API DI BUKIT MENOREH by SHM BUKU:166(v) Yang berdiri dipinggir - TopicsExpress



          

API DI BUKIT MENOREH by SHM BUKU:166(v) Yang berdiri dipinggir arena itu adalah para Senopati terpenting Pajang dengan jantung yang berdegup semakin keras. Bagi mereka Tumenggung Prabadaru adalah benteng pertama dari kekuatan para Senapati Pajang, sebelum orang yang disebut Kakang Panji itu turun kemedan. Sementara itu, Ki Tumenggung masih belum berhadapan langsungdengan Raden Sutawijaya yang bergelar Senapati Ing Ngalaga. “Hampir diluar nalar,“ desis seseorang, “Agung Sedayu ternyata memiliki ilmu yang ngedap-edapi. Tetapi bagaimanapun juga ia tentu akan dibinasakan oleh Ki Tumenggung Prabadaru.” Raden Sutawijaya sendiri berdiri mematung. Yang disaksikannya benar-benar satu pertarungan antara dua orang raksasa dalam ilmu kanuragan. Raden Sutawijaya berpaling ketika ia mendengar desir dibelakangnya. Sementara Untaradan Sabungsari-pun bergeser selangkah kesamping. “Kau adimas,“ desis Raden Sutawijaya. “Luar biasa,” desis orang yang baru datang itu. “Apakah adimas Pangeran Benawaseorang diri saja,“ bertanya Raden Sutawijaya. Pangeran Benawa memandang Untara dan Sabungsari berganti-ganti. Lalu katanya, “Kakangmas juga aneh. Yang mengawal kakangmas sekarang justru prajurit-prajurit Pajang.” Raden Sutawijaya tersenyum. Jawabnya, “Bukankah aku juga seorang prajurit Pajang yang sedang berusaha untuk menyelamatkan semua gagasan dan cita-cita Kangjeng Sultan Hadiwijaya ?” Pangeran Benawa menarik nafas dalam-dalam, Namun perhatiannyakemudian justru tertuju kepada kedua orang yang sedang bertempur itu. Perlahan-lahan ia berdesis, “Darimana Agung Sedayu memiliki kemampuan yang dapat mengimbangi kemampuan KiTumenggung Prabadaru yang perkasa itu ?” “Anak itu memang luar biasa,“ sahut Raden Sutawijaya. “Kau dapat berbangga Untara,“ berkata Pangeran Benawa kemudian, “adikmu adalah seorang yang berhasil mengejutkan dunia olah kanuragan. Meskipun kau juga mampu mengejutkan orang-orangPajang.” “Aku tidak mampu berbuat apa-apa Pangeran,“ sahut Untara. “Meskipun secara pribadi kau tidak dapat menyamai tingkat kemampuan adikmu, tetapi sebagai seorang Senapati kau mampu menciptakan satu suasanayang mengejutkan lawan. Kemampuanmu terletak pada ketajaman penalarannya dan bahwa kau benar-benar menguasai segala jenis gelar peperangan,“ berkata Pangeran Benawa. “Pangeran memang selalu memuji,“ desis Untara. Pangeran Benawa tidak menyebut. Tetapi perhatiannya semakin terpancang kepada pertempuran di tengah-tengah arena yang luas. Keduanya semakin dalam terlibat dalam benturan ilmu yang sulit dimengerti. Bahkan ketika prahara yang memancar dari lontaran ilmu Ki Tumenggung mengguncangkan arena, maka orang-orang yang berdiri di seputar arena itupun harus bergeser surut. Udara yangmenampar tubuh mereka menaburkan panasnya kekuatan api dan prahara. Pepohonan di atas tebing Kali Opak itupun telahberguncang. Dedaunan yang tidakmampu lagi berpegangan pada dahan-dahannya telah terlempar dan hanyut menebar. Bahkan ranting-rantingpun telah berpatahan dan tanah dibawah arena menjadi bagaikan dibajak. Sentuhan-sentuhan kekuatan ilmumereka, bukan saja mengguncangranting-ranting, tetapi dahan-dahanpun berderak patah dan daun-daunnya menjadi kering. Kekuatan air yang terkandung dalam ilmu Ki Tumenggung Prabadaru hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri, sementara kekuatan yang terserap dari bumi membuatnya bagaikan batu karang. Namun dalam pada itu. Agung Sedayu bagaikan hilang dari tatapan matanya. Didalam keremangan malam, yang berterbangan disekitar Ki Tumenggung rasa-rasanya hanyalah bayangan yang menyelinap sesaat lewat didepan matanya, kemudian menghambur dan berbaur dengan hitamnya malam. Namun yang tinggal adalahpancaran udara panas yang terasa menjadi semakin mencekik. Kecepatan bergerak Agung Sedayu benar-benar diluar jangkauan kemampuan Ki Tumenggung Prabadaru. Namun kekuatan Ki Tumenggung dari segala macam kekuatan yang diserapnya, masih mampu membuatnya menjadi seorang lawan yang tangguh tanggon. Orang orang yang mengerumuni arena pertempuran itupun menjadi semakin mengagumi kedua orang yang sedang bertempur itu. Diantara mereka kemudian terdapat Kiai Gringsing, Pandan Wangi dan isteri Agung Sedayu itu sendiri. Sekar Mirah. Disisi lain Glagah Putih berdiri bagaikan membeku. Sementara Ki Waskita setiap kali menarik nafas dalam-dalam melihat apa yang mampu dilakukan oleh Agung Sedayu. Bagaimanapun juga. Ki Waskita ikut merasa berbangga, bahwa di dalam diri Agung Sedayu tersimpan kemampuan yang dapat disadapnya dari kitab yangpernah dipinjamkannya kepada anak muda itu, sehingga secara tidak langsung, maka iapun menganggap Agung Sedayu sebagaimana muridnya sendiri. Yang hampir tidak dapat menahandiri adalah Sekar Mirah. Meskipun ia melihat, betapa Agung Sedayu mampu mengimbangi Ki Tumenggung Prabadaru, namun kecemasan yang sangat telah mencengkam jantungnya. Menurutpenglihatannya, Ki Tumenggung Prabadaru benar-benar seorang yang luar biasa. Yang memiliki ilmuyang jarang ada duanya. Meskipun iapun melihat, bahwa kemampuan Agung Sedayu sungguh-sungguh diluar dugaannya, namun pertempuran itu benar-benar merupakan pertempuran yang sangat menegangkan. Meskipun demikian, menyelinap pula kebanggaan didalam hati Sekar Mirah. Jika saat-saat ia menjajagi kemampuan Agung Sedayu, ia sekedar mengetahui bahwa ilmu Agung Sedayu masih berada diatas kemampuannya sendiri, kini ia melihat, bahwa kemampuan suaminya itu bukan sekedar selapis diatasnya. Tetapi benar-benar tidak lagi dapat diperbandingkan. “Aku tidak mengira,“ hampir diluarsadarnya ia berdesis. “Apa ?“ bertanya Kiai Gringsing, “apa yang tidak kau duga ?” “Kemampuan kakang Agung Sedayu,“ jawab Sekar Mirah, “disaat aku menyaksikan kakang Agung Sedayu benar-benar mengerahkan kemampuannya melawan orang yang memiliki ilmu yang seimbang, barulah aku menyadari, betapa kecilnya ilmu yang sudah aku miliki. Agaknya selama ini aku memiliki anggapan yang sama sekali salah terhadap ilmunya. Apalagi kakang Swandaru.Jika ia tidak terluka parah dan sempat menyaksikan pertempuran ini, maka ia sangat terkejut karenanya.” Kiai Gringsing menarik nafas dalam-dalam. Iapun mengerti, bahwa Swandaru mempunyai penilaian yang keliru atas Agung Sedayu. Jika kemudian Sekar Mirah menceriterakan apa yang dilihatnya kepada Swandaru, maka mungkin sekali Swandaru mempunyai tanggapan yang salahpula. Mungkin Swandaru tidak mempercayainya, atau menganggap bahwa ceritera Sekar Mirah yang mengagumi suaminya itu agak berlebihan. Tetapi mungkin pula Swandaru menyalahkannya sebagai gurunyabahwa ia dianggap berbuat tidak adil. Sementara itu, yang tidak kalah tegangnya adalah Pandan Wangi. Meskipun ia sudah pernah mendengar kemampuan Agung Sedayu, dan ia cenderung untuk mempercayai kelebihannya, namunketika ia menyaksikan sendiri apayang telah terjadi itu, maka rasa-rasanya ia melihat pertempuran didalam sebuah mimpi. Sementara itu, di pesanggrahan, Swandaru yang terluka berbaringdengan kecemasan yang mencengkam jantungnya. Rasa-rasanya ia telah meninggalkan anak yang baru pandai merangkak dipinggir sebuah jurang yang curam. Setiapsaat anak itu akan dapat terjerumus kedalamnya, menghantam batu-batu padas yang tajam sehingga tubuhnya akan menjadi lumat. Tetapi keadaannya benar-benar tidak memungkinkan. Luka-lukanya ternyata cukup parah. Jika pada saat ia berhadapan dengan kedua lawannya, ia masih mampu melawan, adalah karena dorongankemarahannya yang menghentak-hentak. Untunglah bahwa ia harusmenghentikan pertempuran itu. Jika ia masih saja memaksa diri, maka darah akan mengalir semakin banyak. Dan kemungkinanyang paling pahit itupun akan dapat terjadi. Namun demikian, ia tidak dapat melepaskan bayangan yang bermain di angan-angannya tentang Agung Sedayu. Ki Gede yang berada tidak jauh dari padanyapun nampak gelisah pula. Ki Gede itu juga terluka parah. Namun kadang-kadang terdengar Ki Gede itu berdesah. “Sebenarnya aku ingin menyaksikan kakang Agung Sedayu bertempur,” desis Swandaru. Ki Gede menarik nafas dalam-dalam. Katanya, “Akupun ingin. Tetapi aku tidak dapat mengingkari kenyataanku sekarang. Aku terluka parah.” “Ya,“ jawab Swandaru, “tetapi rasa-rasanya aku tidak dapat menahan diri disiksa oleh kecemasan ini. Kakang Agung Sedayu nampaknya terlalu sibuk dengan tugas-tugasnya, sehinggaia kurang memperhatikan perkembangan ilmunya sendiri. Seperti juga kakang Untara yang aku kagumi saat ia mengalahkan Tohpati dari Jipang. Namun ternyata kemudian, bahwa ilmunya telah terhenti dan tidak berkembang sama sekali.” “Aku kira tidak demikian ngger,“ jawab Ki Gede, “ilmu angger Untara tentu berkembang. Apalagiilmu angger Agung Sedayu. Aku yakin, bahwa angger Agung Sedayu memiliki banyak kelebihan dari anak-anak muda sebayanya.” Swandaru menarik nafas dalam-dalam. Ingin juga rasa-rasanya untuk membantah. Tetapi ia tidakingin mengecewakan orang tua itu. Karena orang tua itu sudah terlanjur percaya kepada Agung Sedayu, dan bahkan mempercayakan Tanah Perdikannya kepadanya. “Aku tidak boleh mengecewakannya. Aku sendiri tidak dapat berbuat apa-apa bagiTanah Perdikan Menoreh, karena aku tidak dapat meninggalkan Kademangan Sangkal Putung,“ berkata Swandaru didalam hatinya, “jika ia kecewa atas kakang Agung Sedayu, maka ia akan kehilangan harapan bagi masa depan Tanah Perdikannya.” Karena itu, maka iapun tidak membantah lagi. Tetapi Swandaru itupun mulai berangan-angan lagi tentang pertempuran yang sedang terjadi. Apalagi apabila ia mulai membayangkan, bahwa Ki Tumenggung Prabadaru adalah Panglima pasukan khusus Pajang yang memiliki kemampuan yang sukar dibayangkan. Sebenarnyalah saat itu Ki Tumenggung Prabadaru telah mengerahkan segenap kemampuan yang ada padanya. Kekuatan-kekuatan yang tersimpan didalam dirinya telah terungkap menghantam lawannyadalam pusaran pertempuran yangmenggetarkan jantung. Namun dalam pada itu, Agung Sedayu dengan segenap ilmu yangada padanya telah mengimbangi kemampuan Ki Tumenggung Prabadaru.Kecepatannya bergerak dalam ilmunya yang dapat memperingan tubuhnya. Kekuatan ilmunya yang disadapnya dari lingkungannya dan ilmu kebalnya yang matang, sehingga seolah-olah tidak tertembus, bahkan telah memancarkan udara panas dari dalam dirinya. Satu hal yang belum sempat dilakukan oleh Agung Sedayu. Ia masih belum sempat mempergunakan ilmu yang dapat dipancarkan dengan mempergunakan sorot matanya. Ki Tumenggung agaknya selalu berusaha untuk berputar pada jarak jangkau tangannya, sehingga Agung Sedayu masih belum sempat mempergunakan ilmunya itu. Yang berdiri dengan tegang adalah seorang Senapati Pajang yang tidak banyak dikenal diantara Senapati-senapati lain. Namun demikian, dua orang kepercayaannya berdiri disebelah menyebelahnya dengan jantung yang berdebaran. “Anak itu luar biasa,“ desis yang seorang dari kedua kepercayaannya. Senapati yang disebut Kakang Panji itu mengangguk-angguk. Katanya, “Ia tidak boleh kalah dalam perang tanding ini. Ia harusdapat mengalahkan anak muda itu.” Kedua kepercayaannya mengangguk-angguk. Namun yangseorang berkata, “Tetapi sampai saat ini, kita tidak akan dapat menebak apa yang bakal terjadi. Nampaknya keduanya memiliki kemampuan yang seimbang.” Kakang Panji mengangguk-angguk. Katanya, “Jika ternyata Ki Tumenggung terdesak, maka aku harus buat sesuatu, agar anak itu terganggu dan akhirnya dapat dikalahkan. Tetapi jika dengan demikian Prabadaru tidak menyadari pertolongan kelak, maka ia akan menyesal.” Kedua kepercayaannya mengangguk-angguk. Tetapi merekapun tidak mengerti, bagaimana Kakang Panji itu akan membantu Ki Tumenggung Prabadaru. Diseputar arena pertempuran itu terdapat banyakSenapati dari kedua belah pihak. Jika ia turun kemedan, maka pihak Matarampun tentu akan melakukan hal yang sama. Dengandemikian, maka hal itu akan dapatmemancing satu pertempuran baru antara para Senapati dari kedua belah pihak. Apalagi jika para prajurit dan para pengawal turun membantu, maka pertempuran yang seharusnya terhenti itu akan menyala lagi dalam suasana yang tidak lagi dapat dibatasi dengan paugeran-paugeran perang bagi para kesatria. Ternyata salah seorang kepercayaannya itu tidak dapat menyembunyikan perasaan cemasnya. Karena itu, maka iapunbertanya, “Kakang, apakah hal yang demikian itu tidak akan memancing persoalan baru yang dapat berkembang dengan cepat dan mungkin akan terjadi hal-hal yang tidak kita kehendaki ?” Kakang Panji memandang kepercayaannya itu dengan wajah yang berkerut. Katanya, “Kau sudah cukup lama mengenal aku. Bagaimana mungkin kau bertanya seperti itu ?” Kepercayaannya itu termangu-mangu sejenak. Tetapi ia tidak bertanya lebih lanjut. Iapun kemudian teringat bahwa Kakang Panji itu memiliki kemampuan menyerang lawannya dari jarak yang cukup jauh tanpa menimbulkan gerak dan bunyi. “Agaknya kakang Panji akan mempergunakan ilmunya,“ berkata kepercayaannya didalam hati, “dalam keadaan seperti ini, ia akan berkesempatan memusatkan nalar budinya tanpa diganggu oleh orang lain di tempat ini.” Namun dalam pada itu, Kakang Panji masih belum berbuat sesuatu. Pertempuran antara Ki Tumenggung Prabadaru dan Agung Sedayu itu nampaknya masih saja seimbang. Keduanya memiliki peluang yang sama tetapijuga kemungkinan pahit yang sama. Tetapi lambat laun, Kakang Panji itupun mengerti sepenuhnya apa yang terjadi. Dengan ketajaman pengamatannya, maka ia berdesis, “Sungguh luar biasa. Anak muda itu mempunyai ilmu kebal yang hampir sempurna. Itulah agaknya udara disekitar arena pertempuran ini menjadi panas. Kemampuan Ki Tumenggungmenyadap kekuatan api ternyatatidak terlalu banyak berpengaruhatas lawannya karena dinding ilmukebal dan bahkan Ki Tumenggung mempunyai kemampuan untuk menangkap kekuatan air didalam dirinya, sehingga panas yang terpancar dari tubuh lawannya tidak membakarnya menjadi abu. Namun, sebenarnyalah aku menjadi cemas, apakah Ki Tumenggung akan dapat bertahan sampai satu malam menghadapi anak yang luar biasa itu. Ia memiliki ilmu yang jarang ada duanya sekarang ini. Ilmu membuat dirinya menjadi seakan-akan tanpa bobot, di lambari dengan ilmu kanuragannya yang matang, maka ia adalah orang yang sangat berbahaya.” Kedua orang kepercayaannya sama sekali tidak menjawab. Namun mereka kemudian melihat satu perubahan dalam putaran pertempuran itu. Agung Sedayu yang memiliki kecepatan gerak yang luar biasa itu, tiba-tiba berusaha untuk melontarkan diri menjauhi lawannya. Meskipun Ki Tumenggung selalu memburunya, namun Agung Sedayu selalu berhasil mengambil jarak, menghindarkan diri dari libatan angin prahara yang dahsyat menghantamnya dibarengi denganpanasnya api yang mengguncang-guncang ilmu kebalnya. Jika pada suatu saat ilmu lawannya itu berhasil memecahkan ilmu kebalnya, maka serangan-serangan berikutnya akan membuatnya kehilangan perisai pertahanannya. Ketika Ki Tumenggung Prabadaru menghembuskan angin yang bagaikan badai, maka Agung Sedayu telah menghanyutkan diri beberapa langkah. Tetapi ketika Ki Tumenggung kemudian memburunya. Agung Sedayu telahmeloncat kearah yang berlawanan, seolah-olah meloncatlewat diatas kepala lawannya itu. Dengan sigapnya Ki Tumenggung memutar diri menghadap kearah Agung Sedayu. Namun yang dilihatnya Agung Sedayu itu berdiri tegak dengan tangan bersilang didadanya. Darah Ki Tumenggung Prabadaru tersirap. Ia sadar, bahwa sesuatuakan terjadi. Ia pernah melihat Agung Sedayu dalam sikap serupamenghadapi Ki Mahoni. Dan iapun mendengar apa yang pernah dilakukan oleh Agung Sedayu sebelumnya. Karena itu,Ki Tumenggung tidak boleh terlambat. Ia sadar kemampuan yang dapat terpancar dari mata anak muda itu. Karena itu, maka dengan serta merta, maka Ki Tumenggungpun telah melontarkan kekuatan praharanya langsung menghantam Agung Sedayu. Pada saat yang bersamaan AgungSedayu memang telah melontarkan kekuatan puncaknyalewat sorot matanya. Demikian Ki Tumenggung berdiri tegak, maka sorot mata Agung Sedayupun langsung menghunjam kejantungnya. Terasa jantung Ki Tumenggung bagaikan diremas oleh kekuatan yang sulit untuk dilawan. Dengan sekuat tenaga ia berusaha untukbertahan. Namun perasaan sakit itu telah mengurangi kemampuannya untuk melontarkan serangannya dengantenaga anginnya. Namun bersamaan dengan hentakan kekuatan kekuatan Agung Sedayu yang bagaikan meremas isi dada Ki Tumenggung, maka kekuatan badai yang tidak terelakkan telah menghantam dada Agung Sedayu. Meskipun Kekuatan angin itu tidak memecahkan dinding ilmu kebalnyanamun angin itu telah mengguncangnya. Serangan itu demikian dahsyatnya, sehingga tubuh Agung Sedayu itupun telah terguncang. Apalagi pada saat-saat Agung Sedayu memusatkan nalar budinya untuk mengerahkan ilmu puncaknya lewat sorot matanya, sehingga karena itu maka ia tidak dapat bertahan untuk berdiri tegak. Ketika keseimbangan Agung Sedayu goyah oleh dorongan kekuatan prahara Ki Tumenggung, maka pemusatan kemampuan ilmunyapun telah menjadi goyah pula. Sehingga dengan demikian, maka cengkaman ilmunya atas dada Ki Tumenggung menjadi mengendor pula. Ki Tumenggung rasa-rasanya mendapat kesempatan untuk bernafas. Namun waktu yang sekejap, pada saat ia cidera oleh perasaan sakitnya, maka Agung Sedayupun telah terlepas dari hempasan angin prahara yang menghantam dadanya. Dengan demikian, hampir bersamaan pula, keduanya telah terlepas dari serangan lawan dankekuatan ilmu yang dahsyat. Ki Tumenggung tidak mau serangan itu terulang. Karena itu,maka iapun telah meloncat mendekati Agung Sedayu sekaligus melontarkan serangannya yang dahsyat. Tetapi Agung Sedayupun mampu bergerak cepat. Iapun segera menghindari serangan itu, sehingga Ki Tumenggung telah kehilangan sasarannya. Namun demikian kekuatan angin yang terlontar sedahsyat badai itu mampu menyapu mengitari dirinya, keseluruh arena. Tidak ada sejengkalpun yang terlampau. Meskipun demikian. Agung Sedayu masih juga mempunyai cara untukmengelak. Ia tidak mau hanyut dan bahkan terbanting oleh dorongan angin yang kuat, meskipun angin itu tidak melukai bagian tubuhnya yang dilindungi oleh ilmu kebalnya. Namun dalam keseluruhannya, ia akan dapat terlempar oleh dorongan kekuatan yang luar biasa itu. Apalagi hentakan-hentakan yang didorong oleh segenap kekuatan ilmunya. Dengan demikian, maka pertempuran diantara keduanyapun telah berlangsung seperti semula. Keduanya saling menyerang dalam jarak yang tidak terlalu jauh, sebagaimana selalu diusahakan oleh Ki Tumenggung. Setiap kali Agung Sedayu mengambil jarak, maka Ki Tumenggung dengan serta merta telah menghantamnya dengan angin prahara yang dahsyat, sehingga Agung Sedayu masih belum sempat mempergunakan ilmu yang dapat terpancar dari sorot matanya. Dalam pada itu, maka semakin lama, keduanyapun mulai dipengaruhi oleh perasaan sakit dan letih. Serangan serangan Ki Tumenggung yang semakin tajam,kadang-kadang mulai terasa menyakiti bagian dalam tubuh Agung Sedayu meskipun kulitnya sama sekali tidak terluka. Sebaliknya serangan-serangan Agung Sedayu yang cepat, yang kadang-kadang berhasil menyentuh tubuh Ki Tumenggung,membuat kulit Ki Tumenggung menjadi memar dan disengat oleh perasaan sakit dan pedih. Senapati Pajang yang tidak banyak dikenal, yang sebenarnya adalah orang utama di medan itu,menjadi semakin tegang. Menurut penilaiannya, jika tidak dipengaruhi oleh apapun juga, maka sulit bagi salah satu pihak untuk memenangkan pertempuran itu. Jika kemampuankeduanya mulai susut, pada suatusaat keduanya akan kehabisan kekuatan untuk meneruskan pertempuran. Mungkin salah seorang diantara mereka, masih dapat mempergunakan sisa sisa kekuatannya untuk mengakhiri perang tanding itu. Tetapi mungkin keduanya sudah tidak mampu sama sekali. Ketika Ki Tumenggung Prabadaru lengah, dan dengan kekuatan ilmunya Agung Sedayu berhasil menghantam dadanya, sehingga KiTumenggung itu terlempar dan jatuh berguling, rasa-rasanya dada Kakang Panji itupun ikut menjadi sesak. Ia menarik nafas dalam-dalam ketika ia melihat, Ki Tumenggung sempat menghalau Agung Sedayu meskipun sambil terbaring ditanah dengan praharanya yang dahsyat. Namunketika serangan yang sama sekalilagi menghantamnya saat Ki Tumenggung bangkit, maka kekuatan bumi didalam dirinya telah membuatnya tetap tegak bagaikan gunung anakan. “Gila, anak iblis,“ meskipun demikian Ki Tumenggung itu menggeram. Meskipun tubuhnya tidak terguncang, tetapi perasaan sakit telah mencengkamsampai ketulang. Agung Sedayupun menjadi heran melihat keadaan lawannya yang tiba-tiba saja tidak bergeser setapakpun oleh serangan yang menghantam langsung kedadanya. Namun dalam pada itu, Kakang Panji menjadi semakin gelisah. Sesaat kemudian terdengar giginya gemeretak oleh kemarahan yang bergelora didadanya.
Posted on: Tue, 23 Jul 2013 09:50:33 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015