22] Beliau adalah al-Imam asy-Syaikh al-Mujaddid Muhammad bin - TopicsExpress



          

22] Beliau adalah al-Imam asy-Syaikh al-Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali, keturunan Bani Tamim yang paling dermawan. Beliau dilahirkan di Uyainah tahun 1115 H. Beliau hafal al-Quran sebelum berusia 10 tahun dan beliau terkenal semasa kecilnya sebagai orang yang taat, sholih lagi cerdas. Beliau belajar hadits kepada seorang Muhaddits tersohor saat itu, Syaikh Muhammad Hayat as-Sindy Rahimahullah. Sepeninggal ayahnya, beliau secara terang-terangan berdawah kepada salafiyyah, mentauhidkan Allah, mengingkari kemungkaran dan memerangi ahlul bidah dan quburiyyun. Dawah beliau terdengar oleh keluarga Alu Suud dan akhirnya didukung penguasa dari keluarga Alu Suud, sehingga menjadi kuat dan menyebar ke seluruh pelosok dunia. Beliau Rahimahullah wafat pada tahun 1206 H. dengan meninggalkan kitab-kitab yang berfaidah dan banyak disyarh oleh para ulama setelahnya, diantara karya beliau adalah : Kitabut Tauhid, Kasyfu Syubuhat, Al-Ushuluts Tsalaatsah, al-Kabaair, asy-Syarhul Kabir, Mukhtashor Zaadul Maad, Mukhtashorul Inshaf, dan lain-lain. [Lihat al-Ushuluts Tsalatsah, terj : Penjelasan 3 landasan Utama, Darul Haq, hal 8-10] [23] Di dalam Manhaj Hizbit Tahrir fii taghyiir hal. 46, dikatakan : Bahwasanya tholabun Nushroh merupakan bagian dari thoriqoh yang harus diteladani. Apabila masyarakat di sekitar para pengemban dawah mengalami kondisi jumud, dan ketika penganiayaan terhadap mereka semakin menjadi-jadi. Oleh karena itu Hizbut Tahrir telah menggabungkan tholabun nushroh dengan aktivitas dakwah lainnya. Hizb meminta pertolongan tersebut kepada mereka yang memiliki kemampuan. Tujuannya ada dua macam, yaitu : pertama, memperoleh himayah sehingga dapat mengemban aktivitas dakwah dalam keadaan aman dan terlindung, dan kedua, untuk mencapai kekuasaan dalam rangka menegakkan daulah khilafah dan menerapkan kembali hukum-hukum berdasarkan apa yang telah diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Dari manhaj Hizbut Tahrir di atas tampaklah bahwa tholabun nushroh dalam rangka untuk menegakkan hukum Allah adalah suatu thoriqoh yang tak dapat dipisahkan dari aktivitas dawah, namun anehnya mereka mengkritik apa yang dilakukan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ketika dawah beliau didukung oleh keluarga Alu Suud. Sebab menurut mereka, Alu Suud turut memerangi kesultanan Utsmaniyah. Padahal kesultanan Utsmaniyah yang shufiiyun dan quburiyyun-lah yang memerangi dawah tauhid ini, dimana pada zaman tersebut bidah, syirik dan khurofat menjadi bagian hidup masyarakat, dan mereka dengan didorong taqlid buta terhadap ulama mereka dan taashshub madzhabiyyah, menghalang-halangi dawah barokah ini, sehingga kaum kuffar turut ikut ambil bagian dalam perkara ini, menyebarkan fitnah wahaby yang langsung diterima mentah-mentah oleh ulama suu yang sesat dan menyesatkan, yakni para ulama penganjur kesyirikan dan kebidahan, sehingga sampai saat ini nama Wahaby masih menjadi fobia bagi masyarakat muslim yang nota bene banyak yang berlumuran kesyirikan dan kebidahan. Nasalullaha salaamah wal aafiyah. [24] Dalam hal ini ada beberapa tafshil (perincian) yang harus diberikan. Dan pernyataan beliau ini juga tidak menunjukkan bolehnya memberontak kepada penguasa kaum muslimin. Bahkan, suatu fakta yang tak dapat dipungkiri pula, bahwa kesultanan Utsmani yang selalu dielu-elukan oleh HT termasuk bagian dari sistem pewarisan kekuasaan terhadap keturunan (Bani). Demikian pula dengan bani Abbasiyah, Umawiyah dan selainnya. Namun tidak ada para ulama terdahulu dan sekarang yang menyatakan bahwa daulah mereka bukan daulah islamiyyah. Kerajaan Arab Saudi tetaplah dikatakan sebagai daulah islamiyyah walaupun belum bisa dikatakan sebagai daulah khilafah islamiyyah dan meskipun sistem kerajaan adalah tidak masyru di dalam islam. [25] Inilah kebanyakan yang dapat mereka lakukan, menuduh dan menfitnah tanpa bayan. Saya pernah dahulu bermajelis dengan mereka, dan diantara pendapat mereka tatkala disebutkan nama salafy, mereka mengatakan, Salafy adalah jamaah boneka Raja fahd, Salafy adalah jamaah pemecah belah, salafy adalah antek-antek Yahudi, dan lain-lain. Jadi, tatkala mereka dikritik dan mereka tak mampu menjawab secara ilmiyah, maka senjata tuduhan dan fitnah seperti inilah yang mereka gunakan dan mereka sebarkan ke kalangan awwam mereka. Sehingga banyak awwam Hizbut Tahrir termasuk saya dahulu berpandangan demikian terhadap salafiyyun dan wahabiyun. Falhamdulillah Allah memberi hidayah-Nya kepada saya dan akhirnya dengan bimbingan Allah tersingkaplah hakikat pemikiran-pemikiran HT ini setelah beberapa lama saya bergelut di dalamnya. [26] Al-Khatib al-Baghdadi berkata : Keadalahan sahabat itu sudah merupakan ketetapan yang dimaklumi, karena Allah menetapkan keadalahannya, dan menggabarkan kesucian mereka dan telah menjadikan mereka sebagai manusia terpilih di dalam nash al-Quran (al-Kifayah fi Ilmi Riwayah hal 93) Ibnu Sholah berkata : Sesungguhnya ummat Islam bersepakat mentadil semua sahabat termasuk orang-orang yang terkena dalam fitnah (Marifat Ulumil hadits hal 428) Ibnu Hajar al-Aqolany berkata : Ahlus Sunnah telah bersepakat bahwa semua sahabat adalah adil dan tak ada yang menolaknya melainkan segelintir ahli bidah yang menyimpang. (Al-Ishabah I hal. 9) [27] Jenggot adalah wajib menurut al-Quran, as-Sunnah dan pendapat jumhur ulama salaf dan madzahib. Di sini akan saya nukilkan sebagian dalil-dalilnya : Al-Quran al-Karim : Allah Taala berfirman : (Syaithan berkata): Dan akan kusuruh mereka (merubah ciptaan Allah) lalu mereka benar-benar merubahnya. (an-Nisa : 119). Berkata asy-Syaikh at-Tahanuwi dalam tafsirnya : Sesungguhnya mencukur jenggot termasuk merubah ciptaan Allah. Allah Taala berfirman : Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka Ambillah dan apa-apa yang dilarangnya kepadamu maka tinggalkanlah (al-Hasyr : 7) Rasulullah memerintahkan untuk memelihara jenggot dan memangkas kumis. Al-Hadits asy-Syarif : Dari Ibnu Umar Ra, Rasulullah saw bersabda : Berbedalah kalian dengan kaum musyrikin, pangkaslah kumismu dan biarkanlah jenggotmu. (Muttafaq alaihi, lihat Irwaul Ghalil hal. 77) Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah saw bersabda : potonglah kumis kalian dan peliharalah jenggot kalian, selisihilah orang-orang majusi. (HR. Muslim, Baihaqi, Ahmad, dan selainnya. Lihat Hijab Maratil Muslimah hal 95) Dari Abu Umamah, bersabda Rasulullah saw : Pendekkan kumis kalian dan biarkan jenggot kalian, selisihilah ahlul kitab. Dan masih banyak lagi hadits-hadits lainnya. Perhatikan seluruh shighot atau bentuk kalimat pada hadits di atas berupa fiil amr (kalimat perintah), di dalam ushul fiqh dikatakan : al-Ashlul fil amri yufiidul wujuub illa idza jaat qorinatu tashriful lafdho an dhoohirihi (Hukum asal dari perintah adalah wajib kecuali jika datang sebuah indikasi yang memalingkan teks dari dhohirnya). Lihat Irsyadul Fuhul hal 101-105, Tafsirun Nushuhsh fil Fiqhil Islamiy II/264-265 karya DR. Muhammad Adib Sholih dan Mudzakiratu Ushulul Fiqh karya Imam Syinqithy hal. 191-192) Aqwal (ucapan) para ulama : Jumhur ulama berpendapat akan haramnya mencukur jenggot, Diantaranya : -Al-Imam Ibnu Hazm adh-Dhahiri berkata : telah bersepakat para imam bahwa mencukur jenggot adalah tidak boleh (haram). (al-Muhalla II/189) -Syaikhul Islam ibnu Taimiyah berkata : Haram hukumnya mencukur jenggot (al-Ikhthiyarat al-Ilmiyyah hal. 6) -Ibnu Abidin al-Hanafi berkata : Diharamkan atas seorang laki-laki memotong jenggotnya yakni mencukurnya (Raddul Mukhtar II/418) -Imam Al-Adawi al-Malilki berkata : telah dinukil dari Malik tentang dibencinya mencukur apa-apa yang ada di bawah bibir, sesungguhnya ini adalah perbuatannya orang majusi. (Hasyiah al-Adawi ala risalah Ibni Abi Zaid II/411) -Imam Ibnu Abdil Barr al-Maliki juga berkata di dalam at-Tamhid : Haram mencukur jenggot, tidaklah pelakunya melainkan ia adalah seorang laki-laki yang banci. (Adillah Tahrim Halqul Liha hal 96) -Syaikh Ahmad bin Qoshim asy-Syafii berkata, berkata Ibnu Rifah dalam Hasyiatu al-Kaafiyah, sesungguhnya Imam SyafiI berkata di dalam al-Umm tentang haramnya mencukur jenggot, demikian pula pendapat az-Zarkasyi dan al-Hulaimi di dalam Syuabul Iman. (Adillah Tahrim Halqul Liha hal 96) -Imam Safarini al-Hambali berkata, disandarkan pada madzhab (Hanabilah) tentang haramnya mencukur jenggot (Ghitaul Albaab I/376) Dan masih banyak lagi para ulama yang berpendapat tentang haramnya mencukur jenggot, baik ulama salaf terdahulu maupun ulama kholaf kontemporer, seperti Syaikh Abdul Jalil Isa, Syaikh Ali Mahfudh, Syaikh Ibnu Bazz, Syaikh al-Albani, Syaikh Muhammad Sulthon al-Mashumi, Syaikh Ahmad bin Abdurrahman al-Banna, Syaikh Abu Bakar al-Jazairi, Syaikh al-Kandahlawi, Syaikh Abdurrahman al-Qoshim, Syaikh Ismail al-Anshori, dan lain lain. Bagi yang ingin memperluas tentang pembahasan ini bisa merujuk ke dalam kitab : Hukmud Dien fil lihyah wat tadkhiin karya Syaikh Ali Hasan al-Halabi dan Tahriimu halqul lihaa karya Syaikh Muhammad Qosim al-Hanbali, taliq Syaikh Ismail al-Anshori. [28] Taqiyuddin an-Nabhany berkata dalam Nidhamul Islam hal. 11, Oleh karena itu iman kepada Allah diperoleh dari jalan akal, dan harus menjadikan perkara keimanan ini melalui jalan akal, yang dengannya menjadi kokoh bagi kita untuk beriman kepada perkara-perkara ghoibiyah dan segala hal yang diberitakan Allah.. Hal yang tidak jauh berbeda diutarakan pula oleh Fathi Muhammad Salim dalam al-Istidlal bidh dhonni fil aqiidah (terj : Hadits ahad dalam Aqidah, Penerbit Al-Izzah, hal 131): Aqidah adalah sesuatu yang telah menjadi ikatan hati, artinya aqidah itu benar-benar tercakup di dalamnya secara sempurna dan meyakinkan dengan tidak ada rasa ragu sama sekali. Ini artinya hati tersebut mengambil ide atau akidah tersebut, menguatkannya dan menyesuaikannya dengan akal, meskipun terikat penyerahan, sehingga dasar Itiqod itu adalah bulatnya ikatan hati untuk menyepakati akal, jadi asalnya adalah kemantapan hati tetapi harus sesuai dengan akal. Jika dua hal ini terpenuhi, maka ia disebut aqidah. [29] HR. Ahmad, Bukhori, Abu dawud dan selainnya. Di dalam hadits ini ada penjelasan tentang sifat takjub/heran Allah. Para mutazilah dan asy-ariyyah menolak makna takjub dalam hadits ini, dikarenakan khobar ini adalah termasuk khobarul Wahid. Hizbut Tahrir serupa dengan mereka dalam menolak makna hadist ini sebagai itsbat sifat Allah. [30] Mereka tidak membedakan antara syii atau sunni, mereka menganggap selama syii ataupun sunni berjuang dalam kerangka penegakkan daulah islamiyyah dan penerapan hukum islam, maka mereka adalah muslim sejati. Hal ini sangat tampak dalam surat kabar mereka, Al-Khilafah no 18, Jumat, 2 Januari 1410/1989M dalam artikel yang berjudul Hizbut Tahrir wal Imam Khomeini, mereka memuji Khomeini yang sesat sebagai Imam, memuji karangan kejinya al-hukumatul Islamiyyah sebagai kitab siyasi terbesar, bahkan mereka menawarkan Khomeini yang telah dikafirkan para Imam Ahlus Sunnah untuk menjadi khalifah. Naudzubillah!!!. [31] Diantara tokoh-tokoh Hizbut Tahrir terkenal lainnya adalah : Abdul Qodim Zallum (lahir di Palestina, pengganti an-Nabhany, pimpinan umum hizb, penulis kaifa hudimatil khilafah), Syaikh Ahmad Muhammad ad-Dauur (Pimpinan hizb di Yordania), Syaikh Abdul Aziz al-Badri (Baghdad, dibunuh oleh partai Baats), Ustadz Abdurrahman al-Maliki (Damaskus, penulis Nidhomul Uqubat), Ustadz Ghonim Abduh al-Muqim (Amman, penulis kitab Naqdlul isytirookiyyah al-Markisiyyah), Umar Bakri (Suria, memisahkan diri dari HT dan membentuk sempalan HT yang bernama al-Muhajirun), Ali Fakhruddin, Tholal Bisath, Mustofa Sholih, Mustofa an-Nahas, Manshur Sholih (kesemua yang disebut ini pendiri hizb cabang Libanon), Muhammad al-Masy’ari (mukim di Inggris mendirikan cabang Hizbut Tahrir di sana, orang ini paling gencar menghina Syaikh Bin Bazz dan masyayikh lainnya dengan tuduhan keji), Ir. Abdul Ghoni Jabir Sulaiman, Sholahuddin Muhammad Hasan (Doktor Kimia, mereka berdua tinggal di Nimsa), Kamal Abu Lihyah (Doktor Elektronika, tinggal di Almaniya) dan Abdul Wahhab Hajjaj (Universitas Kairo) serta Abdurrahman al-Baghdadi (Iraq, yang pindah ke Indonesia, pembawa faham HT pertama ke Indonesia, namun terakhir beliau dikeluarkan dari HT). Kebanyakan tokoh-tokoh mereka ini memiliki fikroh yang bercampur aduk antara mutazilah, syii, asyariyah, dan lain-lain. [32] Berikut ini adalah penerbit buku-buku syiah dan lembaga-lembaganya di Indonesia, untuk mawas diri dari kesesatan mereka. Penerbit buku-buku Syiah : Mizan dan anak cabangnya, Pustaka Hidayah, Lentera, Pustaka Pelita, Abu Dzarr Press, al-Muthohari Press. Lembaga-lembaga syiah di Indonesia : -Yayasan Muthohari Bandung, pimp : Jalaluddin Rahmat (Gembong syii Indonesia) -Yayasan al-Jawad Bandung, pimp : Husain al-Kaff -Yayasan al-Muntadhar Jakarta, pimp : Abdillah -Yayasan Mulla Shadra Bogor, sekarang bernama IPABI (Ikatan Pemuda Ahlul Bait Indonesia) -Yayasan al-Muhibbin Probolinggo, pimp : Kyai Khozin -Yayasan Madinatul Ilmi Depok, pimp : Habib Hasan al-Idrus -Yayasan Darul Habib, pimp : Hasan Arifin al-Haddad -YAPI Lampung, pimp : O. Hashem -Ponpes YAPI Bangil, pimp : Alwi bin Abu Bakar dan Zhahir Yahya -Ponpes al-Hadi Pekalongan, pimp : Ahmad Baragbah. [33] Khomeini juga berkata dalam pidatonya yang disyiarkan dari suara revolusi Islam dari Abadan jam 12 iang, 17 Maret 1979, Aku katakan dengan terus terang wahai saudara-saudarku kaum muslimin di seluruh dunia, bahwa Mekkah al-Mukarramah sebagai tanah haram Allah yang aman (saat ini) sedang dijajah oleh sekelompok manusia yang lebih keji dari Yahudi. Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun. Dan masih banyak sekali perkataan-perkataan sang Dajjal ini yang menghina Islam, menjelekkan sahabat, fanatik buta terhadap imam-imamnya dan kesesatan-kesesatan lainnya. [34] Tashfiyah adalah pemurnian atau pensucian dari kontaminan-kontaminan asing yang bukan dari Islam, sedangkan Tarbiyah adalah pembinaan dan pendidikan dien. Inilah manhaj salaf yang murni, yang selaras dengan hujjah-hujjah al-Quran dan as-Sunnah. Ibarat orang yang hendak menanam, maka pertama hendaklah ia membersihkan dulu tanah yang akan ditanami dari gulma dan parasit-parasit pengganggu lainnya, mencabutnya hingga ke akar-akarnya, baru kemudian di tanami dengan tanaman yang unggul yang teruji tahan hama dan kuat. Demikianlah dalam berdakwah, kita bersihkan dahulu segala bentuk syirik, khurofat, kebidahan dan kemaksiatan dan di sisi lain kita bina masyarakat dengan aqidah, Tauhid, sunnah dan ketaatan kepada Allah SWT. Inilah manhaj dawah para nabi yang selaras dengan firman Allah : siapa yang ingkar kepada Thoghut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya ia telah berpegang dengan buhul tali yang paling kuat yang takkan putus (QS. Al-Baqoroh : 256). Jika kita lihat firman di atas, penggalan kalimat pertama adalah siapa yang ingkar kepada Thoghut merupakan perintah untuk mengingkari segala bentuk thoghut dan ini merupakan tashfiyah, adapun kalimat beriman kepada Allah termasuk tarbiyah. Implikasi keamanan kepada Allah mengharuskan penafian terhadap thoghut-thoghut selain Allah, demikian pula pemahaman makna kalimat Tauhid Laa ilaa illa Allah, yang mengandung an-Nafyu (peniadaan ) wal Itsbat (penetapan). An-nafyu belaka tanpa itsbat akan membuahkan ilhad/atheis, namun al-itsbat belaka tanpa disertai nafyu akan membuahkan syirik. Inilah hakikat manhaj yang kamil, yang mengandung an-nafyu (peniadaan) dari segala bentuk kesyirikan, kebidahan dan kemaksiatan yang merupakan manifestasi tashfiyah dan al-itsbat (penetapan) terhadap Tauhid, sunnah dan amal sholih yang merupakan manifestasi tarbiyah. Keluasan tentang pembahasan ini bisa merujuk ke dalam at-Tashfiyah wat tarbiyah karya Syaikh Ali Hasan al-Halabi al-Atsari. [35] Sekali lagi, inilah yang dapat mereka gembar-gemborkan, menfitnah dan menuduh kesana kemari dengan tuduhan keji tanpa ada bayan dan burhan sedikitpun. Hal ini mereka lakukan tidak lain karena mereka tak memiliki senjata lainnya dalam membela keadaan mereka yang penuh dengan kebathilan dan penyimpangan. Tuduhan-tuduhan dan fitnah semacam ini mereka jadikan perisai. Apa yang mereka lakukan tak jauh beda dengan apa yang dilakukan oleh pendahulu mereka, yakni Ikhwanul Muslimin, yang mengatakan para ulama semacam Bin Bazz, Ibnu Utsaimin, dan semacamnya hanyalah Ulama Haidh dan Nifas, tidak faham waqi (realita). Hal yang serupa diangkat pula oleh sempalan Ikhwany, yakni Sururiyyun* dan Quthbiyyun** yang membedakan ulama menjadi ulama takhosush (Ulama yang hanya faham satu bidang tertentu saja, dan tidak faham realita secara komprehensif, dan yang mereka maksudkan di sini adalah para masyayikh seperi Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin, dll) dan ulama syumul (ulama yang faham semuanya secara menyeluruh, terutama fiqhul waqi, seperti Salman al-Audah, Safar Hawaly, dan lain-lain). Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun. * Sururiyyun = Pengikutnya Muhammad Surur Zainal Abidin, mantan Ikhwanul Muslimin yang kembali kepada aqidah salaf namun masih bermanhaj ikhwani, mereka memperbolehkan berdemonstrasi, masuk parlemen, dan lain-lain. Diantara tokoh-tokoh mereka adalah Abdurrahman Abdul Khaliq, DR. Safar Hawaly, DR. Aidh Al-Qorny, Salman bin Fahd Al-Audah, dan lain-lain). ** Quthbiyyun = Pengikut Sayyid Quthb, tokoh Ikhwanul Muslimin yang sangat terpengaruh dengan pemahaman Khowarij dan Takfiri, mereka mengkafirkan secara sporadis tanpa tafshil (perincian) dan menolak udzur bil jahl dalam masalah takfir. Fikrah mereka yang sangat tampak adalah faham jihadinya dan irhab (aktivitas pengeboman tempat umum dan masal/terorisme), yang kini dikembangkan oleh Jamaah Islamiyyah Mesir. Diantara tokoh-tokoh mereka adalah : Abdul Qodir Abdul Aziz (pimpinan JI Mesir), Usamah bin Ladin (yang menghina Syaikh Bin Bazz dan mengkafirkan pemerintahan Saudi), Abdul Munim Mustofa Halimah Abu Bashir, Abu Qotadah al-Filisthini, Abu Muhammad al-Maqdisy, dll.. [36] Inilah manhaj Ahlus Sunnah di dalam menasehati umara (pemerintah), yaitu dengan lemah lembut dan hikmah, tidak membongkar aib-aib mereka di depan khayalak. Ibnu Muflih dalam al-Adab asy-Syariyah (I/195-196) menceritakan : Ketika pemerintahan dipimpin al-Watsiq, para ulama Baghdad berkumpul menemui Abu Abdullah (Imam Ahmad) dan berkata, para penguasa telah melampaui batas (yakni memaksa umat meyakini al-Quran adalah Makhluk). Kami tidak ridha dengan kepemiminannya. Imam Ahmad menjawab, ingkarilah dengan hatimu, jangan melepaskan walamu, jangan membuka kemaksiatan sesama muslim, jangan menumpahkan darah, cermatilah dampak perbuatanmu, dan bersabarlah hingga bumi ini menjadi tenteram dan terbebas dari pelaku kemaksiatan pembawa bencana. Beliau melanjutkan, melepaskan wala kepada penguasa tidak benar, bahkan menyimpang dari tuntunan. Imam Fudhail bin Iyadh berkata, Sekiranya saya memiliki doa yang mustajab, maka saya alkan mendoakan kebaikan kepada penguasa, bukan sebaliknya, walaupun mereka sangat keji dan dhalim. Hal ini karena dampaknya akan kembali kepada mereka sendiri dan umat, sebagaimana maslahatnya juga akan kembali kepada mereka dan umat. (Thobaqot al-Hanabilah II/26) Imam Abdul Lathif bin Abdurrahman Alu Syaikh berkata, para modernis nampaknya tidak menyadari bahwa perwakilan umat sejak masa Yazid bin Muawiyah, kecuali Umar bin Abdul Aziz dan orang-orang yang dikehendaki Allah dari bani Umaiyah, telah melakukan tindakan kriminal dan kedhaliman terhadap umat. Walaupun demikian, para pakar dan ulama saat itu tidak melepaskan diri dari ketaatan sebagaimana yang disyariatkan. (ad-Durarus Sunniyah fil Ajwibah an-najdiyah, VII/177). Secara lengkapnya silakan merujuk al-Amru biluzuumi Jamaatil Muslimin wa Imamihim wa Tahdzirumin mufaroqotihim karya Syaikh Abdus Salam bin Barjas Ali Abdul Karim, yang telah diterjemahkan dengan judul Wajibnya taat pada pemerintah, Cahaya Tauhid Press dan kitab Muamalatul Hukkam karya Syaikh Abdus salam juga yang telah diterjemah dengan judul Etika mengkritik penguasa, Pustaka as-Sunnah.
Posted on: Fri, 26 Jul 2013 21:44:00 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015