Yang membuat prihatin, suami mereka juga cuek saja saat di-tag - TopicsExpress



          

Yang membuat prihatin, suami mereka juga cuek saja saat di-tag oleh istri mereka di Facebook dan membiarkan istri mereka mengunggah foto-foto tak berjilbab itu. (Satu pelajaran di sini: pasangan kita adalah cerminan diri kita). Anehnya lagi, si suami suka ribut menyarankan orang lain atau kerabatnya berjilbab. Nah loooh. Hal menggelitik lainnya adalah foto dengan kerudung ala Benazir Bhutto alias menutupi sebagian rambut dengan poni muncul di depan. Kita lupa bahwa berjilbab itu menutup seluruh rambut di kepala, bukan sebagian. Jilbab dengan sebagian rambut tampak bukanlah jilbab, bukan hijab. Jika foto ini yang kita tampilkan dan mengaku berjilbab, kita salah besar. Atau lainnya, foto dengan bagian kepala berkerudung, tapi sebagian lengan atau betis terlihat. Ooow. That’s sooo bad. Berjilbab itu harus ikhlas. Berhijablah karena Allah, bukan karena memenuhi permintaan pacar, suami, ayah, ibu, karena mode atau lainnya. Jika berjilbab karena Allah, kita akan berusaha mengikuti apa yang Allah dan Rasul-Nya ajarkan dalam berjilbab. Yaitu, tidak membukanya di depan orang yang bukan muhrim di mana pun dan kapan pun, di dunia nyata atau di dunia maya, serta menutupi apa yang harus ditutupi meski hanya sehelai rambut. Lelah berjilbab tapi tanpa keikhlasan, hanya akan menimbulkan kesia-siaan. Kalau mengaku berjilbab, tapi masih mengumbar foto-foto tanpa jilbab atau foto berponi, jilbab kita tentulah menimbulkan pertanyaan. Ikhlas atau tidaknya seseorang berjilbab bisa terlihat dari foto diri yang ia unggah. Kita harus tahu, menjaga jilbab diri sendiri sama dengan menjaga kehormatan jilbaber lain. Kegemaran kita mengunggah foto tanpa jilbab akan membuat orang berpikir bahwa mengunggah foto tanpa hijab seorang jilbaber, misalnya, sebagai hal yang sah-sah saja. Untuk yang memiliki istri, saudara, atau teman yang telah berjilbab, kewajiban kita adalah turut menjaga jilbab mereka di dunia maya. Saya banyak melihat suami-suami yang mengunggah foto istri tanpa jilbab atau membiarkan istri mereka mengunggah foto tanpa jilbab, sementara si suami sibuk menyarankan orang lain berjilbab, istrinya sendiri tak terkontrol. Bagaimana ini? Menjaga jilbab istri, saudara perempuan, atau teman di dunia maya sama dengan menjaga kehormatan mereka karena hakikat jilbab itu adalah untuk menjaga kehormatan seorang perempuan. Kalau sebagai suami, saudara, atau teman kita malah membiarkan atau bahkan mengunggah foto tanpa jilbab mereka, sesungguhnya itu berarti kita tidak menyayangi mereka. Ya, mungkin kita bangga memiliki teman atau kekasih yang cantik dan ingin pamer di dunia maya. Tapi, apa manfaatnya untuk hidup kita? Dan kalau orang-orang sudah terpesona dengan kecantikannya, kita mau apa? Ada yang berkilah, “Mungkin baru berjilbab.” Mungkin. Tapi, banyak yang sudah lebih dari satu dua tahun berjilbab melakukan hal ini. Menurut saya, ini masalah logika dan keinginan untuk berjilbab dan belajar berjilbab dengan baik saja, bukan masalah baru atau lama berjilbab. Bukan juga masalah dia keluaran institusi pendidikan Islam atau jebolan pesantren, yang sudah kenyang dan hapal dasar-dasar Islam. Itu bukan sebuah jaminan seseorang akan berjilbab dengan baik di dunia maya. Teman kantor saya baru dua tahun berjilbab. Dia lahir dari ayah Katholik yang saat menikah masuk Islam. TK hingga SMA ia jalani di sebuah sekolah Katholik terkemuka di Yogya. Saat mulai berumahtangga, ia masih sering dugem. Tapi, ketika mulai berjilbab, ia paham bahwa foto tanpa jilbabnya tak boleh muncul di jejaring sosial. Masalahnya, ia mengaku sedikit gagap teknologi. Kesungguhannya terlihat ketika suatu hari dia meminta saya menghapus foto tanpa jilbab yang pernah dia unggah sebelum berjilbab. Dan saya melihat, sejak berjilbab dia tak pernah mengunggah foto tanpa jilbab di akun Facebook-nya. Dia juga resah memikirkan foto-foto sebelum berjilbab yang diunggah oleh teman-temannya. Padahal, dalam kacamata umum, foto-foto itu sopan, kok. Oh, satu lagi. Teman saya ini tidak ikut pengajian apa pun. Tidak ada yang mengajari dan menceramahi. See? Yang seperti ini tak perlu kecerdasan tingkat tinggi dan membaca kitab-kitab agama nan canggih. Hanya perlu kesungguhan dan keikhlasan.
Posted on: Fri, 30 Aug 2013 01:27:40 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015