Dimuat di Harian FAJAR Edisi Kamis, 27 Juni 2013 - TopicsExpress



          

Dimuat di Harian FAJAR Edisi Kamis, 27 Juni 2013 Selamatkan Lingkungan Dengan Mangrove Oleh: Ilyas Alimuddin Bintang sepak bola dunia asal Portugal Cristiano Ronaldo ke Indonesia sebagai Duta Forum Peduli Mangrove (FPM) dengan membawa misi penyelamatan lingkungan di negeri ini.Harapan yang sangat besar tersemat, kiranya momentum ini menjadi sarana untuk melakukan kampanye penyelamatan lingkungan agar masyarakat semakin sadar betapa pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Kabut asap di Riau yang kemudian menjadi kontroversi dengan Negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, memberikan isyarat betapa di negeri ini masalah kelestarian lingkungan masih belum terjaga dengan baik. Masalah ekonomi seringkali berada di belakang terjadinya kerusakan lingkungan di negeri ini. Tak dapat di pungkiri bahwa selama ini orientasi pembangunan selalu menekankan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi, sehingga terkadang persoalan lingkungan terabaikan. Bahkan tak jarang, demi mencapai terget pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan pun dilabrak. Salah satu daerah yang berhasil memadukan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan adalah Kabupaten Sinjai. Membangun daerah dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan berhasil dilakukan. Hal ini terlihat jelas pada kawasan hutan bakau (Mangrove) yang terletak di Desa Tongke-Tongke, Kecamatan Sinjai Timur. Belajar dari Tongke-Tongke Hutan bakau Tongke-Tongke terangkai dari cerita panjang tentang masyarakat di sebuah Desa bernama Tongke-Tongke yang sebelum dimekarkan menjadi satu desa tersendiri, merupakan bagian dari Kelurahan Samataring. Berhadapan dengan laut lepas perairan selatan Sulawesi Selatan, Tongke-Tongke yang sebagian besar penduduknya adalah nelayan, tak kunjung dirundung problem abrasi. Setiap tahun terutama di musim angin barat, bermeter-meter pesisir kawasan ini ditelan pengikisan air laut. Belum lagi ancaman angin kencang dan banjir yang selalu mengintai. Berbagai upaya telah dilakukan masyarakat. Mulai dari membentengi pesisir dengan timbunan batu karang dan tanah. Namun, tetap tidak bisa teratasi. Hal ini pun kemudian menghadirkan kesadaran masyarakat bahwa, bila terus mengandalkan batu karang, dampaknya adalah rusaknya terumbu karang, yang juga akan berpengaruh pada berkurangnya populasi ikan. Tanpa ada program pemerintah, inisiatif menanami bakau di pesisir Tongke-Tongke tercetus dari swadaya masyarakat. Pada awal 1980-an atas prakarsa Kepala Lingkungan Tongke-Tongke, bersama dengan pemuda desa bersepakat membentuk sebuah kelompok masyarakat yang diberi nama ACI (Aku Cinta Indonesia). Kelompok ini sekali pun tak pernah mengikuti seminar pelestarian lingkungan di hotel berbintang, tak berbekal ijazah dari universitas ternama, tak pernah membincangkan konsep ekonomi hijau (green economic) bahkan tampa sepeserpun bantuan dana dari siapa pun termasuk pemerintah ternyata mampu melestarikan lingkungan dengan baik. Semuanya dibangun atas dasar kesadaran sendiri, belajar dari pengalaman dan tentunya tak pernah berharap pujian apatah lagi penghargaan. ACI mulai memobilisasi masyarakat Tongke-Tongke untuk menanam pohon bakau. Berbekal pengetahuan seadanya yang diperoleh dari literarutur yang sangat terbatas, upaya memproteksi pesisir Tongke-Tongke dari hantaman ombak dimulai. Bibit diperoleh dari buah-buah bakau yang diambil dari sedikit kawasan bakau di Tongke-Tongke dan sekitarnya. Namun, upaya ini tidak berjalan mulus. Sebagian masyarakat Dusun Tongke-Tongke dan dusun-dusun sekitarnya di kawasan pantai Sinjai Timur menentang penanaman pohon bakau, dengan alasan akan menghalangi pendaratan perahu para nelayan. Meski demikian, Kelompok ACI tak berputus harapan dan tetap berusaha memberi penyadaran kepada masyarakat bahwa hanya pohon bakaulah yang bisa melindungi Desa Tongke-Tongke abrasi. Selain itu, masyarakat juga diberi pemahaman bahwa hutan bakau juga menjadi tempat membiaknya ikan-ikan. Masyarakat diberi penjelasan bahwa bakau justru bisa menambah daratan dalam waktu yang lama. Inisiatif ACI perlahan-lahan membuahkan hasil. Masyarakat mulai sadar dan berpartisipasi menanam pohon bakau. Sekitar 10 tahun kemudian, pesisir Tongketongke telah menjelma menjadi kawasan hutan bakau yang sumbur. Sekitar 50 meter dari bibir pantai telah ditutupi bakau. Kini pesisir Tongke-Tongke tak lagi tergerus air laut, malah perlahan-lahan bertambah. Dusun Tongke-Tongke juga kini terlindung dari hempasan angin keras dari arah laut yang sebelumnya kerap merusak rumah penduduk. Tahun 1995, inisiatif masyarakat Tongke-Tongke membuahkan penghargaan Kalpataru dari Pemerintah Indonesia, yang diterima dari tangan Presiden Soeharto oleh Haji Tayeb. Perlahan-lahan Tongke-Tongke mulai terkenal, bukan hanya di Sulawesi Selatan bahkan sampai di dunia internasional. Berulangkali peneliti dari luar negeri, terutama dari Jepang menjadikan objek penelitian, bukan hanya untuk bidang konservasi dan lingkungan hidup. Hutan bakau telah menjelma menjadi laboratorium lingkungan. Hutan bakau selain membentengi pesisir, juga menjadi rumah untuk membiaknya berbagai jenis ikan serta biota-biota laut. Di lumpur akar-akar bakau, menjadi basis pembiakan kepiting dan kerang yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Daun bakau menjadi pakan ternak, ranting menjadi kayu bakar, serta pohon yang sudah besar bisa ditebang untuk menjadi perabot rumah tangga. Selain itu, rimbunan bakau Tongke-Tongke menghasilkan keindahan tersendiri bagi masyarakat sekitar. Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana EkonomiPerencanaan & Pembangunan (EPP) UNHAS Hp: 085242510637 Alamat Jl. Politeknik Makassar
Posted on: Fri, 28 Jun 2013 05:09:49 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015