INSIDE ME Kategori : Serial Fiksi Misteri Episode : #6 - TopicsExpress



          

INSIDE ME Kategori : Serial Fiksi Misteri Episode : #6 Penyusup Penulis : Ersa Anindra Lalu cowok disebelah Fiona beranjak memandangku dan Irfan secara bergantian. “Ahahahaha, kasihan sekali. Tahun ini pesertanya begitu lembek seperti banci”sindirnya sinis. Lisa pun membalas, “Termasuk yang ngomong, bisanya hanya berkoar dan melakukan hal yang licik”. Wajah cowok itu menegang merah padam. “Buhuuhuhu..aku tak berminat bicara pada cewek yang berpostur setengah lelaki...”cibirnya. Ia menghampiri kami, ”Halo Amy Lay...? Apa kau masih betah ikut kompetisi ini. Berlindunglah dibelakangku. Sebab hanya aku yang benar-benar lelaki sejati disini”ledeknya. Aku berdiri, ”Jangan mengganggunya! Pergi!”usirku. Fiona menarik cowok itu sambil meminta maaf, ia menarik cowok itu menjauh. Terdengar deheman keras dibelakang kami, dua orang yang kemarin mendatangiku dan om Tony sudah muncul dibelakang kami tanpa kami sadari. “Rupanya pasangan kontestan sudah berkumpul”sindir laki-laki yang berwibawa itu halus, tubuhnya yang tinggi besar. Disebelahnya lelaki welas asih yang bertubuh kecil berwajah lancip. Ia tersenyum lembut. Mungkin usia keduanya sudah lima puluh tahun lebih sebab ubannya banyak sekali. “Sebaiknya kalian pulang, masih ada waktu seminggu lagi untuk bersiap-siap. Kenapa kalian bisa ada disini?”tanyanya sambil menatap wajah kami satu persatu. Kami semua hanya menunduk tak berani menjawab. Akhirnya kami pulang ketempat kami masing-masing. “Memangnya kita salah apa sih?”bisikku pada Amy. Dia celingak celinguk lalu pelan-pelan menarik kerah bajuku, “Sebenarnya memang gak boleh kesini kalo belum waktunya. “Pulang yuuuk! Aku laper nih!”gandengnya. “Ikan yang tadi gimana? Gak diambil lagi, lumayan besar loh?!....”tanyaku. Sebenarnya aku masih ingin jalan-jalan lagi. “Udaaah besok lagi, bukan rejeki.”seretnya. Siapa sih cowok sombong itu? Belagu banget!”tanyaku sedikit jengkel. Aku jadi ingat lagi tumbuh tambunnya yang mirip Giant pada film kartun Doraemon, yang satu ini berbakat sekali jadi penjahat eh salah tapi penindas keji. “Ia menamakan dirinya Badai, sampai sekarang tak ada yang tahu nama aslinya. Konon dulu salah satu keluarganya terpilih juga sebagai kandidat tapi gugur, karena ketahuan dengan licik menyerang calon kandidat lain”jelas Amy santai. “Oh, sudah bakat turunan rupanya”sambutku. Kami pun terus berjalan. Dengan mudah Amy menemukan gua tempat awal kami datang tadi. “Maksudnya besok, kita kesini lagi ya?”tanyaku. Amy hanya mengedipkan matanya, lalu menarik tanganku menembus dinding dapur. ***** “Aku pulang...”pamit Amy. “Mungkin besok hari yang agak sedikit berat, aku ingin kau belajar mengendalikan kekuatanmu”katanya sebelum pergi. Kupikir lebih baik begitu,aku tak mau mati konyol. Bermimpi pun tidak jika aku harus dimakan seekor naga. Mendadak kudukku meremang jeri, ingat tubuhnya yang begitu besar. Aku mengambil piring , aku lapar sekali, bunda menghampiriku dan menyiapkan makanan dimeja makan, “Kemana saja kalian tadi? Apa Amy tak menjahilimu lagi?”tanya bunda. Aku sibuk mengunyah makanan hanya sempat menggeleng saja. Bunda menyuap pelan setengah melamun, namun kemudian wajahnya berubah seperti orang yang telah teringat sesuatu, “Pasti disitu!”serunya, lalu ia bergumam sendiri, ia buru-buru membereskan piringnya dan meninggalkanku sendirian di meja makan, tak biasanya ia begitu. Berhubung perutku luar biasa lapar jadi kuselesaikan dulu makanku. Aku jadi teringat ayahku, aku langsung mencari bunda. Ternyata dia ada dikamarnya. Ia masih asik dengan selembar kain lusuh yang ayah berikan. Lalu ia memanggilku. “Sini, bunda akan mengajarimu semua yang ayahmu tulisan dikain ini”panggilnya lembut. Aku mendekatinya, kulihat Dark O sudah berada disitu lebih dahulu. Mendadak senyum bunda lenyap, mengendus-endus bajuku. “Kenapa bajumu wangi sekali? beraroma parfum perempuan?” pandangnya tajam. Apa aku harus cerita, jika aku ditindih Fiona? Dan aku cerita gara-gara salah pegang sesuatu aku terpaksa memeluk Amy? Aku tak mau ditampar lagi. Akhirnya kupilih yang aman saja. Aku cuma tersenyum menyeringai setengah meringis, aku yakin tampangku pasti aneh sekali sekarang. ***** Bunda mengajariku mengendalikan energi dalam tubuhku baik panas maupun dingin, “Ingat, enerji yang kita perlukan penyalurannya berpusat dari perut, jadi kau harus berusaha untuk mengaturnya darisana. Coba kau membayangkan ada secangkir kopi hangat dalam perutmu, kemudian naikkan titik panasnya itu alirkan ke kedua tanganmu biarkan menjalar sampai keujung jarimu, kata bunda sambil berdiri dibelakangku, ia memegang kedua pundakku. “Masa cuma segitu aja, Rud. Ayolah sepanas apa api itu? Kau pernah kan merasakan saat tanganmu melepuh kena api? Berusaha lagi, ya begitu... teruskan!”pandunya menyemangatiku. Aku merasa panas yang luar biasa ditanganku. Badanku berkeringat kepanasan, kendalikan kesatu titik hawanya, ingatlah aku meminta kau mengirim semuanya ke ujung jari-jarimu. Aku mulai fokus dan terus berkonsentrasi. Aku melihat kedua telapak tanganku merah membara, tapi hawanya tak lagi menyakitiku. Aku benar-benar girang! Aku mengambil kain lusuh pemberian ayah sekedar ingin tahu apa yang telah tertulis disana, tiba-tiba kain itu berasap, bunda memekik merebutnya hingga aku terjerembab di kasur busa, kulihat sprei bunda berasap, dan bekas telapak tanganku menghitam hangus dan tepi-tepinya ada bara api. Aku panik mengibas-ngibas tapi tak padam juga, lalu memukulnya dengan bantal bunda. Justru kini bantalnya yang terbakar. Aku berteriak panik. Bunda yang mengamankan kain lusuh itu ikut melongo dan menepuk jidatnya. Ia menyiram wajahku dengan segelas air dingin yang ada di meja, “Rasakan kesejukan air itu, Rud. Basah dan dingin,kan. Ayo, konsentrasilah.... sebelum kita terpanggang hangus sebentar lagi!”seru bunda. Bantal itu mulai berkobar menyala. Aku memejamkan mataku, yang kubayangkan bongkahan es di benua antartika, airnya pasti dingin membekukan sendi-sendi tulang. Perlahan ada hawa dingin mengalir disekitarku dan terus meluncur deras ke ujung jari-jariku. Kubuka mataku perlahan, ruangan kamar bunda penuh asap, tapi bantal yang kupegang tak lagi terbakar melainkan membeku terkurung es. Segera kupegang bara yang mulai merayapi seprei dan menyisakan warna hangus di kasur bunda. “Sprei bolong dan bantal beku... OK! kita tukar kamar malam ini”putus bunda meninggalkanku di kamarnya, mengajak Dark O dan membawa kain lusuh itu kemana pun dia pergi. Malangnya nasibku... Berarti harus di netralisir dulu, nih. Aku mulai mengerti, “Eh, Kalau dibagi dua bisa gak ya? Misal tangan panas terus tangan kiri dingin? Pasti asik tapi jangan di dalam rumah!”ideku muncul tiba-tiba. Waktu berada di pekarangan belakang, begitu ingin mencoba apa yang kupikirkan tadi, tanpa sadar aku mengintip ke belakang dapur. Ku urungkan niatku mempraktekkan apa yang diajarkan bunda. Tak ada hutan, koq? Coba masuk ke dapur. Kuraba-raba dinding tempatku bersama Amy masuk ke hutan itu, kucari-cari barangkali ada tombol rahasianya, tapi tidak ada. Aku mengintip ke bawah meja makan, di lemari peralatan, menggeser kulkas, memindahkan kompor gas dan meraba-raba pintu dapur. Hasilnya nihil. Aku kembali lagi ke dinding tadi, pandanganku menyapu setiap sudut dengan teliti agar tak terlewat satu inci pun. Kembali kuraba dan kutempelkan telingaku di dinding. Aku mengingat-ingat tempat kami pertama kali datang ke tempat itu. Dan aku berusaha menggambarkannya sedetail mungkin. Tiba-tiba aku merasa keseimbanganku goyah sebab dinding itu berubah jadi lembek dan aku menembusnya dengan mudah. Kepalaku sukses mendarat di lantai gua yang keras berbatu. Sakit juga sampai nyut-nyutan. Untung leherku tidak keseleo. Huh!! Aha!!! Aku tahu sekarang! Berarti aku harus membayangkan tempat yang ingin kudatangi! Bukan dindingnya yang ajaib. Bodohnya aku! Ahahahahaha....aku tertawa dan bersorak kegirangan dalam hati. Baik! Kucoba membayangkan ada di dapur kembali. Kupegang dinding itu dan mulai berkonsentrasi membayangkan dapur rumahku, dimana letak meja makan, dimana letak kompor gas,pintu, jendela dan semua yang ada didapur. DUK!!! Aku jatuh dilantai dapur dengan ujung siku menumbuk lantai, ngilunya bukan main. Tak ada posisi yang lebih mengenakkan apa ya? Masa setiap berpindah tempat aku harus jatuh? Sepuluh kali pindah bisa remuk badanku.... Tiba-tiba aku kepikiran ke tempat Lucy, kupejamkan mataku membayangkan wajahnya sambil bersandar separo badan menempel. Dan benar saja, aku berada di hadapan Lucy dengan posisi sempoyongan. Ternyata Lucy sedang main play station sendirian sambil ngupil di ruang keluarga. Dia kaget, akupun kaget! “Ngapain kesini, pulang sana!”usirnya judes. Aku segera berdiri, dan melangkah menuju ruang tamu. Dan berkonsentrasi penuh membayangkan wajah Amy. Ternyata anak itu sedang tidur, dengan posisi aneh, sedikit ngiler dan kamar yang sangat berantakan. Hadoooh! Joroknya. Bagaimana kalau cowok pasangan Lisa itu, ummhh siapa namanya? BLETAKK!! Aku meringis kesakitan terhuyung-huyung. “Ngapain ada dikamarku, hah!!!”bentak Amy garang. Airmataku keluar saking sakitnya. “Aku Cuma belajar berpindah-pindah tempat sendiri tanpa bantuan orang lain”jawabku. Amy melap mulutnya dan merapikan kamarnya dengan satu jentikan tangan. Dasar tukang sihir. Aku berjongkok sambil mengusap-usap belakang kepalaku. Amy melempar tongkat bisbol kemudian mendekat, merogoh kantong kain miliknya, ia mengeluarkan beberapa rumput dan dedaunan lain, ia menggosok-gosoknya dengan kedua telapak tangan hingga lumat dan berbusa. Puuuih! Ia meludahinya sedikit dan memegang bagian yang ia pukul. Sakitnya makin lama makin berkurang yang terasa hanya sejuk seperti daun mint. Astagaaaa, aku harus shampoan berapa kali agar ludahnya itu hilang yaa? “Tega banget sih, untung aku gak gegar otak tadi”protesku kesal. Amy mencibir, aku mencari-cari Flash, “Mana Flash? kau sembunyikan dimana dia?”tanyaku. Dia menunjuk ke sebuah pohon rindang yang lumayan tinggi di samping jendela kamar. “Aku pulang. Permisiiii...”pamitku. “Rumah..., ruang tamu”desisku, sambil mendorong dinding kamarnya itu sedikit, dan aku tiba dirumah, seperti biasa aku jatuh jumpalitan. Berarti besok harus kaki dulu atau sambil duduk saja? Menyender juga berbahaya, bertelekan pada dinding pun bahaya. Kalo aku membayangkan seseorang dengan keadaan duduk, misalnya. Tapi, bagaimana kalau misalnya dia lagi antri beli martabak dan aku tiba-tiba muncul duduk di atas penggorengan? Wah! Bahaya juga ya? Aku masih melamun memikirkan posisi pindah yang aman. Bunda menepuk bahuku. “Istirahatlah, dikamarmu sana.”suruhnya. “Tapi kamar bunda kan berantakan....tidur aja dikamarku”sesalku. Bunda berjalan kearah ruang tamu sambil berkata, “Sudah Bunda bereskan, lihat saja”. Syukurlah kalau begitu. ***** Aku tertidur pulas, dan bangun pada sore harinya. Aku merasa ada seseorang menyelinap ke kamarku, aku langsung waspada. Aku mengawasi setiap gerakan yang ada dikamarku sekecil apapun gerakan itu. Aku mendengar ada gerakan halus disela pintu kamar mandi. Aku bergerak perlahan mengendap-endap. Ada bayangan orang dibelakang lemari pakaianku. Fufufufu! cepat juga dia berpindah. Ku kerahkah tenaga panas agar mengalir ke ujung jari-jariku. “Api!”seruku dalam hati. Api itu berkobar-kobar di tangan kananku! HEAAAH!!! Kulayangkan serangan kearah bayangan itu tapi aku buru-buru menarik serangan dan menetralkan tenagaku. Aku kenal jeritan itu, khas sekali. “Fiona?.....kenapa ada disini?”tanyaku. Wajahnya ketakutan, badannya gemetar. Belum sempat banyak aku bertanya, terdengar suara bunda memanggilku. “Yaaaa..., sebentar” sahutku. Kudorong Fiona bersembunyi di dalam lemari. “Ada apa, Rud?”tanya bunda. Aku terdiam, bunda seperti mencium gelagat yang tidak beres. Pandangannya menyapu seluruh kamar tanpa kecuali. Ia mendekati meja dan mengangkat gelas minumku lalu meletakkannya kembali. Air muka bunda berubah berang, “Buang! Ini beracun!”tunjuknya ke arah gelas itu, sambil berjalan perlahan ia mendekati lemari, kemudian membukanya. Kosong! Bunda menatapku tajam. “Siapa barusan?”tanyanya. Aku terpaksa menceritakan semuanya. Dan bunda terdiam. “Kau harus pergi ketempat yang aman. Kemasi semua keperluanmu. Malam ini aku akan mengantarmu ke tempat ayahmu”kata bunda bergegas keluar kamar. Berarti hidupku dalam bahaya sekarang. “Bunda, aku tak mau pergi, siapa kelak yang melindungi bunda?”cemasku menyusulnya ke kamarnya. Bunda yang tengah berkemas menghentikan sejenak kegiatannya. “Justru aku yang risau, mungkin aku dapat melindungi diriku tapi bagaimana dengan kau. Anakku sendiri, darah dagingku? Kau harus kuat Rudy! Patuhi apa yang ayah ajarkan padamu kelak!”kata bunda tak memberiku lagi kesempatan untuk membantah. Ia menyuruhku membereskan barang-barangku, ia menyebutkan semua barang yang harus kubawa. Aku harus berlatih lebih giat lagi agar aku bisa melindungi bunda, kelak aku akan kembali. Secepatnya. (bersambung)
Posted on: Sat, 14 Sep 2013 12:18:26 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015