Bahasa Biak digunakan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat Biak - TopicsExpress



          

Bahasa Biak digunakan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat Biak adalah Bahasa Indonesia. Bahasa asli digunakan penduduk asli hanya dibedakan oleh dialek bahasa seperti Samber, Swapodibo, Wadibu, Sopen, Mandender, Wombonda, Urmbor, Sawias dan dialek Doreri. Walaupun mereka mengngunakan satu bahasa yang sama juga, terdapat perbedaan dialek antara penduduk pada satu daerah dengan daerah yang lainnya. Namun, secara prinsip dialek-dialek yang berbeda itu tidak menghalangi mereka untuk saling mengerti satu sama yang lain. Di Kepulauan Biak-Numfor sendiri terdapat sepuluh dialek sedangkan di daerah-daerah migrasi atau perantauan terdapat tiga dialek Secara linguistik, bahasa Biak adalah salah satu bahasa di Papua yang dikategorikan dalam keluarga bahasa Austronesia (Muller 1876-1888; Wurm & Hattori 1982) dan khususnya termasuk pada subgrup South-Halmahera-West New Guinea (Blust 1978). Oleh karena bahasa tersebut digunakan oleh para migran Biak di daerah-daerah perantauan, maka ia berfungsi di tempat-tempat itu sebagai bahasa pergaulan antara orang-orang asal Biak dengan penduduk asli. Jumlah penduduk yang menggunakan bahasa Biak di daerah Kepulauan Biak-Numfor sendiri pada saat sekarang berjumlah lebih kurang ?70.000 orang. Membandingkan jumlah penduduk yang menggunakan bahasa Biak dengan bahasa-bahasa daerah lainnya di Papua, maka bahasa Biak termasuk dalam kelompok bahasa-bahasa daerah di Papua yang jumlah penuturnya lebih dari 10.000 orang. Kecuali itu, jika dilihat dari segi luas wilayah pesebarannya maka bahasa Biak merupakan bahasa yang paling luas wilayah pesebarannya di seluruh Papua. Perkawinan dan pola menetap sesudah kawin Prinsip perkawinan yang dianut oleh kesatuan sosial yang disebut keret itu adalah eksogami, artinya antara anggota-anggota warga satu keret tidak boleh terjadi perkawinan. Dengan demikian isteri harus diambil dari keret lain, apakah keret lain itu berada pada mnu yang sama atau bukan. Selanjutnya pola perkawinan ideal menurut orang Biak , terutama pada waktu lampau, adalah perkawinan yang disebut indadwer, atau exchange marriage, yaitu pertukaran perempuan antara dua keluarga yang berasal dari dua keret yang berbeda. Di samping pola perkawinan ideal tersebut, orang Biak mengenal juga bentuk perkawinan lainnya seperti perkawinan melalui peminangan dan perkawinan ganti tikar baik yang bersifat levirate maupun sororate. Bentuk perkawinan yang paling banyak terjadi adalah perkawinan melalui peminangan, fakfuken. Menurut tradisi pihak laki-lakilah yang berkewajiban untuk melakukan peminangan pada pihak perempuan. Unsur-unsur penting dalam proses peminangan adalah penentuan jumlah maskawin yag dibayarkan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan dan penetuan waktu pelaksanaan perkawinan, apabila pihak yang disebut terakhir setuju dengan peminangan tersebut. Tentang pernyataan setuju atau tidak baik dari pihak calon penganten pria maupun calon penganten putri terhadap siapa ia akan dinikahkan tidak dipersoalkan dalam peminangan. Dengan kata lain orang itulah yang menentukan siap calon isteri atau calon suami anaknya. Keadaan yang dilukiskan di atas ini pada waktu sekarang sudah berubah, sebab anak-anak sendiri yang menentukan sendiri siapa yang akan menjadi calon pasangan hidupnya nanti. Biasanya penetuan pilihan itu didasarkan atas hubungan yang terjalin antar seorang pemuda dengan seorang pemudi sebelumnya. Penentuan pilihan itu kemudian disampaikan kepada pihak orang tua, terutama dari pihak laki-laki, yang selanjutnya diproses sampai kepada upacara perkawinan lewat peminangan biasa seperti tersebut di atas. Pola menetap sesudah kawin yang dianut adalah patrilokal, yaitu pasangan baru yang menikah menetap di rumah atau lokasi tempat asal suami. Sering terjadi juga bahwa sesudah menikah, pasangan baru itu menetap untuk waktu tertentu di rumah orang tua atau wali isteri. Hal ini disebabkan oleh karena sang suami dari keluarga baru itu harus melakukan pekerjaanpekerjaan tertentu misalnya membantu membuka kebun baru, membangun rumah baru atau melakukan suatu pekerjaan lain bagi orang tua isterinya sebagai pengganti maskawin yang belum lunas dibayar. Biasanya apabila pekerjaan tersebut sudah selesai dan dianggap tenaga yang dikeluarkan untuk melakukan pekerjaan itu layak sebagai pengganti sisa maskawin, maka pasangan baru itu kembali menetap di tempat asal sang suami.
Posted on: Fri, 02 Aug 2013 06:29:27 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015