17 Agustus merupakan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Dari sekian nama pahlawan nasional, ada beberapa nama yang merupakan putera-puteri Gereja, baik dari kalangan sipil maupun dari kalangan militer. Menariknya, pahlawan nasional yang berasal dari kalangan militer, tersebar merata di ketiga matra yang ada: darat - laut - udara. 1. Brigadir Jendral (Anumerta) Ignatius Slamet Rijadi Beliau gugur di depan gerbang Benteng Victoria Ambon, Maluku, 4 November 1950 pada usia 23 tahun. Berangkat dengan Kapal Waikalo, Slamet memimpin Batalyon 352 untuk bergabung dengan pemimpin umum operasi Panglima TT VII Kolonel Kawilarang untuk menghadapi pemberontakan Andi Aziz di Makassar dan Republik Maluku Selatan (RMS). Slamet adalah pencetus pasukan khusus TNI yang kemudian dikenal dengan Kopassus. Ia mengambil prakarsa Serangan Umum Surakarta, pada 7 Agustus 1949. Slamet diusulkan menjadi Pahlawan Nasional sejak 1954. Namun Pemerintah baru menggelarinya pada 9 November 2007, berikut anugerah Bintang Mahaputra Utama. Tiga hari kemudian, KSAD Jenderal Djoko Santoso meresmikan patung Ignatius Slamet Rijadi di Jalan Slamet Rijadi, jalan raya yang membelah Kota Solo, Jawa Tengah. 2. Laksamana Madya Yosaphat Soedarso Beliau lahir di Salatiga, Jawa Tengah, 24 November 1925 dan gugur bersama tenggelamnya KRI Macan Tutul dalam pertempuran Laut Aru melawan Belanda pada 15 Januari 1962. Pertempuran itu menjadi bagian dari Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat) dengan Komando Mandala dalam rangka merebut Irian Barat. Sebagai Kepala Staf Angkatan Laut, ia terjun langsung dalam operasi itu, sebab Panglima Mandala Mayor Soeharto juga berada dalam KRI Harimau yang dikomandani Kolonel Soedomo. Yos pernah belajar di Sekolah Guru Muntilan. Menikah dengan Josephine F. Siti Kustini dan dikaruniai lima anak. Ia mendapat gelar Pahlawan Nasional, tahun 1973. Nama Yos Soedarso diabadikan menjadi nama armada Angkatan Laut Indonesia dan nama sebuah pulau di wilayah Kabupaten Mappi, Provinsi Papua, yang juga dikenal dengan nama Pulau Dolok, atau Pulau Frederik Hendrik pada zaman Belanda. 3. Marsekal Muda (Anumerta) Agustinus Adisutjipto Beliau, kelahiran Salatiga 3 Juli 1916, gugur di Dusun Ngoto, 29 Juli 1947, sepulang dari Malaya dalam misi membawa obat-obatan. Pesawat Dakota VT-CLA yang ditumpanginya, bersama Komodor Muda Udara Prof Dr Abdurahman Saleh, Opsir Udara I Adisumarmo, serta beberapa awak jatuh ditembak dua pesawat Belanda. Adi dimakamkan di Pemakaman Kuncen, lalu dipindahkan ke Monumen Perjuangan di Ngoto, Bantul, DI Yogyakarta. Adi dikenal sebagai pendiri Sekolah Penerbang di Yogyakarta, tepatnya di Lapangan Udara Maguwo (sekarang, Bandara Adisutjipto). Ia digelari Pahlawan Nasional pada 9 November 1974. Pada 29 Juli 2011 Uskup Agung Semarang, Mgr J. Pujasumarta, memimpin Misa di Monumen Perjuangan Ngoto. “Ia berdarah-darah dan mati muda untuk menyelamatkan seluruh bangsa dari kehancuran, agar manusia menjadi anak kemerdekaan,” katanya. ==== Sementara dari kalangan sipil antara lain Mgr. Soegijapranata, IJ Kasimo, dan Cornel Simanjuntak. Ketiga nama ini kesemuanya pernah belajar di Sekolah Guru Muntilan. "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah." ~ Mat 22:21, Mrk 12:17, bdk. Luk 23:2 ==== Selamat hari kemerdekaan Republik Indonesia. Dirgahayulah bangsaku. Damailah negeriku. Semoga Tuhan berkenan melindungi perjalanan Bangsa Indonesia selalu. Sumber:
Posted on: Sat, 17 Aug 2013 01:42:02 +0000