BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan di Indonesia - TopicsExpress



          

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, perlu ditingkatkan terus menerus untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konstitusi Negara Republik Indonesia perlu ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus. Indonesia harus menghindari sistem pemerintahan yang memasung hak-hak asasi manusia, hak-hak warganegara untuk dapat menjalankan prinsip-prinsip demokrasi. Kehidupan yang demokratis didalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintahan, dan organisasi-organisasi non pemeritahan perlu dikenal, dipahami, diinternalisasi, dan diterapkan demi terwujudnya pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi serta demi peningkatan martabat kemanusian, kesejahteraan, kebahagiaan, kecerdasan dan keadilan. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga Negara yang baik, yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Pada dewasa ini, kajian pendidikan kewarganegaraan menuntut adanya revitalisasi konseptual baik dalam tataran epistemologis, kurikulum pembelajaran, maupun tenaga kependidikannya untuk mempersiapkan tenaga profesional yang berkualitas dalam melaksanakan pendidikan kewarganegaraan di lingkungan pendididikan dasar, menengah dan tinggi. Standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan (Peraturan Pemerintahan No.19 Tahun 2005 Bab I Pasal 1 Ayat 6 ). Standar proses pelaksanaan pembelajaran yang berarti dalam standar proses pendidikan berisi tentang bagaimana seharusnya proses pembelajaran berlangsung. Dengan demikian, standar proses pendidikan dimaksudkan untuk dijadikan pedoman bagi guru dalam pengelolaan pembelajaran. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu bidang studi yang memiliki tujuan “How to Develop Better Civics Behaviours” membekali peserta didik untuk mengembangkan penalarannya disamping aspek nilai dan moral, banyak memuat materi sosial. PKn merupakan salah satu dari lima tradisi pendidikan IPS yakni citizenship transmission, saat ini sudah berkembang menjadi tiga aspek PKn (Citizenship Education), yakni aspek akademis, aspek kurikuler dan aspek sosial budaya. Secara akademis Pendidikan Kewarganegaraan dapat didefinisikan sebagai suatu bidang kajian yang memusatkan telaahannya pada seluruh dimensi psikologi dan sosial budaya kewarganegaraan individu dengan menggunakan ilmu politik dan pendidikan sebagai landasan kajiannya. Implementasiya sangat dibutuhkan guru yang profesional, guru yang profesional dituntut menguasai sejumlah kemampuan dan keterampilan, antara lain : 1. Kemampuan menguasai bahan ajar 2. Kemampuan dalam mengelola kelas 3. Kemampuan dalam menggunakan metode, media dan sumber belajar 4. Kemampuan untuk melakukan penilaian baik proses maupun hasil Selanjutnya UNESCO dalam Soedijarto (2004 : 10-18) mencanangkan empat pilar belajar dalam pembelajaran (termasuk model Problem Based Learning) : 1. Learning to Know ( penguasaan ways of knowing or mode of inquire) 2. Learning to do ( controlling, monitoring, maintening, designing, organizing) 3. Learning to live together 4. Learning to be. Pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja bertujuan dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relative menetap pada diri orang lain. Usaha ini dilakukan oleh seseorang atau suatu tim yang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam merancang dan atau mengembangkan sumber belajar yang diperlukan. Penilaian hasil belajar merupakan aktivitas yang sangat penting dalam proses pendidikan. Semua proses di lembaga pendidikan formal pada akhirnya akan bermuara pada hasil belajar yang diwujudkan secara kuantitatif berupa nilai. Hasil belajar peserta didik tidak selalu mudah untuk dinilai. Sebagaimana diketahui, tujuan pembelajaran meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah pengetahuan (kognitif) dan sikap (afektif) relatif sulit untuk diamati, meski pun dapat diukur. Oleh karena itu, dalam proses penilaian hasil belajar langkah yang pertama harus dimulai dari perumusan tujuan pembelajaran yang memungkinkan untuk diamati dan diukur (observable and measurable). Berangkat dari tujuan pembelajaran yang dirumuskan, maka disusunlah instrumen untuk mengamati dan mengukur hasil pembelajaran. Dengan menggunakan instrumen, diperoleh data yang mencerminkan ketercapaian tujuan pembelajaran pada seorang peserta didik. Data ini selanjutnya harus diolah dan dimaknai sehingga menjadi informasi yang bermakna. Selain itu berdasarkan data tersebut penilai dapat membuat keputusan mengenai posisi atau status seorang peserta didik, misalnya naik atau tidak naik kelas, lulus atau tidak dan sebagainya. Di SMA Negeri 1 Makassar, melalui wawancara peneliti sebagai observasi awal kepada guru Pengampu Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan mendapatkan adanya beberapa point yang menurut peneliti harus dimediasi untuk mendapatkan hasil belajar peserta didik yang lebih baik. Sebab, apabila hal-hal tersebut terus menerus dibiarkan, maka bisa jadi dimasa yang akan datang peserta didik hanya mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan hanya sebagai tuntutan kurikulum semata. Bukan berdasarkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya terhadap mata pelajaran Pendidikan kewarganegaaran. Adapun hal-hal yang menjadi tolak ukur peneliti untuk melakukan penelitian ini adalah: a. adanya anggapan peserta didik bahwa mata pelajaran PKn itu gampang dipelajari. Tinggal baca buku saja semua sudah beres. b. Selama ini model pembelajaran yang digunakan di SMA Negeri 1 Makassar monoton saja. Yaitu hanya melalui metode ceramah dan Tanya jawab langsung antara Guru dan peserta didik. c. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman selama ini, peserta didik kurang aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Anak cenderug tidak begitu tertarik dengan pelajaran PKn karena selama ini pelajaran PKn dianggap sebagai pelajaran yang hanya mementingkan hafalan semata, kurang menekankan aspek penalaran sehingga menyebabkan rendahnya minat belajar PKn peserta didik di sekolah. d. Banyak faktor yang menyebabkan hasil belajar PKn peserta didik rendah yaitu faktor internal dan eksternal dari peserta didik. Faktor internal antara lain: motivasi belajar, intelegensi, kebiasan dan rasa percaya diri. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang terdapat di luar peserta didik, seperti; guru sebagai Pembina kegiatan belajar, startegi pembelajaran, sarana dan prasarana, kurikulum dan lingkungan. Berdasarkan uraian latar belakang dan beberapa hal tersebut, maka peneliti mengangkat judul penelitian yaitu “Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Learning pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Kelas XI SMA Negeri 1 Makassar”. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka, adapun yang menjadi rumusan masalah dalam proposal ini adalah “ Bagaimana Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Learning pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Kelas XI SMA Negeri 1 Makassar”?. 1.3 Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Learning pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Kelas XI SMA Negeri 1 Makassar. 1.4 Manfaat Penelitian Peneliti berharap dalam penelitian yang akan dilaksanakan nanti, dapat bermanfaat bagi: 1. Manfaat bagi peserta didik a. Peserta didik diharapkan akan lebih mudah memahami pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan b. Peserta didik diharapkan menyenangi pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. c. Prestasi belajar peserta didik akan lebih meningkat dan dapat mengamalkannya dalam kehidupannya sehari-hari. 2. Manfaat bagi guru a. Guru dapat sedikit demi sedikit mengetahui langkah-langkah pembelajaran yang tepat dan bervariasi. b. Dapat memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran di kelas. c. Meminimalkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi peserta didik, guru, maupun materi pembelajaran. 3. Manfaat bagi sekolah a. Hasil penelitian tindakan kelas ini akan memberikan masukan yang positif dalam rangka perbaikan proses belajar mengajar. b. Sekolah akan dapat merespons permasalahan aktual pembelajaran. c. Dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas lulusan. 1.5 Kriteria Keberhasilan Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini didasarkan denga data hasil belajar yang diperoleh berdasarkan teknik kategori standar yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yaitu sebagai berikut: - Aktivitas belajar 81% - 100% sangat tinggi - Aktivitas Belajar 61% - 80% tinggi - Aktivitas Belajar 41% - 60% sedang - Aktivitas Belajar 21% - 40% rendah - Aktivitas Belajar 0% - 20% Sangat Rendah Kriteria keberhasilan dalam penelitia ini adalah apabila jumlah peserta didik yang aktivitas belajarnya mencapai kategori tinggi dan sangat tinggi yakni 75% dari jumlah peserta didik kelas XI SMA Negeri 1 Makassar dalam proses pembelajaran. Pencapaian kategori tersebut menjadi ukuran keberhasilan meningkatkan aktivitas peserta didik dalam pembelajaran PKn. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Efektifitas Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektifitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa : “Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya”. Sedangkan pengertian efektifitas menurut Schemerhon John R. Jr. (1986:35) adalah sebagai berikut : “Efektifitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi atau sesungguhnya (OS), jika (OA) > (OS) disebut efektif ”. Adapun pengertian efektifitas menurut Prasetyo Budi Saksono (1984) adalah : “ Efektifitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dengan output yang diharapkan dari sejumlah input “. Dari pengertian-pengertian efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Berdasarkan hal tersebut maka untuk mencari tingkat efektifitas dapat digunakan rumus sebagai berikut : Efektifitas = Ouput Aktual/Output Target >=1, Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka akan tercapai efektifitas. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan kurang daripada 1 (satu), maka efektifitas tidak tercapai. 2.2 Model Problem Based Learning 2.2.1 Hakekat Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem based learning) Pembelajaran dengan model Problem Based Learning adalah suatu model pembelajaran dimana sebelum proses belajar mengajar didalam kelas dimulai, peserta didik terlebih dahulu diminta mengobservasi suatu fenomena. Kemudian peserta didik diminta untuk mencatat permasalahan yang muncul, serta mendiskusikan permasalahan dan mencari pemecahan masalah dari permasalahan tersebut. Setelah itu, tugas guru adalah merangsang untuk berpikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah yang ada serta mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda diantara mereka. Dari uraian diatas dapat diduga bahwa pembelajaran dengan model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar PKn peserta didik dibandingkan dengan pendekatan tradisional (metode ceramah). Pendekatan dan penerapan model Problem Based Learning dalam mata pelajaran PKn Pembelajaran model Problem Based Learning berlangung secara alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik bekerja dan mengalami, menemukan dan mendiskusikan masalah serta mencari pemecahan masalah, bukan transfer pengetahuan dari guru ke peserta didik. Peserta didik megerti apa makna belajar, apa manfaatya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Peserta didik terbiasa memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang bergua bagi dirinya dan bergumul dengan ide-ide. Dalam pembelajaran model Problem Based Learning tugas guru mengatur strategi belajar, membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan pngetahuan baru, dan memfasilitasi belajar. Anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dari pembahasan diatas dapat diduga bahwa pembelajaran dengan model Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam belajar efektif dan kreatif, diaman peserta didik dapat membangun sendiri pengetahuannya, menemukan pengetahuan dan keterampilannya sendiri melalui proses bertanya, kerja kelompok, belajar dari model yang sebenarnya, bisa merefleksikan apa yang diperolehnya antara harapan dengan kenyataan sehingga peningkatan hasil belajar yang didapat bkan hanya sekedar hasil menghapal materi belaka, tetapi lebih pada kegiatan nyata (pemecahan kasus-kasus) yang dikerjakan peserta didik pada saat melakukan proses pembelajaran (diskusi kelompok dan diskusi kelas). Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang cirri utamanya pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerjasama dan menghasilkan karya atau hasil peraga. Model pembelajaran menyajikan masalah autentik dan bermakna sehingga siswa dapat melakukan penyelidikan dan menemukan sendiri. Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta mendapat pengetahuan konsep-konsep penting. Pendekatan pembelajaran ini mengutamakan proses belajar dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai ketrampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berdasarkan masalah penggunaannya di dalam tingkat berfikir lebih, dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar. Guru dalam pembelajaran berdasarkan masalah berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog membantu menyelesaikan masalah, dan memberi fasilitas penelitian. Selain itu guru menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan intelektual siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan. 2.2.2 Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah Adapun Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah adalah: a. Membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah, dan ketrampilan intelektual. b. Melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran melalui pengalaman nyata atau simulasi sehingga ia dapat mandiri 2.2.3 Ciri-Ciri Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Pengajuan Masalah atau Pertanyaan Pengaturan pembelajaran masalah berkisar pada masalah ataunpertanyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu. 2. Jelas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa. 3. Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. 4. Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. 5. Bermanfaat. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir dan memecahkan masalah siswa serta membangkitkan motivasi belajar siswa. b. Keterkaitan dengan Berbagai Masalah Disiplin Ilmu Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berbasis masalah hendaknya mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu. c. Penyelidikan yang Autentik Penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran berbasis masalah bersifat autentik. Selain itu penyelidikan diperlukan untuk mencari penyelesaian masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, menarik kesimpulan dan menggambarkan hasil akhir. d. Menghasilkan dan Memamerkan Hasil/Karya Pada pembelajaran berbasis masalah, siswa bertugas menyusun hasil penelitiannya dalam bentuk karya dan memamerkan hasil karyanya. Artinya hasil penyelesaian masalah siswa ditampilkan atau dibuatkan laporannya. e. Kolaborasi Pada pembelajaran masalah, tugas-tugas belajar berupa masalah harus diselesaikan bersama-sama antar siswa dengan siswa , baik dalam kelompok kecil maupun besar, dan bersama-sama antar siswa dengan guru. 2.3 Pembelajaran 2.3.1 Hakekat Pembelajaran Menurut Gagne (1984:56 ) belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman. Galloway dalam Toeti Soekamto (1992: 27) mengatakan bahwa: belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Sedangkan Morgan menyebutkan bahwa suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga ciri-ciri sebagai berikut. 1. belajar adalah perubahan tingkahlaku; 2. perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan; 3. perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik. Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan peserta didik melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan kreatifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar. Tiga teori telah ditawarkan untuk menjelaskan proses di mana seseorang memperoleh pola perilaku, yaitu teori pengkondisian klasik, pengkondisian operan, dan pembelajaran sosial. 2.3.2 Prinsip-prinsip pembelajaran Berikut ini adalah prinsip umum pembelajaran yang peneliti rangkum dari beberapa pakar pembelajaran yang meliputi: 1. Perhatian dan Motivasi A.M, Sardiman, (2003: 64) menyatakan: Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada peserta didik apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan perhatian dan juga motivasi untuk mempelajarinya. Apabila dalam diri peserta didik tidak ada perhatian terhadap pelajaran yang dipelajari, maka peserta didik tersebut perlu dibangkitkan perhatiannya. Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan faktor yang besar pengaruhnya, kalau peserta didik mempunyai perhatian yang besar mengenai apa yang dipelajari peserta didik dapat menerima dan memilih stimuli yang relevan untuk diproses lebih lanjut di antara sekian banyak stimuli yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk mengarahkan diri pada tugas yang akan diberikan; melihat masalah-masalah yang akan diberikan; memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan. Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Adanya tidaknya motivasi dalam diri peserta didik dapat diamati dari observasi tingkah lakunya. Apabila peserta didik mempunyai motivasi, ia akan • bersungguh-sungguh menunjukkan minat, mempunyai perhatian, dan rasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar; • berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut; • Terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan. Motivasi dapat bersifat internal, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri peserta didik dan juga eksternal baik dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Berkenaan dengan prinsip motivasi ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran, yaitu: memberikan dorongan, memberikan insentif dan juga motivasi berprestasi. 2. Keaktifan Menurut pandangan psikologi anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak mengalami sendiri. Thordike mengemukakan keaktifan peserta didik dalam belajar dengan hukum "law of exercise"-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Hal ini juga sebagaimana yang dikemukakan oleh Mc.Keachie bahwa individu merupakan "manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu". Dalam proses belajar, peserta didik harus menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik yang mudah diamati maupun kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan dan sebaginya. Kegiatan psikis misalnya menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan suatu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan lain sebagainya. 3. Keterlibatan Langsung/Pengalaman Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh peserta didik, belajar adalah mengalami dan tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Edgar Dale dalam Harjosumarto, Sarbini (2003:87) mengemukakan bahwa: Belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung peserta didik tidak hanya mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat tempe yang paling baik apabila ia terlibat secara langsung dalam pembuatan, bukan hanya melihat bagaimana orang membuat tempe, apalagi hanya mendengar cerita bagaimana cara pembuatan tempe. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dalam konteks ini, peserta didik belajar sambil bekerja, karena dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, pengalaman serta dapat mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. 4. Pengulangan Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan adalah teori psikologi daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamati, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berfikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang, seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan sempurna. Dalam proses belajar, semakin sering materi pelajaran diulangi maka semakin ingat dan melekat pelajaran itu dalam diri seseorang. Mengulang besar pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya pengulangan "bahan yang belum begitu dikuasai serta mudah terlupakan" akan tetap tertanam dalam otak seseorang. Mengulang dapat secara langsung sesudah membaca, tetapi juga bahkan lebih penting adalah mempelajari kembali bahan pelajaran yang sudah dipelajari misalnya dengan membuat ringkasan. 5. Tantangan Teori medan (Field Theory) dari Kurt Lewin dalam Harjosumarto, Sarbini: (2003:90), mengemukakan bahwa: peserta didik dalam belajar berada dalam suatu medan. Dalam situasi belajar peserta didik menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan dalam mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Menurut teori ini belajar adalah berusaha mengatasi hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan. Agar pada diri anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka bahan pelajaran harus menantang. 6. Balikan dan Penguatan Prinsip belajar yang berkaiatan dengan balikan dan penguatan adalah teori belajar operant conditioning dari B.F. Skinner. Kunci dari teori ini adalah hukum effeknya Thordike, hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat, jika disertai perasaan senang atau puas dan sebaliknya bisa lenyap jika disertai perasaan tidak senang. Artinya jika suatu perbuatan itu menimbulkan efek baik, maka perbuatan itu cenderung diulangi. Sebaliknya jika perbuatan itu menimbulkan efek negatif, maka cenderung untuk ditinggalkan atau tidak diulangi lagi. Peserta didik akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapat hasil yang baik. 7. Perbedaan Individual Peserta didik merupakan makhluk individu yang unik yang mana masing-masing mempunyai perbedaan yang khas, seperti perbedaan intelegensi, minat bakat, hobi, tingkah laku maupun sikap, mereka berbeda pula dalam hal latar belakang kebudayaan, sosial, ekonomi dan keadaan orang tuanya. Guru harus memahami perbedaan peserta didik secara individu, agar dapat melayani pendidikan yang sesuai dengan perbedaannya itu. Peserta didik akan berkembang sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Setiap peserta didik juga memiliki tempo perkembangan sendiri-sendiri, maka guru dapat memberi pelajaran sesuai dengan temponya masing-masing. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar peserta didik. 4. Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship Education) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas (KBK 2004 dan Standar Isi 2006) ditegaskan bahwa : Standar isi Pendidikan Kewarganegaraan SMA/SMK/MA : a. Memahami hakekat Bangsa dan Negara kesatuan Republik Indonesia b. Menganalisis sikap positif terhadap penegakan hokum, peradilan nasional, dan tindakan anti korupsi c. Meganalisis pola-pola dan partisipasi aktif dalam pemajuan, penghormatan serta penegakan HAM baik di Indonesia maupun luar negeri d. Menganalisis peran dan hak warganegara dan system pemerintahan Negara Kesatuan Repbulik Indonesia e. Menganalisis budaya politik demokrasi, konstitusi, kedaulatan Negara, keterbukaan dan keadilan di Indonesia f. Mengevaluasi hubungan Internasional dan sistem hokum internasional g. Mengevaluasi sikap berpolitik dan bermasyarakat madani sesuai dengan pancasila dan UUD 1945 h. Mengaalisis peran Indonesia dalam politik dan hubungan Internasional, regional dan kerjasama Global lainnya i. Menganalisis sistem hokum internasional, timbulnya konflik internasional, dan mahkamah internasional. 6. Kerangka Berpikir Efektifitas dalam model pembelajaran berbasis masalah pada siswa adalah wilayah dari permasalahan yang akan dilaksanakan oleh peserta didik. Melalui model pembelajaran tipe tersebut peneliti berharap hasilnya akan maksimal. Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 7. Hipotesis Dengan demikian dapat diduga bahwa: 1. Pembelajaran dengan model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran PKn peserta didik kelas XI SMA Negeri 1 Makassar. 2. Pedekatan model Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pembelajaran efektif, aktif dan kreatif. • Indikator Keberhasilan Dalam penelitian tindakan kelas ini, Peneliti akan mengamati aktivitas peserta didik sebagai berikut: a. Peserta didik Mengajukan pertanyaan dan mengemukakan pendapat mencapai kategori tinggi dan sangat tinggi lebih dari 75% dari jumlah peserta didik. b. Motivasi dan kegairahan dalam mengikuti pembelajaran (meyelesaikan tugas mandiri atau tugas kelompok ) mencapai kategori tinggi dan sangat tinggi lebih dari 75% dari jumlah peserta didik. c. Interaksi peserta didik dalam mengikuti diskusi kelompok mencapai kategori tinggi dan sangat tinggi lebih dari 75% dari jumlah peserta didik. d. Hubungan peserta didik dengan guru selama kegiatan pembelajaran dalam menyimak materi mencapai kategori tinggi dan sangat tinggi lebih dari 75% dari jumlah peserta didik. e. Hubungan peserta didik dengan peserta didik lain selama pembelajaran mencapai kategori tinggi dan sangat tinggi lebih dari 75% dari jumlah peserta didik. f. Partisipasi peserta didik dalam pembelajaran (memperhatikan), ikut melakukan kegiatan kelompok, selalu mengikuti petunjuk guru) mencapai kategori tinggi dan sangat tinggi lebih dari 75% dari jumlah peserta didik. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting penelitian Penelitian ini merupakan pengembangan metode dan strategi pembelajaran. Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (Class Action Research) yaitu suatu penelitian yang dikembangkan bersama sama untuk peneliti dan decision maker tentang variable yang dimanipulasikan dan dapat digunakan untuk melakukan perbaikan. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Makassar, dengan jumlah peserta didik 35 orang, yang terdiri dari 15 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Penelitian dilaksanakan pada saat mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan berlangsung dengan Kompetensi Dasar Mendeskripsikan Budaya Politik. Penelitian direncanakan selama 2 (Dua) bulan dimulai pada bulan juli sampai dengan pertengahan bulan September 2013. Prosedur penelitian terdiri dari 4 tahap, yakni perencanaan, melakukan tindakan, observasi,dan evaluasi serta Refleksi dalam tahap siklus dan akan berulang kembali pada siklus-siklus berikutnya. Aspek yang diamati dalam setiap siklusnya adalah kegiatan atau aktifitas peserta didik saat mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan pendekatan Problem Based Learning (pembelajaran berbasis masalah) untuk melihat perubahan tingkah laku peserta didik, untuk mengetahui tingkat kemajuan belajarnya yang akan berpengaruh terhadap hasil belajar. Data yang diambil adalah data kuantitatif dari hasil tes, nilai tugas serta data kualitatif yang menggambarkan keaktifan peserta didik, antusias peserta didik, partisipasi dan kerjasama dalam diskusi, kemampuan atau keberanian peserta didik dalam melaporkan hasil. Instrument yang dipakai berbentuk : soal tes, observasi, catatan lapangan. Data yang terkumpul dianalisis untuk mengukur indikator keberhasilan yang sudah dirumuskan. 3.2 Rencana Tindakan Dalam Penelitian ini Peneliti merencanakan tindakan sebagai berikut: 1. Melakukan Observasi awal 2. Membuat atau Menyiapkan Perangkat Pembelajaran 3. Mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan model pembelajaran berbasis Masalah. 3.3 Pelaksanaan Tindakan Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Adapun rencana tindakan yang peneliti buat adalah sebagai berikut: 1. Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3. Membimbing penyelidikan individual dan kelompok Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya. 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu berbagai tugas dengan temannya. 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan. 3.4 Evaluasi Pada tahapan ini peneliti akan melakukan evaluasi terhadap segala persiapan tindakan dan pelaksanaan tindakan. Serta peneliti akan melakukan evaluasi terhadap nilai yang diperoleh Peserta Didik. Apabila pada siklus I model pembelajaran tipe Pembelajaran Berbasis Masalah kurang maksimal maka akan dilanjutkan pada pertemuan berikutnya dengan Siklus II dan tentunya model tersebut akan peneliti perbaiki dengan cara penyajian materi yang lebih kreatif. Penilaian pada siklus I dan Siklus II terhadap peserta didik tentunya akan berdasarkan pada indikator keberhasilan sehingga peneliti dapat membandingkan perbedaan capaian antara pertemuan pertama dan pertemua ke dua (Siklus I dan Siklus II). 3.5 Refleksi Pada tahap ini peneliti melakukan tinjauan, apakah ada tahapan baik dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan pada siklus I maupun siklus II. Apabila ada tahapan yang dianggap perlu untuk ditambahkan, maka peneliti akan segera melakukannya. 3.6 Siklus Penelitian Siklus I A. Perencanaan • Identifikasi masalah dan penetapan alternative pemecahan masalah. • Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar mengajar. • Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. • Memilih bahan pelajaran yang sesuai • Menentukan scenario pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan pembelajaran berbasis masalah. (PBL). • Mempersiapkan sumber, bahan, dan alat Bantu yang dibutuhkan. • Menyusun lembar kerja peserta didik • Mengembangkan format evaluasi • Mengembangkan format observasi pembelajaran. a. Tindakan • Menerapkan tindakan yang mengacu pada skenario pembelajaran. • Peserta didik membaca materi yang terdapat pada buku sumber. • Peserta didik mendengarkan penjelasan guru tentang materi yang terdapat pada buku sumber. • Peserta didik mendengarkan penjelasan guru tentang materi yang dipelajari. • Peserta didik berdiskusi membahas masalah (kasus) yang sudah dipersiapkan oleh guru. • Masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusi. • Peserta didik mengerjakan lembar kerja peserta didik (LKS). b. Pengamatan • Melakukan observasi dengan memakai format observasi yang sudah disiapkan yaitu dengan alat perekam, catatan untuk mengumpulkan data. • Menlai hasil tindakan dengan menggunakan format lembar kerja peserta didik (LKS). c. Refleksi • Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan meliputi evaluasai mutu, jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan. • Melakukan pertemuan untuk membahas hasil evalusi tentang skenario pembelajaran dan lembar kerja peserta didik. • Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi, untuk digunakan pada siklus berikutnya. Siklus II a. Perencanaan • Identifikasi masalah yang muncul pada siklus I dan belum teratasi dan penetapan alternative pemecahan masalah. • Menentukan indikator pencapaian hasil belajar. • Pengembangan program tindakan II. b. Tindakan Pelaksanaan program tindakan II yang mengacu pada identifikasi masalah yang muncul pada siklus I, sesuai dengan alternative pemecahan maslah yang sudah ditentukan, antara lain melalui: a. Guru melakukan appersepsi. b. Peserta didik yang diperkenalkan dengan materi yang akan dibahas dan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran. c. Peserta didik mengamati gambar-gambar / foto-foto yang sesuai dengan materi. d. Peserta didik bertanya jawab tentang gambar / foto. e. Peserta didik mengumpulkan bacaaan dari berbagai sumber, melakukan diskusi kelompok belajar, memahami materi dan menulis hasil diskusi untuk dilaporkan. f. Presentasi hasil diskusi. g. Peserta didik menyelesaikan tugas pada lembar kerja peserta didik. c. Pengamatan (Observasi) • Melakukan observasi sesuai dengan format yang sudah disiapkan dan mencatat semua hal-hal yang diperlukan yang terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung. • Menilai hasil tindakan sesuai dengan format yang sudah dikembangkan. d. Refleksi • Melakukan evaluasi terhadap tindakan pada siklus II berdasarkan data yang terkumpul. • Membahas hasil evaluasi tentang scenario pembelajaran pada siklus II. • Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai dengan hasil evaluasi untuk digunakan pada siklus III Evaluasi tindakan II Indikator keberhasilan yang dicapai pada siklus ini diharapkan mengalami kemajuan minimal 10% dari siklus I. Belajar PKn serasa lebih menyenangkan, meningkatkan motivasi / minat peserta didik, kerjasama dan partisipasi peserta didik semakin meningkat. 3.7 Teknik pengumpulan Data Pengumpulan data menggunakan lembar observasi untuk mengamati indikator keberhasilan yang telah ditentukan. Salah satunya adalah penilaian terhadap penguasaan materi yang didiskusikan. Adapun criteria nilai penguasaan materi dapat dilihat pada tabel berikut. Table 1. Kriteria nilai penguasaan materi No NIlai Kriteria 1 < 5,9 Kurang 2 6,0 – 7,50 Sedang 3 7,51 – 8,99 Baik 4 9,00 – 10 Baik Sekali Table 2. Kriteria aktivitas peserta didik yang relevan No NIlai Kriteria 1 < 50 Kurang 2 60 – 69 Sedang 3 70 – 89 Baik 4 90 – 100 Baik Sekali 3.8 Analisa Data Data yang diperoleh dianalisa secara kuantitatif dan hasilnya dijadikan sebagai bahan penyusunan rencana tindakan berikutnya. Analisa data dilakukan setiap selesai 1 kali pertemuan dan setiap akhir Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. 3.9 Intrumen Penelitian Adapun instrument yang akan dipakai oleh peneliti saat melakukan penelitian guna mendapatkan hasil yang maksimal adalah sebagai berikut: Tabel 3: Indikator Keberhasilan No. Indikator Ketercapaian Siklus I Siklus II 1 Keberanian peserta didik dalam bertanya dan mengemukakan pendapat 2 Motivasi dan kegairahan dalam mengikuti pembelajaran (meyelesaikan tugas mandiri atau tugas kelompok ) 3 Interaksi peserta didik dalam mengikuti diskusi kelompok 4 Hubungan peserta didik dengan guru selama kegiatan pembelajaran 5 Hubungan peserta didik dengan peserta didik lain selama pembelajaran ( Dalam kerja kelompok) 6 Partisipasi peserta didik dalam pembelajaran (memperhatikan), ikut melakukan kegiatan kelompok, selalu mengikuti petunjuk guru). Rata-Rata Table 4. Data Aktivitas Peserta didik yang kurang relevan dengan pembelajaran. No Indikator Ketercapaian Siklus I Siklus II 1 Tidak memperhatikan penjelasan guru 2 Mengobrol dengan teman 3 Mengerjakan tugas lain Rata – rata 1 DAFTAR PUSTAKA. A.M, Sardiman, 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Depdiknas, 2005. Pendidikan Kewarganegaraan, Kurikulum dan Silabus Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Depdiknas. Harjosumarto, Sarbini, 2003. Karakteristik peserta didik, teori belajar dan teori Pembelajaran, Jakarta: Dirjen Pendidikan dasar dan Menengah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas (KBK 2004 dan Standar Isi 2006) dansite.wordpress/2009/03/28/pengertian-efektifitas/ massofa.wordpress/2013/05/27/model-pembelajaran-berbasis-masalah- problem-based-learning/ id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran
Posted on: Sat, 20 Jul 2013 20:01:13 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015