Imsak-Imsak….. Saatnya Berhenti Makan !! Begitulah yang sering - TopicsExpress



          

Imsak-Imsak….. Saatnya Berhenti Makan !! Begitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum). Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam. ﻋَﻦْ ﺍﻧﺲ ﺑْﻦِ ﻣَﺎﻟِﻚٍ ﻋَﻦْ ﺯﻳْﺪ ﺑْﻦ ﺛَﺎﺑِﺖٍ ﺭَﺿَﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻗﺎﻝ : ﺗَﺴَﺤَّﺮْﻧَﺎ ﻣَﻊ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻡَ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺼَّﻼﺓِ. ﻗﺎﻝ ﺃﻧﺲ: ﻗُﻠْﺖُ ﻟِﺰﻳْﺪٍ : ﻛَﻢْ ﻛَﺎﻥَ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻷﺫَﺍﻥِ ﻭَﺍﻟﺴُّﺤُﻮﺭِ؟ ﻗﺎﻝ: ﻗَﺪْﺭُ ﺧَﻤْﺴِﻴﻦَ ﺁﻳﺔٍ . Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : ﺧﻤﺴﻴﻦ ﺁﻳﺔ (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al- Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al- Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097]. Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat. Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil- Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits : ﻋﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻣﻐﻔﻞ ﺍﻟﻤﺰﻧﻲ ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ : ﺑﻴﻦ ﻛﻞ ﺃﺫﺍﻧﻴﻦ ﺻﻼﺓ - ﺛﻼﺛﺎ - ﻟﻤﻦ ﺷﺎﺀ . Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al- Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561]. Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut : 1. Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : ﺇﺫﺍ ﺳﻤﻊ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﺍﻟﻨﺪﺍﺀ ﻭﺍﻹﻧﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﻳﺪﻩ ﻓﻼ ﻳﻀﻌﻪ ﺣﺘﻰ ﻳﻘﻀﻲ ﺣﺎﺟﺘﻪ ﻣﻨﻪ “Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush- Shahiih 2/418-419 oleh Asy- Syaikh Muqbil bin Hadi Al- Wadi’i]. 2. Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata : ﺃﻗﻴﻤﺖ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻹﻧﺎﺀ ﻓﻲ ﻳﺪ ﻋﻤﺮ ﻗﺎﻝ ﺃﺷﺮﺑﻬﺎ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﻝ ﻧﻌﻢ ﻓﺸﺮﺑﻬﺎ “Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu . Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh” . Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih]. 3. Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab : ﻛﻨﺎ ﻧﺘﺤﺪﺙ ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ : ﻟﻴﺸﺮﺏ “Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah]. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘Abbas Thahir bin Muhammad]”. Perawi-perawinya tsiqaat , para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah, karena jelek hafalannya. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (3/153) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan”. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : “Hasan lighairihi, dan sanad hadits ini adalah dla’if karena jeleknya hapalan Ibnu Lahi’ah”. 4. Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata : ﺃﺗﻴﺖ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻭﺫﻧﻪ ﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟﻔﺠﺮ , ﻭ ﻫﻮ ﻳﺮﻳﺪ ﺍﻟﺼﻴﺎﻡ , ﻓﺪﻋﺎ ﺑﺈﻧﺎﺀ ﻓﺸﺮﺏ , ﺛﻢ ﻧﺎﻭﻟﻨﻲ ﻓﺸﺮﺑﺖ , ﺛﻢ ﺧﺮﺟﻨﺎ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺼﻼﺓ “Aku pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat , para perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla’if, karena tidak diketahui penyimakan ‘Abdullah bin Ma’qil Al-Muzanniy dari Bilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja’far bin Barqan dari Syaddaad maula ‘Iyadl bin ‘Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karena jahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947]. 5. Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata : ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : " ﺃﻧﻈﺮ ﻣﻦ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻓﺎﺩﻋﻪ , ﻓﺪﺧﻠﺖ - ﻳﻌﻨﻲ - ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ , ﻓﺈﺫﺍ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﻭ ﻋﻤﺮ ﻓﺪﻋﻮﺗﻬﻤﺎ , ﻓﺄﺗﻴﺘﻪ ﺑﺸﻲﺀ , ﻓﻮﺿﻌﺘﻪ ﺑﻴﻦ ﻳﺪﻳﻪ , ﻓﺄﻛﻞ ﻭ ﺃﻛﻠﻮﺍ , ﺛﻢ ﺧﺮﺟﻮﺍ , ﻓﺼﻠﻰ ﺑﻬﻢ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻐﺪﺍﺓ " Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !” . Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar. Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan ia berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi’]. Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Az- Zawaid hal. 106 : “Isnad hadits ini hasan”. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al- Majma’ (3/152)”. 6. Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al- A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia berkata : ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻘﻤﺔ ﺑﻦ ﻋﻼﺛﺔ ﻋﻨﺪ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ , ﻓﺠﺎﺀ ﺑﻼﻝ ﻳﺆﺫﻧﻪ ﺑﺎﻟﺼﻼﺓ , ﻓﻘﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ﺭﻭﻳﺪﺍ ﻳﺎ ﺑﻼﻝ ! ﻳﺘﺴﺤﺮ ﻋﻠﻘﻤﺔ, ﻭﻫﻮ ﻳﺘﺴﺤﺮ ﺑﺮﺃﺱ Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia (‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath- Thayalisi no. 2010 dan Ath- Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma’ 3/153 dan ia berkata : “Qais bin Ar-Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats- Tsauri padahal padanya – yaitu Qais – ada pembicaraan]. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur). Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai”. Dr. Muhammad bin ‘Abdil- Muhsin At-Turkiy (pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath- Thayalisiy) berkata : “Sanadnya dla’if , karena ke- dla’if -an Qais bin Ar-Rabii’”. 7. Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata : ﺗﺴﺤﺮﻧﺎ ﻣﻊ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻃﺎﻟﺐ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ , ﻓﻠﻤﺎ ﻓﺮﻏﻨﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﺤﻮﺭ ﺃﻣﺮ ﺍﻟﻤﺆﺫﻥ ﻓﺄﻗﺎﻡ ﺍﻟﺼﻼﺓ “Kami pernah makan sahur bersama ‘Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu . Maka ketika kami telah selesai makan sahur, ia (‘Ali) menyuruh muadzin untuk iqamat” [Diriwayatkan oleh Ath- Thahawiy dalam Syarh Ma’anil- Atsar 1/106 dan Al-Muhlis dalam Al-Fawaid Al-Munthaqah 8/11/1]. Perawi-perawinya tsiqat kecuali Hibban. Ibnu Abi Hatim 1/2/269 membawakan riwayat ini dan ia tidak menyebutkan jarh ataupun ta’dil -nya. Sedangkan Ibnu Hibban menulisnya dalam Ats-Tsiqaat . [Lihat keseluruhan riwayat ini dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 1394]. Dengan melihat beberapa riwayat di atas jelaslah bagi kita bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat makan sahur sampai hampir mendekati adzan atau bahkan iqamat. Hampir dikatakan tidak ada jeda antara keduanya (sahur dan adzan). Maka, makna kadar waktu 50 ayat itu merupakan kadar waktu selesai makan sahur sampai menjelang shalat shubuh (iqamat). Bukan waktu berhentinya sahur sampai adzan. Itulah sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika sebagian ulama menganggap perbuatan mengumandangkan waktu imsak sebelum waktu shubuh sebagai perbuatan bid’ah. Telah berkata Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah tentang keadaan imsak sahur di jamannya yang mirip-mirip dengan yang ada sekarang : ﻣﻦ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﺍﻟﻤﻨﻜﺮﺓ ﻣﺎ ﺃﺣﺪﺙ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﻣﻦ ﺇﻳﻘﺎﻉ ﺍﻷﺫﺍﻥ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﺑﻨﺤﻮ ﺛﻠﺚ ﺳﺎﻋﺔ ﻓﻲ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻭﺍﻃﻔﺎﺀ ﺍﻟﻤﺼﺎﺑﻴﺢ ﺍﻟﺘﻲ ﺟﻌﻠﺖ ﻋﻼﻣﺔ ﻟﺘﺤﺮﻳﻢ ﺍﻷﻛﻞ ﻭﺍﻟﺸﺮﺏ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻳﺮﻳﺪ ﺍﻟﺼﻴﺎﻡ ﺯﻋﻤﺎ ﻣﻤﻦ ﺃﺣﺪﺛﻪ ﺃﻧﻪ ﻟﻼﺣﺘﻴﺎﻁ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻭﻻ ﻳﻌﻠﻢ ﺑﺬﻟﻚ ﺍﻻ ﺁﺣﺎﺩ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭﻗﺪ ﺟﺮﻫﻢ ﺫﻟﻚ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﺻﺎﺭﻭﺍ ﻻ ﻳﺆﺫﻧﻮﻥ ﺍﻻ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻐﺮﻭﺏ ﺑﺪﺭﺟﺔ ﻟﺘﻤﻜﻴﻦ ﺍﻟﻮﻗﺖ ﺯﻋﻤﻮﺍ ﻓﺎﺧﺮﻭﺍ ﺍﻟﻔﻄﺮ ﻭﻋﺠﻠﻮﺍ ﺍﻟﺴﺤﻮﺭ ﻭﺧﺎﻟﻔﻮﺍ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻓﻠﺬﻟﻚ ﻗﻞ ﻋﻨﻬﻢ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻭﻛﺜﻴﺮ ﻓﻴﻬﻢ ﺍﻟﺸﺮ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻤﺴﺘﻌﺎﻥ “Termasuk bid’ah yang munkar adalah apa yang terjadi di jaman ini (jamannya Ibnu Hajar) yaitu adanya pengumandangan adzan kedua tiga perempat jam sebelum waktu fajar bulan Ramadlan. Serta memadam lampu-lampu sebagai pertanda telah datangnya waktu haram untuk makan dan minum bagi yang berpuasa keesokan harinya. Orang yang berbuat seperti ini beranggapan bahwa hal itu dimaksudkan untuk berhati-hati dalam beribadah, sebab yang mengetahui persis batas akhir sahur hanya segelintir manusia. Sikap hati-hati yang demikian, juga menyebabkan mereka tidak diijinkan untuk berbuka puasa kecuali setelah matahari terbenam beberapa saat agar lebih mantap lagi (menurut anggapan mereka). Akibatnya mereka suka mengakhirkan waktu berbuka puasa, suka mempercepat waktu sahur, dan suka menyalahi Sunnah. Oleh sebab itulah mereka sedikit mendapatkan kebaikan, tetapi banyak mendapatkan keburukan” [ Fathul-Baariy , 4/199]. Hal di atas merupakan imsak versi jaman Ibnu Hajar dengan pengumandangan adzan tiga perempat jam sebelum fajar plus memadamkan lampu sebagaid tanda berhentinya makan dan minum. Sungguh, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda : ﻫﻠﻚ ﺍﻟﻤﺘﻨﻄﻌﻮﻥ ﻗﺎﻟﻬﺎ ﺛﻼﺛﺎ “Telah binasa orang-orang terdahulu yang berlebih-lebihan” – beliau mengatakannya tiga kali [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2670]. Semoga kita bukan termasuk golongan yang binasa karena menyelisihi sunnah dan membuat bid’ah dalam agama. Wallaahu a’lam
Posted on: Mon, 08 Jul 2013 00:26:06 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015