BERBICARA Mamasa, tidak dapat dipisahkan dengan tiga tungkuh, - TopicsExpress



          

BERBICARA Mamasa, tidak dapat dipisahkan dengan tiga tungkuh, yaitu peran Adat, Gereja dan Pemerintahan. GEREJA TORAJA MAMASA Sejarah terbentuknya Kabupaten Mamasa menjadi sebuah pemerintahan yg sah, melalui sebuah proses panjang yg di dalamnya melibatkan perjuangan adat dan peran gereja. Melalui lembaga adat dan gereja inilah, diawali pemerintahan, pembinaan moral dan mental dan mulai terbangunnya pembangunan Sumber Daya Manusia di Mamasa. Melalui adat dan ajaran kristen, muncul ide, pemikiran untuk maju. Mereka penuh perjuangan, pengorbanan dan juga penderitaan yg melibatkan masyarakat adat dan gereja. Oleh sebab itu, peran Gereja dan masyarakat adat, tdk bisa dipisahkan begitu saja dengan sistem pemerintahan yg ada sekarang. Kebetulan dalam waktu dekat ini yaitu pada tanggal 2 Oktober 2013, Warga Mamasa akan memperingati 100 tahun injil masuk Mamasa. Ini momentum yg tepat untuk menoleh sedikit ke belakang, atau melihat napak tilas, perjalanan Mamasa menjadi sebuah wilayah pemerintahan otonom serta melihat seperti apa peran gereja dalam proses terbentuknya sebuah wilayah pemerintahan Kabupaten Mamasa. Jika kita belajar dari sejarah terbentuknya sebuah wilayah pemerintahan di Indonesia, Maka cikal bakal terbetuknya Pemerintahan di Mamasa, sebenarnya sdh ada sejak ratusan tahun yg silam, yaitu melalui sebuah pemerintahan adat yg dikenal dgn nama pemerintahan adat PITU ULUNNA SALU KARUA BA’BANA BINAGA/MINANGA. Wkt itu, wilayah pemerintahan adat diberi nama KONDOSAPATA. Dengan perpegang kisah/narasi atau cerita fiksi yg ditinggalkan orang tua atau para leluhur, kita bisa simpulkan bahwa pemerintahan adat waktu itu, justru berjalan cukup dinamis, kuat dan solid karena mereka memegang teguh prinsif-prinsif hidup yg bermartabat, falsafah hidup yg kuat, norma, etika serta aturan-aturan tdk tertulis yg dihormati dan dipatuhi bersama. Mereka menjalankan Tatakelolah pemerintahan adat yg kuat dan kokoh, dalam menjalankan pemerintahan adat, kepala-kepala adat membagi tugas dan fungsi yg berbeda, tapi punya tujuan yg sama dalam wilayah kesatuan adat Kondosapata. Mereka menganut asas mufakat yg positif yg dikenal dengan “ADA’ TUO” dan prinsip hidup saling menolong, bergotong royong yg mereka abadikan dalam motto “MESA KADA DIPOTUO PANTAN KADA DIPOMATE”, yg berarti bersatu kita teguh, bercerai kita mati, serta saling menghormati, saling mengasihi, saling mendukung dan saling peduli, yg dipatenkan dalam istilah “Sitayuk, sikamase, sirande maya-maya”. Mererka juga menjalankan ritual keagamaan dengan sepenuh hati, sungguh-sungguh (mepaeran) untuk memelihara hati nurani mereka, sbg penginkat dan penguat rasa keadilan yg terbina melalui terbentuknya mentalitas, moralitas yg kuat dan mengangkat harkat martabat serta tata kehidupan sosial yg sangat menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban dan derajat kemanusiaan. BELANDA BAWA INJIL MASUK KE MAMASA Pada tagl 25 Mei 1907, ketika Belanda mulai masuk Mamasa dan membentuk pemerintahan yg jauh lebih moderen dan kuat. Belanda mulai mengambil peran lebih besar dari pemerintahan adat yang ada saat itu. Berbekal pengetahuan yang lebih maju dan moderen serta didukung kekuatan militer yg mereka miliki, warga Mamasapun mulai taat kepada aturan hukum dan sistem administrasi pemerintahan yg dibawa Belanda masuk ke Mamasa. Rakyat Mamasa menerima Pemerintah Belanda sebagai pemerintahan yg resmi dan sah waktu itu. Untuk lebih memudahkan mengatur pemerintahannya, Belanda membagi Mamasa dalam tiga wilayah, yaitu : HULF BESTUUR AMTENAR MAMBI, meliputi, 6 Distrik (kecamatan)yakni Tabulahan, Aralle, Mambie, Bambang, Rantebulahan, Matangnga yg ber ibu kota di MAMBI. Selanjutnya HULF BERTUUR AMTENAR MAMASA, meliputi 7 distrik, yaitu distrik Messawa, Tabone, Malabo, Osango, Rambusaratu (Mamasa), Tawalian, Orobua dengan ibu kota di MAMASA. Serta terakhir, HULF BESTUUR AMTENAR PANA’ meliputi 4 Distrik, yaitu Nosu, Pana’, Ulusalu dan Tabang, dgn ibu kota di PANA’ Dalam menjalankan roda pemerintahan dan kekuasaanya, Salah satu lembaga Gereja Negara yaitu INDISCHE KERK mengirim tokoh-tokoh gereja kristen protestan ke Mamasa. Awalnya mereka bertugas membina mental spiritual dan aklak pejabat pemerintahan dan stafnya. Namun dalam proses itu, para Pekabar Injil (PI) itu juga melakukan pembinaan dan pengembangan agama KRISTEN PROTESTAN terhadap masyarakat lokal di Mamasa. Kendati ada masyarakat yg menentang ajaran Kristen, tapi banyak yg menerima karena milhat niat baik para pekabar injil dari Negeri Belanda itu untuk memajukan masyarakat Mamasa melalui pendidikan dan spiritual kekristenan. Terlepas dari tujuan dagang atau tujuan politis Belanda untuk “MENGKRISTENKAN” warga Mamasa wkt itu, Belanda terus membangun kekuatan dan menata kehidupan masyarakat dengan melakukan pendekatan rohani yg rasional, masuk akal dan tdk bertentangan nilai2 etika budaya dan adat yg ada. Salah satunya BELANDA mencoba membuka wawasan masyarakat melalui jalur pendidikan dan agama. Mereka membuka VOLKSCHOOL (Sekolah Rakyat) dan mendatangkan guru dari Ambon dan Manado. Para penginjil dari Nederland Belanda pun terus berdatangan. Bahkan mereka juga memberdayakan masyarakat lokal Mamasa yg sdh dilatih dan didoktrin untuk menjadi guru sekolah dan guru injil atau guru jemaat. Guru-guru sekolah ini juga sekaligus sebagai Petugas Pekabaran Injil (guru jemaat). Pekabaran Injil kadang dimuali dari sekolah rakyat yg dibangun para misionaris atau Zendeling Belanda. Dari situlah para pekabar injil Belanda mulai mengajak warga Mamasa mengenal Agama Kristen lebih dalam. TGL 2 OKTOBER 1913 PEMBABTISAN MASSAL Inilah titik awal warga Mamasa sesungguhnya mulai mengenal agama kristen. Pada saat itulah org Mamasa mulai keluar dari ajaran agama “aluk todolo, tomalillin, to umpande dewata” dll. Mereka tdk lagi menyembah pohon (berhala) dan keluar dari ajaran kegelapan tempo dulu, menuju ajaran yang “terang” yaitu ajaran yg mengenal Allah Bapa melalui Perantara Roh dan Yesus Kristus. Setelah orang Mamasa mulai mengenal agama Kristen, puncaknya, warga Mamasa mau dibaptis secara massal di Tawalian pada tanggal 2 Oktober 1913, satu abad yg silam. Tidak kurang dari seribu org masuk kristen dan mau dibabtis secara massal. Itulah yg menjadi tonggak sejarah penting agama Kristen di Mamasa. Kemudian oleh umat kristen di Mamasa ditetapkan sebagai Hari Peringan Pekabaran Injil atau Hari Masuknya Injil di BUMI KONDOSAPATA. Para kepala Pemerintahan Adat pun, yg bergelar “Parengnge” ikut dibaptis, seperti Parengnge’ Mamasa, Parengnge Orobua dan Parengnge Osango. Ketiganya bersedia dan mau dibaptis menjadi pengikut KRISTUS dan bersedia meninggalkan ajaran “aluk todolo” yg sebelumnya mereka yakini sebagai agama kepercayaannya. Orang yg melakukan baptisan massal itu adalah Pdt. R.W.F KIJFTENBELT Yg diutus oleh gereja negara Belanda INDISCHE KERK. ZCGK GANTIKAN INDISCHE KERK Dalam riwayat pembinaan umat kristen di Mamasa, ternyata Indische Kerk tdk melakukan pembinaan berkelanjutan, mereka hanya berjasa “MENGKRISTENKAN” org Mamasa melalui BAPTISAN MASSAL karena mereka hanya lembaga gereja NEGARA pemerintah Belanda yg bertugas membina mental pejabat pemerintah Belanda dan stafnya. Maka waktu itu, banyak warga Mamasa yg sdh dibatis, akhirnya kembali ke ajaran ALUK TO DOLO (aluk mappurondo) atau ALUK TOMALILLIN.. Melihat kondisi ini, pada tahun 1928, salah satu lembaga gereja besar di negeri Belanda, yaitu ZCGK ( Zending Van de Christelijk Gereformeerde Kerken) mengutus para pekabar injil dari negeri Belanda ke Mamasa untuk melakukan pembinaan dan penginjilan. Dua org yg sangat terkanal dan begitu familiar namanya di telinga org Mamasa sampai sekarang, yaitu Pedeta (DS) A Bikker dan Pdt (DS) M Geylense. Mereka dengan penuh sukacita melakukan pelayanan dan penginjilan, bukan saja di wilayah Mamasa dan sekitarnya, tapi sampai ke wilayah Pitu Ulunna Salu (tanda rokko) dan wilayah Tandasau’ dan wilayah Tandalangan. Kedua penginjil (Zendeling) asal Belanda ini, sangat disukai dan dicintai Masyarakat Kondosapata, karena mampu beradabtasi dengan budaya dan kebiasaan adat di Bumi Kondosapata. Mereka mensponsori pembangunan sekolah rakyat (volschool), gereja, rumah pastori, bahkan membangun Rumah Sakit Banua Mamasa di Mamasa yg masih abadi sampai sekarang. Gereja pertama yg dibangun di di Mamasa yaitu Gereja Tawalian di Tawalian (gereja tertua di Mamasa, dibangun tgl 16 Januari 1929), disusul pembangunan gereja kedua di Mamasa kota, yaitu Gereja Batu. Gereja ini dibangun pada tgl 31 Juli 1937 Selanjutnya pembangungan Gereja Minake (Tanduk Kalua) dan sejumlah sarana rumah pastori bahkan membangun satu2nya rumah sakit di Mamasa, yaitu Rumah Sakit Banua Mamasa. Kedua pendeta asal Belanda ini menunjukkan loyalitas dan totalitas yg tinggi dalam pelayanan gereja, pendidikan dan kesehatan. Keduanya membagi tugas dalam melakukan pelayanan dan pembinaan umat kristen. Pendeta A Bikker ke wilayah Tandasau dan Tandalangan, sementara Pendeta M Geylense lebih banyak melakukan pelayanan penginjilan ke wilayah Pitu Ulunna Salu (Tandarokko). Keduanya mampu mencetak guru jumaat dan juga guru sekolah sehingga pendidikan dan agama Kristen Protestan cukup berkembang pesat dan menjadi agama Mayoritas dan Mandiri di Mamasa sampai saat ini. Bahkan wilayah PUS sampai saat ini paling banyak melahirkan hamba-hamba Tuhan yg kini mengabdi dan menyebar di 66 Klasis di bawah GTM. MASA PERALIHAN RIS KE NKRI PADA saat Indonesia beralih dari pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS) Menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tahun 1950-an, situasi politik wkt itu berada pada titik nadir yg sangat memprihatinkan. Indonesia berada pada situasi politik yg sulit dan tidak menentu, pemerintahan transisi yang sangat kacau. Pemerintahan Belanda pun saat itu siap-siap angkat kaki dari Indonesia, termasuk para penginjil yg ada di Mamasa. Waktu itu secara de facto pemerintah Belanda harus menyerahkan pemerintahannya kepada pemerintah Indonesia yg sah. Dalam kondisi transisi seperti ini, situasi politik di Indonesia, termasuk di Mamasa agak labil dan memanas bahkan bergejolak. Banyak sekali organisasi yg bermunculan ingin menguasai dan mengambil alih kekuasaan negara. Seperti PERMESTA, PKI, DARUL ISLAM (DI) dll. Selain Partai Komunis Indonesia (PKI), Salah satu yg mencoba membentuk kekuasaan dan mengambentuk pemerintahan wkt itu adalah DARUL ISLAM atau NEGARA ISLAM INDONESIA (NII) yg dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dari Jawa Barat. Mereka berencana membentuk negara islam yg dasar hukumnya menggunakan “syariah islam” untuk melancarkan politik ini, DI dilengkap dengan kekuatan militer bersenjata, yaitu militer RIS yg membelot karena tidak memenuhi syarat diangkat menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Mereka menamakan dirinya pasukan DI-TII (Darul Islam-Tentara Islam Indonesia). Khusus di wialayah Sulawesi Selatan DI TII di bawah komando Kahar Muzakkar yg juga membelot karena tuntutannya agar Kesatuan Gerylia Sulawesi Selatan yg dipimpinnya semuanya diangkat mejadi anggota TNI, ternyata tdk bisa dipenuhi. Lalu Kahar Muzakkar melarikan diri masuk hutan membawa sejumlah pasukan dan persenjataan. Mereka menamakan diri pasukan DI-TII di bawah Pimpinan SM Kartosoewirjo. Pemerintah Indonesia mencoba memberikan perlindungan kepada rakyat, termasuk di wilayah Polewali, Pasukan Batalion 710 menugaskan Komandan Pasukan Batalion Andi Selle untuk melindungi Masyarakat Mamasa dari intimidasi pasukan DI TII pimpinan Kahar Muzakkar, tapi justru pasukan ini ikut membelot bersama Kahar Muzakkar karena sebahagian besar pasukannya tdk bisa diangkat jadi anggota TNI karena tdk memenuhi syarat. Itulah sebabnya sebahagian besar dari kesatuan Batalion 710 pimpian Andi Selle ikut bergabung menjadi pasukan DI TII melarikan diri ke hutan termasuk ke pedalaman pegunungan Warles Mamasa. Di Mamasa wakt itu sangat terkenal gerombolan pasukan Jepang yg kadang juga dianggap pasukan 710 yg sangat kejam dan paling ditakuti. Justru org Mamasa tdk terlalu mengenal Pasukan DI-TII di bawah pimpinan Kahar Muzakkar. Pasukan DI-TII kadang dikenal sebagai pasukan 710, betul-betul berlaku sangat kejam terhadap umat kristen di Mamasa. Mereka menangkap tokoh-tokoh Agama Kristen dan ditawan dan diasingkan ke Mamuju, termasuk DS A Bikker dan DS M Geylense, serta sejumlah guru jemaat dan tokoh gereja di asingkan ke wilayah Mamuju. Sejumlah Perkampungan di Mamasa dihancurkan, rumah-rumah adat yg berukir, lumbung (alang) dibakar, hewan ternak mereka dibantai, seperti kerbau dan babi piaraan mereka dibantai.. Rakyat Mamasa waktu itu betul-betul ketakutan dan trauma. Mereka memilih lari dan mengungsi dan bersembunyi di gua di hutan-hutan. Itulah sebanya banyak org Mamasa yg lahir di hutan, di gua persembunyian mereka. Tapi ada juga yg menyedihkan karena harus meninggal dunia di hutan atau di gua persembunyian mereka karena sdh tua, sakit dan menderita kelaparan. Ini betul-betul perlakuan yg sangat kejam dan boleh disebut kekejaman terhadap kemanusiaan. Mereka yg menjadi korban termasuk dua org pendeta gugur bersama 150 org warga jemaat yg dibantai oleh pasukan yg mereka sebut pasukan 710. Kedua pendeta yg layak diberi tanda jasa pahlawan injil itu, yaitu Pdt. Sem Bombong (org pertama di Mamasa dibaptis masuk kristen) dan Pdt J Tupalangi, turut menjadi korban dalam kejahatan kemanusiaan itu. Tidak hanya sampai di situ penderitaan yg dialami umat kristen waktu itu di Mamasa. Di Ruas jalan poros Polewali Mamasa yg rusak parah seperti sekarang, juga menjadi angker dan sangat menakutkan, banyak gerombolan bersenjata melakukan penghadangan, perampokan dan pembunuhan. Pada tahun 1965 setelah Andi Selle dan Kahar Muzakkar tertangkap oleh Pasukan TNI karena dianggap pemerintah Indonesia sebagai pemberontak dan melawan pemerintahan yg sah, warga Mamasa yg mengungsi ke hutan mulai berangsur-angsur kembali ke perkampungan dan secara perlahan mulai membangun kembali rumahnya yg di bakar gerombolan DI TII. Para pekabar Injil yg ditawan dibebaskan pemerintah Indonesia dan di bawa ke Makassar untuk dilindungi. Situasi kemanan di Mamasa berangsur-angsur pulih kembali. Sebahagian penginjil kembali ke negaranya di Belanda sebahagian kembali ke Mamasa melanjutkan misinya sebagai pendeta atau sebagai guru sekolah dan guru jemaat. GTM MENJADI GEREJA MANDIRI Nama-nama seperti Pdt. R.W.F KIJFTENBELT, Ds A Bikker, Ds M Geylense, Pdt Sem Bombong, Pdt J Tupalangi, dan sejumlah Pekabar Injil dari Belanda, Ambon dan Manado, telah mencatatkan namanya dengan tinta emas di wilayah KONDOSAPATA’ perjuangan mereka untuk mengkristenkan Mamasa kemudian mempertahankannya dalam masa pergolakan, tdklah sia-sia. Bahkan gereja yg mereka perjuangkan dengan mempertaruhkan nyawa dan air mata, kini berkembang pesat menjadi salah satu gereja besar di Indonesia, yaitu Gereja Toraja Mamasa (GTM) dan kini menjadi salah satu anggota Persekutuan Gereja Gereja di Indonesia (PGI) yg diakui pemerintah Indonesia. Tanda-tanda bahwa perjuangan misionaris atau zendeling dari Belanda ini akan berhasil sejak berdirinya Klasis Lembang Mamasa dan Tandalangngan tahun 1935 diikuti sejumlah pembangunan gereja di Mamasa, Malabo, Sumarorong dan daerah lain di Kondosapata. Puncaknya pada tgl 14-17 Juni Tahun 1947, digelar Sidang Sinode Am yg pertama di Minake Malabo kecamatan Tanduk Kalua. Dalam SSA ini resmi beridiri Gereja Toraja bagian Barat. Yaitu GEREJA TORAJA MAMASA (GTM). Melalui organisasi ini pengambangan dan pelayanan penginjilan yg ditinggalkan indische kerk danZending, terus berkembang pesat. Ini dilihat dari wilayah pelayanan, jumlah klasis, jumlah jemaat, jumlah pendeta dan jumlah anggota Jemaat. SampaiSSA yg ke 18, jumlah klasis yg berada di bawa denominasi GTM sdh mencapai 66 klasis menyebar dari pegunungan (pedalaman) Mamasa, sampai ke pesisir pantai, Mamuju, Polewali, Parepare-Pinrang, Makassar bahkan punya Jemaat dan calon klasis di Jakarta. Sampai saat ini di GTM tercatat sdh 500 lebih jemaat, teridiri 448 jemaat dan 78 cabang kebaktian dgn jumlah anggotanya diperkirakan mencapai 150 ribu org. Sementara jumlah hamba Tuhan yg bekerja untuk melanjutkan misi pekabaran Injil, sebanyak 149 org pendeta. Inilah kisah perjalanan panjang masuknya Injil di Bumi Kondosapata Mamasa. Pada tanggal 2 Oktober 2013 akan datangn adalah sebuah momentum yg harus dirayakan seluruh anggota GTM karena genap 100 tahun masuknya Injil ke Mamasa. Pemerintah yg baru terpilih dalam Pilkada tgl 6 Juni 2013 bertepatan dengan tahun peringatan 100 tahun injil masuk Mamasa, harus memberi dukungan dan suport, kalau perlu dijadikan ajang pesta rakyat yg paling meriah di Mamasa. Inilah momentum kebangkitan rakyat Mamasa untuk lebih menghayati agama sebagai dasar pembangunan moral demi pembangunan menuju kemajuan dan kesejahteraan Mamasa. Sdh saatnya di tengah kota Mamasa, dibangun Monument atau tuguh peringatan masuknya Injil di Bumi Kondosapata. Selain bisa menjadi peringatan untuk menjaga nilai2 agama kristen di Mamasa, tuguh itu bisa menjadi Ikon atau simbol perlawanan terhadap ketidakadilan, termasuk memberantas korupsi dan ketidakadilan di Bumi Kondosapata. Tuguh atau Monumen bersejarah itu, juga bisa jadi objek wisata org Kristen di dunia, terutama misionaris asal BELANDA. Peringatan 100 tahun Injil Masuk Mamasa, juga bisa sebagai kebangkitan kembali uamt kristen untuk membangun kembali kekuatan dan kebersamaan yg mulai terkoyak akibat situasi perpolitikan di Mamasa.***
Posted on: Tue, 16 Jul 2013 13:12:18 +0000

Trending Topics



E - F O U N D A T I O
my frnd asked me arey kanipinchina prathi ammai ki try

Recently Viewed Topics




© 2015