubu lagi sedang berjuang di IPL. Dan sama pula dengan Arema Indonesia yang terdaftar memakai nama badan hukum PT. Arema Indonesia, maka Persebaya yang terlapor/terdata di FIFA adalah yang memakai badan hukum PT. Persebaya Indonesia. Dan sampai saat ini, PT. Persebaya Indonesia adalah badan hukum yang menjalankan klub yang berlaga di IPL. Sedangkan Persebaya DU, setahu penulis bahkan belum dibentuk badan hukum/belum dilaporkan data badan hukumnya. Berkaca dari kasus Jean Landry dan Serge Elongo, dimana pemain-pemain asing saat itu berani melaporkan hak-hak profesional mereka yang tidak terpenuhi pada FIFA, sudah semestinya pula para pemain asli Indonesia bisa meniru langkah tersebut. Gaji yang terlambat, kontrak yang diputus sepihak, dan pelanggaran hak-hak pemain lainnya bisa dilaporkan ke FIFA. Sayangnya, sampai saat ini pemain Indonesia belum ada keberanian melakukan tindakan seperti Jean Landry. Bahkan pemain sekaliber BP pun terlihat pasrah, dan terlihat tidak ada langkah melaporkan kasus pembayaran gajinya pada otoritas sepakbola tertinggi dunia, FIFA. olahraga.kompasiana/bola/2013/09/15/membedah-kasus-jean-landry-poulangeye-dan-pembelokan-surat-fifa-oleh-pssi-591974.html
Posted on: Sun, 15 Sep 2013 04:01:03 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015