Asal Mula Lampung Alkisah, dahulu kala hiduplah dua orang lelaki - TopicsExpress



          

Asal Mula Lampung Alkisah, dahulu kala hiduplah dua orang lelaki yang bersahabat sejak kecil. Mereka bernama Meghanai dan Raghah. Sejak kecil Meghanai dan Raghah selalu menghabiskan waktu bermain dan berlatih bersama. Mereka berdua berlatih keras untuk menjadi kuat. Hal tersebut karena keduanya lahir dari darah petarung sejati. Di masa hidup mereka, sedang terjadi peperangan yang sengit antara dua kerajaan kecil. Kerajaan Way Halim dan kerajaan Way Kanan. Pemicu pertempuran adalah perebutan tanah yang membatasi dan berada di antara wilayah dua kerajaan tersebut. Yaitu tanah Metro. Tanah Metro sebenarnya tidak begitu luas. Namun menurut para tetua masing-masing kerajaan, di tanah Metro ada sebuah harta terpendam yang bisa memberikan kekuatan dahsyat bagi siapa saja yang memilikinya. Disitulah tempat dimana keluarga Meghanai dan Ragah tinggal. Peperangan tersebut berimbas banyak bagi masyarakat Metro. Karena pertarungan selalu terjadi di sana. Untungnya lima tahun berjalan, dua kerajaan bersepakat untuk tidak mengganggu kehidupan rakyat Metro, selama rakyat Metro netral, tidak memihak salah satu kerajaan yang sedang bersengketa. Diam-diam masyarakat Metro membentuk kerajaan kecil yang berfungsi sebagai penengah bagi kedua belah pihak. Tujuannya adalah perdamaian. Pertama muncul, prajurit Metro menggunakan cara kasar. Memaksa secara tegas peperangan. Namun karena lemah, maka hal tersebut tidak memberikan kontribusi yang berarti. Peperangan masih terjadi sedangkan banyak jatuh korban dari sebagian besar prajurit Metro. Kedua orang tua Meghanai dan Raghah adalah pahlawan yang tewas dalam usaha mendamaikan kedua belah pihak saat itu. Waktu berjalan cepat. Meghanai dan Raghah sudah dewasa. Mereka tumbuh menjadi pemuda yang tidak hanya tampan, namun juga kuat, cerdas dan berani. Teknik bela diri, ketahanan tubuh serta pola pikir cerdas mereka tidak diragukan lagi. Akhirnya, mereka memilih untuk menjadi prajurit di kerajaan Metro. Tujuannya sudah bulat. Perdamaian. Menjadi prajurit tidaklah mudah. Mereka harus berlatih lebih keras lagi. Mental mereka diasah dengan keras. Beberapa kali rasa putus asa muncul. Namun kemudian ada sesuatu yang menenangkan jiwa mereka. Gadis berparas cantik yang bernama Mulei. Mulei selalu menggunakan kain khas daerah tersebut, tapis bermotif siger (yang menggambarkan bukit daratan). Mulei sebenarnya merupakan Putri angkat Raja Metro. Dahulu raja tidak sengaja menemukan Mulei di depan rumahnya. Saat itu ketika raja baru saja meminang sang ratu. Ada beberapa keganjilan pada diri Mulei sejak masih balita. Beberapa ialah, Ia dapat membentuk tanah liat (lempung) menjadi berbagai bentuk yang menyerupai aslinya, kemudian semenjak ia ada di istana, segala jenis tumbuhan tumbuh dengan begitu cepatnya. Yang paling aneh adalah, meskipun sudah berumur 37 tahun, ia seperti tidak pernah tua dan terlihat masih seperti berumur 18-an tahun. Menyadari hal tersebut, orang-orang kerajaan berusaha merahasiakannya agar tidak terjadi kegemparan dari kerajaan-kerajaan tetangga. Kembali ke Meghanai dan Raghah. Tidak lama mereka masuk sebagai prajurit, Meghanai dan Raghah langsung memperlihatkan diri sebagai pemuda yang cerdas. Mereka menyatakan pada Raja Metro, bahwa strategi perdamaian nonfisik seperti perundingan, pelucutan senjata, dan lain sebagainya tidak akan pernah berhasil dalam mewujudkan perdamaian. Maka harus ada cara lain. Berdua mereka mencetuskan ide “menghambat peperangan”. Teorinya, harus ada penghambat saat peperangan, namun tidak bisa disadari kerajaan Way Halim dan Way Kanan. Ide disetujui oleh raja. Saat peperangan dimulai, prajurit Metro menyiram tanah peperangan dengan minyak tanah dan membakarnya. Peperangan dibatalkan. Pada jadwal peperangan selanjutnya, para gadis Metro berkumpul di tanah peperangan. Prajurit yang akan berperang terkejut melihat gadis-gadis belia yang cantik-cantik tersebut. Ketua dari rombongan gadis tersebut mengatakan pada masing-masing raja bahwa mereka sedang mengadakan perayaan hari wanita. Dan mereka mengadakan pesta tukar barang (barter) dan menjadikan tanah peperangan sebagai pasarnya. Peperangan ketiga tidak diganggu, karena takut kedua raja menyadari peran masyarakat kota Metro yang telah membatalkan peperangan sebelumnya. Pada peperangan selanjutnya, kembali di tanah peperangan terjadi sesuatu. Ialah sebuah kerusuhan sesama warga. Warga kota Metro berpura-pura bertengkar, dan Raja Metro meminta kepada kedua raja yang bersengketa untuk tidak mengganggu urusan pribadi rakyatnya. Begitulah seterusnya. Ide-ide cemerlang terbersit saja di benak kedua pemuda cerdas, Meghanai dan Raghah. Selihai-lihainya kebohongan, pasti akan terkuak juga. Begitu juga dengan strategi warga Metro. Setelah sekian lama dikelabui, kedua raja (Way Halim dan Way Kanan) mengetahui apa-apa yang telah warga Metro lakukan demi menghambat pertarungan. Akhirnya kedua belah pihak memutuskan untuk mengakhiri perjanjian dengan warga Metro. Warga Metro menjadi musuh bagi kedua kerajaan. Kedua belah pihak yang bersengketa bermaksud untuk menyerang siapapun dalam lahan pertempuran esok harinya. Tidak peduli warga manapun, anak-anak, orang tua, laki-laki maupun perempuan akan dijadikan objek peperangan. Semua sudah siap, menunggu esok hari. Malamnya, Meghanai dan Raghah bermimpi aneh. Mereka bertemu seorang wanita muda. Namun seluruh wajah wanita itu tertutup kain tapis. Sehingga Meghanai dan Raghah tidak tahu siapa dibalik tapis tersebut. Wanita itu mengatakan bahwa ia telah memberikan Meghanai dan Raghah kekuatan dewa. Meghanai diberikan kekuatan untuk mengendalikan pepohonan, sedangkan Raghah diberikan kemampuan mengendalikan tanah. Paginya Meghanai dan Raghah bertukar cerita. Mereka terkejut mendengarnya. Matahari mulai muncul. Beberapa saat lagi peperangan akan dimulai, dan Metro menjadi pusat peperangan. Raja, Komandan prajurit beserta ratusan warga Metro sudah bersiap di tempatnya masing-masing untuk mempertahankan diri. Meghanai dan Raghah juga sudah berada di pos-nya. Tiba-tiba ada suara seorang wanita. “Meghanai, Raghah, gunakanlah kekuatan yang telah kuberikan kepada kalian, sekarang”. Meghanai dan Raghah ingat mimpinya semalam, kemudian mereka berpikir cepat. Meghanai dan Raghah berlari ke tengah desa Metro. Raghah mengangkat tangannya ke langit. Tiba-tiba tanah desa Metro bergetar bak gempa bumi. Seluruh tanah di desa Metro naik dengan cepat, meninggi dan menjadi daratan tinggi. Meghanai juga melakukan ritual. Ia merentangkan tangannya, dan menggenggam kuat-kuat. Ia kemudian menghempaskan tangannya ke atas. Pepohonan yang besar dan tinggi tumbuh seketika di sekitar desa Metro. Muncul seketika hutan yang sangat lebat mengitari desa Metro. Seluruh rakyat Metro panik. Kemudian Meghanai dan Raghah menceritakan perbuatannya pada rakyat beserta raja Metro. Raghah mengatakan, alasan ia meninggikan tanah kota Metro adalah agar tanah Metro tidak dapat dijangkau untuk berperang oleh kedua prajurit dari Way Halim dan Way Kanan. Kemudian Meghanai memunculkan hutan lebat, agar para prajurit yang akan berperang tersesat di hutan tersebut. Meghanai dan Raghah juga memberikan jiwa pada hutan dan tanah di desa Metro agar bisa melindungi diri jika ada aksi pembakaran dan penebangan hutan.Benar saja, para prajurit yang masuk ke hutan, keluar lagi di tempat yang sama ketika mereka ingin masuk. Sekali lagi perdamaian tercipta berkat Meghanai dan Raghah. Raja menaikkan pangkat Meghanai menjadi penasihat kerajaan, dan Raghah menjadi komandan tertinggi kerajaan. Beberapa minggu setelahnya, Raghah meminta kepada raja untuk diberikan izin berkelana keluar. Ia ingin meningkatkan ilmunya. Meghanai ingin sekali menemani sahabatnya. Namun ia tidak bisa karena ia harus selalu mengawasi hutan. Berbulan-bulan Raghah berkelana, ilmunya bertambah. Tujuan terakhirnya adalah guru Seghawi. Guru Seghawi dikenal sebagai manusia setengah siluman. Ketika bertemu, guru Seghawi meminta Raghah menunjukkan ilmunya. Ia tidak mau muridnya datang dengan ilmu yang kosong sama sekali. Tanpa basa-basi, Raghah memperlihatkan ilmunya mengendalikan tanah. Ia menghancurkan bukit. Guru Seghawi terkejut melihatnya. Ia langsung tahu bahwa ilmu Raghah adalah salah satu ilmu dewa. Guru Seghawi menyentuh tangan Raghah. Ia bisa melihat masa lalu orang yang disentuhnya. Ia memberitahu Raghah bahwa ada seorang titisan dewa di tanah kelahirannya. Raghah langsung mengingat-ingat seseorang. Ia langsung menyadari, bahwa Mulei adalah titisan dewa. Muleilah sebenarnya harta di tanah Metro yang dicari-cari dua kerajaan Way Halim dan Wah Kanan. Guru Seghawi menambahkan bahwa siapa saja yang menikah dengan Mulei, maka bisa dipastikan anak hasil keturunannya akan memiliki kekuatan setara dewa. Maka Raghah yang berubah menjadi orang yang haus akan kekuatan, bersemangat pulang untuk meminang Mulei menjadi istrinya. Raghah pulang, namun ia mendapatkan kekecewaan. Mulei sudah diperistri oleh sahabatnya, Meghanai. Ia sedikit geram namun bisa menahan emosi mengingat Meghanai adalah sahabatnya. Meghanai sebenarnya belum mengetahui bahwa Mulei adalah titisan dewa, dan Raghah tidak memberitahukannya. Kecemburuan dan kehausannya akan kekuatan memimpinnya dalam pemberontakan kecil-kecilan yang semakin lama semakin menjadi-jadi. Pertarungan dua sahabat tidak bisa dihindari lagi. Meghanai yang sudah lama mencurigai Raghah di balik semua pemberontakan tersebut ingin menegur sahabatnya. Namun Raghah justru memanfaatkannya sebagai titik puncak pemberontakan. Di bekas tanah peperangan mereka bertarung. Raghah yang ilmunya sudah meningkat drastis akhirnya mengalahkan Meghanai. Saat Raghah ingin pergi, Mulei datang dan menghampiri Meghanai. Mulei berusaha membantu Meghanai dengan membacakan mantra sambil memeluknya. Raghah yang terlebih tahu bahwa mantra tersebut adalah mantra yang bisa mentransfer seluruh kekuatan Mulei ke Meghanai. Raghah murka. Di bawah emosi kecemburuannya, ia mengeluarkan seluruh kekuatan yang dimilikinya. Ia menggerakkan tanah yang ada di daratan Metro dan sekitarnya sehingga menimbulkan gempa bumi besar. Akhirnya, Mulei dan Meghanai tertutup longsoran tanah bersama seluruh wilayah Metro. Kerajaan Metro, Way Halim, dan Way Kanan menghilang tanpa bekas akibat kejadian tersebut. Raghah merasa menyesal karena orang yang dicintai dan disayanginga, Mulei, Meghanai, dan seluruh warga desa Metro meninggal. Berita kematian Mulei sampai pada telinga para dewa. Dewa murka dan mengutuk Raghah menjadi sebuah batu, dan menenggelamkannya ke lautan. Lama-lama, batu yang didalamnya ada Raghah sang pengendali tanah membesar, dan membentuk formasi gunung berapi. Gunung Krakatau. Bagai jiwa Raghah yang diperkirakan masih hidup, Gunung Krakatau jelmaan kekuatan Raghah saat ini juga hidup. Gunung tersebut tumbuh satu sentimeter pertahunnya. Dalam bahasa Lampung kuno, Lam berarti tanah dan Pung berarti pepohonan. Karenanya, daerah kelahiran Meghanai dan Raghah dinamai Lampung. Lampung juga bisa berasal kata ‘tanah lempung’. Tanah hasil kekuatan Raghah saat bertarung dengan Meghanai dahulu. Masyarakat Lampung melafalkan lempung dengan Lampung. Peristiwa ini jugalah yang membuat tanah Metro menjadi lebih tinggi secara geologi dibandingkan dengan tanah daerah lain.
Posted on: Sun, 15 Sep 2013 21:18:25 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015