BERBAGI PENGALAMAN : Aku lahir dalam keluarga Katholik yang taat - TopicsExpress



          

BERBAGI PENGALAMAN : Aku lahir dalam keluarga Katholik yang taat di Surabaya. Nama asliku HAN HOO LIE, tapi biasa dipanggil Irene. Sejak kecil, aku sudah mendalami agama, ya ketika SD hingga SMP, aku les privat agama di biara. Karena sering bergaul dengan para suster di biara, maka dalam diriku timbul keinginan menjadi seorang suster (biarawati). Dalam pandnganku, karena alangkah suci dan mulianya seorang biarawati yang mengabdikan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Dengan kesederhanaan, tapi penuh kasih sayang membimbing orang-orang ke arah iman Yesus Kristus. Maka, untuk mewujudkan cita-citaku, aku aktif dalam kegiatan gereja sehingga aku sejak kelas I SMA sudah terpilih sebagai Ketua Presidium Yunir Ligio Maria, yakni organisasi yang bergerak di bidang karya, kerasulan dan doa. Begitu tamat SMU, aku langsung masuk sekolah susteran di Bandung. Selama menempuh pendidikan di sekolah biarawati, selain mengikuti kuliah, aku bersama seorang teman diberi tugas khusus untuk kuliah di Institut Filsafat dan Theologia Bandung. Tidak tahu mengapa aku diberi tugas itu, yang kuakui baha di antara teman-teman di biara, akulah yang paling kritis bila ada sesuatu yang menurut logika tidak pas, selalu kutanyakan. Salah satunya yang pernah kutanyakan adalah masalah trinitas (Tuhan Bapak, Tuhan Anak dan Roh Kudus). Juga status Yesus sebagai Tuhan, kalau Yesus itu Tuhan, kenapa tatkala disalib ia memanggil-manggil, “Eli..Eli..lama sabakhtani ?” (Markus 15 ayat 33). Dari jawaban-jawaban yang diberikan, semuanya tidak memuaskanku. Jika aku ingin bertanya lagi, mereka selalu memotong, “Jangan dipertanyakan lagi, yang penting kamu imani dan yakini dalam hati. Itu sudah cukup”. Akhirnya aku diam, meski belum puas. Karena di Institut Filsafat dan Theologia ada mata kuliah studi perbandingan agama, maka aku mempelajari agama-agama yang ada, termasuk Islam. Sejak itu, aku mulai membandingkan antara Islam dengan Katholik. Tidak terhitung jumlah buku-buku Islam yang kubaca, tetapi semua buku itu karangan orang-orang di luar Islam. Entah mengapa, ada larangan buku-buku Islam yang ditulis orang Islam masuk ke perpustakaan. Untungnya, sejak berangkat dari Surabaya aku sudah membawa Al-Qur’an dan terjemahannya (penerbit Departemen Agama RI). Terjemahan Al-Qur’an itulah yang kemudian kupelajari secara sembunyi-sembunyi di biara. Belum banyak kubaca (pelajari), tiba-tiba aku menemukan surat Al-Ikhlas. Secara tidak sadar setelah membaca surat Al-Ikhlas, hatiku mengakui, inilah konsep ketuhanan yang sempurna, sederhana tapi gamblang. Pengakuan akan kesempurnaan konsep ketuhanan ini hanya mengendap dalam fikiranku. Aku terus mempelajari Al-Qur’an hingga kutemukan surat Al-Hujurat ayat 13. Apa yang tertangkap fikiranku pada waktu aku membaca surat Al-Hujurat ayat 13 ?. Yaitu, Al-Qur’an ini mengada-ada, mana mungkin orang seluruh dunia disuruh saling berkenalan ?. Tetapi anehnya, fikiranku justru terangsang oleh ayat tersebut. Aku ingin tahu, apa maksudnya. Aku berdialog dengan diri sendiri untuk mencari jawabannya. Aku renungkan, bukankah ayat itu menunjukkan bahwa Islam itu universal, berlaku untuk semua bansa dan suku ?. Berbagai pertanyaan timbul dalam benakku, siapakah pengarang Al-Qur’an itu, dan sudah beberapa kali mengalami penyempurnaan ?. Pertanyaan ini timbul karena kitab-kitab suci yang lain sudah mengalami penyempurnaan demi penyempurnaan dari masa ke masa. Lalau, mengapa kitab suci ini diberi nama Al-Qur’an ?. Betapa terkejut, aku setelah membaca buku bahwa Al-Qur’an itu tidak pernah mengalami penyempurnaan. Demikian pula namanya bukan hasil pemberian seseorang sebagaimana nama-nama Injil yang diambil dari penulisnya. Al-Qur’an ternyata wahyu langsung dari Allah, dan Allah pula yang memberi nama kitab itu Al-Qur’an. Aku mulai yakin akan kebenaran Islam, bahwa Islam bukan agama buatan manusia yang bernama Muhammad sebagaimana ditanamkan kepadaku sejak kecil. Islam adalah agama ciptaan Allah. Namun sampai sejauh itu, aku masih belum mau berikrar menajdi seorang muslim, karena masih ada perasaan gengsi dala diriku. Dalam dogma sejak kecil yang kuterima adalah umat Islam itu bodoh, miskin, kumuh dan galak. Tetapi agaknya Tuhan mempunyai ketentuan lain di mana dalam suatu perjalanan ke Bandung, aku mengalami kecelakaan. Karena kecelakaan itu, mau tidak mau aku harus cuti dari biara, pulang ke Surabaya. Setelah sembuh, aku kuliah di Jakarta jurusan sosial kemasyarakatan. Aku tidak berniat lagi kembali ke biara karena merasa biara bukan tempatku. Secara kebetulan, pada suatu malam aku bermimpi yang sama beberapa kali, dimana dalam mimpi itu seolah-olah teman-teman di biara berbaris ke suatu arah, sedang aku berbaris ke arah yang berlawanan. Mimpi itu berlangsung sampai beberapa hari, dan ditambah lagi di dalam mimpi itu ada suara yang seakan-akan membisikkan bahwa umurku tinggal 40 hari lagi. Pada hari berikutnya, suara itu membisikkan umurku tinggal 39 hari lagi. Setiap hari selalu berkurang satu hari. Begitu seterusnya. Aku bertanya dalam hati, apakah ini suatu kebetulan atau firasat tertentu ?. Orang tuaku bingung ketika kuceriterakan mimpiku itu. Akhirnya, aku berfikir praktis saja, apakah artinya sebuah mimpi. Toh aku masih hidup meski umurku telah berakhir menurut mimpi itu. Akan tetapi ada satu hal yang tidak bisa kuingkari adalah suara hatiku sendiri. Suara hati ini selalu membisikkan, “Kalau memang kau mengakui kebenaran Islam, mengapa kamu tidak berani dan tidak mampu memeluk agama Islam ?. Apakah selamanya kamu akan mendustai nati nuranimu sendiri ?. Apakah kamu akan terus berada di persimpangan jalan”. Lama-lama aku tak kuat lagi membohongi hati nuraniku, tepatnya 11 tahun yang lalu aku berikrar menjadi seorang muslim di Masjid Al-Falah, Surabaya. Kini, sampai mati pun aku ingin tetap sebagai muslim, meski rintangan menghadang jalanku. (SK 25062013)
Posted on: Tue, 25 Jun 2013 00:46:35 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015