HIDUP BENAR KARENA AGAMA BENAR : Beda Jauh Antara Ahok dan - TopicsExpress



          

HIDUP BENAR KARENA AGAMA BENAR : Beda Jauh Antara Ahok dan SBY Antara Ahok (Basuki Tjahya Purnama) dan SBY (Soesilo Bambang Yoedhyono) ternyata beda banget lho. SBY adalah Presiden Negar Republik Indonesia sedangkan Ahok hanya Wakil Gubernur DKI Jakarta. Ah, ini sih bukan barang baru. Lagian siapa sih yang mengira bahwa jabatan Presiden dan Wakil Gubernur bisa dipadan-padankan. Gak perlu dibahas. Nah, yang perlu dibahas adalah bagaimana kepemimpinan kedua manusia ini. Saya menemukan perbedaan antara kedua pemimpin ini dalam hal menghadapi premanisme. Ternyata perbedaannya sangat, sangat, sangatlah jauh. Berikut adalah perbedaan yang tampak dari terawangan saya beberapa hari belakangan ini: Sikap Konstitusional dan Sikap Demokratis Perbedaan itu keliatan, saat SBY sebagai Presiden Negara Republik Indonesia menyikapi bentrok antara massa FPI dengan warga Kendal di satu sisi, serta di sisi lain saat Ahok yang Wakil Gubernur menyikapi ulah premanisme yang ia duga berada di balik pembangkangan PKL Tanah Abang. Pidato SBY yang meliuk-liuk dan mengurai persoalan dari sudut pandang agama, padahal ia sedang bertanggunjawab mengemban hukum negara, justru dijawab dengan kata-kata ‘pecundang’ oleh kubu FPI. Sedangkan Ahok yang dipaksa (melalui aksi demontrasi) oleh gabungan beberapa ormas yang membela PKL Tanah Abang dan oknum anggota DPRD DKI, ketika dipaksa minta maaf justru melawan dan berkata: “saya tidak salah. Saya hanya tunduk pada konstitusi, bukan pada konstituen“. Sikap Ahok itu bukan hanya menunjukkan keberanian menghadapi tantangan dan resiko (sebagaimana disuarakan para demonstran yang mengatasnamakan Rajjam Ahok). Melainkan juga ia mengerti di sisi mana ia berdiri serta apa yang menjadi pegangannya. Pegangan Ahok adalah konstitusi dan ia menyadari bahwa dalam konstitusi (negara) tersebutlah sesungguhnya intisari amanat rakyat yang mesti ditunaikannya. Saat SBY justru berlagak mengambil alih peran imam (pemimpin agama) dan melupakan perannya sebagai Presiden (pemimpin negara) saat menyikapi gerakan FPI yang selalu berdalih agama, Ahok justru tanpa ragu menyatakan bahwa ia adalah penegak konstitusi. Sikap SBY yang mencoba bermain dalam pusaran ‘lawan’, justru menunjukkan kelemahan kepemimpina nnya. Sedangkan Ahok memperlihatkan ketegasan dan wewenangnya. Sungguh ini adalah perbedaan yang sangat mencolok, dan perlu diteladani oleh pemimpin di negeri ini di semua level. Dalam sikap tegas Ahok ini kelihatan pula secara tersirat bahwa Ahok lebih meyakini demokrasi di banding SBY. Ahok, dengan ketegasannya dan pegangannya akan konstitusi, menunjukkan tak ada keraguan sedikit pun untuk bertindak karena ia telah diberi mandat untuk melakukan itu lewat prosedur demokrasi. Sedangkan SBY yang pandai bicara dengan kalimat-kalimat panjang dan bernuansa intelektual, justru tak mengeluarkan perintah apapun kecuali mengupas nilai amar ma’ruf keislaman. SBY tak salah dengan cara itu, tetapi ia jauh dari konteks. Sipil Juga Bisa Tegas, Militer Tak Selalu Tegas Membanding SBY dan Ahok, ternyata pula bahwa pemimpin militer tidak identik dengan ketegasan. SBY yang militer justru tak tegas. Sedangkan Ahok yang sipil jauh lebih tegas. Baik sipil maupun militer adalah sama-sama warga negara, sebagai sesama warga negara kedudukan juga setara dan punya peluang sama untuk tampil sebagai pemimpin rakyat. Baik sipil maupun militer adalah sama-sama manusia, dan mutu seorang manusia ditentukan oleh pilihannya bukan asal-usul institusinya. Jadi, kalau kita kembali ke soal demokrasi sebagai prosedur yang kita sepakati untuk memilih pemimpin dan arah masa depan berasama sebagai sebuah negara, maka tak perlu lagi melihat apakah ia sipil atau militer. Justru yang kita butuhkan adalah pemimpin dengan orientasi dan karakternya sebagai manusia. Mayoritas dan Minoritas Tak perlu ditutup-tutupi lagi dan tak perlu sungkan mengatakan bahwa Ahok adalah etnis China, salah satu etinis minoritas dari segi peran dan sudut pandang sosial selama ini (walau belum tentu minoritas dari segi jumlah). Sedangkan SBY yang merupakan putra pribumi dengan latar belakang suku J awa adalah etnis mayoritas di nusantara ini. Namun syndrom pribumi - non pribumi itu telah dipatahkan oleh Ahok. Syndrom mayoritas - minoritas itu telah dipatahkan oleh Ahok tanpa banyak ceramah, pidato dan tanpa repot-repot melangkah jauh untuk menjemput piagam penghargaan ke Amerika Serikat. Beban sebagai minoritas itu tak sedikitpun terlihat dipundak Ahok saat ia mengambil keputusan penting, walau beberapa gelintir orang mencoba mendiskreditkannya dengan dalih etnis. Hal ini penting untuk dicatat bahwa Ahok, berhasil membuang jauh-jauh rasa minder itu. Ahok berhasil membuang jauh-jauh syndrom minoritas yang dibangun oleh sistem kolonial dan ditanamkan dalam benak warga negara Indonesia oleh Rezim Orde Baru. Sedangkan di sisi lain SBY hanya bisa ceramah tentang pluralisme kehidupan berbangsa dan bernegara serta tergesa-gesa pergi mengambil penghargaan saat diasongkan lembaga internasional atas klaim (lebih tepat dugaan) keberhasilannya memimpin masyarakat Indonesia yang majemuk. Sudah saatnya sebut an China sebagai salah satu entitas etnis di Indonesia tak ditabukan lagi untuk disebut. Justru harus disebut sebagai pengakuan. Karena ternyata seorang China bisa paham konstitusi, dan lebih paham berbangsa dan bernegara dari pada warga negara yang mengaku sebagai pribumi. Ahok lebih membakar nasionalisme dari pada seorang SBY yang notabene militer dan anak pribumi. Antara Patriot Nusantara dan Patriot Kerajaan Inggris Singkat cerita tulisan ini ingin mencatat, bahwa Ahok adalah seorang pemimpin yang memiliki keyakinan (akan konstitusi), prinsip dan keberanian. Dan ditengah negara yang carut marut dan politik yang semakin jauh dari amanat, maka perpaduan keyakinan, prinsip dan keberanian itu Ahok suatu saat dapat dianggap sebagai patriot. Seorang Ahok telah membebaskan warga ini dari belenggu pikiran dan nafsu-nafsu jahat tentang politik dan kekuasaan. Ia membebaskan warga bangsa ini dari belenggu pikiran dikotomi sipil-militer, ia telah membebaskan kita dari belenggu prasangka etnis dan belenggu dikotomi mayoritas-minoritas, ia telah membebaskan kita dari oligarki politik atas nama demokrasi, karena ia yakin akan kontitusi buah tangan para founding fathers kita. KIKIS HABIS FANATISME, FUNDAMENTALISME, DAN TERORISME AGAMA APAPUN.
Posted on: Tue, 06 Aug 2013 01:26:30 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015