bismillahirahmanirahim sahabatku semua yang dirahmati Allah, - TopicsExpress



          

bismillahirahmanirahim sahabatku semua yang dirahmati Allah, banyak seakali diantara kita yang membidahkan acara tahlilan dan yasinan, mempersalahkan acara tahlilan hari ke 7, 40, 100 dan 1000. padahal tahlilan dan yasinan adalah tuntunan para wali songo yang begitu paham alquran dan hadist sehingga menuangkan amalan-amalan yang baik dalam wadah yang disebut tahlilan, walisongo orang yang sangat berjasa besar dalam penyebaran islam di indonesia, dakwah mereka melalui kultural dan budaya, mendekati dari hati ke hati sehingga orang berbondong-bondong masuk islam karena keihlasan hatinya bukan sebuah keterpaksaan. untuk itu yang masih mengganggap itu sesat dan akan masuk neraka, alangkah baiknya kita kaji dimana sesatnya…? dalilnya kuat gak? tafsiranya sesuai gak… sanadnya ada gak? ato sekedar menafsirkan dan menyomot dalil yang gak jelas. ingat ulama itu pewaris para nabi, ilmu para walisanga jauh lebih tinggi daripada ilmu kita mereka semua hafal alqur’an dan jasa mereka sangat besar , kita pun gak mampu menyamainya? lantas apakah kita serta merta membidahkan apa yang mereka ajarkan? sungguh sombongnya kita, jika demikian… mari kita kaji bersama, mari buka mata dan hati kita,…. jangan cuma asal ikut sana, ikut sini.. tanpa tahu dari mana asalanya.. sepeti mengikuti gerakan Wahabi yang berkembang di Indonesia yg berasal dari Arab Saudi. Tujuan mereka ingin mengajarkan pemurnian Islam versi mereka, versi mereka lho, bukan mengikuti rosulullah to maghdab 4, sementara ajaran lain dianggap tidak benar dan harus diperangi. aliran Wahabi cukup berbahaya dan mengancam kelangsungan hidup Islam. Sebab aliran ini banyak menjalakan amalan-amalan yang justru tidak sejalan dengan ajaran Islam. perlu diingat saja. AL Hafidh adalah Ahli hadits yg hafal lebih dari 100.000 hadits dengan sanad dan hukum matannya, dan Al Hujjah adalah yg hafal lebih dari 300.000 hadits dengan sanad dan hukum matannya, sebagaimana Imam Nawawi yg telah melebih derajat Al hujjah sehingga digelari Hujjatul Islam, demikian pula Hujjatul Islam Imam Ghazali, demikian pula Hujjatul Islam Imam Ibn Hajar AL Asqalaniy dan banyak lagi, dan Imam Ahmad bin Hanbal (hambali) ia hafal 1 juta hadits berikut sanad dan hukum matannya, dan ia adalah Murid Imam Syafii, dan ia berkata : “tak kulihat seorangpun lebih menjaga hadits seperti Imam Syafii. wahabi itu tak satupun yg sampai jadi ahli hadits. mereka juga tak punya sanad, berkata para ahli hadits: “Tiada ilmu tanpa sanad” kita ahlussunnah waljamaah tak mau ilmu yg tak ada sanadnya, kita bicara syariah kita punya sanad, kita bicara tauhid kita punya sanad, kita bicara hadits kita punya sanad kepada para ahli hadits, kita punya sanad kepada Imam Bukhari, kita punya sanad kepada Kutubussittah, kita bicara fiqih madzhab kita punya sanad kepada Imam Imam Madzhab. mereka wahabi itu tak punya sanad, hanya nukil nukil dari buku, lalu mengaku sebagai ahli hadits, padahal dalam pendapat para ahli hadits tidak diterima ucapan nukil nukil, mesti ada sanad periwayatnya, menurut para ahli hadits tak bisa kita shalat lihat dari buku, tapi mesti : “aku rukuk melihat si fulan seperti ini ruku’nya, dan aku tahu dia orang terpercaya, aku tahu dia shalih, aku tahu dia berilmu, aku tahu dia tsiqah, aqil,. baligh, dan rasyiid (bisa dipercaya untuk diikuti), dan aku tahu bahwa dia itu ruku’nya mengikuti gurunya, si fulan, yg juga orang mulia, dan gurunya itu rukuk mengikuti gurunya lagi yaitu…., demikian hingga Rasulullah saw. dengan cara ini baru ruku kita diterima, kalau tak punya riwayat maka dhoif, omongannya tak didengar, fatwanya tertolak, dan ucapannya tak bisa dijadikan rujukan fatwa, inilah keadaan kita ahlussunnah waljamaah, kita lihat guru kita, bukan nukil dari buku, demikian dalam pelbagai ibadah kita punya guru, berbeda dengan mereka, tak punya guru, hanya nukil nukil dari buku lalu berfatwa, lalu yg lucu, mereka mengaku merekalah madzhab ahlul hadits ,ini seperti orang yg membuka kursus meenjahit padahal ia sendiri tak tahu menjahit itu apa. maka berhati-hatilah kawan atas dampak ajaran wahabi yangt berada diindonesia.. yang selalu membidahkan segala aspek maslah… mari kita kaji dulu bersama sebuah kisah menarik bacalah dengan seksama……. Disebuah desa di daerah Banyuwangi, terdapat seorang Kyai yang cukup disegani dan memiliki lembaga pendidikan dengan jumlah santri yang cukup banyak, sebut saja Kyai Fulan. Kyai Fulan, tampaknya kurang begitu puas dengan ilmu yang diperoleh dari berbagai pondok pesantren yang pernah ia singgahi waktu muda dulu. Dia mempunyai seorang putra yang ia gadang-gadang menjadi penggantinya kelak jika ia sudah menghadap Sang Pencipta. Sebagai calon pengganti si Anak -sebut saja Gus Zaid- ia ‘titipkan’ pada lembaga-lembaga pendidikan agama yang dibilang favorit di negeri ini. Dikatakan favorit, karena lembaga ini dikelola dengan manajemen yang rapi, dan moderen, juga ditangani oleh guru-guru yang ‘alim’ lulusan universitas-universitas di Arab Saudi, negara tempat Islam dilahirkan. Saat Gus Zaid masih dalam penyelesaian pendidikannya di lembaga favorit itu, Kyai Fulan wafat. Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Gus Zaid pun diminta pulang oleh keluarganya. Seperti lazimnya adat kalangan NU, upacara pemakaman Kyai Fulan dilakukan dengan tradisi-tradisi yang indentik dengan kalangan nahdliyin. Ketika Gus Zaid sampai di rumah dan melihat acara pemakaman yang sedang berlangsung, ia kaget dan menahan amarah, karena semua acara yang dilaksanakan dianggapnya bid’ah. Tapi saat ini ia mampu bersabar. Saat seorang Kyai tetangga yang juga teman Kyai Fulan, –sebut saja Kyai Umar– memberikan sambutan atas nama wakil tuan rumah, ketika jenazah akan diberangkatkan, setelah bicara ini dan itu, ia menyampaikan bahwa nanti malam sampai malam ke-7 kematian Kyai Fulan akan diadakan acara tahlilan setelah maghrib. Mendengar hal itu, Gus Zaid yang semenjak kedatangannya sudah memendam amarah dan kebencian, tanpa ba bi bu, ia langsung menyambar mikrofon dari Kyai Umar dan berkata: “Tidak ada tahlil bagi bapakku malam nanti. Tahlil adalah bid’ah dan doa orang yang masih hidup untuk orang yang telah meninggal dunia tidak sampai, wa an laysa lil insani illa ma sa’a. Sekian terima kasih!”. Lalu ia berikan lagi mikrofon itu kepada Kyai Umar. Para pelayat tersentak kaget. Kyai Umar hanya tersenyum dan melanjutkan sambutannya. “Benar saudara-saudaraku sekalian, wa an laysa lil insani illa ma sa’a. Karena Gus Zaid sudah mengatakan demikian, maka nanti malam dan seterusnya tahlil tidak diadakan. Sekarang mari kita berdoa semoga Kyai Fulan di siksa dalam Kubur!. Semoga dosa-dosa tidak terampuni, semoga dia menjadi bahan bakar api neraka dan tidak pernah dimasukkan ke dalam Surga!”. Para pelayat serentak meneriakkan, “Amiiiiin!”. Gus Zaid: “?????”. “Kok mendoakan begitu untuk bapakku”. Kyai Umar dengan enteng menjawab: “Kan Allah berfirman, wa an laysa lil insani illa ma sa’a?”. Gus Zaid: Ya sudah nanti malam tahlilan…..! NB; maaf, jika orang yang tak paham pasti akan mengklaim kiayi kok mendoakan jelek, bukan itu maksud yg ingin saya sampaikan dan tekankan, disini saya akan menekankan, jika seandenya mendoakan yang baik-baikpun percuma, kan mereka menganggap do’a kita gak sampai( do’a samapai seribu kalipun gak akan sampai tho, kan mereka menyakini itu), itulah karena kedangkalan pemahaman syariah mereka, ayo do ngaji maleh,...ngaji maleh,… Sampainya Do’a Kepada Orang Yg Sudah Meninggal Fadhilatusy Syaikh asy-Sya’raawi dalam himpunan fatwanya “al-Fatawa” mukasurat 201-202 menyatakan seperti berikut:- Telah disebut oleh asy-Syaikh al-’Adawi rhm. dalam “Masyaariqul Anwaar“ bahawasanya:- “Telah sepakat atas sampainya (pahala) sedekah kepada si mati. Tidak ada bezanya sama ada sedekah tersebut dilakukan jauh dari kubur si mati atau dekat. Dan demikian jugalah pada doa dan istighfar.” Dan telah berkata al-Imam al-Qurthubi bahawa telah ijma` sekalian ulama atas sampainya (pahala) sedekah kepada orang-orang mati, dan demikian pula perkataannya pada bacaan al-Quran, doa dan istighfar yang dikuatkannya dengan hadis: ” Dan setiap ma’ruf itu adalah sedekah“. Demikian lagi dikuatkannya dengan hadis Junjungan s.a.w.: ” Orang mati itu di dalam kuburnya seperti orang lemas yang meminta-minta pertolongan. Dia menunggu doa berhubungan dengannya daripada saudaranya atau sahabatnya, maka mendapat doa tersebut adalah lebih baik baginya dari dunia seisinya.” Dan juga dalil atas sampainya pahala tadi ialah hadis Junjungan s.a.w.: “Sesiapa yang melalui perkuburan lalu membaca Suratul Ikhlash 11 kali, kemudian dihadiahkan pahalanya kepada orang-orang mati, dikurniakan pahala baginya sebanyak bilangan orang-orang mati tersebut.” Adalah al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata:- “Apabila kamu memasuki kawasan perkuburan, maka kamu bacalah al-Fatihah dan al-Mu`awwidzatain dan Suratul Ikhlash dan kamu jadikanlah pahala yang sedemikian itu buat ahli kubur tersebut, maka bahawasanya pahala tersebut sampai kepada mereka.” Tok Syaikh Daud al-Fathani pula dalam “Bughyatuth Thullab” juzuk 2 mukasurat 33 menulis:- (Faedah) Telah datang daripada salaf bahawasanya barangsiapa membaca surah Qul Huwa Allahu Ahad sebelas kali dan dihadiahkan pahalanya bagi ahli kubur , diampun Allah ta`ala dosanya dengan sebilang-bilang orang yang mati di dalam kubur itu dan riwayat yang lain diberi akan dia pahala sebilang orang yang mati padanya. Sa’ad Azzanjani meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah RA dengan hadits marfu’: BARANG SIAPA MEMASUKI PEKUBURAN KEMUDIAN MEMBACA FATIHAH,QUL HUWALLOHU AHAD,ALHA KUM ATTAKATSUR KEMUDIAN DIA BERKATA: YA ALLAH AKU MENJADIKAN PAHALA BACAAN KALAMMU INI UNTUK AHLI KUBUR DARI ORANG-ORANG MU’MIN,MAKA AHLI KUBUR ITU AKAN MENJADI PENOLONGNYA NANTI DI HADAPAN ALLAH SWT….. Abdul Azizi Shahib Al-kholllal meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas dalam hadits marfu’: NABI SAW BERSABDA: BARANGSIAPA YANG MEMASUKI PEKUBURAN KEMUDIAN DIA MEMBACA YASIN, MAKA ALLAH AKAN MERINGANKAN SIKSAAN MEREKA,DAN DIA AKAN MENDAPATKAN PAHALA AHLI KUBUR TERSEBUT…... kawanku semua yang baik yang dirahmati Allah,.. ada orang yang bertanya kepada habieb lutfi pekalongan. Saya pernah membaca buku yang menyatakan sesatnya tarekat dan mengharamkan membaca sholawat. Saya bingung, bagaimana mungkin sebuah komunitas zikir disebut sesat. Alasannya, tak ada tuntunan Rasulullah. Saya semakin bingung lagi. Pertanyaan saya, begitu sempitkah ajaran Islam itu sehingga semuanya harus mengikuti Rasulullah? Menurut saya, tarekat juga membaca wirid yang diajarkan Rasulullah. Dan menurut sebuah hadist, Allah swt dan malaikat pun bersholawat kepada Rasulullah saw. Hanya karena dikelompokkan dan kemudian berzikir secara bersamaan dalam sebuah kelompok disebut sesat dan bid’ah? Mohon penjelasan, apa batasan bid’ah itu? Apakah juga untuk semua hal, termasuk wirid secara bersama-sama? Terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Jabir Ibnu Hayyan jawaban habieb. Islam adalah agama yang universal. Ini dapat dibuktikan dengan keuniversalan Al-Qur’an. Orang yang mempelajari Al-Qur’an atas dasar keuniversalannya justru akan selalu melihat bahwa manusia perlu dimodernisasikan. Untuk itu paling tidak diperlukan dan dibekali ilmu yang cukup dalam mempelajari Al-Qur’an. Islam itu luwes. Sebab kejadian yang tidak terjadi di zaman Rasulullah bisa saja terjadi di zaman para sahabat. Demikian pula, kejadian yang tidak terjadi di zaman sahabat, bisa terjadi di zaman tabi’in yaitu orang-orang yang hidup pada generasi setelah para sahabat Nabi (saw), dan begitupun seterusnya. Mestinya para ulama itu dapat memberikan jawaban sesuai dengan generasinya karena adanya sebuah perkembangan zaman. Namun itu bukan berarti bahwa Al-Qur’an tidak bisa menjawab persoalan. Al-Qur’an siap menjawab persoalan sepanjang masa. Tapi siapakah yang sanggup memberi penjelasan jika tanpa dibekali ilmu Al-Qur’an yang cukup. Misalnya saja, pada zaman Rasulullah, pencangkokan mata, ginjal dan sebagainya belum terjadi. Namun, kemungkinan ilmu-ilmu untuk mencangkok sudah ada. Tapi peristiwa itu secara syariat di zaman Rasul belum ada. Mungkin saja terjadi di suatu zaman, contohnya ada seseorang memerlukan kornea mata, dan ahli medis siap untuk melakukannya sebagai sebuah ikhtiar. Untuk orang yang bersangkutan, apakah ini tidak dibenarkan? Untuk masalah zikir, siapa yang bilang tidak ada ajaran tentang zikir dari Rasulullah. Misalnya, satu Hadist Qudsi -Hadist yang diyakini sebagai firman Allah, bukan ucapan Nabi (saw)- menyebutkan, diriwayatkan oleh Imam Ali Ridha, “Kalimat La ilaha Illallah itu benteng-Ku. Barang siapa mengucapkan kalimat La ilaha Illallah berarti orang itu masuk ke dalam pengayoman-Ku (dalam benteng-Ku). Dan barang siapa yang masuk ke dalam benteng-Ku, berarti amanlah mereka dari siksa-Ku.” Apakah ini tidak bisa dianggap sebagai tuntunan? Selanjutnya, mohon maaf, sebelum Anda ikut-ikutan mengatakan bahwa tarekat itu sesuatu yang bid’ah, ada baiknya Anda mempelajari dulu perihal tarekat. Setelah itu melaksanakan ajaran dalam tarekat tersebut dalam kehidupan Anda sehari-hari. Jadi bukan hanya bersumberkan pada pertanyaan tadi. Lebih dari itu, melaksanakan tarekat sesuai ajaran dan kaidah yang ada dalam tarekat. Nanti Anda akan langsung mengetahui, termasuk siapa ulama-ulama itu, tepat atau tidak bila seorang ulama itu telah mengatakannya sebagai bid’ah. Apakah sejauh itu prasangka kita pada ulama-ulama? Seolah-olah ulama-ulama itu tidak mengerti dosa, dan hanya kita sendiri yang mengerti bid’ah? Harap diingat, melihat figur jangan sampai dijadikan ukuran. Sebab sebuah figur belum merupakan orang yang alim. Makanya syarat orang yang mengikuti tarekat itu, haruslah mengetahui arkan al-iman (rukun iman) dan Islam. Mengetahui batalnya shalat, rukun shalat, rukun wudhu, batalnya wudhu, dan sebagainya. Juga mengetahui sifat-sifat Allah yang wajib dan yang jaiz, juga tahu sifat para rasul, membedakan barang halal dan haram. Setelah itu baru dipersilahkan mengikuti tarekat. Itulah dasar kita masuk tarekat. Bukan suatu yang bersifat ikut-ikutan. Sedangkan orang yang masuk terkadang tertarik oleh sebuah ritus, termasuk mendekatkan diri pada ulama. Tetapi di dalam dirinya masih ada banyak kekurangan, sehingga apa yang sebenarnya bukan merupakan ajaran sebuah tarekat, terpaksa dilakukan. Seperti, kita menjalankan tarekatnya namun justru meninggalkan yang wajib. Sekali lagi harus diingat, tarekat adalah buah shalat. Bukan sebaliknya. kawanku semua yang baik Imam Syafi’i rahimahullah,seorang ‘ulama besar pendiri madzhab syaafi’iyyah,mendefinisikan, bid’ah sbb, ما أحدث يخالف كتابا أو سنة اأو أثرا أو اجماعا, فهذه البدعة الضلالة. وما أحدث من الخير, لا خلاف فيه لواحد من هذه الأصول, فهذه محدثة غير مذمومة. “ Bid’ah adalah apa-apa yang diadakan yang menyelisihi kitab Allah dan sunah-NYA, atsar, atau ijma’ maka inilah bid’ah yang sesat. Adapun perkara baik yang diadakan, yang tidak menyelisihi salah satu pun prinsip-prinsip ini maka tidaklah termasuk perkara baru yang tercela.” Imam Ibnu Rojab rahimahullah dalam kitabnya yang berjudul “ Jami’ul Ulum wal Hikam “ mengatakan bahwa bid’ah adalah, ما أُحْدِثَ ممَّا لا أصل له في الشريعة يدلُّ عليه ، فأمَّا ما كان له أصلٌ مِنَ الشَّرع يدلُّ عليه ، فليس ببدعةٍ شرعاً ، وإنْ كان بدعةً لغةً ،“ Bid’ah adalah apa saja yang dibuat tanpa landasan syari’at. Jika punya landasan hukum dalam syari’at, maka bukan bid’ah secara syari’at, walaupun termasuk bid’ah dalam tinjauan bahasa.” Tahlil telah menjadi perdebatan yang sampai sekarang belum belum menacpai kesepakatan. Tanpa ikut berpolemik, sedikit kami urai permasalahan tahlil dan tawassul yang menurut sebagian orang dianggap bid’ah dan syirik. Arti tahlil secara lafdzi adalah bacaan kalimat Thayyibah (لااله الا الله). Namun kemudian kalimat tahlil menjadi sebuah istilah dari rangkaian bacaan beberapa dzikir, alqur’an dan do’a tertentu yang dibaca untuk mendo’akan orang yang sudah mati. Ketika diucapkan kata-kata tahlil pengertiannya berubah seperti itu. Tahlil pada mulanya ditradisikan oleh Wali Sanga. Seperti yang telah kita ketahui, yang paling berjasa menyebarkan ajaran Islam di indonesia adalah Wali Sanga. keberhasilan da’wah Wali Sanga ini tidak lepas dari cara dakwahnya yang mengedepankan metode kultural atau budaya. Wali Sanga mengajarkan nilai-nilai Islam secara luwes mereka tidak secara frontal menentang tradisi tradisi hindu yang telah mengakar kuat di masyarakat, namun membiarkan tradisi itu berjalan hanya saja isinya diganti dengan nilai nilai islam, tradisi dulu bila ada orang mati maka sanak famili dan tetangga berkumpul dirumah duka yang dilakukan bukannya mendo’akan simati malah bergadang dengan bermain judi atau mabuk mabukan. Wali Sanga tidak serta merta membubarkan tradisi tersebut, masyarakat dibiarkan tetap berkumpul namun acaranya diganti dengan mendoakan pada mayit, jadi tahlil dengan pengertian diatas sebelum Wali Sanga tidak dikenal. 1. Kalau begitu Tahlil itu bid’ah! Setiap perbuatan bid’ah sesat ! setiap sesat masuk neraka? Tunggu dulu, anda berada didepan Komputer ini juga bid’ah sebab tidak pernah di kerjakan oleh nabi S A W kalau begitu anda sesat dan masuk neraka? Akal sesat pasti menolak logika seperti ini. it’s jangan salah menafsirkan bid’ah…. Ulama membagi bid’ah menjadi dua , bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah , sedangkan bid’ah hasanah sama sekali tidak sesat meskipun tidak pernah dikerjakan oleh nabi jadi ukurannya bukan pernah dikerjakan oleh nabi atau tidak , namun lebih luas dari itu, apakah sesuai dengan syariat atau tidak ! yang dimaksudkan syariat disini tentu saja dalil dalil alquran sunnah ,atsarus shahabah , Ijma’ dan qiyas . jika melakukan sesuatu yang bertentangan dengan dalail dalil tersebut maka sesat. Sekarang kita lihat apakah dalam tahlil ada yang bertentangan dengan syari’at ? tidak ada, tahlil adalah serangkaian kalimat yang berisi dzikir, bacaan alqur’an, yang disusun untuk sekedar mudah untuk di ingat, biasanya dibaca secara berjemaah yang pahalanya dihadiahkan pada mayit , rangkaian bacaan yang ada mempunyai keutamaan yang mempunyai dasar yang kuat, dari sisi ini jelas tahlil tidak ada yang bertentangan dengan syariat. Jika yang dipermasalahkan adalah sampai dan tidaknya pahala maka perdebatan tidak akan menemui ujng usai, sebab itu masalah khilafiyah dengan argumen masing masing ada yang mengatakan pahalanya bisa sampai ada yang mengatakan tidak, pendeknya ulama’ sepakat, untuk tidak sepakat ya sudah jangan dipermasalahkan lagi. itu urusanmu…. Hemat kita urusan pahala adalah hak prerogatif Allah yang tidak bisa di interfensi oleh siapapun. Kita yang membaca tahlil esensinya kan berdo’a semoga pahala bacaan kita disampaikan kepada mayit. Lepas dari Khilafiyah itu KH Sahal Mahfud, kajen berpendapat bahwa acara tahlilan yang sudah mentradisi hendaknya terus dilestarikan sebagai salah satu budaya yang bernilai islami dalam rangka melaksanakan ibadah sosial sekaligus meningkatkan dzikir kepada Allah. 2. Hukum memberi jamuan dalam tahlilan Memberi jamuan yang biasa diadakan ketika ada orang mati, itu diperbolehkan. Banyak dari kalangan ulamaa yang mengatakan bahwa semacam itu termasuk ibadah yang terpuji dan , memang, dianjurkan dengan berbagai alasan. Karena hal itu, kalau ditilik dari segi jamuannya adalah termasuk sadaqah”yang, memang, dianjurkan oleh agama menurut kesepakatan ulama’. — yang pahalanya dihadiyahkan pada orang telah mati. Dan lebih dari itu, ada tujuan lain yang ada di balik jamuan tersebut, yaitu,(1) ikramud dlaif (memulyakan tamu) (2) bersabar menghadapi musibah. (3) tidak menampakkan rasa susah dan gelisah kepada orang lain. Ketiga masalah tersebut, semuanaya, termasuk ibadah dan perbuatan taat yang diridlai oleh Allah AWT serta pelakunya akan mendapatkan pahala yang besar. Dengan catatan biaya jamuan tersebut tidak diambilkan dari harta ahli waris yang berstatus mahjuralaih. Apabila biaya jamuan tersebut diambilakan harta ahli waris yang berstatus mahjuralaih.(seperti anak yatim), maka hukumnya tidak bolehkan. nah jika harus jual barang berharga dan segala macemnya gimane,? bukan tahlilanya yang salah, cara orang tersebut menyikapi hakekat tahlilan yang harus diluruskan, itulah yang menjadi polemik masyarakat saat ini.. banyak kok didaerah saya juga pernah, hanya menyediakan makanan ala kadarnya saja, sohibul musibah adalah orang yang tidak punya ( beliau meminta maaf sebelumnya karena tidak bisa menghormati tamu lebih baik dari yang mereka sediakan ini) para masyarakatpun memaklumi dan memahami acara yang mulia inipun tetap berlangsung dengan baik, ini harusnya bisa dijadikan contoh ditempat lain.. ya gak kawan ? Namun demikian shadakah itu sama sekali tidak mengurangi nilai pahala sedekah yang pahalanya dihadiahkan pada mayit seperti penjelasan diatas. ada beberapa ulama seperti Syaikh nawawi syaikh ismail dan lain lain menyatakan, bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sunnah(matlub) Cuma hal itu tidak boleh disengaja dikaitkan dengan hari hari yang telah mentradisi di suatu komunitas masyarakat. Malah jika acara tersebut dimaksudkan untuk meratapi mayit, maka haram. Ma’khod : Nihayatuz zain(281) , Ianatut talibin 11/166 والتصدق عن الميت بوجو شرعي مطلوب ولا يتقيد بكونه فى سبعة ايام او اكثر او اقل وتقييد بعض الايام من العوائد فقط كما افتى بذلك السيد احمد دحلان وقد جرت عادة الناس بالتصدق عن الميت فىثالث من موته وفىسابع وفى تمام العشرين وفى الاربعين وفى المائة وبعد ذلك يفعل كل سنة حولا فى يوم الموت كما افاده شيخنا يوسف السنبلاوى اما الطعام الذى يجتمع عليه الناس ليلة دفن الميت المسمى بالوحشة فهو مكروه مالم يكن من مال اليتام والا فيحرم كذافى كشف اللثام نهاية الزين 33281 ومنها مسألة مهمة ولأجلها كانت هذه الرسالة. وهي ما يصنعه أهل الميت من الوليمة ودعاء الناس اليها للأكل. فان ذلك جائز كما يدل عليه الحديث المذكور بل هو قربة من القرب لأنه اما أن يكون بقصد جصول الأجر والثواب للميت وذلك من أفضل القربات التي تلجق الميت باتفاق. واما أن يكون بقصد اكرام الصيف والتسلي عن المصاب وبعدا عن اطظهار الحزن وذلك أيصا من القربات والطعاب التي يرضاها رب العالمين وثيب فاعلها ثوابها عظيما وسواء كان ذلك يوم الوفات عقب الدفن كما فعلته زوجة الميت المذكورة فى الحديث أو بعد ذلك وفى الحديث نص صريح فى مشروعية ذلك. الى قوله وهذا كله كما هو ظاهر فيما اذا لم يوص الميت باتخاذ الطعام واطعامه للمعزين الحاضرين والا فيجب ذلك عملا بوصيته وتطون الوصية معتبرة من الثلث أي ثلث تركة الميت قال فى التحفة-ج 3 ص 208. قرة العين بفتاوى الشيخ اسماعيل الزين 175 -181 sahabatku yang dirahmati Allah, kata “tahlilan “ memang didalam masa rosul tidak ada, tapi apa yang dibaca didalam tahlilan rosul mencontohkannya, nah inilah tuntunan, istilahnya memang belum ada, tapi isinya sudah dari dulu Rosul menyuruh kita mengerjakannya, itulah karena pandainya para ulama dalam menyusun suatu isitlah (tahlilan) kemudian mengumpulkan bacaan Al Qur’an, Dzikir, Tasbih, Tahmid, Tahlil, Shalawat dan bacaan lainnya. Dengan kata lain mengadakan acara Tahlilan dengan tujuan untuk memohon kepada Allah SWT., agar kerabat atau keluarga yang telah dipanggil kehadirat-Nya mendapatkan ampunan dan tempat yang layak disisi-Nya, serta berbahagia di alam kubur sana. lihatlah satu isinya, secara dzahir saja isi daripada tahlilan tersebut sangat baik, karena berisi bacaan-bacaan dari Al Qur’an dan surat-surat yang sudah terkenal tentang fadhilah atau keutamaan surat tersebut, contohnya surat alfatihah.. diriwayatkan oleh sayyidina Ibnu Abbas dalam kitab Shahih Muslim : أَبْشِرْ بِنُوْرَيْنِ اُوْتِيْتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِىٌ قَبْلَكَ فَاتِحَةُ الْكِتَابِ وَخَوَاتِيْمُ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا اِلاأَعْطَيْتُهُ [2 “Bergembiralah engkau (Muhammad SAW) dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu dan beleum pernah diterima oleh nabi sebelummu yakni surat Al Fatihah dan beberapa ayat terakhir surat Al Baqarah. Tidaklah kamu membaca satu huruf dari keduanya kecuali engkau akan diberi imbalannya. (Shahih Muslim, 1339) Selain dari surat Al Fatihah masih banyak lagi surat-surat dalam bacaan tahlil yang terkenal akan fadhilah atau keutamaan surat tersebut, seperti surat Al Ikhlas, Al Falaq, Annas dan juga surat Yasin. Disamping itu tahlilan juga memuat do’a-do’a yang diajarkan oleh Rasulullah, dalam hal ini, siapa yang cerdas jawabnya jelas para ulama, yang lebih paham tentang alquran dan hadist, yang karena kecerdasaan ingin memudahkan bagi orang awam agar selalu mengerjakan amalan baik yang dirangkum dalam wadah tahlilan yang isinya semua dicontohkan rosul saw. mulane yuk do ngaji, ngilangke kebodohan, ngerisiki ati, golek ridhane gusti illahi robby.. dahulu ketika ada salah seorang meninggal dunia, maka yang dilakukan oleh keluarga, kerabat dan para tetangga adalah meratapi si mayit dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik, seperti bermain kartu, judi dan minum-minuman. Setelah para muballegh datang secara berangsur-angsur, kemudian mereka berusaha dengan sabar dan perlahan-lahan diajak membaca atau mengucapkan kalimah thayyibah dan bacaan-bacaan lainnya. apakah ini tidak baik, jelas ini baik sekali, bagaimana jika tradisi meratapi si mayit dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik, seperti bermain kartu, judi dan minum-minuman tidak diganti dengan membaca kalimat thayyibah dan doa2 yang baik ?, bisa dipastikan tradisi buruk itu akan diteruskan sampai generasi sekarang, tak bisa membayangkan.. astagfirullah, apa sih tahlilan itu ? Kata tahlil atau tahlilan secara bahasa berasal dari bahasa arab dengan fiil madhi هلل ، يهلل ، تهليلا yang artinya mengucapkan kalimah thayyibah لا اله الا الله . dengan kata lain yaitu “pengakuan seorang hamba yang mengi’tikadkan bahwa tiada tuhan yang wajib di sembah kecuali Allah semata” Sedangkan menurut istilah tahlilan artinya “bersama-sama mengucapkan kalimah thayyibah dan berdo’a bagi orang yang sudah meninggal dunia Dalam uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tahlil adalah bersama-sama melakukan do’a bagi orang yang sudah meninggal dunia yang dilakukan di rumah-rumah, musholla, surau atau majlis-majlis dengan harapan semoga diterima amalnya dan diampuni dosanya oleh Allah SWT. yang sebelumnya diucapkan beberapa kalimah thayyibah, tahmid, tasbih, tahlil dan ayat-ayat suci Al Qur’an. Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki bermacam-macam budaya, salah satunya adalah tahlilan. Hal tersebut yang telah dipaparkan oleh almarhum KH. Muchit Muzadi, yang mengatakan petikan hadits, “Waladun Shalihun Yad’u lahu” (anak shaleh yang mendoakan orang tuanya) ini dirangkaikan atau direalisasikan dengan tradisi yang ada di Indonesia. Khususnya di daerah Jawa apabila ada tetangga, kerabat atau saudara yang meninggal dunia, maka para tetangga atau kerabat biasanya “jagongan” (berbincang-bincang). Dengan jagongan itu mereka membicarakan orang, terus “keademen” (kedinginan), mereka cari minuman yang hangat-hangat sambil main kartu dan lain-lain. Tradisi itu berlangsung lama, hingga ketika para mubaligh Islam, Walisongo atau kyai, menerapkan “yad’u lahu” ini dirangkaikan dengan jagongan dan “mele’an” (begadang), yang memang prosesnya lama. Kemudian yang dulunya melean dilakukan dengan minum-minuman dan main kartu kemudian diganti dengan bacaan-bacaan Al Qur’an dan do’a-do’a hingga kemudian muncul apa yang dikenal saat ini dengan istilah tradisi ritual tahlilan, subhanallah... kecerdasan para mubaligh dan keahlian dalam berdialog dan negosiasi dengan agama dan tradisi lokal. Sehingga Islam mudah diterima di Indonesia dengan baik dan bertahan lama, tidak seperti di sebagian Negara eropa yang perkembangan Islam dilakukan dengan cara peperangan, walaupun hasilnya cepat atau maksimal tapi kekuasaan Islam didaerah tersebut tidak berlangsung lama. Seperti di Spanyol, Turki dan lain-lain Seringkali terjadi ekses (berlebih-lebihan) di dalam pelaksanaan tahlilan, baik mengenai “frekuensi”-nya maupun suguhannya atau ekses dalam sikap batinnya (seperti merasa sudah pasti amal orang yang ditahlili diterima Allah SWT dan segala dosanya sudah diampuni oleh-Nya, kalau sudah ditahlili atau dihauli). Sikap “memastikan” inilah yang bertentangan dengan syari’at agama. Ekses-ekses inilah yang harus menjadi garapan wajib para pemimpin umat, untuk meluruskannya. Memang masih banyak amalan-amalan kaum muslimin yang belum sesuai benar dengan ajaran Islam. Sedangkan agama Islam sudah sempurna, tetapi dalam kenyataanya kebanyakan pengamalan kaum muslimin tidak sesempurna Islam itu. Maka dari itulah tahlilan sering jadi bahan perdebatan bagi kelompok yang tidak setuju dengan tahlilan ataupun kelompok pembaharu yang sengaja ingin membumi hanguskan acara ritual tahlilan karena dianggap sesat, bid’ah dan tidak mempunyai landasan-landasan yang kuat. astaqfirullah, Dalam Artikel karangan Drs. KH. Ahmad Masduqi yang berjudul “Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dan Ijtihad” Ritual Tahlilan atau upacara selametan untuk orang yang meninggal, biasanya dilakukan pada hari pertama kematian sampai hari ke-tujuh atau bahasa jawanya mitung dina, selanjutnya dilakukan pada hari ke-40, ke-100, ke-satu tahun pertama, kedua, ketiga dan seterusnya, dan ada juga yang melakukan pada hari 1000. Dalam upacara dihari-hari tersebut, keluarga si mayyit mengundang orang untuk membaca beberapa ayat dan surat Al Qur’an, dan zikir seperti : tahlil, tasbih, tahmid, shalawat dan do’a-do’a, pahala bacaan Al Qur’an dan dzikir tersebut dihadiahkan kepada si mayit. Menurut penyelidikan para ahli, upacara tersebut diadopsi oleh para da’I terdahulu dari upacara kepercayaan animisme, agama budha dan hindu yang kemudian diganti dengan ritual yang diambil dari Al Qur’an dan Hadits. Menurut kepercayaan Animisme, Hinduisme dan Budhisme bila seseorang meninggal dunia, maka ruhnya akan datang kerumah pada malam hari mengunjungi keluarganya. Jika dalam rumah tadi tidak ada orang ramai yang berkumpul-kumpul mengadakan upacara-upacara sesaji, seperti membakar kemenyan, dan sesaji kepada yang ghaib atau ruh-ruh ghaib, maka ruh orang mati tadi akan marah dan masuk (sumerup) kedalam jasad orang yang masih hidup dari keluarga si mayyit. Maka untuk itu semalaman para tetangga dan kawan-kawan atau masyarakat tidak tidur, membaca mantera-mantera atau sekedar berkumpul-kumpul. Hal seperti itu dilakukan pada malam pertama kematian, selanjutnya malam ketiaga, ketujuh, ke-100, satu tahun, dua tahun dan malam ke-1000. ٍSetelah orang-orang yang mempunyai kepercayaan tersebut masuk islam, mereka tetap melakukan upacara-upacara tersebut. Sebagai langkah awal, para da’I terdahulu tidak memberantasnya tetapi mengalihkan dari upacara yang bersipat Hindu dan Budha itu menjadi upacara yang bernafaskan islam. Sesaji diganti dengan nasi dan lauk-pauk untuk shadaqah. Mantera-mantera diganti dengan dzikir, do’a dan bacaan-bacaan Al Qur’an. Upacara seperti ini kemudian dinamakan Tahlilan yang sekarang telah membudaya pada sebagian besar masyaraka Sebelum agama Hindu, Budha dan Islam masuk ke Indonesia, kepercayaan yang dianut bangsa Indonesia antara lain adalah paham animisme. Menurut paham ini ruh dari orang-orang yang sudah mati itu sangat menentukan bagi kebahagiaan dan kecelakaan orang-orang yang masih hidup di dunia ini. Disamping itu bangsa-bangsa yang menganut paham Animisme ini juga berkeyakinan bahwa ruh orang yang sedang mengalami kematian itu tidak senang untuk meninggalkan alam dunia ini sendirian tanpa teman, dan ingin mengajak anggota keluarganya yang lain. Untuk itu agar anggota keluarga yang mati itu tidak mengajak keluarga yang lain, maka anggota keluarga yang ditinggal mati itu melakukan hal-hal yang antara lain sebagai berikut: 1. Menyembelih binatang ternak seperti : kerbau, sapi, kambing, babi atau ayam milik si mayyit, agar nyawa binatang tersebut menemani ruh si mayyit, agar ruh si mayyit tidak marah kepada anggota keluarganya. 2. Setelah tiga hari dari kematian, yaitu saat si mayyit yang sudah ditanam di dalam kubur mulai membengkak, di tempat tidur orang yang mati bagi orang jawa di atas buffet yang telah dipasang fotto dari orang yang mati bagi orang cina, diberikan sesaji agar ruh dari orang yang mati tidak marah, demikian pula pada hari ketujuh, keempat puluh, keseratus, satu tahun, dua tahun dan keseribu dari hari kematian. 3. Bagi orang cina, anggota keluarga yang mati itu diinapkan di rumah duka beberapa hari lamanya dan selama itu papan nama dari rumahnya disilang dengan kertas hitam atau lainya untuk mengenalkan kepada ruh si mayyit bahwa rumahnya adalah yang papan namanya diberi silang. Dan setelah si mayyit dikubur, maka tanda silang tersebut di buang, dengan maksud agar apabila ruh si mayyit tersebut pulang kerumahnya, ruh itu tersesat tidak dapat masuk kedalam rumahnya, sehingga tidak dapat menggangu anggota keluarganya. 4. Bagi orang jawa ada yang menyebarkan beras kuning dan uang logam di depan mayyit sewaktu mayyit dibawa ke pekuburan dengan maksud untuk memberitahukan kepada si mayyit bahwa jalanya dari rumah sampai ke pekuburan adalah yang ada beras kuning dan uang logam. Sehingga jika ruh si mayyit ingin pulang kerumah untuk menggangu anggota keluarganya dia tersesat, sebab beras kuning dan uang logam di jalan yang dilaluinya sudah tidak ada lagi Karena beras kuningnya sudah di makan oleh ayam atau burung, sedang uang sudah diambil oleh anak-anak. Adapula yang mengeluarkan jenazah dari rumah tidak boleh melalui pintu rumah, tetapi harus dibobolkan pagar rumah yang segera ditutup kembali setelah jenazah dibawa ke kubur dan lainnya lagi dengan maksud agar ruh si mayyit tidak dapat lagi kembali ke rumah. Pada waktu agama Hindu dan Budha masuk di Indonesia, kedua agama ini tidak dapat merubah tradisi yang telah dilakukan oleh bangsa Indonesia yang berpaham animisme tersebut, sehingga tradisi tersebut berlangsung terus sampai saat agama Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para penganjur Islam yang kemudian terkenal dengan nama Wali Songo. Pada saat Wali Songo datang, tradisi bangsa Indonesia yang telah berurat berakar setelah ratusan dan bahkan mungkin ribuan tahun lamanya, tidak diberantas, tapi hanya diarahkan dan dibimbing sedemikian rupa, sehingga tidak bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam. Dengan demikian ritual Tahlil khususnya yang ada di Indonesia, adalah hasil dari negosiasi antara agama pribumi dengan agama Islam yang datang kemudian, , yang dilakukan oleh para ulama dan wali songo, dan mereka tentunya mengerti akan kondisi bangsa Indonesia. karena manusia dimanapun selalu dipengaruhi oleh lingkunganya. dan tentunya walisongo adalah orang yang betul-betul paham alquran dan hadist secara mendalam, mereka semua hafal alquran, dan mereka membuat suatu amalan pasti bukan karena nafsunya semata, untuk itulah yang sering membidahkan, mbok yo ngaji maleh, ngaji maleh... ngaji maleh... cara mudah untuk memahami islam adalah berfikir, cobalah engkau berfikri sejenak, isi tahlilan ini, dimana letak tercelanya.... بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ اّلتَّهْلِيْل إِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمِ وَأَلِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَأَوْلادِهِ وَذُرِّيَاتِهِ. الفاتحة……….. ثُمَّ إلِىَ حَضْرَةِ إِخْوَانِهِ مِنَ الانبِيَاءِ وَالمُرْسَلِيْنَ وَالاوْلِيَاءِ وَالصَّحَابَةِ وَالتَّابعِيْنَ وَالْعُلَمَاءِ الْعَامِلِيْنَ وَالْمُصَنِّفِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَالْمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ خُصُوْصًا سَيِّدِنَا الشَّيْخ عَبْدُالْقَادِرْ الَجَيْلانِى. الفاتحة……………………… ثُمَّ إِلَى جَمِيْعِ أَهْلِ الْقُبُوْرِمِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسلِمَاتِ وَِالمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ مِنْ مَشَارِقِ الارْضِ إلى مَغَارِبِهَا بَرِّهَا وََبَحْرِهَا خُصْوُصًا إلى أبَائِنَا وَأُمَهَاتِنَا وَأَجْدَادِنَا وَجَدَاتِنَا وَمَشِّايَخِنَا وَمَشَايِخِ مَشَايِخِنَا وَأَسَاتِذَاتِنَا وَأَسَاتِذَةِ أَسَاتِذَتِنَا وَلِمَنْ إِجْتِمَعِنَا هَاهُنَا بِسَبَبِهِ. الفاتحة…………………… Dan ada juga yang setelah membaca surat Al Fatihah dilanjutkan dengan membaca Surat Yasin kemudian dilanjutkan dengan surat yang ada dibawah ini. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4) لأإله إلاالله X 1 لأإلَهَ إلااللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ وَلِلَهِ الْحَمْدُ بِسْمِ اللهِ الْرَّحْمَنِ الْرَّحِيْمِ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ (1) مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2) وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ (3) وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ (4) وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (5) لأإلَهَ إلااللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ وَلِلَهِ الْحَمْدُ بِسْمِ اللهِ الْرَّحْمَنِ الْرَّحِيْمِ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (1) مَلِكِ النَّاسِ (2) إِلَهِ النَّاسِ (3) مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (4) الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ (5) مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ (6) لأإلَهَ إلااللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ وَلِلَهِ الْحَمْدُ بِسْمِ اللهِ الْرَّحْمَنِ الْرَّحِيْمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (1) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (2) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (3) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (4) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (5) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ (6) غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (7) الم (1) ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3) وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآَخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (4) أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5) وَإِلَهُكُمْ إِلَهُ وَّاحِدْ, لَااِلَهَ اِلَّا هُوَ الرَّحْمَنِ الْرَّحِيْمِ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ (255) لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (284) آَمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آَمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (285) لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (286) إِرْحَمْنَا يَاأَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهَ عَلَيْكُم أهْلَ الْبَيْتِ إنَّهُ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. إنَمَا يُرِيْدُ اللهِ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهَّرُكُمْ تَطْهِيْرَا.إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (56)اَللَّهُمَّ صَلِّى أَفْضَلَ الصَلَاةِ عَلَى أَسْعَدِ مَخْلُوقَاتِكَ نُوْرِ الْهُدَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. عَدَدَ مَعْلُوْمَاتِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ كُلَّمَا ذَكَرَكَ الذَّاكِرُوْنَ. وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِكَ الْغاَفِلُوْنَ . اَللَّهُمَّ صَلىِّ اَفْضَلَ الصَّلَاةِ عَلَى أَسْعَدِ مَخْلُوْقَاتِكَ شَمْسِ الضُّحَى سَيِّدِنَا وَمَوْلانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَدَدَمَعْلُوْمَاتِكَ وَمِدَادَكَلِمَاتِكَ كُلَّمَا ذَكَرَكَ الذَاكِرُوْنَ. وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِكَ الْغَافِلُوْنَ اَللهَّمَ صَلِّى أَفْضَلَ الصَّلَاةِ عَلَى أَسْعَدِ مَخْلُوْقَاتِكَ بَدْرِ الدُّجَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَدَدَ مَعْلُوْمَاتِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ كُلَّمَا ذَكَرَكَ الذَاكِرُوْنَ . وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِكَ الْغَافِلُوْنَ . وَسَلَِّمْ وَرَضِيَ اللهُ تَعََالىَ عَنْ سَادَاتِنَا أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ . حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الوَكيِلْ. نِعْمَ الَموْلَى وَنِعْمَ النَّصِير. وَلَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إلابِاللهِ العَلِيِّ الْعَظِيْمِ . أَسْتَغْفِرُاللهَ العَظِيْمِ .3X أَفْضَلُ الذِكْرِ فَاعْلَمْ أَنَّهُ : لاإله إلاألله ……..حَيٌّ مَوْجُوْد لاإله إلاألله ……..حَيٌّ مَعْبُوْد لاإله إلاألله ……..حَيٌّ باَق لاإله إلاألله ….. X 100 لاإله إلاألله محمد رسولالله أللهم صلى على سيدنا محمد, أللهم صلى عليه وسلم X 3 أللهم صلى على سيدنا محمد يارب صل عليه وسلم X1 سبحان الله وبحمده . سبحان الله العظيم …….. X7 سبحان الله وبحمده . سبحان الله العظيم وبحمده ….. X3. أللهم صل على حبيبك سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم ……… X 3 . أللهم صل على حبيبك سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وبرك وسلم أجمعين . الفاتحة …………. دعا الفاتحة بِسْمِ اللهَِ الرَحْمَنِ الرَحيْمِ الَحَمْدُ لِلَهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ . اَلَّلهُمَّ صَلِّى عَلَى سَيِّدِنّا مُحَمَّدٍ فِي الاَوَّلِيْنَ . وَصَلِّ وَسَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِي الاَخِرِيْنَ. . وَصَلِّ وَسَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِي المَلَاءاِلاَعْلَى إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ . اَللَّهُمَّ اجْعَلْ وَاَوْصِلْ ثَوَابَ مَاقَرَأْنَاهُ مِنَ القُرْأَنِ العَظِيْمِ . وَمَا قُلْنَا مِنْ قَوْلِ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَمَا سَبَّحْنَاهُ وَبِحَمْدِهِ . وَمَا صَلَّيْنَاُه عَلَى النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فِى هَذَا المَجْلِسِ المُبَارَك , هَدِيَّةً وَاصِلَةً , وَرَحْمَةً نَازِلَةً , وَبَرَكَةََ شَامِلَةً , وَصَدَقَةً مُتَقَبَّلَةً , نُقَدِّمَ ذَلِكَ وَنُهْدِيْهِ اِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا وَحَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِيْنَا وَقُرَّةِ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدٍ صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . ثُمَّ إِلَى أَرْوَاحِ أَبَائِهِ وَإِخْوَانِهِ مِنَ الاَنِبيَاءِ وَالمُرْسَلِيْنَ . صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَمُهَُ عَلَيْهِ وَعَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ .وَإِلَى رُوْحِ أَلِ كُلِّ وَالصَحَابَةِ وَالقَرَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَّابِعِ التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَاِن إِلَى يَوْمِ الدَّيْنِ . ثُمَّ إِلَى جَمِيْعِ أَهْلِ القُبُوَْرِ مِنَ المُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمًؤْمِنَاتِ الاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالَامْوَاتِ مِنْ مَشَارِقِ الاَرْضِ إِلَى مَغَارِبِهَابَرِّهَا وَبَحْرِهَا خُصُوصًا إِلَى أَبَائِنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَأَسَاتِذَتِنَا وَأَسَاتِذَةِ أَسَاتِذَتِنَا وَلِمَنِ اجْتَمَعْنَا هَاهُنَا بِسَبَبِهِ وَلِاَجْلِهِ اَللَّهُمَّ اغْفِرْلَهُ (لها / لهم ) وَارْحَمْهُ (لها / لهم ) وَعَافِهِ (لها/ لهم ) وَعْفُ عَنْهُ (لها / لهم ) وَوَالِدِيْنَا وَوَالِدِيْهِمْ وَأُصُوْلِهِمْ وَفُرُوْعِهِمْ . اَللَّهُمَّ اجْبُرْانكِسَارَنَا وَاقْبَلِ اعتِذَارَنَا واَخْتِمْ باِلصَّالِحَاتِ أَعْمَالَنَا وَعَلَى الاِيْمَانِ وَالاِسْلَامِ جَمِيْعًا تَوَفنَّاَ . وَأَنْتَ رَاضٍ عَنَّا . وَلَاتُخَيِّبْنَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ . وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ . سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمِّا يَصِفُوْنَ . وَسَلَامٌ عَلَى المُْرسَلِيْنَ وَ الْحَمْدُ لِلَهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ . الفاتحة………………… Dalam uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa tahlil adalah perkara yang baik (khair) bukan perkara yang buruk (sayyiah) karena berisikan shalawat, tasbih, tahmid, tahlil dan do’a-do’a yang bagus serta tahlil juga bisa melatih lisan untuk selalu berdzikir kepada Allah beberapa keutamaan tahlilan yang populer 1. Surat Al Fatihah روى مسلم في (صحيحه) سنده, عن ابن عباس رضى الله عنهما قال: بينما جبريل قاعد عند النبي صلى الله عليه وسلم سمع نقيضا من فرقه , فرفع رأسه فقال : ((هذا باب من السماء فتح اليوم لم يفتح قط الا اليوم . فنزل منه ملك فقال: هذا ملك نزل الى الارض لم ينزل قط الا اليوم . فسلم وقال: أبشر بنورين أوتتهما لم يؤتهما نبي قبلك , فاتحة الكتاب وخواتيم سورة البقرة . لن تقرأ بحرف منهما الا أعطيتها)).[52] “Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, ketika Malaikat Jibril duduk bersama Nabi SAW, beliau mendengae suara pintu terbuka dari atasnya. Kemudian Nabi SAW menengadahkan kepala. Malikat Jibril AS lalu berkata, pada hari ini pintu langit dibuka dan belum pernah dibuka sebelumnya. Malaikat turun kebumi yang tidak pernah turun kecuali hari ini. Ia kemudian mengucapakan salam kepana Nabi SAW seraya berkata, bergembiralah engakau (Muhammad SAW) dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu dan belum pernah diterima oelh Nabi sebelumnya, yakni surat Al Fatehah dan beberapa ayat terakhir Surat Al Baqarah. Tidaklah kamu membaca satu huruf dari keduanya kecuali engkau akan diberi imbalanya.” وروى البخري في (صحيحه) بسنده, عن أبي سعيد ابن المعلى رضي الله عنه قال : كنت أصلى, فدعانى النبي صلى الله عليه وسلم فلم أجبه, قلت: يارسول الله إني كنت أصلى, قال : ألم يقل الله (استجيبوا لله وللرسول إذا دعاكم) ثم قال : الا أعلمك أعظم سورة في القرأن قبل أن تخرج من المسجد. فأخذ بيذي, فلما أردنا أن تخرج قلت: يا رسول الله . إنك قلت :لأعلمنك أعلم سورة في القرأن , قال: (الحمد لله رب العالمين) هي السبع المثاني والقرأن العظيم اللذي أوتيته)[54] “Diriwayatkan dari Abi Sa’id Bin Ma’ali RA, ia berkata, ketika saya sedang shalat, kemudian Nabi SAW memanggil saya kemudian saya tidak menemui Nabi, kemudian saya berkata, ya Rasulallah sesungguhnya saya telah melakukan shalat, kemudian Nabi berkata, bukankah Allah telah berfirman “Istajibu lillahi Wa lirrosuli ida dakum” kemudian Nabi Berkata, maukah kamu saya ajarkan surat yang agung yang ada dalam Al Qur’an sebelum kamu keluar dari masjid”, sambil memegangi tanganku. Kemudian ketika saya hendak keluar maka saya berkata kepada rosul bahwa engakau mau mengajarkan surat kepada saya, maka rasul menjawab, yaitu “Al Hamdu lillahi Rabbil Alamin”. Dia adalah tuju ayat yang diulang-ulang dan juga Al Qur’an yang paling agung yang diberikan kepadaku”. Surat Al Ikhlas روى البخرى فى (صحيحه) بسنده عن أبى سعيد الخذرى رضي الله عنه أن رجلا سمع رجلا يقرأ : (قل هو الله أحد) يرددها فلما أصبح جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم فذكر له ذلك وكأن الرجل يتقالها . فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم (والذي نفسي بيده إنها لتعدل ثلث القرأن)[55] “Ada seorang laki-laki mendengar seseoarang laki-laki lain yang sedang membaca surat Al Ikhlas dengan berulang-ulang, tatkala pagi hari, laki yang mendengar itu mendatangi rosul dan menyebutkan demikian seakan-akan laki-laki tersebut menganggap remeh terhadap surat Al Ikhlas maka Rasul menjawab Demi Dzat yang jiwaku dalam kekuasaanya, sesungguhnya Al Ikhlas dapat membandingi sepertiga Al Qur’an.” 3. Surat Al Falaq dan Surat An Nas وروي الترمذي بسنده عن عقبه بن عامر الجهنى رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (قد أنزل علي أيات لم ير مثلهن : قل أعوذ برب الناس. إلى أخر السورة . و قل أعوذ برب الفلق. إلى أخر السورة)[56] “Imam At Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Uqbah Bin Amir Al Juhni RA. dari Nabi SAW. Nabi bersabda : Sesungguhnya Allah telah menurunkan kepadaku beberapa Ayat yang Nabi belum melihat yang menyerupainya (yang menyamainya ) yaitu: Surat Annas dan Surat Al Falaq”. 4. Bacaan Laa Ilaaha Il lallah bacaan Tahlil sudah sedikit disinggung tentang keutamaan kalimah Thayyibah, bahwa kalimat tersebut adalah sebaik baiknya dzikir seperti yang diriwayatkan oleh Shahbat Jabir Bin Abdillah. Selain dari pada keutamaan tersebut, Kalimah Thayyibah juga memiliki keutamaan yang lain diantaranya; Hadis yang diriwayatkan oleh shahabat Abu Hurairah ra. وروى الترمذي بسنده عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مَا قَالَ عَبْدٌ لا إله إلا الله قَطٌّ مُْحلِصًا إلا فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ حَتَّى تُفْضِي إلى العرشِ مَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرَ. [57] “Tidaklah seorang hamba mengucapkan Laa Ilaa Ha Illallah dengan penuh keikhlasan melainkan akan dibukakan baginya pintu-pintu langit sehingga Laa Ilaa Ha Illallah dilaporkan keatas selama ia menjauhi dosa-dosa besar.” Dan masih bnyak lagi keutaman daripada kalimah Thayyibah tersebut. Dalil alquran dan hadist DALIL DARI ALQURAN Seperti yang tersebut didalam Al Qur’an: 1. Qs. Muhammad 19 وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ “dan mohonlah ampunnan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” Dari ayat tersebut menerangkan bahwa orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan mendapatkan manfaat dari istighfar orang mukmin lainnya. 2. Qs. Al Nuh 28 رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا تَبَارًا “Ya tuhanku ampunilah aku. Ibu bapakku, orang yang masuk kerumahku dengan beriman, serta semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan.” 3. Qs. Ibrohim 40-41 رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ (40) رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ (41) “Ya tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya tuhan kami, perkenankanlah do’aku . Ya tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab.” 4. Qs. Al Hasyr 10 وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan anshar), mereka berdo’a, ya tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya tuhan kami, sesungguhnya Engkau MahaPenyantun lagi Maha Penyayang.” 5. Qs. At Tur 21 وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ “dan orang-orang yang beriman, serta anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap mausia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” Mengenai ayat ini Syekh ‘Alauddin Ali Bin Muhammad Bin Ibrahim Al Baghdadi memberikan penjelasan sebagai berikut: “kami menyamakan anak-anak mereka yang kecil dan yang dewasa dengan keimanan orang tua mereka. Yang dewasa dengan keimanan mereka sendiri, sementara yang kecil dengan keimanan orang tuanya. Keislaman seorang anak yang masih kecil diikutkan pada salah satu dari kedua orang tuanya. (kami menyamakan kepada mereka keturunan mereka) artinya menyamakan orang-orang mukmin di surga sesuai dengan derajat orang tua mereka, meskipun amal-amal mereka tidak sesuai dengan derajat orang tua mereka, meskipun amal-amal mereka tidak sampai pada derajat amal orang tua mereka. Hal itu sebagai penghormatan kepada orang tua mereka agar mereka senang. Keterangan ini diriwayatkan dari Ibn Abbas ra.” 6. Al-Baqarah : 186 وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (186) “dan apabila hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memnuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran .“[72] Beberapa ayat dan keterangan tersebut menjadi bukti nyata bahwa orang yang beriman tidak hanya memperoleh pahala dari perbuatannya sendiri. Mereka juga dapat merasakan manfaat amaliyah orang lain. DALIL DARI HADIST Selain dalil dari Al Qur’an yang menerangkan bahwa, orang yang sudah meninggal dunia dapat merasakan manfaat amaliyah orang lain, dalam hadispun tedapat keterangan yang menyatakan hal tersebut. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Shahabat Abu Hurairah ra. عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى الْمَيِّتِ فَأَخْلِصُوْا لَهُ الدُّعَاَء (سنن الترمذى رقم 2784) “Dari Abu Hurairah RA, Aku mendengar Rosulullah SAW bersabda, Jika kamu semua menshalati mayit, maka berdo’alah dengan ikhlas untuknya. (Sunan Al Tirmidzi, 2784)” Hadist tersebut secara jelas menerangkan bahwa Rosulullah SAW memerintahkan kepada umat islam untuk mendo’akan orang yang sudah meninggal dunia dengan tulus ikhlas. Hal ini berarti bahwa do’a yang dibaca dengan ikhlas dapat bermanfaat bagi mayit yang dimaksud. Juga hadits lain menerangkan bahwa Rosul pernah mendo’akan orang yang sudah mati seperti hadits yang diriwayatkan oleh Auf bin Malik ra. عَنْ عَوْفٍ بْنٍ مَالِكِ رَضِيَ اللهُ عَنْهَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلًّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى جَنَازَةٍ فَحَفِظْتُ مِنْ دُعَائِهِ وَهُوَ يَقُوْلُ اَللَّهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَاَكْرِمْ نُرُلَهُ وَوَسِعْ مَدْخَلَهُ وَاَغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالْثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْاَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ وَاَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَاَهْلًا خَيْرًا مِنْ اَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةًَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ (صحيح مسلم, رقم ..16) “Diriwayatkan dari Auf bin Malik RA, ia berkata, Rasulullah SAW pernah menshalati jenazah dan saya hafal do’a Rasulullah SAW tersebut. Do’a yang beliau baca adalah, Ya Allah, ampunillah dosanya, kasihanilah dia, selamatkanlah dan maafkanlah dia. Ya Allah, baguskanlah tempat kembalinya, luaskanlah kediamanya, bersihkanlah ia dengan air dan embun, bersihkanlah ia dari dosa-dosanya, sebagaimana Engkau membersihkan baju putih nan suci dari kotoran. Berilah ia rumah yang lebih bagus, karuniakanlah isteri yang lebih baik dari isterinya (ketika di dunia), masukanlah ia kedalam surga, dan selamatkanlah ia dari siksa kubur dan siksa api neraka.” Hadits tersebut menerangkan bahwa Rasulullah SAW pernah mendo’akan orang yang sudah mati dan memohon agar dosanya diampuni. Maka semakin jelaslah orang yang sudah meninggal dunia dapat memperoleh manfaat dari amal orang-orang yang masih hidup. اَنَّ عَائِسَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا سَأَلَتِ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ أَقُوْلُ إِذَا اسْتَغْفَرْتُ لِاَهْلِ الْقُبُوْرِقَالَ قُوْلِى اَلسَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الْدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ وَإنَّا إنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَاحِقُوْنَ (صحيح مسلم, رقم 1619) “Sesungguhnya ‘Aisyah RA bertanya kepada Rasulullah SAW, apa yang harus dibaca ketika kami memohon ampun bagi ahli kubur? Rasulullah SAW menjawab, Ucapkanlah, Salam sejahtera atas engkau semua wahai ahli kubur dari golongan mukminin dan muslimin, semoga Allah SWT melimpahkan Rahmat-Nya bagi orang-orang yang mendahului serta orang-orang yang datang kemudian dari kami. Dan Insya Allah kami akan menyusul kalian.” Hadits diatas menerangkan bahwa Rasulullah menganjurkan untuk ziarah kubur dan mengucapkan salam kepada ahli kubur serta mendo’akannya dan ada juga hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW sering ziarah kemaqam baqi’. Bisa dipahami dari penjelasan tersebut, bahwa ahli kubur dapat mendengar salam dari orang yang mengucapkan salam kepada ahli kubur tersebut dan memperoleh manfaat dari do’a tersebut. عن عثمان بن عفان رضي الله عنه قال كان النبي صلى الله عليه وسلم إذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ فَقَالَ اِسْتَغْفِرُوا لاَخِيْكُمْ وَسَلُوا لَهُ بِالْتَّثْبِيْتِ فَاِءنَّهُ الآنَ يُسْأَلُ (سنن ابي داود, رقم 2804 ) “Dari Usman bin Affan, ia berkata jika Nabi Muhammad SAW selesai menguburkan jenazah, beliau berdiri didekat kubur lalu bersabda, hendaklah kamu sekalian memintakan ampunan bagi saudaramu (yang meninggal ini) baginya karena saat ini dia sedang ditanya oleh malaikat.” عَنْ عَائِسَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ رَجُلا أَتَى النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ أُمِّىْ أُفْتُلِتَتْ َنفْسُهَا وَلَمْ تُوْصِ وَأَظَنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ أَفَلَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا ؟ قَالَ نَعَمْ (صحيح مسلم , رقم 1672 ) “Dari ‘Aisyah RA, seseorang laki-laki bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, Ibu saya meninggal dunia secara mendadak dan tidak sempat berwasiat. Saya menduga seandenya dia dapat berwasiat, tentu ia akan bersedekah. Apakah ia akan mendapat pahala jika saya bersedekah atas namanya ? Nabi Muhammad SAW menjawab, “Ya”.”[77] عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيْرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لا يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ وَأَمَّا الاخَرُ فَكَانَ يَمْشِى بِالنَّمِيْمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيْدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةٍ , قَالُوا يَا رَسُولُ الله لِمَ فَعَلْتَ هَذَا ؟ قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَالَمْ يَيْبَسَا (صحيح البخارى, رقم 209) “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, suatu hari Nabi SAW berjalan melewati dua pemakaman. Kemudian beliau bersabda, kedua orang yang berada dalam kuburan ini sekarang sedang disiksa. Namun keduanya disiksa bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena ia kencing dan tidak menutup auratnya. Dan yang lain disiksa karena suka mengadu domba. Lalu Nabi SAW mengambil pelapah kurma dan membelahnya menjadi dua, kemudian menancapkanya diatas kubur masing-masing. Para shahabat bertanya, mengapa engkau melakukan hal tersebut ? Nabi SAW menjawab, semoga keduanya mendapatkan keringanan siksa selama pelepah kurma ini belum kering.” عَنْ مَعْقِلٍ بْنِ يَسَارٍ أَنَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَيس قَلْبُ اٍلقُرْأَنِ لا يَقْرَؤُهَا رَجُلٌ يُرِيْدُ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَالدَّارَ الاخِيْرَةَ إلا غُفِرَ لَهُ وَاقْرَؤُهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ (مسند احمد بن حنبل , رقم 1941 ) “Diriwayatkan dari Ma’kil bin Yasar RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, surat yasin adalah intisari Al Qur’an. Tidaklah seseorang membacanya dengan mengharap rahmat Allah SWT kecuali Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya. Maka bacalah surat Yasin atas orang-orang yang telah meninggal diantara kamu sekalian.” عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ . قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدْ وَأِلَهُكُمُ الْتَكَاثُرُ ثُمَّ قَالَ إِنِّي جَعَلْتُ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُ مِنْ كَلَامِكَ لاَهْلِ الْمَقَابِرِ مِنَ اْلمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ كَانُوْا شُفَعَاءَ لَهُ إِلَى اللهِ تَعَالَى (أخرجه أبو القاسم الزنجاني , حول خصائص القرأن : 46 ) “Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, barang siapa memasuki pemakaman lalu membaca sura Al Fatihah, Al Ikhlas dan At Takatsur, lalu berdo’a, Aku hadiahkan bacaan yang aku baca dari firman-Mu untuk semua Ahli Qubur dari kalangan mukmiin dan mukminat, maka semua ahli qubur itu akan memberikan syafa’at (pertolongan) kepada orang yang membaca surat tersebut.” كَانَتِ الاَنْصَارُ إِذَا مَاتَ لَهُمُ الْمَيِّتُ اخْتَلَفُوْا عَلَى قَبْرِهِ يَقْرَؤُنَ عِنْدَهُ الْقُرْأَنَ (الروح: 11 ) “Jika ada shahabat dikalangan Anshar meninggal dunia, mereka berkumpul di depan kuburnya sambil membaca Al Qur’an.” Demikianlah beberapa Hadits yang bisa Disebutkan dalam penulisan risalah ini, tentunya masih banyak sekali dalil-dalil dari hadits yang menjelaskan bahwa amaliyah orang yang masih hidup dapat bermanfaat bagi orang yang sudah meninggal dunia, dan dengan disebutkannya beberapa dalil dari hadits yang tersebut diatas penulis berharap bagi para pembaca ketika melakukan ritual tahlil tidak lagi mersa bimbang dan khawatir kalau-kalau perbuatan tersebut sia-sia. sungguh hanya orang-orang yang paham mendalam alquran dan hadist sajalah yang bisa demikian, itulah hebatnya para ulama, maka telitilah kawan, kajilah, maka engkau kan dapatkan kebenaran-kebenaran.. jangan gunakan nafsumu, maupun kebodohan-kebodohanmu… beberapa pendapat tentang tahlilan Pendapat Almarhum KH. Muchit Muzadi dalam artikelnya yang berjudul “Tidak Mungkin Agama Terlepas dari Tradisi Lokal” yang termuat dalam majalah Afkar sebagai berikut: “bagaimana sebenarnya pandangan Nahdlatul Ulama terhadap tradisi local ? NU termasuk organisasi Islam yang bisa menerima tradisi lokal. Bahkan bisa dikatakan lebih bisa menerima tradisi lokal ketimbang beberapa organisasi islam yang lain. “Agama apa sih yang bisa diterapkan tanpa pengaruh dan percampuran dengan tradisi lokal ? itu tidak mungkin. Karena agama itu untuk manusia dan manusia dimanapun selalu dipengaruhi oleh lingkungannya”.Dengan dicontohkan “waladun shalihun ya’du lahu” di Indonesia waladun shalihun dirangkaikan dengan cara ritual tahlilan. Imam Al Syaukani mengatakan bahwa setiap perkumpulan yang didalamnya dilaksanakan kebaikan, misalnya membaca Al Qur’an, Dzikir dan Do’a, itu adalah perbuatan yang dibenarkan meskipun tidak pernah dilaksanakan pada masa Rosulullah. Begitupula tidak ada larangan untuk menghadiahkan pahala bacaan Al Qur’an atau lainnya kepada orang yang sudah meninggal dunia. Imam Ibnu Taymiah Syaikhul Islamnya Salafiyyin (Wahabi) suatu ketika pernah ditanya, apakah bacaan keluarga mayyit, tasbih, tahmid, takbir, tahlil jika dihadiahkan pahalanya untuk si mayyit akan sampai atau tidak? Maka beliau menjawab: “akan sampai bacaan keluarga si mayyit seperti bacaan tasbih, tahmid, tahlil dan seluruh jenis dzikir kepada Allah jika dihadiahkan kepada mayyit akan sampai” dan masih banyak lagi… kawanku semua yang dirahmati Allah,.. Pada hakikatnya majelis tahlil atau tahlilan adalah hanya nama atau sebutan untuk sebuah acara di dalam berdzikir dan berdoa atau bermunajat bersama. nah kan sudah jelas…. hanya sebuah nama... Yaitu berkumpulnya sejumlah orang untuk berdoa atau bermunajat kepada Allah SWT dengan cara membaca kalimat-kalimat thayyibah seperti tahmid, takbir, tahlil, tasbih, Asma’ul husna, shalawat dan lain-lain. apakah itu salah? apakah itu bidah? jelas tidak kawan…. Maka sangat jelas bahwa majelis tahlil sama dengan majelis dzikir, hanya istilah atau namanya saja yang berbeda namun hakikatnya sama. (Tahlil artinya adalah lafadh Laa ilaaha illallah) Lalu bagaimana hukumnya mengadakan acara tahlilan atau dzikir dan berdoa bersama yang berkaitan dengan acara kematian untuk mendoakan dan memberikan hadiah pahala kepada orang yang telah meninggal dunia ? Dan apakah hal itu bermanfaat atau tersampaikan bagi si mayyit ? Menghadiahkan Fatihah, atau Yaasiin, atau dzikir, Tahlil, atau shadaqah, atau Qadha puasanya dan lain lain, itu semua sampai kepada Mayyit, dengan Nash yang Jelas dalam Shahih Muslim hadits no.1149, bahwa “seorang wanita bersedekah untuk Ibunya yang telah wafat dan diperbolehkan oleh Rasul saw”, dan adapula riwayat Shahihain Bukhari dan Muslim bahwa “seorang sahabat menghajikan untuk Ibunya yang telah wafat”, dan Rasulullah SAW pun menghadiahkan Sembelihan Beliau SAW saat Idul Adha untuk dirinya dan untuk ummatnya, “Wahai Allah terimalah sembelihan ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari Ummat Muhammad” (Shahih Muslim hadits no.1967). Dan hal ini (pengiriman amal untuk mayyit itu sampai kepada mayyit) merupakan Jumhur (kesepakatan) Ulama seluruh madzhab dan tak ada yang memungkirinya apalagi mengharamkannya, dan perselisihan pendapat hanya terdapat pada madzhab Imam Syafi’i, bila si pembaca tak mengucapkan lafadz : “Kuhadiahkan”, atau wahai Allah kuhadiahkan sedekah ini, atau dzikir ini, atau ayat ini..”, bila hal ini tidak disebutkan maka sebagian Ulama Syafi’iy mengatakan pahalanya tak sampai. Jadi tak satupun ulama ikhtilaf dalam sampai atau tidaknya pengiriman amal untuk mayiit, tapi berik
Posted on: Thu, 29 Aug 2013 14:50:43 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015