DUDA MENJERIT Min, tega betul tinggalin abang bertiga sama - TopicsExpress



          

DUDA MENJERIT Min, tega betul tinggalin abang bertiga sama anak-anak.Abang sudah usaha sekuat tenaga, biar Mimin tidak cepat pulang kerumah Tuhan.Dari segala ramuan sampai obat sebesar biji semangka, sudah masuk kedalam perut. Sayang ! Tuh tumor tetap bandel.” Ucap Somad dalam hati. Duduk di bangku Somad termenung. Sudah sebulan istrinya pergi menghadap Tuhan. Tujuh tahun hidup bersama Mimin, Somad punya hasil anak dua. Tuti anak perempuan umur 8 tahun yang masih manja. Ismail anak kedua umur 1 tahun masih saja merengek merindukan bau keringat ibunya. Usai sholat, ia sempatkan menitip doa pada Tuhan, agar istrinya dapat perlakuan istimewa. Luka hati belum kering, air mata Somad dipaksa turun kelantai sebab kelakuan anaknya.Ismail anaknya ugal-ugalan. Maunya nemplok terus dipangkuannya tak mau lepas. Dipegang siapa saja ia menjerit nangis sejadi-jadinya. Dari sorot matanya bocah kecil itu rindu bau ibunya. Tuti anak pertamanya memang tak seperti adiknya Ismail yang tukang nangis. Tapi tetap saja Tuti juga menangis kalau mau tidur malam, tuti minta punggungnya diusap-usap seperti yang biasa dilakukan ibunya. Tentu saja Somad jadi kalang kabut. Minggu pagi ini cuaca tampak gembira. Mantap hati somad mau ajak jalan kedua anaknya buat menyenangkan semua pihak.Ismail masih kecil, belum tahu kalau dia mau dibuat senang, kecuali tampak bahagia selalu asalkan digendong oleh Somad. Tuti sudah paham maksud dan tujuan ayahnya. Tak lama somad dan kedua anaknya sampai di taman hiburan. Udara pohon dan keramaian pedagang sudah tercium. Tangan kiri somad menggendong Ismail, Tangan kanannya menuntut Tuti berjalan. Ismail tau diri, turut pula ia menikmati suasana, begitu juga Tuti. Lama berjalan menikmati suasana, mereka duduk sejenak. Ismail santai dengan botol susunya. Tuti sibuk dengan kue keringnya. Lain hal dengan Somad. Ia tak makan atau minum. Matanya berkaca-kaca, sebab air matanya tergenang dibola matanya yang hitam pekat. Tak kuasa hatinya menahan sedih, mondar-mandir dia lihat para pengunjung khususnya perempuan sibuk membetulkan tali gendongan anaknya. Ia teringat Mimin istrinya, ia jadi sedih, sebab sedari tadi Ismail hanya merasakan gendongan dari tangannya. Tubuhnya seperti baru saja tertimpa matahari dari langit ketika mendengar Tuti berbicara. “ Ayah lihat Pohon itu ! tangan Tuti menunjuk tanah berumput hijau halus yang menggunung dekat pohot jati tua”. “Ayah itu tempat tidur ibu” “Ayah kita kesana, kita bangunkan ibu, kita ajak main ayah”. Suara tuti mengalun manja menarik tangan Somad “Dede, itu bukan tampat tidur ibu, itu taman”. Sahut somad menjelaskan pada Tuti. Dalam hati Somad menangis, ia tak salahkan Tuti menyangka taman itu sama dengan kuburan ibunnya. Hati Somad benar-benar gempa bumi. “ Min, bagaimana nasib abang, semua jadi berantakan, Tolongin abang dong barang sebentar. Min, mohon pada Tuhan minta malaikat turun sekarang ke taman menyerupai wajah mimin biar anak-anak bisa lihat. Kasihan min, anak-anak kangen, sedih mereka, walau hari ini abang ajak jalan-jalan”. Dalam hati Somad bicara.
Posted on: Sun, 01 Dec 2013 15:39:14 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015